Perumpamaannya menurut Visuddhi Magga adalah seperti kapal yang tersesat (Visuddhi Magga ditulis di abad ke 5, jadi belum ada kompas) lalu melihat daratan, maka kapal itu pasti akan merapat ke daratan. Adalagi perumpamaan lain seperti seseorang yang menyeberangi sungai meniti sebatang kayu dan tergelincir, hingga badannya lebih dari separuh sudah doyong maka orang tersebut tak akan dapat mempertahankan lagi posisi badannya, ia pasti jatuh ke sungai terbawa arus (ke Nibbana).
Pada dasarnya point perumpamaannya saya setuju....tetapi saat terbawa arus, atau melihat daratan inilah yang saya maksud dengan melihat nibbana sebagai objek pendukung tetapi belum mengalami nibbana seperti arahat. seperti contoh ketika melihat daratan itu ia hanya melihat mercusuar di daratan itu yang berwarna merah....ini terjadi kira2..pada sotapana, mungkin anagami melihat pintu mercusuarnya . Pada arahat mengalami keseluruhan daratan dan detil mercusuar. Jadi saya rasa lebih tepat sotapana melihat atau mencicipi tetapi bukan mengalami...(saupadisesa)karena jika dilihat dari paticasamupada..setelah salyatana berhenti...seorang sotapana belum menghancurkan avijja...dan menurut saya pengalaman nibbana adalah terkait dengan kilesa yang telah hilang...alangkah lebih tepat jika sotapana hanya mengalami nibbana sebatas kilesa yang telah hilang..(tetapi ini belum dapat disebut saupadisesa nibbana).dan jikapun dikatakan sebagai objek maka adalah karakteristik nibbana dengan perumpamaan saat dari kejauhan sudah melihat daratan ia mengetahui karakteristik daratan.
Bro Bond yang baik,perumpamaan kapal dan jembatan kayu itu pada dasarnya hanya menyatakan bahwa bila seseorang melihat Nibbana pasti masuk dan mengalami.
Pada kenyataan yang sesungguhnya, Nibbana dialami oleh seorang meditator melalui berhentinya sankhara (oleh karena itu disebut penghentian/
cessation) .
Pertanyaannya apakah penghentian/
cessation bisa dilihat setengah-setengah atau dari jauh seperti perumpamaan bro Bond?
saya kira tidak, bila sankhara berhenti ya otomatis mengalami, kita tak dapat melihat dan berkesimpulan ohh ini akan berhenti..., karena itu adalah bentuk pikiran halus yang menghalangi pencapaian penghentian itu sendiri.
Nibbana (Saupadisesa Nibbana) terjadi secara otomatis setelah objek timbul-tenggelam/inconstancy yang kita amati berhenti, itulah sebabnya dikatakan dalam berbagai literatur disebut cessation (penghentian), tetapi penghentian ini didahului oleh berhentinya keenam landasan indera (salayatana).
Nah pada titik ini setelah salayatana berhenti, bagaimana dengan nama-rupa, vinnana, sankhara dan avijja, apakah juga berhenti...?
Berhenti berbeda dengan hilangnya kilesa....dan nibbana berhubungan dengan hilangnya kilesa...bukan berhentinya hal yang ko sebutkan..karena berhentinya itu semua(sementara) adalah nirodha samapati...Jadi kalau arahat bisa nirodha samapati +mengalami nibbana..
Ada juga arahat mengalami nibbana tetapi tidak masuk nirodha samapati...keduanya memang mirip seperti ko Fabian pernah katakan sebelumnya.
Pada pengalaman Nibbana memang salayatana berhenti (selama mengalami), urutan Paticca Samuppada terjadi secara terbalik.
Nirodha Samapatti bisa dialami hanya oleh
Anagami dan Arahat yang memiliki Jhana lengkap dan tak bisa dicapai oleh Arahat atau Anagami yang tak memiliki Jhana lengkap. Untuk bisa menyelami Nibbana harus memiliki
wisdom dan
understanding terhadap anicca yang matang disebabkan pengalaman praktek. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan Anupadisesa Nibbana, Saupadisesa Nibbana dan Nirodha Samapatti bisa dibaca di Visuddhi Magga.
Menurut Patisambhida Magga, Pada Arahatta Phala juga sama, memiliki Nibbana sebagai supporting object (objek pendukung).
Saya rasa tak ada perbedaan Saupadisesa Nibbana pada Arahat dan Saupadisesa Nibbana pada Sotapanna, kecuali belenggu yang dilenyapkan. Yang berbeda bila Sotapanna meninggal akan terlahir lagi, bila Arahat tak akan terlahir lagi (Parinibbana).
Nah mungkin perbedaanya, Pada arahat ketika memiliki nibbana sebagai supporting object dengan mudah dia mengalami seluruh aspek nibbana.
Sementara sotapana-anagami just as a supporting object...dan perbedaan dari sotapanna-anagami, supporting object itu menjadi jelas seiring dengan hilangnya kilesa...dan benar2 mengalami ketika semua kilesa telah hilang..seperti perumpamaan kapal mulai mendekat kedaratan demikian object daratan.nibbana semakin jelas...
Mungkin Ko Fabian bila ada referensi tentang sotapanna mengalami Saupadisesa nibbana(tentu tertulis demikian), entah dari visuddhi magga,tipitaka atau guru meditasi yang kompeten menurut ko Fabian, maka itu sangat membantu...sehingga tulisan demi tulisan bisa lebih kita pahami dengan gamblang
Ada juga kemungkinan kita disini mengacu pada hal yang sama tetapi konsepnya yang berbeda.. ..karena keterbatasan konsep dari suatu hal yg harus kita alami
Dari semua buku yang saya baca, tak ada satupun yang membedakan Saupadisesa Nibbana yang dialami seorang Arahat dan Saupadisesa Nibbana seorang Sotapanna. Entah kalau bro Bond ada sumber lain?