Untuk Agama Buddha, bisa ada, tapi untuk ajaran Buddha Tidak ada
Yuppe, Sekarang pertanyaannya sebatas apa hayoo kriterianya tuh lagu dan tarian dipegelarkan sebgai kesenian Buddhis.
Boleh ngak kalo bikin konsep tarian tapi menaruh ajaran buddha didalamnya, walaupun tarian tersebut terdapat intisari ajaran Buddha, contoh ada pagelaran drama Raja asoka dulu di borobudur memasukan konteks ajaran, Diperbolehkan tidak ?.
Seberapa kontek's dibatasi dan tidaknya suatu kesenian Buddhis berkreasi itu semestinya dibahas disini ?.
Soal menari :
Kisah Lima Ratus Bhikkhu
DHAMMAPADA VI, 8
Atas permintaan seorang brahmana dari Veranja, Sang Buddha pada suatu sat tinggal di Veranja bersama lima ratus orang bhikkhu. Ketika berada di Veranja sang brahmana lalai untuk memperlihatkan kebutuhan hidup mereka. Penduduk Veranja yangkemudian menghadapi kelaparan, hanya dapat mempersembahkan sangat sedikit dana pada saat para bhikkhu berpindapatta. Kendatipun mengalami penderitaan, para bhikkhu tidak berputus asa. Mereka hanya cukup mendapatkan para penjual kuda setiap hari. Saat akhir masa vassa tiba, setelah memberitahu sang brahmana, Sang Buddha pulang ke Vihara Jetavana beserta lima ratus bhikkhu. Masyarakat Savatthi menyambut kedatangan mereka dengan bermacam-macam pilihan makanan.
Sekelompok orang yang hidup bersama para bhikkhu, memakan makanan yang tak dimakan oleh para bhikkhu. Mereka makan dengan rakus seperti orang yang benar-benar lapar, dan pergi tidur setelah mereka makan. Setelah bangun tidur mereka bersiul, bernyanyi dan menari, mereka membuat suatu keributan.
Ketika Sang Buddha datang sore hari di tengah-tengah para bhikkhu, para bhikkhu melaporkan hal itu kepada Beliau, perilaku orang-orang yang tidak dapat dikendalikan, dan berkata "Orang-orang ini hidup dengan sisa makanan, bersikap sopan dan berperilaku baik ketika kita semua menghadapi penderitaan dan kelaparan di Veranja. Sekarang mereka cukup mendapat makanan yang baik, mereka bersiul, menyanyi, dan menari, serta membuat keributan di antara mereka sendiri. Berbeda dengan para bhikkhu. Para bhikkhu bagaimanapun juga keadaannya memiliki perilaku yang sama, baik di sini maupun di Veranja".
Kepada mereka Sang Buddha menjawab "Itu merupakan sifat alamiah dari orang bodoh, penuh dengan duka cita dan merasa tertekan ketika mereka gembira ketika sesuatu berjalan lancar. Orang bijaksana bagaimanapun keadaannya dapat bertahan dalam gelombang kehidupan baik naik maupun turun".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 83 berikut:
Orang bajik membuang kemelekatan terhadap segala sesuatu; orang suci tidak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nafsu keinginan. Dalam menghadapi kebahagiaan atau kemalangan, orang bijaksana tidak menjadi gembira amaupun kecewa.
***
Kisah Nataputtaka Thera
DHAMMAPADA XXVI, 36
Suatu ketika, Nataputtaka, anak laki-laki dari seorang penari yang sedang pergi berkeliling menyanyi dan menari, memiliki kesempatan untuk mendengarkan khotbah yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, ia masuk dalam pasamuan dan mencapai tingkat kesucian arahat tidak lama kemudian.
Suatu hari, ketika Sang Buddha dan para bhikkhu termasuk Nataputtaka sedang berjalan untuk menerima dana makanan, mereka menjumpai anak laki-laki dari penari lain yang sedang menari di jalanan. Melihat anak muda yang sedang menari, para bhikkhu bertanya kepada Nataputtaka apakah ia masih suka menari.
Dan Nataputtaka menjawab, "Tidak, aku tidak".
Para bhikkhu kemudian pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan bahwa Nataputtaka dengan cara seperti itu ingin menegaskan bahwa dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan semua ikatan kemelekatan; ia telah menjadi seorang arahat".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 417 berikut:
Seseorang yang telah menyingkirkan ikatan-ikatan duniawi dan juga telah mengatasi ikatan-ikatan surgawi, yang benar-benar telah bebas dari semua ikatan, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
***
Kisah Teman-teman Visakha
DHAMMAPADA XI, 1
Terdapat 500 orang pria dari Savatthi, mereka mengharapkan istri-istrinya menjadi orang yang murah hati, baik hati dan bersusila seperti Visakha. Kelima-ratus pria tersebut mengirim para istrinya kepada Visakha agar menjadi teman dekat Visakha. Pada pesta Bacchanalian yang berlangsung salama 7 hari, istri-istri tersebut mengambil semua minuman keras yang ditinggalkan suami mereka dan kemudian meminumnya tanpa diketahui oleh Visakha. Karena perbuatan yang tidak baik itu, mereka dipukuli oleh suami mereka. Pada keajadian lainnya, dikatakan bahwa mereka hendak mendengarkan khotbah Sang Buddha, mereka memohon agar Visakha membawa mereka kepada Sang Buddha, tetapi secara diam-diam mereka masing-masing membawa sebotol kecil minuman keras yang disembunyikan dalam bajunya.
Pada saat tiba di vihara, mereka meminum semua minuman keras yang mereka bawa dan membuang botol-botol tersebut. Visakha memohon kepada Sang Buddha untuk mengajarkan Dhamma kepada mereka. Pada saat itu, para wanita menjadi mabuk, bernyanyi, menari, bertepuk tangan, melompat-lompat di dalam vihara. Sang Buddha melihat Mara yang membuat tingkah laku yang memalukan wanita-wanita tersebut.
Sang Buddha berkata pada diri sendiri, "Mara tidak boleh diberi kesempatan".
Oleh karena itu, tubuh Sang Buddha memancarkan sinar biru gelap yang menyebabkan wanita-wanita tersebut ketakutan dan mulai sadar. Kemudian Sang Buddha menghilang dari tempat duduknya dan berdiri diatas Gunung Meru, dari tempat itu Beliau memancarkan sinar putih yang menerangi langit bagaikan diterangi seribu bulan.
Setelah itu Sang Buddha berkata kepada kelima ratus wanita tersebut, "Sebagai wanita, kalian tidak seharusnya datang ke vihara dalam keadaan batin tidak sadar. Karena kalian telah lalai, Mara mendapat kesempatan membuat kalian berkelakuan yang memalukan, tertawa, menyanyi keras-keras dalam vihara. Sekarang berusahalah untuk memadamkan api hawa nafsu yang terdapat dalam diri kalian".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 146 berikut:
Mengapa tertawa, mengapa bergembira kalau dunia ini selalu terbakar? Dalam kegelapan, tidakkah engkau ingin mencari terang?
Lima ratus wanita itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.
***