Tidak melekat pada pandangan benar itu sendiri adalah pandangan benar.
Melekat pada Dhamma pada suatu moment adalah baik tapi akhirnya itu semua harus dilepas semuanya.
Ketika Dhamma dilekati selalu maka yang terjadi adalah muncul "keakuan/ilusi diri" tanpa disadari. Sehingga mempertahankan pandangan benar itu sendiri yang kita pikir suatu kebenaran tanpa melihat keseluruhan aspek Dhamma sebagaimana adanya sesuai sifat alaminya adalah sebuah ilusi.
Ada beberapa analogi : ketika kita berada suatu ruangan kosong dan berdiri tepat ditengahnya dan melhat sekelilingnya, kita hanya melihat sebuah ruangan yang kosong. Tetapi ketika kita berjalan memperhatikan ruangan itu, ternyata ada tembok yang tidak datar, cat yang terkelupas, dan disalah satu sudut ruangan ternyata berdebu. Sehingga ruangan itu sebenarnya tidak kosong, karena ada debu, dan aspek lainnya temboknya tidak datar.
Analogi lainnya : ketika ada sebuah ruangan kosong, dan kita melihatnya dari atas maka hanya ditemukan 4 sudut, demikian dari depan, belakang dst. Tetapi ketika kita masuk keruangan itu kita hanya berpikir hanya terdiri dari 8 sudut, tetapi jika diperhatikan lebih lanjut maka ada 16 sudut. Demikianlah kita seharusnya melihat Dhamma dalam setiap aspeknya.
Seperti perumpamaan Ajahn Brahm " ketika kita memegang sebuah gelas dengan tangan lurus kedepan, dan kita lakukan setiap saat maka gelas itu akan goyang dan akhirnya terjatuh dan pecah akibat tangan kita tegang dan kelelahan, tetapi jika kita tahu tangan sudah tidak bisa melebihi kapasitasnya bertahan maka ia taruh gelas itu dimeja, mana yang lebih enak, memegang gelas dengan ketegangan tangan atau relaks?
Demikian sekarang kita semua belum merealisasikan Dhamma , banyak hal yang kita anggap benar padahal selama ada kilesa tidaklah benar sepenuhnya. Pada akhirnya Dhammalah yang terus bekerja dan berjalan terus dengan alami dalam kebisuannya tanpa menghiraukan hingar bingar yang terjadi.
Sammaditthi adalah salah satu jalan(aspek Dhamma), tetapi ketika kita berjalan pada jalan itu maka setiap titik dari jalan itu kita tinggalkan hingga sampai pada ujung jalan dan mencapai tujuan yang dituju dan kita duduk ditempat tujuan itu selamanya beristirahat. Dan jalan2 itu menjadi masa lalu.
Bila kita melekati suatu jalan maka kita tidak akan berjalan melewati titik - titik jalan disepanjang jalan yang akhirnya hanya berjalan ditempat. atau hanya mondar-mandir disepanjang jalan itu.
Pada akhirnya setiap kata, setiap pandangan, setiap pernak-pernik disini atau diseluruh alam hanyalah sebuah fenomena-fenomena.