saya ingin sedikit bercerita.
saya dan teman saya punya hobi sama, suka nonton bola
kebetulan klub idola kami sama (asee.....ekkkk)
permasalahannya adalah jika tim idola kami menang kami senang sekali, tapi jika kalah kami jadi kecewa.
kami juga sangat marah dan sarat akan emosi jika terjadi kekalahan atas tim idola kami yang ternyata disebabkan oleh blunder dari 1 ato 2 pemain yang mengakibatkan kerugian bagi seluruh tim. bahkan keluar kata makian karena saking emosinya.
marah dan memaki bukankah itu sudah sangat tidak bijak?
kami sempat berdiskusi, tidak seharusnya kami marah apalagi sampai memaki-maki
harusnya kami melihat itu sebagai sebuah kompetisi dan berlapang dada andai tim idola kami kalah, harusnya kami juga melihat itu sebagai hanya sebuah pertandingan sepak bola, menikmati keindahan dan teknik yang dipertontonkan pemain, bukan malah menjadi marah dan kecewa jika hasil yang dicapai tidak sesuai harapan kami.
nah sesungguhnya bagaimana pandangan umat budhist pada kompetisi olah raga?
karena disadari atau tidak, emosi para pelaku olah raga dan juga orang yang mendukung akan tertuju penuh pada kompetisi yang berjalan.
senang, sedih, gembira, marah, dll
bangga berlebihan jika timnya menang, malu jika timnya kalah.
bahkan kita juga sering melihat berita2 di televisi dimana terjadi tindakan brutal para pendukungnya jika timnya kalah. sampai ada yang menjadi korban kematian.
dan dalam skala kecil maupun besar, kata2 makian merupakan kata yang paling sering kita dengar setelah hasil kompetisi tidak sesuai dengan harapan.
ternyata dalam sebuah kompetisi olah raga, pada batasan tertentu telah menjadi salah satu sumber penguat Lobha, Dosa dan Moha
jika tetangga sebelah mencekal penampilan goyang ngebor Inul Daratista (pada beberapa daerah)
nah apakah kita umat buddist harus atau perlu berpandangan seperti itu, dengan mengatakan kompetisi olah raga adalah salah satu sumber penguat Lobha, Dosa dan Moha
mari kita diskusikan, dan mohon para sesepuh memberikan pandangannya.