Saya ingin memberikan pertanyaan yang menggelitik "common sense" kita.
Bila muncul bentuk-bentuk pikiran dalam meditasi Vipassana, bagaimana cara kita melihat apa adanya? dan apa yang terjadi setelah kita melihat apa adanya?
Saya berharap teman-teman mau sharing berbagi pengalaman disini... biarlah ini menjadi pembahasan ulang berdasarkan praktek nyata diantara teman-teman dan dikaitkan berdasarkan referensi Tipitaka... bukan hanya berdasarkan teori...
Saya masih cupu dalam hal meditasi, jadi saya hanya bisa sharing sedikit tentang hal ini.
Meditasi yang saya jalani adalah anapanasati. Di awal meditasi yaitu memusatkan perhatian pada nafas dan selanjutnya "memegang" obyek tersebut dengan perhatian dan kesadaran, pemikiran demi pemikiran bermunculan. Dalam tahap ini, melihat sebagaimana adanya adalah menyadari muncul, berlangsung, dan lenyapnya pemikiran tersebut tanpa terlibat atau terhanyut atau mengikuti atau terganggu dengan pemikiran2 tersebut. Vitakka dan vicara, benar2 sangat membantu, pada saat memegang obyek, batin terpusat pada obyek, melekat pada obyek, pada saat muncul pemikiran, batin tidak memindahkan pegangannya dari obyek, namun tetap dapat menyadari munculnya pemikiran. Pemegangan pada obyek atau konsentrasi membuat batin dapat melihat pemikiran yg muncul dengan suatu jarak. Dengan jarak inilah pemikiran dapat diperhatikan keberlangsungannya tanpa terlibat dengan pemikiran tersebut. Hasil dari melihat tersebut adalah mengetahui bahwa pikiran yang bergerak adalah sifat alami pikiran. Dengan mengetahui bahwa itu adalah sifat alami dari pikiran, walaupun pada saat bermeditasi muncul pemikiran2, batin tetap tenang sehingga pemikiran sedikit demi sedikit berkurang dengan sendirinya.
Pengetahuan dari aktivitas ini (bagi saya) berkembang sedikit demi sedikit, dari proses yang sama seperti di atas, di lain kesempatan ada pengetahuan yang lain bahwa pemikiran tidak kekal, celoteh batin tidak kekal, pemikiran hanyalah sekedar pemikiran, pemikiran datang sendirinya tanpa diminta dan kepergiannya pun tanpa diminta. Pada tahap ini muncul pengetahuan tentang keterpisahan antara kesadaran dengan pemikiran.
Dari pengalaman kecil inilah saya (merasa) sedikit mengerti tentang hubungan kesalingmendukungan antara konsentrasi dan kebijaksanaan.
Di lain kesempatan lagi, dengan bantuan konsentrasi, munculnya, berlangsungnya, dan hilangnya rasa sakit dapat disadar dengan baik. Yang menarik bagi saya adalah pengalaman tentang perasaan bahagia. Sering, pada saat kebahagiaan muncul akibat ketenangan, kepergian rasa bahagia tersebut disusul oleh perasaan kecewa. Di lain waktu pada saat kebahagiaan muncul pada saat itu juga tercampur dengan perasaan takut bahwa kebahagiaan tersebut nantinya akan pergi. Yang menarika bagi saya adalah suatu pengalaman, yaitu, pada saat diliputi kebahagiaan yang meluap ada perasaan sesak di dalam kebahagiaan tersebut, rasa ini bukan perasaan takut kebahagiaan itu hilang, melainkan kebahagiaan itu bukanlah benar2 "bahagia". Kebahagiaan itu menyesakkan, semakin bahagia semakin "sesak", tidak jauh berbeda dengan apa yang disebut penderitaan. Ada rasa bahwa kebahagiaan itu bukan sesuatu yang sempurna, ada cacat dalam apa yang disebut dengan kebahagiaan. Dari sini timbul pengetahuan bahwa "kebahagiaan" yang sebenarnya adalah Kedamaian.
Dari pengalaman di atas saya baru dapat mengerti perumpamaan dari Ajahn Chah tentang ular. Penderitaan sebagai kepalanya dan kebahagiaan sebagai ekornya. Melekati penderitaan bagaikan menyentuh kepala ular, kepala ular yang seram lengkap dengan taringnya, seketika ular tersebut dapat menggigit dengan taringnya yang tajam lengkap dengan racunnya. Melekati kebahagiaan bagaikan bermain-main dengan ekor ular, dia terlihat tidak berbahaya dan bahkan mungkin terlihat menyenangkan, namun seketika kepala ular dapat berbelok menggigit yang bermain2 dengan ekornya.
Penderitaan dan kebahagiaan adalah ular yang sama, Dukkha.
Nah, melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, menurut saya sejauh ini adalah, melihat tanpa terhanyut atau terlibat dengan obyek tersebut. Konsentrasi membuat jarak dengan obyek, sehingga obyek dapat terlihat. Apabila tidak ada konsentrasi, tidak ada jarak, maka dapat terhanyut dengan obyek tersebut, tidak ada jarak yang memungkinkan proses "melihat", yang terjadi justru "tenggelam".
Demikian sedikit pengalaman saya dalam meditasi yang disesuaikan dengan topik.