//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir  (Read 2963 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline suan_manis

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 13
  • Reputasi: 1
Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« on: 15 April 2008, 03:16:57 PM »
Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir

Sepasang suami-istri pergi ke kota yang jauh untuk mengantar barang, dan ketika dalam
perjalanan pulang. Sang suami duduk dibelakang kemudi dan dengan penuh konsentrasi
mengemudikan mobilnya, sedang istrinya bersandar di jok sambil terkantuk-kantuk.
(mengantuk).

Tiba-tiba suami menyenggol-nyenggol istrinya sambil berkata, "cepat bangun!" Si istri
membuka matanya, dan menatap suaminya itu dengan pandangan bingung. Si suami mengatakan
"apa kau masih ingat tadi ada sebuah selokan yang dalam di pinggir jalan itu ketika kita
lewat?" Dengan mata masih mengantuk istri itu bertanya "dimana?" suami menjawab "itu di
depan, kira-kira 600 meter jauhnya dari sini. Sesampainya di sana, kalau aku teriak
'Loncat', kau segera loncat. Ingat, harus cepat, loncat ke selokan itu! Jangan hiraukan
yang lain!"

Si istri kini baru menyadari telah terjadi sesuatu. Dia melihat suaminya itu dibasahi
keringat, dan tampak gelisah. Ia sudah menginjak pedal rem dalam-dalam, tapi mobil barang
itu tetap saja melaju ke depan tak terkendali. Itu adalah seruas jalan menurun yang
sangat panjang dan terjal, mobil barang itu terus menambah kecepatan dan meluncur dengan
cepat, bak sebuah batu yang jatuh ke jurang yang dalam.

Ini adalah ruas jalan yang sudah tidak digunakan lagi. Demi mengejar waktu, sudah
berkali-kali mereka mondar-mandir di jalan ini. Mereka hafal betul dengan jalan ini dan
semua yang ada di sekitarnya. Mereka tahu persis di kejauhan 800 meter depan mereka, ada
sebuah pasar pedesaan, setiap akhir pekan, pasar itu selalu ramai dikunjungi warga desa
sekitar. Selain itu, mereka juga tahu, hari ini kebetulan akhir pekan.

Tidak ada jalan samping apapun, dua sisi jalan yang sempit adalah lereng yang terjal bak
belahan mata pisau. Jadi, mobil barang mereka hanya bisa menerjang ke orang-orang itu,
seperti seekor binatang buas yang ngamuk. Si suami terus menekan klakson, tapi
suara-suara di pasar begitu hingar bingar, tidak ada yang mendengar, tidak ada yang
memperhatikan, apalagi peduli.

Si Suami terus mengendurkan pijakan rem, kemudian menginjaknya dalam-dalam. Dikendurkan
lagi kemudian diinjak lagi dalam-dalam, tapi percuma, pedal rem tidak berfungsi sama
sekali.

Mereka tahu, di kejauhan sekiar 200 meter dari pasar, tepatnya di lereng gunung sisi
jalan itu ada sebuah celah yang melekuk ke dalam. Celah itu terletak di sebelah kemudi,
seandainya mobil barang itu meluncur dengan kecepatan tinggi seperti sekarang, lalu
menabrakkan mobil tersebut ke celah itu, mungkin dengan begitu tidak akan menabrak
orang-orang yang tidak bersalah di pasar itu. Tapi, akibat yang terjadi dengan cara
demikian, dipasikan mobil itu akan hancur dan nyawa melayang.

Dengan perasaan tegang istri itu menggenggam erat tangan si suami, dan suami itu berkata
"sudah hampir sampai di selokan itu. Kalau aku teriak loncat, kau langsung loncat." Istri
itu bertanya : "Bagaimana dengan kau?" Si suami berkata : "Aku juga loncat." Setelah itu
si suami membuka pintu sebelah, dan menyuruh istri itu membuka pintunya sebelahnya juga.

Di saat itu mereka melihat selokan tersebut, selokan itu tepat berada di sisi si istri,
seakan-akan menerjang ke arah mereka, si suami berseru : "satu, dua, tiga, loncat!
Kemudian mobil barang itu meluncur kesana."

Tidak ada seorang pun yang meloncat. Suami itu menjadi gelisah, "mengapa tidak loncat?"

Si suami mengepalkan tinjunya, dan dengan putus asa membenturkan sekilas roda kemudi,
karena gusar bercampur sedih, wajah suami itu memar.

Mobil barang terus meluncur ke depan..

Akhirnya mobil barang itu berhenti juga. Mobil itu berhenti di tempat yang hanya
selangkah jauhnya dari kerumunan massa. Sekujur badan suami itu basah oleh keringat, dan
menarik napas dalam-dalam. Istri itu memeluknya, lalu menangis meraung-raung.

Ketika si suami memutuskan menabrakkan mobilnya ke celah itu, ia ingin mencoba untuk
terakhir kalinya. Dan tepat di saat itu tiba-tiba ia mendengar suara gesekan roda mobil.
Bukan main gembiranya si suami, lalu dengan kencang menginjak dalam-dalam pedal remnya
dan tidak berani lagi di dikendurkan. .

Si suami memeluk istri itu, dan katanya, "kau sangat bodoh, sadarkah kau? Jika
dibenturkan, kita pasti mati."

Istri itu menyeka air matanya, dan katanya ia tahu. Sambil berkata, karena itu aku tidak
boleh meloncat. Aku harus menemanimu, menyelesaikan 200 meter yang terakhir dalam
kehidupan. Si Suami memeluknya lebih erat.
 _/\_  ;D
------------ --------- --------- ---------

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« Reply #1 on: 15 April 2008, 05:31:30 PM »
Wanita berpikir dengan perasaan..
Pria berpikir dengan logika..
 _/\_
Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« Reply #2 on: 15 April 2008, 05:41:42 PM »
Quote
Wanita berpikir dengan perasaan..
Makanya wanita tidak melompat karena ketakutan  ^-^
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline suan_manis

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 13
  • Reputasi: 1
Re: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« Reply #3 on: 16 April 2008, 10:39:08 AM »
Untuk Hadi Kasmanto
Wanita Perasaannya lebih halus tidak seperti laki laki tega kadang gak mikir perasaan wanita.cuma mikir diri sendiri..

untuk karuna
ini istri setia bukan takut lompat........seperti gue he..he..

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« Reply #4 on: 16 April 2008, 07:29:23 PM »
Untuk Hadi Kasmanto
Wanita Perasaannya lebih halus tidak seperti laki laki tega kadang gak mikir perasaan wanita.cuma mikir diri sendiri..
Yup.. Hampir benar statement Anda.. Kadang gak mikir perasaan wanita. Jadi ada 50 : 50-nya.
Tapi apakah semua wanita perasaannya halus ? Tentu tidak..
So.. Saya SETENGAH SETUJU dengan statement Anda.

Wanita Perasaannya KADANG lebih halus tidak seperti laki laki tega kadang gak mikir perasaan wanita.cuma mikir diri sendiri..
;D

Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline lia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 150
  • Reputasi: 8
  • Gender: Female
  • sabbe satta bhavantu sukhitatta
Re: Menemanimu Berjalan 200 Meter Terakhir
« Reply #5 on: 16 April 2008, 08:00:26 PM »
Suami hanya ingin orang yang disayangi tetap hidup..
(sapa tau anak dirumah, nti yatimpiatu)

istri mengetahui bahwa suaminya tidak akan ikut melompat..

 _/\_ akhir cerita : itu karma mereka
.
.
saBaR iTu paHiT, tapi BuaH nya Mani5

 

anything