Karena sudah lebih dari 2 minggu tidak ada masukan lagi, saya buat kesimpulan (sementara):
1. Ditinjau dari sudut pandang Sosial-Budaya, maka sebuah lagu dikategorikan Musik Rohani Buddhist jika liriknya memuat kalimat yang merupakan kutipan dari Ajaran Buddha, sedangkan kategori musiknya sendiri digeneralisasikan tidak terlalu keras dan cepat, sehingga cenderung memberikan ketenangan bagi pendengar pada umumnya.
2. Ditinjau dari sudut pandang Dhamma, Musik tidak lain dan tidak bukan hanyalah sebuah objek yang dipersepsi indera telinga, menghasilkan perasaan tubuh menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta perasaan bathin menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan. Tidak ada sebuah elemen yang membuat musik lebih dari hanya sekadar objek demikian.
Sementara lirik (dalam lagu) juga hanya merupakan objek sebuah ide yang dihubungkan oleh bahasa dengan media pendengaran. Objek itu sendiri netral, tidak ada objek "religius" dan "non-religius". Namum memang objek mempengaruhi bagaimana pikiran bergerak, apakah ke arah "religius" (yang dalam Dhamma maksudnya adalah pengikisan keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin) dan "non-religius".
Satu contoh sederhananya adalah ketika Buddha mengatakan bahwa "tubuh ini adalah kekotoran" (Dhammapada Atthakatha 21-23), kedua orang tua dari Magandiya (Ratu dari Raja Udena) mengembangkan objek kekotoran tubuh dan menjadi Anagami, sementara Magandiya sendiri mengembangkan kebencian luar biasa karena tubuh cantiknya (yang menurutnya bukan kekotoran) dikatakan sebagai kekotoran. Satu objek kalimat yang sama, dua pengaruh yang sama sekali berbeda.
Dengan demikian, menurut Dhamma, tidak ada yang namanya Objek bermuatan Religius karena semua objek adalah netral. Bagaimana pikiran kita menanggapi suatu objeklah yang tidak netral. Oleh karena itu tidak ada juga yang namanya Musik Rohani Buddhist, menurut Dhamma.
<Lock sementara, kalau mau beri tambahan, silahkan hubungi moderator>