//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?  (Read 15778 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
               Sering kita mendengar bahwa ketika bermeditasi kita dianjurkan untuk memfokuskan pikiran kita kepada obyek yang dipilih secara total tanpa memberikan peluang bagi pikiran untuk melakukan penyelidikan. Bahkan dalam vipassana pun, meskipun obyek yang diamati tidak difokuskan ke hanya satu obyek saja, kita sering dilarang untuk melakukan penyelidikan. Alasannya, ditakutkan pikiran akan mengembara dan konsentrasi pikiran tidak akan tercapai. Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi? Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran? Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai ini?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #1 on: 18 March 2010, 12:03:55 PM »
bukankah salah satu dari sattabojjhanga adalah Dhammavicayo (Penyelidikan)?

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #2 on: 18 March 2010, 01:10:37 PM »
Ikutan kasih pendapat ...

Quote
Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi?

IMO, paññā timbul dari samadhi, bersifat apa adanya karena telah mengerti segala hal dengan jelas adanya ...
Kalau penerjemahan paññā masih sebagai usaha yang timbul dari kehendak, saya pikir, disitulah kita masih terjebak oleh lingkaran kondisi (yang dituju, dipersiapkan dsb) dimana masih sangat jelas akan ada 'aku' yang bermain disitu ...

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

Quote
Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

IMO, kalau meditasinya dikondisikan, kemungkinan besar akan seperti itu (mungkin lebih tepatnya seperti robot) dan kalau terlalu dibebaskan, bukan tak mungkin kita mengenali 'lamunan' sebagai suatu pencapaian sehingga 'perhatian' kita lengah sama sekali ...

Sekedar share, ada syair yang memang sangat berkesan bagi saya akhir-akhir ini, yakni syair tentang dawai gitar yang tidak ditarik terlalu kencang, juga terlalu kendur ... :)

salam,

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #3 on: 18 March 2010, 04:52:27 PM »
Saya ikutan ya, tapi tolong dikoreksi karena pendapat saya ini hanya berdasarkan logika bukan pengalaman meditasi. Kadang kalo sedang mendengar musik tertentu, saya terhanyut (terpengaruh). Ketika saya mendengar musik yang semangat, saya bisa semangat. Ketika saya sedang sedih dan diprovokasi dengan lagu-lagu sendu, saya bisa nangis. Dsb. Singkat kata, lagu bisa mendramatisir (mempengaruhi) suasana. Seberapa kuatpun saya ingin berhenti terhanyut, akan sulit bila lagu belum berhenti. Bahkan kadangkala, waktu listrik tiba-tiba padam dan musik berhenti, saya tersentak dan berkata, “ya ampun, bodohnya saya, kenapa saya nangis untuk hal remeh ini??”

Saya membandingkan pengaruh lagu ini dengan kekotoran batin. Pada saat kekotoran batin ini belum mengendap, seberapa kuat pun kita menyelidiki, kita tidak akan menemukan kebenaran. Hanya intelektualitas kita yang bermain di sana. Kekotoran batin ini masih memiliki pengaruh, sama seperti musik yang belum berhenti. Saya tidak begitu mengerti arti dari Dhammavicayo, tapi sepertinya penyelidikan ini dilakukan setelah debu mengendap (ehm.. ini logika).

Suatu saat pernah timbul dalam diri saya, rasa marah sama seseorang. Saya tau perasaan buruk ini muncul dan saya ingin menghilangkannya. Lalu saya coba menyelidikinya.Dalam penyelidikan itu, saya tau kalo sayalah yang salah. Lalu untuk menghilangkan rasa jengkel ini, saya menasehati diri saya sendiri. Tau apa yang terjadi? Saya makin jengkel (tapi kali ini jengkelnya sama diri sendiri karena muncul ide lain bahwa saya adalah pemarah). Lalu saya coba untuk berhenti menyelidiki. Saya hanya sebatas memperhatikan kalo jantung saya berdegup kencang, dan kepala terasa panas. Saya sebatas memperhatikan sensasi ini. Eh, lama-lama marahnya hilang. Setelah marah itu hilang, barulah saya bisa menyelidiki dengan lebih baik, dan menerima nasehat tadi (tanpa menghasilkan ide-ide gak jelas).

Mungkin ada yang bisa menjelaskan lebih detil arti dari Dhammavicayo?
« Last Edit: 18 March 2010, 04:55:50 PM by Mayvise »

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #4 on: 18 March 2010, 06:05:10 PM »
IMO

Dhammavicayo bisa dilakukan dengan baik minimal telah mencapai upacara samadhi.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #5 on: 18 March 2010, 06:19:05 PM »
Teman-teman ikut urun pendapat ya? Maaf Samanera, rasanya panna yang Samanera sebutkan kurang spesifik, sehingga bisa diartikan secara berbeda-beda. Menurut yang saya ketahui memang meditasi memerlukan panna, bahkan sebelum bermeditasi juga diperlukan panna. Panna kita perlukan untuk mengerti manfaat meditasi dan memotivasi kita untuk ikut bermeditasi, keputusan untuk ikut bermeditasi bisa juga disebabkan panna.

Tetapi panna yang mengikis kekotoran batin menurut saya agak berbeda dengan panna yang saya sebutkan tadi yang didapat dari belajar, panna yang mengikis kekotoran batin didapat dengan mengalami langsung.

Proses munculnya panna pada meditasi Vipassana saya rasa demikian: pertama kali bermeditasi kita diarahkan untuk melatih konsentrasi (dalam metode direct Vipassana maupun Samatha diperlukan konsentrasi). Pada waktu bermeditasi Vipassana walau nampaknya konsentrasi berpindah-pindah, sebenarnya tidak demikian.

Pada meditasi Vipassana setelah melihat fenomena yang muncul perhatian selalu diarahkan kembali untuk memperhatikan objek utama. Metode meditasi pada Vipassana selain digunakan untuk melatih konsentrasi juga untuk melihat karakteristik dari batin dan jasmani. Sebenarnya dua hal ini tak terpisahkan dalam meditasi Vipassana, yaitu semakin kuat konsentrasi maka karakteristik (tilakkhana) semakin jelas juga, kulminasi pada setiap tingkat disebutkan sebagai nana-nana (pengetahuan insight).

Contohnya demikian: setelah beberapa hari bermeditasi si Polan suatu hari pada waktu melangkah dengan penuh perhatian tiba-tiba ia merasakan suatu keanehan. Gerak langkah kaki si Polan yang biasanya terasa lancar, mendadak terasa tersendat-sendat ia heran atas pengalaman ini lalu bertanya pada gurunya, gurunya melihat itu adalah kemajuan lalu berkata pada muridnya, " bagus..bagus... teruskan perhatikan lebih seksama lagi pada waktu melangkahkan kaki, ikuti dengan cermat."

Mungkin si Polan bertanya dalam hati, "apa benar nih guru mengajarkan demikian?" tapi ia teruskan juga lalu ia berusaha mengikuti gerak langkah kakinya dengan lebih cermat dan teliti.

Dalam kasus ini si Polan sebenarnya sudah mulai melihat bahwa diantara langkah kaki ternyata ada jeda, suatu hal yang tak pernah dilihat sebelumnya, ini sebenarnya merupakan pengalaman insight, disini sang meditator sebenarnya mulai melihat bahwa langkah kakinya yang sebelumnya nampak tak terputus (nicca), ternyata terputus-putus (anicca).

Disini pengetahuan yang muncul pada meditator (si Polan) yaitu langkah kaki sebenarnya terbentuk dari gerakan-gerakan lebih kecil yang muncul dan lenyap kembali. Ia mulai melihat anicca dalam tahap yang paling awal. Ia tahu dalam gerakan langkah kakinya juga sebenarnya bersifat anicca.
(inilah panna yang muncul disebabkan pengalaman langsung)

Timbul perasaan ingin tahu lebih jauh, ia lalu mulai mengamati lebih seksama lagi, dengan penuh perhatian. Pada tahap ini kebijaksanaan telah mulai timbul yaitu gerakan-gerakan yang dia lakukan bersifat terputus-putus (anicca), dan karena itu ia ingin mengetahui lebih jauh, dan lebih serius dalam latihan meditasinya. Itu adalah panna yang berhubungan dengan Dhamma.

Lalu ia berusaha berlatih lebih giat untuk bisa menyelidiki/mengalami lebih jauh lagi, itulah yang disebut Dhammavicayo. karena memperhatikan lebih jauh lagi maka perhatiannya menjadi lebih kuat, karena perhatiannya lebih kuat maka konsentrasinya menjadi tambah kuat juga, karena konsentrasinya tambah kuat maka ia mengalami fenomena baru yang tak pernah ia alami sebelumnya.

Karena mengalami fenomena yang tak pernah ia alami sebelumnya pengalaman insight (nana) yang lebih tinggi timbul maka ia mengerti,"Ooh demikian...." timbullah pengertian/panna. Karena timbul pengertian maka ia tertarik untuk lebih serius lagi memperhatikan dstnya....

Jadi dalam contoh ini, semua faktor-faktor pencerahan (Bhojanga) muncul silih berganti hingga mencapai magga-phala nana, bila kita berlatih dengan serius, menurut (obedience) kepada pembimbing/guru, tanpa mengenal lelah dibawah bimbingan guru yang kredibel.

Sekedar sharing pendapat, kalau ada yang kurang tepat mohon dikoreksi.

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #6 on: 18 March 2010, 07:16:17 PM »
bukankah salah satu dari sattabojjhanga adalah Dhammavicayo (Penyelidikan)?

Saya sependapat dengan anda bahwa dalam meditasi kita memerlukan Dhammavicaya, dan faktor ini telah dijelaskan secara singkat oleh saudara Fabian di komen  selanjutnya.

Teman-teman ikut urun pendapat ya? Maaf Samanera, rasanya panna yang Samanera sebutkan kurang spesifik, sehingga bisa diartikan secara berbeda-beda. Menurut yang saya ketahui memang meditasi memerlukan panna, bahkan sebelum bermeditasi juga diperlukan panna. Panna kita perlukan untuk mengerti manfaat meditasi dan memotivasi kita untuk ikut bermeditasi, keputusan untuk ikut bermeditasi bisa juga disebabkan panna.

Tetapi panna yang mengikis kekotoran batin menurut saya agak berbeda dengan panna yang saya sebutkan tadi yang didapat dari belajar, panna yang mengikis kekotoran batin didapat dengan mengalami langsung.

Proses munculnya panna pada meditasi Vipassana saya rasa demikian: pertama kali bermeditasi kita diarahkan untuk melatih konsentrasi (dalam metode direct Vipassana maupun Samatha diperlukan konsentrasi). Pada waktu bermeditasi Vipassana walau nampaknya konsentrasi berpindah-pindah, sebenarnya tidak demikian.

Pada meditasi Vipassana setelah melihat fenomena yang muncul perhatian selalu diarahkan kembali untuk memperhatikan objek utama. Metode meditasi pada Vipassana selain digunakan untuk melatih konsentrasi juga untuk melihat karakteristik dari batin dan jasmani. Sebenarnya dua hal ini tak terpisahkan dalam meditasi Vipassana, yaitu semakin kuat konsentrasi maka karakteristik (tilakkhana) semakin jelas juga, kulminasi pada setiap tingkat disebutkan sebagai nana-nana (pengetahuan insight).

Contohnya demikian: setelah beberapa hari bermeditasi si Polan suatu hari pada waktu melangkah dengan penuh perhatian tiba-tiba ia merasakan suatu keanehan. Gerak langkah kaki si Polan yang biasanya terasa lancar, mendadak terasa tersendat-sendat ia heran atas pengalaman ini lalu bertanya pada gurunya, gurunya melihat itu adalah kemajuan lalu berkata pada muridnya, " bagus..bagus... teruskan perhatikan lebih seksama lagi pada waktu melangkahkan kaki, ikuti dengan cermat."

Mungkin si Polan bertanya dalam hati, "apa benar nih guru mengajarkan demikian?" tapi ia teruskan juga lalu ia berusaha mengikuti gerak langkah kakinya dengan lebih cermat dan teliti.

Dalam kasus ini si Polan sebenarnya sudah mulai melihat bahwa diantara langkah kaki ternyata ada jeda, suatu hal yang tak pernah dilihat sebelumnya, ini sebenarnya merupakan pengalaman insight, disini sang meditator sebenarnya mulai melihat bahwa langkah kakinya yang sebelumnya nampak tak terputus (nicca), ternyata terputus-putus (anicca).

Disini pengetahuan yang muncul pada meditator (si Polan) yaitu langkah kaki sebenarnya terbentuk dari gerakan-gerakan lebih kecil yang muncul dan lenyap kembali. Ia mulai melihat anicca dalam tahap yang paling awal. Ia tahu dalam gerakan langkah kakinya juga sebenarnya bersifat anicca.
(inilah panna yang muncul disebabkan pengalaman langsung)

Timbul perasaan ingin tahu lebih jauh, ia lalu mulai mengamati lebih seksama lagi, dengan penuh perhatian. Pada tahap ini kebijaksanaan telah mulai timbul yaitu gerakan-gerakan yang dia lakukan bersifat terputus-putus (anicca), dan karena itu ia ingin mengetahui lebih jauh, dan lebih serius dalam latihan meditasinya. Itu adalah panna yang berhubungan dengan Dhamma.

Lalu ia berusaha berlatih lebih giat untuk bisa menyelidiki/mengalami lebih jauh lagi, itulah yang disebut Dhammavicayo. karena memperhatikan lebih jauh lagi maka perhatiannya menjadi lebih kuat, karena perhatiannya lebih kuat maka konsentrasinya menjadi tambah kuat juga, karena konsentrasinya tambah kuat maka ia mengalami fenomena baru yang tak pernah ia alami sebelumnya.

Karena mengalami fenomena yang tak pernah ia alami sebelumnya pengalaman insight (nana) yang lebih tinggi timbul maka ia mengerti,"Ooh demikian...." timbullah pengertian/panna. Karena timbul pengertian maka ia tertarik untuk lebih serius lagi memperhatikan dstnya....

Jadi dalam contoh ini, semua faktor-faktor pencerahan (Bhojanga) muncul silih berganti hingga mencapai magga-phala nana, bila kita berlatih dengan serius, menurut (obedience) kepada pembimbing/guru, tanpa mengenal lelah dibawah bimbingan guru yang kredibel.

Sekedar sharing pendapat, kalau ada yang kurang tepat mohon dikoreksi.

 _/\_


Sepenuhnya saya setuju dengan saudara Fabian mengenai hal ini. Btw, saya memang tidak memberikan specific meaning  of paññā karena paññā sendiri sangat luas dan bisa bermacam-macam dalam meditasi. Namun secara singkat, paññā adalah pengetahuan tentang mana yang bermanfaat dan mana yang tidak atau mana yang harus dikembangkan  dan mana yang harus ditinggalkan.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #7 on: 18 March 2010, 07:25:23 PM »

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

salam,

Ada satu sutta bernama Vitakkasaṇṭhānasutta dari Majjimanikāya. Di sana Sang BUddha menjelaskan lima cara untuk membuang kekotoran batin. Salah satu caranya adalah dengan melihat bahaya kekotoran batin tersebut. Pertanyaannya adalah apakah pada saat seseorang berusaha melihat bahaya kekotoran batin tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan kekotoran batin tersebut, tidak ada 'kehendak' di sana?


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #8 on: 18 March 2010, 08:04:44 PM »
Saya ikutan ya, tapi tolong dikoreksi karena pendapat saya ini hanya berdasarkan logika bukan pengalaman meditasi. Kadang kalo sedang mendengar musik tertentu, saya terhanyut (terpengaruh). Ketika saya mendengar musik yang semangat, saya bisa semangat. Ketika saya sedang sedih dan diprovokasi dengan lagu-lagu sendu, saya bisa nangis. Dsb. Singkat kata, lagu bisa mendramatisir (mempengaruhi) suasana. Seberapa kuatpun saya ingin berhenti terhanyut, akan sulit bila lagu belum berhenti. Bahkan kadangkala, waktu listrik tiba-tiba padam dan musik berhenti, saya tersentak dan berkata, “ya ampun, bodohnya saya, kenapa saya nangis untuk hal remeh ini??”

Saya membandingkan pengaruh lagu ini dengan kekotoran batin. Pada saat kekotoran batin ini belum mengendap, seberapa kuat pun kita menyelidiki, kita tidak akan menemukan kebenaran. Hanya intelektualitas kita yang bermain di sana. Kekotoran batin ini masih memiliki pengaruh, sama seperti musik yang belum berhenti. Saya tidak begitu mengerti arti dari Dhammavicayo, tapi sepertinya penyelidikan ini dilakukan setelah debu mengendap (ehm.. ini logika).


JIka kita memilki kesadaran (sati) yang baik dan sampajāna (fully knowing = juga sebagai bentuk kebijaksanaan), kita bisa melihat kekotoran batin sebagai kekotoran batin tanpa terpengaruh oleh kekotoran batin tersebut sehingga tetap memungkinkan seseorang untuk melakukan penyelidikan. Mahāsatipaṭṭhāna, contohnya, mengatakan bahwa ketika kāmacchanda (sensual desires) muncul, seseorang 'mengetahui' (pajānati- kata bendannya adalah paññā) bahwa kāmacchanda ada dalam dirinya. Dalam hal ini, ia tetap tidak terpengaruh atau 'detached from' oleh kekotoran batin tersebut.


Quote
Suatu saat pernah timbul dalam diri saya, rasa marah sama seseorang. Saya tau perasaan buruk ini muncul dan saya ingin menghilangkannya. Lalu saya coba menyelidikinya.Dalam penyelidikan itu, saya tau kalo sayalah yang salah. Lalu untuk menghilangkan rasa jengkel ini, saya menasehati diri saya sendiri. Tau apa yang terjadi? Saya makin jengkel (tapi kali ini jengkelnya sama diri sendiri karena muncul ide lain bahwa saya adalah pemarah). Lalu saya coba untuk berhenti menyelidiki. Saya hanya sebatas memperhatikan kalo jantung saya berdegup kencang, dan kepala terasa panas. Saya sebatas memperhatikan sensasi ini. Eh, lama-lama marahnya hilang. Setelah marah itu hilang, barulah saya bisa menyelidiki dengan lebih baik, dan menerima nasehat tadi (tanpa menghasilkan ide-ide gak jelas).

Mungkin ada yang bisa menjelaskan lebih detil arti dari Dhammavicayo?

Justru saya tertarik dengan cerita ini karena saya melihatnya sebagai bagian dari Dhammavicaya.  Menurut pendapat saya, Dhammavicaya adalah penyelidikan terhadap kondisi batin dan jasmani yang sedang muncul sehingga memungkinkan seseorang untuk mengetahui mana yang terbaik bagi dirinya dalam hal ini kaitannya dengan meditasi. Ketika ada melihat bahwa kekotoran batin tidak bisa lenyap dengan menasehati diri sendiri, anda kemudian tahu bahwa cara selanjutnya adalah diam dan hanya mengamati gejala fisik. Ternyata, cara tersebut mampu melenyapkan rasa jengkel. Ini pun merupakan hasil dari penyelidikan terhadap dhamma / fenomena yang muncul dalam meditasi. Tapi harus diingat bahwa penyelidikan pertama yakni menasehati dirinya sendiri terkadang akan bekerja pada seseorang. Dalam vitakkasaṇṭhānasutta, terdapat lima cara untuk melenyapkan kekotoran batin yang muncul. Salah satunya adalah dengan melihat bahaya dari kekotoran batin tersebut. Menasehati diri sendiri juga termasuk dalam kategori ini. Selanjutnya Sang Buddha mengatakan bahwa jika dengan cara demikian kekotoran batin masih belum lenyap juga, ia seharusnya tidak memperhatikan kekotoran batin tersebut. Namun jika dengan cara ini, kekotoran batin belum lenyap juga, ia bisa hanya diam, rileks dan melihat peredaman pikiran tersebut. Seperti halnya seseorang yang sedang berlari, kemudian berpikir 'mengapa aku harus berlari? bagaimana jika saya berjalan' atau ketika ia sedang berjalan ia berpikir, 'mengapa aku harus berjalan? bagaimana jika aku berdiri'. Cara ini tampaknya adalah apa yang telah anda lakukan yakni tidak berusaha untuk berpikir, namun hanya melihat apa adanya apa yang sedang terjadi sehingga anda hanya melihat reaksi tubuh anda sampai muncul rasa rileks baik batin maupun jasmani. This is my interprestation only! :D

Dalam penjelasan sattabhojjaṅga, Sang Buddha dhammavicaya muncul ketika kita memiliki sati / kesadaran. Ini sangat jelas karena pada saat kita melihat apa yang sedang terjadi di sini dan sekarang melalui sati, penyelidikan muncul secara otomatis memungkinkan seseorang untuk mengetahui mana yang terbaik bagi dirinya.

IMO

Dhammavicayo bisa dilakukan dengan baik minimal telah mencapai upacara samadhi.


Saya setuju bahwa semakin pikiran berkembang, semakin faktor dhammavicaya memerankan fungsinya dengan baik. Tapi Dhammavicāya bisa dilakukan dengan baik setelh minimal mencapai upacara samādhi? Ada referensinya? Thanks

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #9 on: 18 March 2010, 09:43:21 PM »

Quote
Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran?

IMO, saat menyadari kita sedang terobsesi, itu sudah 'awal' dari kesuksesan meditasi walau kalau ditinjau dari jeda waktu, mungkin kondisinya masih sangat cepat (sesaat atau beberapa saat), dengan 'berkehendak' untuk menelusuri (menyelidiki) lebih lanjut tentang hal-hal yang menimbulkan pikiran kita terobsesi, nantinya akan ada 'bentuk' dualisme yang saling bertentangan satu sama lain.

Kalau hal ini terjadi, bukankah secara tidak disengaja kita malah melenceng dari makna perhatian (vipassana)/pemusatan (samatha) pikiran kita dalam bermeditasi ?

salam,

Ada satu sutta bernama Vitakkasaṇṭhānasutta dari Majjimanikāya. Di sana Sang BUddha menjelaskan lima cara untuk membuang kekotoran batin. Salah satu caranya adalah dengan melihat bahaya kekotoran batin tersebut. Pertanyaannya adalah apakah pada saat seseorang berusaha melihat bahaya kekotoran batin tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan kekotoran batin tersebut, tidak ada 'kehendak' di sana?

Upaya memang kehendak, dan setiap ada kehendak ada akibat ...

Dan kalau kekotoran batin itu 'diusahakan' untuk dilihat, saya setuju akan ada usaha disana ...  :)

OOT dikit ...
Dalam menggambarkan tentang cara 'berpraktek', telah banyak 'perdebatan' terjadi dikalangan para 'praktisi' (mungkin sampai temurun) ...

Padahal apa yang dicari? Lha wong yang dicita-citakan itu hanya untuk 'berhenti koq' ... (tidak menenun) ... :)

salam,

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #10 on: 19 March 2010, 09:16:43 AM »
Quote
Saya setuju bahwa semakin pikiran berkembang, semakin faktor dhammavicaya memerankan fungsinya dengan baik. Tapi Dhammavicāya bisa dilakukan dengan baik setelh minimal mencapai upacara samādhi? Ada referensinya? Thanks

Referensinya dari visuddhi magga dan Paauk Sayadaw. Hanya saya lupa tepatnya dimana.
Tetapi ini berkaitan vipasanna yg bisa dimulai dengan baik dari upacara samadhi bila dalam hal latihan ia memilih Samatha & Vipasana . Dimana Penyelidikan karakeristik tilakhana dan hal2 lainya yg  berkaitan dengan Dhamma jelas terlihat disana/upacara samadhi. Dimana Sati, konsentrasi dan panna cukup untuk melakukan Dhammavicayo dengan melihat langsung apa adanya. Dibawah itu hanyalah perenungan atau sebatas intelektual yg hanya memunculkan pengertian biasa saja/Sebatas pemikiran. Berbeda dengan melihat langsung. Ibarat perbandingan menyelidiki apa-apa yg ada di dasar sungai pada air jernih yg bening dengan air yg keruh atau buram-buram. _/\_

« Last Edit: 19 March 2010, 09:21:18 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #11 on: 19 March 2010, 08:14:57 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??
Samma Vayama

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #12 on: 19 March 2010, 08:37:07 PM »
               Sering kita mendengar bahwa ketika bermeditasi kita dianjurkan untuk memfokuskan pikiran kita kepada obyek yang dipilih secara total tanpa memberikan peluang bagi pikiran untuk melakukan penyelidikan. Bahkan dalam vipassana pun, meskipun obyek yang diamati tidak difokuskan ke hanya satu obyek saja, kita sering dilarang untuk melakukan penyelidikan. Alasannya, ditakutkan pikiran akan mengembara dan konsentrasi pikiran tidak akan tercapai. Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi? Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran? Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai ini?

bukankah misalnya vipasana ketika kita "menyadari" maka disana terletak "panna"?misalnya "marah" ketika kita menyadari tentang "marah" maka kita tahu bahwa marah hanya la emosi belaka,dan akan hilang begitu saja dalam sekejap[dari pengalaman meditasi vipasanna MMD saya]

_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #13 on: 19 March 2010, 09:51:22 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

mudah-mudahan suatu ketika saudara Andry juga bisa membedakan antara realising dan thinking....

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Bagaimana menerapkan kebijaksanaan (pañña) dalam meditasi?
« Reply #14 on: 19 March 2010, 10:05:30 PM »
hmm, sepengalaman saia seh gini ner,
jd dgn kecepatan yg lebih dari kilatan cahaya..
bisa2 tiba2 duarrr... anicca
trus, abis itu, memang kita lepas dr pengamatan.. dn lsg merenugi.. owh ternyata ini toh annica, setelah itu jd kata2 anica ntuh nempel terus... mo ada apapun anica ini otomatis ada
Happy ending dehh..

Kapan gue ke nibanna??

keknya sulit, tapi kalau ke NIRWANA lebih mudah, alamatnya di Marunda, Jakarta Utara. selama ini sih belum ada orang hidup yg masuk, kecuali mau uji kekebalan.

 

anything