//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?  (Read 15765 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #15 on: 19 March 2010, 10:08:20 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

mudah-mudahan suatu ketika saudara Andry juga bisa membedakan antara realising dan thinking....

 _/\_
Maksudnya .... dalam ber-meditasi tidak ada tanya - jawab yaah  ;D
Bener gak ::)
karna kalo sesuatu itu dikatakan annica berarti kita memberi persepsi sendiri
menganti posisi duduk itu-pun bisa dikatakan annica ...... (persepsi sendiri lagi  :hammer: )
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #16 on: 19 March 2010, 10:22:22 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

Bisakah dijelaskan lebih detil pengalaman anda? Kayaknya menarik nih..  :)

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #17 on: 19 March 2010, 10:24:56 PM »

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

salam,

Ada satu sutta bernama Vitakkasaṇṭhānasutta dari Majjimanikāya. Di sana Sang BUddha menjelaskan lima cara untuk membuang kekotoran batin. Salah satu caranya adalah dengan melihat bahaya kekotoran batin tersebut. Pertanyaannya adalah apakah pada saat seseorang berusaha melihat bahaya kekotoran batin tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan kekotoran batin tersebut, tidak ada 'kehendak' di sana?

Upaya memang kehendak, dan setiap ada kehendak ada akibat ...

Dan kalau kekotoran batin itu 'diusahakan' untuk dilihat, saya setuju akan ada usaha disana ...  :)

OOT dikit ...
Dalam menggambarkan tentang cara 'berpraktek', telah banyak 'perdebatan' terjadi dikalangan para 'praktisi' (mungkin sampai temurun) ...

Padahal apa yang dicari? Lha wong yang dicita-citakan itu hanya untuk 'berhenti koq' ... (tidak menenun) ... :)

salam,

Ada beberapa yang bilang tujuan dari meditasi adalah berhenti / stopping, ada juga yang bilang 'pelenyapan / cessation'. Mana yang benar ya? Para guru meditasi harus menjelaskan nih.. :)

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #18 on: 19 March 2010, 10:27:27 PM »
Quote
Saya setuju bahwa semakin pikiran berkembang, semakin faktor dhammavicaya memerankan fungsinya dengan baik. Tapi Dhammavicāya bisa dilakukan dengan baik setelh minimal mencapai upacara samādhi? Ada referensinya? Thanks

Referensinya dari visuddhi magga dan Paauk Sayadaw. Hanya saya lupa tepatnya dimana.
Tetapi ini berkaitan vipasanna yg bisa dimulai dengan baik dari upacara samadhi bila dalam hal latihan ia memilih Samatha & Vipasana . Dimana Penyelidikan karakeristik tilakhana dan hal2 lainya yg  berkaitan dengan Dhamma jelas terlihat disana/upacara samadhi. Dimana Sati, konsentrasi dan panna cukup untuk melakukan Dhammavicayo dengan melihat langsung apa adanya. Dibawah itu hanyalah perenungan atau sebatas intelektual yg hanya memunculkan pengertian biasa saja/Sebatas pemikiran. Berbeda dengan melihat langsung. Ibarat perbandingan menyelidiki apa-apa yg ada di dasar sungai pada air jernih yg bening dengan air yg keruh atau buram-buram. _/\_



Saya ubek2 di Visuddhimagga, tapi belum ketemu ya..  Anyway, penjelasannya memang masuk akal sih.

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #19 on: 19 March 2010, 10:32:37 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

mudah-mudahan suatu ketika saudara Andry juga bisa membedakan antara realising dan thinking....

 _/\_
amin.. halelujahhh
Samma Vayama

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #20 on: 19 March 2010, 10:40:29 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

keknya sulit, tapi kalau ke NIRWANA lebih mudah, alamatnya di Marunda, Jakarta Utara. selama ini sih belum ada orang hidup yg masuk, kecuali mau uji kekebalan.
dasarrrrr....
gue search di google, ternyata tempat kremasi... gw kira tempast ajojing
Samma Vayama

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #21 on: 19 March 2010, 10:47:58 PM »
Ada beberapa yang bilang tujuan dari meditasi adalah berhenti / stopping, ada juga yang bilang 'pelenyapan / cessation'. Mana yang benar ya? Para guru meditasi harus menjelaskan nih.. :)

Setelah 'pelenyapan / cessation' apa akan ada yang 'berlanjut' ? Kalau ada paling hanya 'sisa' saja deh ... dan setelah itu ? 'Berhenti' juga kan ? :)

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #22 on: 19 March 2010, 11:38:08 PM »

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

salam,

Ada satu sutta bernama Vitakkasaṇṭhānasutta dari Majjimanikāya. Di sana Sang BUddha menjelaskan lima cara untuk membuang kekotoran batin. Salah satu caranya adalah dengan melihat bahaya kekotoran batin tersebut. Pertanyaannya adalah apakah pada saat seseorang berusaha melihat bahaya kekotoran batin tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan kekotoran batin tersebut, tidak ada 'kehendak' di sana?

Upaya memang kehendak, dan setiap ada kehendak ada akibat ...

Dan kalau kekotoran batin itu 'diusahakan' untuk dilihat, saya setuju akan ada usaha disana ...  :)

OOT dikit ...
Dalam menggambarkan tentang cara 'berpraktek', telah banyak 'perdebatan' terjadi dikalangan para 'praktisi' (mungkin sampai temurun) ...

Padahal apa yang dicari? Lha wong yang dicita-citakan itu hanya untuk 'berhenti koq' ... (tidak menenun) ... :)

salam,

Ada beberapa yang bilang tujuan dari meditasi adalah berhenti / stopping, ada juga yang bilang 'pelenyapan / cessation'. Mana yang benar ya? Para guru meditasi harus menjelaskan nih.. :)

Samanera yang saya hormati, menurut pengertian saya pada Vipassana stopping dan cessation sebenarnya merujuk pada hal yang sama yaitu nirodha.
Nirodha sendiri ada beberapa pengertian disini, pengertiannya bisa berupa berhentinya faktor-faktor yang saling bergantungan (misalnya: nama-rupa nirodha, vinnana nirodho; vinnana nirodha, sankhara nirodho dstnya)
Tetapi pada praktek penghentian yang mengarah ke Nibbana, ini adalah berhentinya impuls/kecenderungan/kehendak/cetana/sankhara yang timbul dari hadayavatthu.
Dalam keadaan normal pada putthujana impuls/kecenderungan/ kehendak/cetana/sankhara ini tak henti-hentinya bermunculan, cuma tak terlihat karena kita selalu terseret oleh cetana yang halus ini.

Impuls cetana yang halus yang bermunculan dari Hadayavatthu ini hanya terlihat oleh meditator direct Vipassana bila mereka dalam keadaan konsentrasi mendalam. Prakteknya pada praktisi Vipassana setelah ia mampu memperhatikan timbul tenggelamnya impuls ini, pada akhirnya impuls ini akan berhenti dengan sendirinya dan tercapailah penghentian/nirodha/Nibbana.

 _/\_
« Last Edit: 19 March 2010, 11:40:29 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #23 on: 21 March 2010, 01:06:44 AM »

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

salam,

Ada satu sutta bernama Vitakkasaṇṭhānasutta dari Majjimanikāya. Di sana Sang BUddha menjelaskan lima cara untuk membuang kekotoran batin. Salah satu caranya adalah dengan melihat bahaya kekotoran batin tersebut. Pertanyaannya adalah apakah pada saat seseorang berusaha melihat bahaya kekotoran batin tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan kekotoran batin tersebut, tidak ada 'kehendak' di sana?

Upaya memang kehendak, dan setiap ada kehendak ada akibat ...

Dan kalau kekotoran batin itu 'diusahakan' untuk dilihat, saya setuju akan ada usaha disana ...  :)

OOT dikit ...
Dalam menggambarkan tentang cara 'berpraktek', telah banyak 'perdebatan' terjadi dikalangan para 'praktisi' (mungkin sampai temurun) ...

Padahal apa yang dicari? Lha wong yang dicita-citakan itu hanya untuk 'berhenti koq' ... (tidak menenun) ... :)

salam,

Ada beberapa yang bilang tujuan dari meditasi adalah berhenti / stopping, ada juga yang bilang 'pelenyapan / cessation'. Mana yang benar ya? Para guru meditasi harus menjelaskan nih.. :)

Samanera yang saya hormati, menurut pengertian saya pada Vipassana stopping dan cessation sebenarnya merujuk pada hal yang sama yaitu nirodha.
Nirodha sendiri ada beberapa pengertian disini, pengertiannya bisa berupa berhentinya faktor-faktor yang saling bergantungan (misalnya: nama-rupa nirodha, vinnana nirodho; vinnana nirodha, sankhara nirodho dstnya)
Tetapi pada praktek penghentian yang mengarah ke Nibbana, ini adalah berhentinya impuls/kecenderungan/kehendak/cetana/sankhara yang timbul dari hadayavatthu.
Dalam keadaan normal pada putthujana impuls/kecenderungan/ kehendak/cetana/sankhara ini tak henti-hentinya bermunculan, cuma tak terlihat karena kita selalu terseret oleh cetana yang halus ini.

Impuls cetana yang halus yang bermunculan dari Hadayavatthu ini hanya terlihat oleh meditator direct Vipassana bila mereka dalam keadaan konsentrasi mendalam. Prakteknya pada praktisi Vipassana setelah ia mampu memperhatikan timbul tenggelamnya impuls ini, pada akhirnya impuls ini akan berhenti dengan sendirinya dan tercapailah penghentian/nirodha/Nibbana.

 _/\_

Memang apa yang dijelaskan oleh saudara Fabian merupakan penjelasan para guru meditasi. Namun saya ada teori demikian. Melalui kesadaran / sati, fenomena batin dan jasmani yang bermunculan akan semakin jelas terlihat dan akan melambat. Namun meskipun terlihat jelas dan melambat, selama fenomena batin dan jasmani  (sankhara) itu masih eksis  meski selembut atau sehalus apapun sankhara itu, selama itu pula, masih ada putaran, kelanjutan atau pun kelangsungan. Hanya ketika sankhara ini lenyap (nirodha), di sana tidak ada kelanjutan sehingga pembebasan (nibbāna) terealisasi. Tapi kalau kita menggunakan kata2 'stop / berhentinya sankhara, di sana seakan-akan  sankhara masih eksis, hanya saat itu sankharanya berhenti.

Sebagai info. Mengenai fungsi sati yang bisa memperlambat fenomena batin dan jasmani / obyek2 enam indria, telah dicatat dalam Ajitamanavapuccha dari Suttanipāta. Di sutta ini, Sang Buddha juga menjelaskan bahwa sementara sati memperlambat obyek2 enam indria, paññā / kebijaksanaan menutup (dalam arti memotong) obyek2 tersebut.

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #24 on: 21 March 2010, 01:15:44 AM »
Quote
Tapi kalau kita menggunakan kata2 'stop / berhentinya sankhara, di sana seakan-akan  sankhara masih eksis, hanya saat itu sankharanya berhenti.

Kalau begitu, bagaimana dengan anupadisesa nibbana ? Mohon penjelasannya ... :)

_/\_

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #25 on: 21 March 2010, 01:19:11 AM »
Quote
Tapi kalau kita menggunakan kata2 'stop / berhentinya sankhara, di sana seakan-akan  sankhara masih eksis, hanya saat itu sankharanya berhenti.

Kalau begitu, bagaimana dengan anupadisesa nibbana ? Mohon penjelasannya ... :)

_/\_

Kalau seseorang mencapai anupadisesa nibbāna, jelas semua khandha juga lenyap. Khan mereka arahat yang parinibbāna.
« Last Edit: 21 March 2010, 01:23:22 AM by Peacemind »

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #26 on: 21 March 2010, 01:26:56 AM »
upss maaf ... maksud saya yang masih bersisa (upadisesa nibbāna) ... ;D


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #27 on: 21 March 2010, 08:33:12 AM »
upss maaf ... maksud saya yang masih bersisa (upadisesa nibbāna) ... ;D



Meskipun upadisesanibbāna, sutta2 biasanya menjelaskan nibbāna  ini pun sebagai lenyapnya saṅkhara. Dvayatānupassanasutta dari suttanipāta mendeskripsikan nibbāna / akhir penderitaan sebagai saṅkharānaṃ asesavirāganirodhā - tanpa nafsu dan lenyapnya secara total saṅkhara. Ariyapariyesanasutta dan banyak sutta mengatakan nibbāna sebagai sabbasaṅkharasamatha / the appeasement of all saṅkhara. Jika kita mengacu kepada dvadasaṅgapaticcasamuppāda, lenyapnya penderitaan adalah juga lenyapnya saṅkhara (sankharanirodhā). Dalam Ajitamanavapuccha of Suttanipāta, Sang BUddha menjelaskan bahwa nibbāna adalah lenyapnya nāmarūpa dan viññāṇa. Ini juga menunjukkan lenyapnya saṇkhara. Sebenarnya dalam hal ini, kita harus membedakan antara the fruit of nibbāna dan dalam keadaan normal. Dalam keadaan normal, seorang arahat pun tidak mengalami nibbāna. Hanya ketika ia mau, ia bisa masuk kepada pengalaman nibbāna. Ada sutta yang mengatakan demikian, cuma lupa namanya. Oleh karena itu, Bhikkhu BOdhi berpendapat bahwa the fruit of nibbāna adlah sama apakah seseorang mengalami nibbāna ketika masih hidup atau setelah meninggal. 

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #28 on: 21 March 2010, 03:49:13 PM »
               Sering kita mendengar bahwa ketika bermeditasi kita dianjurkan untuk memfokuskan pikiran kita kepada obyek yang dipilih secara total tanpa memberikan peluang bagi pikiran untuk melakukan penyelidikan. Bahkan dalam vipassana pun, meskipun obyek yang diamati tidak difokuskan ke hanya satu obyek saja, kita sering dilarang untuk melakukan penyelidikan. Alasannya, ditakutkan pikiran akan mengembara dan konsentrasi pikiran tidak akan tercapai. Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi? Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran? Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai ini?

mungkin bisa dikatakan seperti "patung".
"patung" tapi bukan patung, bagaikan isi tapi kosong, kosong tapi isi. <-- yg dah tinggi ;D
« Last Edit: 21 March 2010, 03:50:54 PM by wen78 »
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #29 on: 21 March 2010, 06:04:17 PM »
               Sering kita mendengar bahwa ketika bermeditasi kita dianjurkan untuk memfokuskan pikiran kita kepada obyek yang dipilih secara total tanpa memberikan peluang bagi pikiran untuk melakukan penyelidikan. Bahkan dalam vipassana pun, meskipun obyek yang diamati tidak difokuskan ke hanya satu obyek saja, kita sering dilarang untuk melakukan penyelidikan. Alasannya, ditakutkan pikiran akan mengembara dan konsentrasi pikiran tidak akan tercapai. Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi? Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran? Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai ini?

mungkin bisa dikatakan seperti "patung".
"patung" tapi bukan patung, bagaikan isi tapi kosong, kosong tapi isi. <-- yg dah tinggi ;D

Sebenarnya kalimat 'isi tapi kosong, kosong tapi isi', maksudnya apa ya?

 

anything