"Again, Udàyi, I have declared to my disciples the method for developing the ten kasina signs. One perceives the sign of earth, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign of water, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign of fire, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign of air, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign blue, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign yellow, above, below, across without another, limitlessly One perceives the sign red, above, below, across without another, limitlessly One perceives the sign white, above, below, across without another, limitlessly. One perceives the sign space, above, below, across without another, limitlessly One perceives the sign consciousness, above, below, across without another, limitlessly. Thus too my disciples abide aiming perfect knowledge for emancipation."
point saya bukan tentang samatha / vipassana, namun metoda meditasi.
dari referensi anda saya dapatkan:
pembahasan lebih jauh tentang kasina di sutta, yaitu perceives the sign of earth, above, below, across without another, limitlessly.
tapi inipun masih sangat bias, pengembangan konsentrasi hanya dalam komentar penterjemah, pembahasan nimitta, masuk nimitta, dll pun baru ditemukan di kitab komentar.
Ya memang benar bro, itulah gunanya kitab penjelasan (commentary), ini hanya merupakan salah satu contoh betapa kita memerlukan kitab commentary, karena Tipitaka saja kadang-kadang hanya menjelaskan secara singkat, diperlukan penjelasan lebih jauh.
Demikian penting Commentary tsb, itulah sebabnya dahulu Y.A. Achariya Buddhaghosa secara sengaja diutus oleh guru beliau jauh-jauh dari India ke Srilanka, khusus untuk mengembalikan kitab commentary dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali. Karena kitab commentary dari Srilanka adalah satu-satunya versi yang belum tercemar ajaran lain, sedangkan kitab commentary yang di India telah tercampur aduk tak keruan.
Guru Achariya Buddhaghosa bermaksud mencegah agar kitab commentary bahasa Sinhala tidak tercampur aduk juga, karena bila tercampur aduk maka tak adalagi rujukan yang dapat dianggap cukup sahih, dan akan susah dibedakan mana ajaran Sang Buddha dan mana yang bukan.