spiritual, asumsikan saja ke-agama-an (mungkin dipersempit, dalam hal ini buddhisme)
sains, asumsikan saja bukti/pengetahuan bahwa gravitasi bulan 1/6 bumi
mungkin terlalu gak berhubungan yach?
Iya, sepertinya kalau ini tidak berhubungan.
atau saya ganti sains dengan bukti2 (pada batas tertentu) terhadap evolusi.
yang dalam buddhisme, sang buddha menerangkan bagaimana dulunya makhluk hidup semakin hari semakin kompleks berbentuk setelah makan sari tanah.
apakah dengan begitu lantas sebagai umat buddha kita harus mencocokkan hal tersebut dan dengan lantang berkata bahwa buddhisme sesuai sains.
Jika perbandingannya dalam konteks itu, maka sudah jelas-jelas tidak sesuai sains. Misalnya Aggaññasutta membahas bagaimana makhluk-makhluk berevolusi dari 'halus' (bercahaya) menjadi 'padat'. Pada saat menjadi padat pun, dikatakan belum memiliki jenis kelamin. Barulah kemudian yang berkecenderungan pada karakter pria mengembangkan organ kelamin pria, dan yang cenderung wanita mengembangkan organ kelamin wanita.
Evolusi di lain pihak membahas pengembangan organisme dari yang sederhana menjadi kompleks (berbeda dengan makhluk kompleks bercahaya menjadi makhluk kompleks yang padat), juga dalam rantai evolusi manusia, organ kelamin sudah ada jauh sebelumnya pada 'nenek moyang' manusia.
Namun memang bukan 100% bertentangan juga. Kesamaannya adalah antara lain misalnya menyebutkan waktu yang sangat panjang dan semuanya adalah proses yang ada sebab-akibat, bukan terjadi secara mistis.
Tambahan: Saya tidak akan bosan juga mengingatkan bahwa Aggaññasutta (DN 27) BUKAN khotbah yang menjelaskan evolusi biologis, melainkan evolusi bathin manusia sehingga muncul kasta.
nah hal tersebut apakah 'perlu' dalam menempuh jalan spiritual buddhisme?
Hal ini tampaknya sulit untuk dijawab, mungkin tergantung individu yang menjalani.
Kalau menurut saya, perlu, namun relativitas pentingnya ini tidak bisa diukur. Untuk 'knowledge', saya pikir tidak terlalu krusial, namun sikap dan cara pandang science terhadap fenomena adalah objektif dan pembentukan pola pikir dan perilaku yang objektif dan 'ilmiah' itu menjadi modal yang sangat berharga dalam menjalani sisi spiritual Buddhisme.
Contoh paling gampang misalnya Past Life Regression. Kita melihat bahwa orang bisa dibawa melihat kehidupan lampaunya dengan hipnotis, mungkin kita pun pernah mencoba dan melihatnya. Kemudian kita menyimpulkan bahwa benar adanya kehidupan lampau, dan timbullah keyakinan (saddha).
Namun ketika kita berpikir secara ilmiah, mempelajari psikologi manusia dan rentannya pembentukan ingatan-ingatan palsu serta efek sugesti dalam mengarahkan ilusi-ilusi tersebut, maka melihatnya secara berbeda. Alih-alih mendapatkan "saddha" yang berlandaskan spekulasi, kita malah lebih memahami sedikit lebih jauh mengenai pikiran. Pemahaman ini yang membuat kita menjadi lebih memahami bathin kita sendiri dan pada waktunya, mungkin lebih kondusif pada pemahaman kebenaran mulia dalam fenomena, ketimbang suatu 'saddha' yang tidak berdasar.