Suttanipaya syair 890 menyebutkan kebenaran adalah satu dan tidak ada yang kedua (ekañhi saccaṃ na dutīyamatthi). Namun demikian, Khotbah2 Sang Buddha menyatakan adanya empat kebenaran mulia (cattaro ariyasaccaṃ), sementara Abhidhamma mengatakan adanya empat kebenaran tertinggi lainnya (catudhā paramattho) yakni citta, cetasika, rūpa dan Nibbāna. Pertanyaannya, bagaimana pernyataan2 di atas berbeda antara satu dengan lainnya. Padahal, yang menjadi unik dalam ajaran Buddha adalah bahwa keseluruhan ajaran beliau memiliki koneksi antara satu dengan lainnya.
Bagaimana pendapat teman-teman di sini untuk menanggapi kasus di atas?
Saya melihat bahwa empat kebenaran tertinggi yang dinyatakan dalam Abhidhamma pada dasarnya masih dicakupi oleh empat kebenaran mulia yang diajarkan Sang Buddha.
Citta, cetasika, rupa dan Nibbana itu sendiri merupakan bagian dari empat kebenaran mulia di mana citta, cetasika, rupa dapat dimasukkan dalam kategori "Kebenaran mulia mengenai penderitaan" (Dukkha ariya sacca). Dikatakan oleh Sang Buddha, "Apakah penderitaan itu? Lahir, sakit, tua, mati, kekecewaan, ratap tangis, kesakitan, kesedihan, keputusasaan, berpisah dari yang disenangi, berkumpul dengan yang tidak disenangi, tidak mendapatkan yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya,
kelima kelompok kemelekatan adalah penderitaan." Citta, cetasika, rupa itu sendiri merupakan bagian dari lima kelompok kemelekatan (pancupadanakkhandha).
Sedangkan untuk Nibbana, Nibbana merupakan inti dari "Kebenaran mulia mengenai akhir dari penderitaan" (Dukkha nirodha ariya sacca).
In short: Tertinggi belum tentu mulia. Mulia sudah tentu tertinggi.