saya melihat tidak wajib musavada di sini. kalau kerja sama ini memang memguntungkan maka eksportir B harus siap menerima term and condition yg telah disepakati bersama dan menghentikan eksportnya ke customer lain. atau jika dianggap tidak menguntungkan maka eksportir B berhak untuk tidak bekerja sama. sederhana kan? dan pilihan mana pun akan tetap menguntungkan si eksportir B. jadi bukan berdasarkan keserakahan semata.
Maksudnya ambil customer baru dan buang customer lama, atau tetap bisnis dengan customer lama dan lupakan calon customer baru?
Kalau General Manager, Direktur dan Perusahaan Ekpor Trading menerapkan kebijakan seperti ini; mana mungkin bisa mengatasi beban yang muncul dari restitusi pajak, harga kopi yang selalu naik, dan kurs mata uang yang selalu berubah. Belum lagi ada beban-beban lainnya.
kasus yg sama, juga tidak wajib musavada.
Jawab dengan jujur:
"ya, saya juga mengekspor ke Uni Emirat Arab.", yah? Itu namanya merusak reputasi perusahaan sendiri di lingkungan pelaku eksportir kopi loh. Mana ada yang mau jadi supplier eksportir B lagi, kalau eksportir B sudah ketahuan "pernah nusuk dari belakang".
jika importir hanya menerima undervalue invoice, maka resiko yg dihadapi si eksportir jujur hanyalah kehilangan 1 pelanggan, bukan berarti "no business".
Sepertinya Bro Indra kurang paham soal yang ini. Justru jika importir mendapatkan Undervalue Invoice,
maka bisnis akan lanjut dan terus berjalan loh.
semua contoh di atas hanyalah contoh apakah demi keuntungan sebesar2nya kita harus melakukan pelanggaran sila. padahal ada pilihan lain, yaitu dengan keuntungan yg cukup, kita tetap dapat mempertahankan sila.
Bukan maksud untuk menyepelekan maksud Bro Indra. Saya tahu Bro Indra sangat idealis dengan keteguhan pada sila. Tapi kalau mau tetap berpegang pada sila dan menolak untuk "berbohong kecil", maka darimana perusahaan mendapatkan omzet yang sesuai target? Ingat bahwa setiap perusahaan (khususnya perusahaan ekspor) sangat bergantung pada PENJUALAN dan OMZET; dan ada TARGET YANG HARUS DICAPAI agar beban dan biaya operasional dapat ditutupi dan tentu saja PROFIT yang diharapkan.
Bisnis ekspor tidak seperti jual kacang goreng; mau ambil boleh, tidak mau juga gak apa-apa. Ada banyak kendala yang terjadi di lingkup operasional. Tidak semudah dengan prinsip "jangan musavada" maka semua urusan beres. Adakalanya kita tidak perlu jujur pada orang lain, selama kita tidak menipu! Tidak semua bisnis harus melakukan tipuan. Namun menurut saya, semua bisnis (apalagi bisnis besar) yang dijalankan dalam jangka waktu panjang butuh beberapa trik khusus untuk
tidak terlalu jujur dengan pihak lain.
Kadangkala ada anekdot yang berlaku di zaman ini:
"Orang jujur itu langka dan baik, orang tidak jujur dan penipu itu sangat banyak. Namun orang yang terlalu jujur adalah orang bodoh, sedangkan orang yang lihai dan tidak terlalu jujur adalah cerdas".
menurut saya bukan tidak mungkin menjalankan bisnis dengan jujur tanpa musavada, pilihan kembali kepada masing2 pebisnis.
contoh ekstrim adalah Ghatikara yg berbisnis dengan jujur demi mencukupi kebutuhannya saja, bukan untuk mencari kekayaan yg sebesar2nya. kita tidak perlu meniru contoh ekstrim tersebut, namun menjalankan bisnis tanpa melanggar sila adalah hal yg sangat mungkin.
Benar. Jika memakai prinsip Bro Indra untuk menjalankan bisnis ekspor (trading), saya jamin dalam tahun pertama perusahaan akan punya kendala terbesar. Restitusi pajak!
Itulah sebabnya "Negara Buddhis yang Idealis" tidak ada yang maju dan makmur seperti negara-negara maju lainnya di dunia.