//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Memahami Sutta Menggunakan Logika  (Read 48759 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Memahami Sutta Menggunakan Logika
« on: 25 May 2011, 02:02:51 PM »
Dari hasil diskusi dengan umat Buddhis di forum dhammacitta.org, saya mengetahui bahwa umumnya umat Buddhis tidak mengenal atau kurang mengenal apa itu Logika. Pengertian mereka tentang Logika, berbeda dari yang seharusnya. Dan setelah saya perkenalkan, apa dan bagaimana itu logika kemudian mereka menganggap Logika hanyalah sintaksisme, ilmu menyusun kalimat yang gak penting. Maka tidak henti-hentinya mereka melecehkan Logika itu sendiri, di mana logika merupakan karya besar seorang filsuf ternama, yaitu Aristoteles. Padahal Logika, kendatipun hanya merupakan bagian dari ilmu bahasa, ia sangat penting untuk menguji dan memahami suatu kebenaran. Tapi umat Buddhis ini tidak percaya, kalo logika bisa digunakan untuk menguji dan memahami suatu kebenaran secara pasti, kebenaran yang sah, valid, tanpa keraguan, tepat, serta tidak terbantahkan. Logika bisa bermanfaat untuk menguji dan memahami kebenaran ajaran-ajaran di dalam sutta-sutta dan di dalam Budhisme. Oleh karena itu, saya akan memberikan contoh mengenai bagaimana memahami sutta dengan menggunakan logika.


Dalam buku Petikan Angutara Nikaya, Kelompok Tiga No. 29 Hal 119 :

Para Bhikkhu, ada tiga tanda yang terkondisi dari yang terkondisi. Apakah yang tiga itu? Asal mulanya difahami, lenyapnya difahami, perubahannya ketika masih berlangsung difahami.


Mari kita telaah satu persatu kalimat dari sabda sang Buddha tersebut sehingga kita memiliki pengertian yang jelas.

Tiga Tanda Yang  Terkondisi

ada tiga tanda yang terkondisi dari yang terkondisi dari yang terkondisi

Kalau dikonversi ke dalam bahasa logika yang baku, sebagai berikut :

Yang terkondisi itu memiliki tiga tanda yang terkondisi

Dan apa ketiga tanda tersebut ?

-   Kemunculannya dapat difahami
-   Perubahannya dapat difahami
-   Kelenyapannya dapat difahami

Jadi, kalau ditanyakan “Apa itu yang terkondisi?”, maka jawaban yang tepat adalah “Yang terkondisi adalah yang munculnya, perubahannya serta lenyapnya dapat difahami”. 

Muncul, berubah dan lenyap, apakah itu cocok dengan sifat ketidak kekalan? Ya cocok. Bahkan muncul, berubah dan lenyap adalah makna dari ketidak kekalan itu sendiri. Dengan demikian berarti, segala yang terkondisi adalah tidak kekal.

Sabda sang Buddha, dalam Petikan Angutara Nikaya No. 48 hal 166 :

Semua bentukan tidak kekal.

Bila kalimat tersebut digabung dengan kalimat tentang yang terkondisi, maka sebagai berikut :


Semua bentukan tidak kekal.
Semua yang terkondisi adalah tidak kekal


Lalu bagaimana kesimpulannya?

Sayangnya, kedua kalimat tersebut tidak dapat dan tidak boleh melahirkan kesimpulan apapun, karena melanggar hukum dasar logika No. 6, yaitu premis tidak boleh sama-sama menidak.

Tetapi, bila kita mengkonversi nya ke dalam kata benda, maka apakah kita dapat membuat suatu kesimpulan?

Semua bentukan adalah yang tidak kekal
Semua yang terkondisi adalah yang tidak kekal


Penambahan kata “yang” tersebut tidak mengubah essensi dari kalimatnya, jadi penambahan kata “yang” diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum logika. Tapi sayang, kedua kalimat itupun melanggar hukum dasar logika untuk disimpulkan, yaitu hukum dasar yang ke-3 yang menyatakan bahwa midle term harus bersifat “meniap”. Sedangkan dalam kedua kalimat tersebut kedua midle term tidak meniap. Jadi tidak bisa dan tidak boleh melahirkan kesimpulan apapun. Masalahnya, apakah kita boleh mengubah posisi term agar bisa disimpulkan dengan benar?

Misalnya, “Setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi.”

Apakah itu kalimat yang benar berdasarkan sabda sang Budda dalam sutta? Jika benar, maka kalimat tersebut merupakan definisi, bukan sebagai proposisi. Apakah kita boleh menyimpulkan suatu definisi? Boleh saja, selama tidak melanggar 6 hukum dasar logika dan 19 modusnya. Lalu bagaimana kesimpulannya? Sebagai berikut :

“Setiap bentukan adalah yang terkondisi”

Bagaimana dengan isi kesimpulan tersebut, apakah itu sebuah proposisi ataukah sebuah definisi? Itu adalah sebuah definisi, dan bukan proposisi bentuk A. Bagaimana cara kita mengetahuinya? Mudah saja, karena kedua term bersifat meniap (universal), sedangkan kalimat tersebut tidak berbentuk E. Oleh karena itu, secara otomatis itu merupakan sebuah definisi. Dan kita boleh menyebut definisi tersebut diberikan oleh sang Buddha, adapun kita hanyalah menyimpulkannya saja, serta tidak menambahkan sedikitpun opini kita terhadap sabda sang Buddha yang tertulis di dalam Sutta tersebut.

Apakah sampai di sini berarti kajiannya selesai? Belum karena kita harus menanyakan kebenaran kalimat ini ?

“Setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi.”

Di situ ada penambahan kata “Setiap” pada term awal. Dari mana asal usul kata “Setiap” tersebut, mengapa tidak menggunakan kata “sebagian” ? Apakah tertulis dalam sutta sang Buddha secara langsung mengatakan demikian? Bila “ya” berarti sempurnalah kesimpulan tadi. Tapi bila dalam sutta sang Buddha tidak menyatakan demikian secara langsung, maka kita harus menyelidiki terlebih dahulu dari mana asal-usul kata “Setiap” tersebut?

Bila atas dasar pengalaman dan pengamatan kita sendiri kita tidak menemukan bentuk apapun yang kekal, dan selalu semuanya yang kita lihat muncul, berubah dan lenyap, lalu kita menyimpulkan “Setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi”. Berarti kita telah melihat Dhamma. Bila kalimat itu memang tidak tertulis di dalam sutta, berarti kita melihat Dhamma yang nyata yang tidak tertulis di dalam sutta. Ini adalah kebenaran ilmiah yang tidak dapat dibantah lagi. Sang Buddha dan umat buddha, umat non buddha dan seluruh umat manusia, tidak akan dapat menemukan “yang tidak kekal” selain “yang terkondisi”, maka pernyataan “setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi” merupakan Dhamma, hukum kebenaran yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Dan segala dhamma adalah sesuai dengan ajaran sang Buddha. Dengan demikian kesimpulan “Setiap bentukan adalah yang terkondisi” merupakan definisi yang diberikan oleh sang Buddha itu sendiri mengenai “Bentukan” atau “yang terkondisi” serta merupakan kesimpulan yang sah, valid, benar, tepat, tidak diragukan, tidak dapat dan tidak boleh dibantah oleh siapapun.


« Last Edit: 25 May 2011, 02:17:22 PM by Satria »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunaka Logika
« Reply #1 on: 25 May 2011, 02:10:21 PM »
logika BADAK hanya digunakan untuk mencari celah2 untuk menyesatkan Buddhisme, berhati-hatilah

para pembaca diharapkan membaca postingan dari member satu ini dengan hati2, dan disarankan untuk tidak mempercayai apa pun yg ia tuliskan, karena berpotensi menyesatkan

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Memahami Sutta Menggunaka Logika
« Reply #2 on: 25 May 2011, 02:13:05 PM »
logika BADAK hanya digunakan untuk mencari celah2 untuk menyesatkan Buddhisme, berhati-hatilah

para pembaca diharapkan membaca postingan dari member satu ini dengan hati2, dan disarankan untuk tidak mempercayai apa pun yg ia tuliskan, karena berpotensi menyesatkan


cuma bisa mengejek, tidak bisa membantah.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunaka Logika
« Reply #3 on: 25 May 2011, 02:20:01 PM »

cuma bisa mengejek, tidak bisa membantah.

saya hanya membaca judulnya, dan tidak tertarik utk membaca tulisan anda, karena dari semua tulisan anda tidak ada satu pun yg bermanfaat. hanya seputar logika BADAK (dengan hurud besar) dan urusan seksual dengan PSK dan hal2 tidak penting lainnya.

jadi bagian mana yg harus saya bantah jika saya tidak tahu apa yg anda tuliskan? dan saya cukup rendah hati mengaku bahwa saya tidak memiliki kemampuan membaca pikiran spt anda, walaupun saya bisa membaca dengkul anda.

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #4 on: 25 May 2011, 02:23:29 PM »
saya hanya membaca judulnya, dan tidak tertarik utk membaca tulisan anda, karena dari semua tulisan anda tidak ada satu pun yg bermanfaat. hanya seputar logika BADAK (dengan hurud besar) dan urusan seksual dengan PSK dan hal2 tidak penting lainnya.

jadi bagian mana yg harus saya bantah jika saya tidak tahu apa yg anda tuliskan? dan saya cukup rendah hati mengaku bahwa saya tidak memiliki kemampuan membaca pikiran spt anda, walaupun saya bisa membaca dengkul anda.

sikap anda sudah cukup jelas. anda melekat pada masa lalu. padahal dalam budhisme diajarkan, tidak ada yang selalu sama dalam setiap waktu. seorang penjahat yang kemarin jahatpun, belum tentu hari ini jahat. seharusnya kita membiarkan kemarahan dan rasa benci itu berlalu, jangan memeliharanya. mengapa anda memelihara prasaan benci yang anda tafsirkan dengan rasa kasihan itu?

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #5 on: 25 May 2011, 02:24:13 PM »
saya mnunggu, apakah kawan lainnya juga akan menyatakan sikap yang sama dengan bro indra atau ada yang berbeda?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #6 on: 25 May 2011, 02:27:15 PM »
sikap anda sudah cukup jelas. anda melekat pada masa lalu. padahal dalam budhisme diajarkan, tidak ada yang selalu sama dalam setiap waktu. seorang penjahat yang kemarin jahatpun, belum tentu hari ini jahat. seharusnya kita membiarkan kemarahan dan rasa benci itu berlalu, jangan memeliharanya. mengapa anda memelihara prasaan benci yang anda tafsirkan dengan rasa kasihan itu?

benar, mungkin saya akan melayani anda, jika anda tidak menggunakan kata "logika" atau padanannya. karena logika anda sudah terbukti salah, dan menyesatkan

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #7 on: 25 May 2011, 02:30:23 PM »
benar, mungkin saya akan melayani anda, jika anda tidak menggunakan kata "logika" atau padanannya. karena logika anda sudah terbukti salah, dan menyesatkan

ya, saya akui logika saya salah dan menyesatkan. tapi harus jelas dulu, itu tolak ukurnya apa? dan siapa yang menilainya?

yang menilainya adalah anda. dan yang menjadi tolak ukurya adalah pengetahuan anda. maka sudah pasti, logika saya salah dan menyesatkan. maka dari itu, saya tidak keberatan dengan penilaian tersebut, tidak membantah dan tidak perlu saya mengingkarinya selama yang menjadi tolak ukurnya jelas.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #8 on: 25 May 2011, 03:11:38 PM »
ya, saya akui logika saya salah dan menyesatkan. tapi harus jelas dulu, itu tolak ukurnya apa? dan siapa yang menilainya?

yang menilainya adalah anda. dan yang menjadi tolak ukurya adalah pengetahuan anda. maka sudah pasti, logika saya salah dan menyesatkan. maka dari itu, saya tidak keberatan dengan penilaian tersebut, tidak membantah dan tidak perlu saya mengingkarinya selama yang menjadi tolak ukurnya jelas.

untuk apa membahas tolok ukur jika anda sendiri sudah mengakui? logika dari mana?

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #9 on: 25 May 2011, 03:12:28 PM »
Buat memahami bbrp kata saja..penjabarannya begitu..panjang..
Blm lagi jika penjabarannya di jabarkan menurut logika..
Trus hasil penjabarannya..di jabarkan lgi menurut logika..
...

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #10 on: 25 May 2011, 05:31:16 PM »
ya, saya akui logika saya salah dan menyesatkan. tapi harus jelas dulu, itu tolak ukurnya apa? dan siapa yang menilainya?

yang menilainya adalah anda. dan yang menjadi tolak ukurya adalah pengetahuan anda. maka sudah pasti, logika saya salah dan menyesatkan. maka dari itu, saya tidak keberatan dengan penilaian tersebut, tidak membantah dan tidak perlu saya mengingkarinya selama yang menjadi tolak ukurnya jelas.
logikanya di mana koq bro disebut badak n dengkul n kalkun n belut ?

kalau bro meditasi di ruang kerja PSK, apakah masih HALAL ?

thx atas jawaban secepatnya.... gw gak sabar nunggu lama2...
dengar2 dari kabar burung bro mau diseberangkan lhooo, gw jadi prihatin...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #11 on: 25 May 2011, 06:18:40 PM »
 [at] bro satria , tolong pahami ini,

AN 3.22 PTS: A i 120
Gilana Sutta: Sick People
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
"There are these three types of sick people to be found existing in the world. Which three?

"There is the case of the sick person who — regardless of whether he does or does not receive amenable food, regardless of whether he does or does not receive amenable medicine, regardless of whether he does or does not receive proper nursing — will not recover from that illness. There is the case of the sick person who — regardless of whether he does or does not receive amenable food, regardless of whether he does or does not receive amenable medicine, regardless of whether he does or does not receive proper nursing — will recover from that illness. There is the case of the sick person who will recover from that illness if he receives amenable food, amenable medicine, & proper nursing, but not if he doesn't.

"Now, it is because of the sick person who will recover from that illness if he receives amenable food, amenable medicine, & proper nursing — but not if he doesn't — that food for the sick has been allowed, medicine for the sick has been allowed, nursing for the sick has been allowed. And it is because there is this sort of sick person that the other sorts of sick persons are to be nursed as well.[1]

"These are the three types of sick people to be found existing in the world.

"In the same way, these three types of people, like the three types of sick people, are to be found existing in the world. Which three?

"There is the case of the person who — regardless of whether he does or doesn't get to see the Tathagata, regardless of whether he does or doesn't get to hear the Dhamma & Discipline proclaimed by the Tathagata — will not alight on the lawfulness, the rightness of skillful mental qualities. There is the case of the person who — regardless of whether he does or doesn't get to see the Tathagata, regardless of whether he does or doesn't get to hear the Dhamma & Discipline proclaimed by the Tathagata — will alight on the lawfulness, the rightness of skillful mental qualities. There is the case of the person who will alight on the lawfulness, the rightness of skillful mental qualities if he gets to see the Tathagata and gets to hear the Dhamma & Discipline proclaimed by the Tathagata, but not if he doesn't.

"Now, it is because of the person who will alight on the lawfulness, the rightness of skillful mental qualities if he gets to see the Tathagata and gets to hear the Dhamma & Discipline proclaimed by the Tathagata — but not if he doesn't — that the teaching of the Dhamma has been allowed. And it is because there is this sort of person that the other sorts of persons are to be taught the Dhamma as well [on the chance that they may actually turn out to need and benefit from the teaching].

"These are the three types of people, like the three types of sick people, to be found existing in the world." _/\_

Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #12 on: 25 May 2011, 06:47:20 PM »
Hiburan baru nih.

Evolusi logika 'master':
I
Semua bentukan tidak kekal.
Semua yang terkondisi adalah tidak kekal

II
Semua bentukan adalah yang tidak kekal
Semua yang terkondisi adalah yang tidak kekal

III
Setiap bentukan adalah yang terkondisi
Setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi.

------------------
I
Semua kalkun bersayap
Semua kampret bersayap

II
Semua kalkun adalah yang bersayap
Semua kampret adalah yang bersayap

III
Setiap kalkun adalah kampret
Setiap yang bersayap adalah kampret.


Demikianlah yang berkesimpulan setiap yang bersayap termasuk pinguin adalah kampret, dan setiap kalkun = kampret, telah melihat dhamma.

Sekian dan terima kasih.


Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #13 on: 25 May 2011, 06:57:10 PM »
Jangan dipisah juragan...
Gajah itu adalah adalah keseluruhan dari apa yang dikatakan oleh 5 orang buta.

Jangan malah dipisah berdasarkan masing-masing pendapat orang buta

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Memahami Sutta Menggunakan Logika
« Reply #14 on: 25 May 2011, 08:22:29 PM »
Kalo menurut ane,

Melalui contoh dari TS, contoh penerapan logika yang disajikan di atas justru menunjukkan ke-sia2an penggunaan logika di dalam memahami sabda Buddha. Hal ini bahkan diungkapkan oleh TS sendiri pada paragraf yang terakhir. (bold biru pada kutipan dibawah).




Bila atas dasar pengalaman dan pengamatan kita sendiri kita tidak menemukan bentuk apapun yang kekal, dan selalu semuanya yang kita lihat muncul, berubah dan lenyap, lalu kita menyimpulkan “Setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi”. Berarti kita telah melihat Dhamma. Bila kalimat itu memang tidak tertulis di dalam sutta, berarti kita melihat Dhamma yang nyata yang tidak tertulis di dalam sutta. Ini adalah kebenaran ilmiah yang tidak dapat dibantah lagi. Sang Buddha dan umat buddha, umat non buddha dan seluruh umat manusia, tidak akan dapat menemukan “yang tidak kekal” selain “yang terkondisi”, maka pernyataan “setiap yang tidak kekal adalah yang terkondisi” merupakan Dhamma, hukum kebenaran yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Dan segala dhamma adalah sesuai dengan ajaran sang Buddha. Dengan demikian kesimpulan “Setiap bentukan adalah yang terkondisi” merupakan definisi yang diberikan oleh sang Buddha itu sendiri mengenai “Bentukan” atau “yang terkondisi” serta merupakan kesimpulan yang sah, valid, benar, tepat, tidak diragukan, tidak dapat dan tidak boleh dibantah oleh siapapun.


Setelah panjang lebar memaparkan penerapan logika pada satu kalimat dari Sutta, pada kesimpulan akhir TS malah merujuk pada "dasar" PENGALAMAN dan PENGAMATAN sebagai metoda pengujian kebenaran Sutta. Jadi secara tidak langsung, TS sendiri mengakui bahwa pengetahuan akan kebenaran suatu Sutta adalah berdasarkan PENGALAMAN dan PENGAMATAN, bukan utak utik kata dengan suatu metoda, bahkan mengarang kalimat yang disebut tidak ada dalam sutta hanya dengan sedikit plintiran agar sesuai dengan hukum2 logika, yang mana kalimat tersebut secara penggunaan bahasa Indonesia adalah tidak wajar dan terlalu dibuat-buat seperti orang yang kemampuan berbahasa komunikatifnya kurang.

Dengan kata lain, penjelasan penerapan hukum logika di atas adalah bagaikan seseorang yang mengklaim suatu kemenangan yang dimenangkan oleh orang lain, yaitu metoda logika diklaim sebagai pemenang, sementara yang benar2 memenanginya adalah "pengalaman dan pengamatan" (langsung).

Jadi apabila seluruh usaha penerapan metoda logika pada contoh di atas dihilangkan, dengan menyisakan bagian PENGALAMAN dan PENGAMATAN saja, dan tanpa mengganti kalimat dengan penambahan kata "yang" dan merubah posisi tidak kekal ke depan serta mengganti kata segala menjadi setiap, yaitu ke bentuk aslinya "SEMUA BENTUKAN TIDAK KEKAL". Maka seseorang yang melakukan pengamatan dan mengalami ketidakkekalan segala bentukan secara langsung oleh dirinya sendiri akan meyakini sabda Buddha tersebut, tanpa harus mengutak-utik kalimat itu ke dalam metoda logika yang notabene adalah termasuk di dalam kategori yang disebut sebagai "bentukan" itu sendiri, yaitu bentukan pikiran.

Jadi, secara tidak langsung TS sendiri menyatakan ke-absurdan metoda logikanya sendiri. Sehingga berdasarkan pada penjelasan contoh di atas itu sendiri, mengarahkan bahwa, judul thread ini menjadi ada sambungannya, yaitu,

Memahami Sutta Menggunakan Logika .......adalah sia-sia.

Karena "hanya" melalui pengalaman pengamatan secara langsung oleh diri sendiri sajalah seseorang dapat mengetahui kebenaran.
(Lihat kembali yang dibold biru pada kutipan di atas)
yaa... gitu deh