//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dari BUDHA Hingga YESUS  (Read 221916 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #165 on: 04 October 2011, 11:47:49 AM »
faktor pertama
mau ga mau, istilah dalam buddhism uda byk di plesetkan, bhikkhu aja di kata pendeta gundul dan lain nya, umat kanesten menganggap buddhism itu adalah agama alam, sperti hal nya para dukun2 yg bersemedi di gua2, jd pandangan mereka klo liat bhikkhu ya sperti mreka liat ki joko bodo...

Pernyataan Dato ini adalah pembenaran. Ini sama seperti kasus Ambapali, yaitu dengan mengatakan: "wajarlah Ambapali melontarkan hinaan. Siapa suruh ada yang buang ludah sembarangan?"

Padahal, jika dilihat secara terpisah, kebencian (dan hinaan) itu sendiri adalah sesuatu yang salah.

Ayya Santini bilang begini: Kalau ada orang yang menghina kita, dan kita berpikir "Dia bisa menghina saya demikian. Oke, saya pun bisa membalas hinaan itu lebih hebat dari dia". Ini sebetulnya sama seperti "Dia bisa masuk neraka. Oke, saya pun bisa masuk neraka yang lebih dalam dari dia".

Quote
tu blom termasuk, pelecehan terhadap ajaran buddhism : alam2 kehidupan/tumimbal lahir/kamma/dhamma... mereka kaga paham tp brani membuat statment sendiri berdasarkan sudut pandang mereka sendiri (kanesten) yg parah adalah statment itu bernilai negatif dgn tujuan menjatuhkan citra dan nilai2 buddhism (bahasa kasar nya memfitnah), seakan buddhism sesuai dengan apa yg mereka utarakan dengan cara menyebarkan propaganda2 negatif tentang buddhism...

Nah kalo yang ini, saya copas ungkapan Ajahn Brahm. Ada yang pernah bertanya ke Ajahn Brahm: "Bhante, apa yang harus Buddhis lakukan seandainya ada orang yang memojokkan Buddhism?"

Lalu Ajahn Brahm menjawab: "Tidak ada yang memojokkan Buddhism. Tapi memojokkan anda."

Ini adalah kenyataan pahit, dan membutuhkan keberanian untuk mengakui bahwa yang lemah di sini adalah diri kita sendiri (bukan Buddhism), dan yang sebenarnya sedang kita bela adalah diri sendiri (bukan Buddhism). Sebetulnya saya pun rada-rada emosional, mungkin karena saddha fanatik. Ya, saya akui itu dengan jujur. Dan saya pun tidak suka ada orang yang mendiskreditkan Buddhism berdasarkan pengetahuan mereka yang seadanya itu (dinegatif-negatifkan pula).

Tapi kemudian saya berpikir. Apakah betul saya begitu berbelas-kasih pada orang lain sehingga ingin meluruskan pandangan mereka? Hey, saya sendiri masih bergelimang Dukkha. Cobalah sedikit "egois" dan berbelas kasih untuk diri saya sendiri. Apa saya sudah melakukan sesuatu (untuk diri saya sendiri) agar bebas dari Dukkha?

Tapi ini bukan pula acuh tak acuh. Kalau ada yang mau mendengarkan, kita jelaskan. Kalau tidak ada, ya sudah. Kalau kita tidak tau, bilang saja tidak tau. Saya juga tidak berniat mempelajari seluruh materi Buddhism agar dapat menjawab semua pertanyaan mereka (terutama pertanyaan yang tidak bermanfaat). Saya pelajari apa yang bermanfaat untuk diri saya. Kalau ada yang bertanya sehubungan dengan hal ini, oke saya bisa jawab, karena hanya inilah yang saya tau dan saya rasa penting.

note: mempelajari seluk-beluk karma adalah salah satu materi yang menurut saya tidak penting.

Quote
blom lg mereka memutar balikkan sejarah/cerita buddhism tentang buddha/bhikkhu dan khidupan penganut buddhist... blom lg menyetan2kan/memvonis sesat/mengutuk-ngutuk penganut buddhism, tujuan nya ya untuk merusak citra dan nilai2 buddhism. ada hal yg paling memalukan mereka jg pandai dalam berbohong dan mengarang cerita spektakuler, salah satu contohnya adalah mantan bhikkhu yg menjadi seorang penginjil, setelah di crosscheck ternyata tidak ada orang yg dimaksud...

ya intinya kaga mungkin ada asap klo kaga ada api... ;D

faktor kedua adalah dari DC, coba aja tulis y3sus, krst3n, kat0lik pasti di sensor, nih bukti nya yesus, kr****n, ka****k ;D

faktor ketiga adalah dato' ingin menyadarkan orang yg berpandangan sesat, dato' membantu mereka terbebas dari alam peta, binatang dan niraya, kan kasihan penganut om brewok pd berdiem di 3 alam tuh... =))

Komentar untuk ini ^ ^ ^ sama seperti di atas.
« Last Edit: 04 October 2011, 12:02:34 PM by Mayvise »

Offline sugianto budiman

  • Teman
  • **
  • Posts: 56
  • Reputasi: -3
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #166 on: 04 October 2011, 01:48:29 PM »
Quote
Padahal, jika dilihat secara terpisah, kebencian (dan hinaan) itu sendiri adalah sesuatu yang salah.

Ayya Santini bilang begini: Kalau ada orang yang menghina kita, dan kita berpikir "Dia bisa menghina saya demikian. Oke, saya pun bisa membalas hinaan itu lebih hebat dari dia". Ini sebetulnya sama seperti "Dia bisa masuk neraka. Oke, saya pun bisa masuk neraka yang lebih dalam dari dia".

Nah kalo yang ini, saya copas ungkapan Ajahn Brahm. Ada yang pernah bertanya ke Ajahn Brahm: "Bhante, apa yang harus Buddhis lakukan seandainya ada orang yang memojokkan Buddhism?"

Lalu Ajahn Brahm menjawab: "Tidak ada yang memojokkan Buddhism. Tapi memojokkan anda."

Ini adalah kenyataan pahit, dan membutuhkan keberanian untuk mengakui bahwa yang lemah di sini adalah diri kita sendiri (bukan Buddhism), dan yang sebenarnya sedang kita bela adalah diri sendiri (bukan Buddhism). Sebetulnya saya pun rada-rada emosional, mungkin karena saddha fanatik. Ya, saya akui itu dengan jujur. Dan saya pun tidak suka ada orang yang mendiskreditkan Buddhism berdasarkan pengetahuan mereka yang seadanya itu (dinegatif-negatifkan pula).

Sis Mayvise, tulisan Anda mendatangkan "kesejukan" dan "kedamaian hati" orang yang membacanya, saya sangat menyukainya  :)  :-[
Dan saya juga merasakan terharu akan keterus terangan Anda.......dunia penuh kedamaian jika banyak orang-orang yang seperti Anda, keyakinan boleh berbeda, namun kodrat manusia adalah tetap sama, satu boleh berkata : "Inilah benih Buddha" ada yang bilang "inilah cahaya kasih Buddha" dan ada yang bilang "inilah gambar dan rupa Allah".......

Quote
Tapi kemudian saya berpikir. Apakah betul saya begitu berbelas-kasih pada orang lain sehingga ingin meluruskan pandangan mereka? Hey, saya sendiri masih bergelimang Dukkha. Cobalah sedikit "egois" dan berbelas kasih untuk diri saya sendiri. Apa saya sudah melakukan sesuatu (untuk diri saya sendiri) agar bebas dari Dukkha?

Saya kutip perkataan BJ : "Duka(Dukkha) merupakan refleksi dari suka(sukkha) manusia…..manusia tahu adanya sukacita karena adanya dukacita……. Dua sisi ini menyatu didalam diri manusia……Jika kita menolak dukacita maka kita juga menjauhkan sukacita………..Tidak adanya dukacita, membuat kita tidak bisa mensyukuri apa itu sukacita…………..

Marah bukanlah kata yang tabu, apalagi dianggap tidak suci…..Kata “marah” bersifat netral, tidak menghasilkan karma buruk. Marah yang suci menuntun setiap insan untuk menginstropeksi diri dan akhirnya menyadarkan( Budh ) diri orang tersebut dari ketidaktahuan(avijja/avidya)….Dalam hal ini, orang yang marah menghasilkan karma baik.. Jadi, jangan menyimpulkan kalo orang marah pasti orang ini tak beradab/ kurang suci hidupnya. Namun, marah juga bisa mendatangkan karma buruk/ dosa, yaitu marah yang tidak ada tujuannya dan bersifat desktruktif bagi orang tersebut dan orang lain…contoh marah yg ditimbulkan oleh Ambapali…...

Tanha juga merupakan kata yang “netral”…..Tanha ada didalam diri setiap orang…..Tanha yang dijauhkan atau mau dihilangkan merupakan tanha yg destruktif, misalnya keinginan mengambil hak orang lain alias mencuri….. Namun tanha yang konstruktif yang biasa disebut Kusala Cetana perlu kita kembangkan, misalnya ingin membahagiakan orang tua, hendak menolong orang yang susah dll. …..

Begitu juga dengan penderitaan, tidak semua kehidupan penuh dengan penderitaan. Dan penderitaan juga bisa mengajari orang akan kebaikan. Contoh penderitaan : sakit gigi, dari satu sisi sakit gigi mendatangkan penderitaan( adanya sakit), namun sakit itu mempunyai tujuan baiknya yaitu memberitahukan orang itu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan giginya dan harus cepat diperiksa ke dokter gigi agar sakit giginya tidak menyebabkan penyakit lainnya….. Pernah dengar kisah anak India yang tidak memiliki syarat perasa(kisah nyata)? Saat dia meletakan tangannya ke api, dia tak merasakan apa2, untung ibunya tahu, jadi anak itu harus kerumah sakit, karena tangannya gosong……akhir cerita anak ini melompat dari tempat yg tinggi dirumahnya dan ditemukan tewas dengan wajah tersenyum karena tak ada sakitnya………."

Quote
Tapi ini bukan pula acuh tak acuh. Kalau ada yang mau mendengarkan, kita jelaskan. Kalau tidak ada, ya sudah. Kalau kita tidak tau, bilang saja tidak tau. Saya juga tidak berniat mempelajari seluruh materi Buddhism agar dapat menjawab semua pertanyaan mereka (terutama pertanyaan yang tidak bermanfaat). Saya pelajari apa yang bermanfaat untuk diri saya. Kalau ada yang bertanya sehubungan dengan hal ini, oke saya bisa jawab, karena hanya inilah yang saya tau dan saya rasa penting.

Benar, saya tidak mau menanggapi semua pertanyaan bro and sis diatas, anggaplah saya tak tahu dan masih belajar, agar tidak menambah polemik bagi blog DC.......  :) :) :)


Salam Metta;

SB




 

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #167 on: 04 October 2011, 02:03:27 PM »
^ ^ ^ karena postingan di atas ini ditujukan untuk saya, maka saya minta ijin untuk mengomentarinya duluan.

Harap tidak ada yang berkomentar dulu ya. Saya ngetiknya agak lama soalnya ;D

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #168 on: 04 October 2011, 04:28:50 PM »
Saya barusan dapat balasan e-mail dari BJ, dan dia bersedia bertemu dan memberikan waktu bagi saya untuk berdiskusi. Ternyata banyak juga para kawan2 Buddhis yang tertarik dan menuliskan email ke BJ untuk bertemu setelah membaca di blog Dede....... Saya ada kemukakan tanya jawab di DC, saran dia....jangan diterusin.....karena bukan bloq "Kristiani". Tidak ada manfaatnya jika berdiskusi dengan cara seperti itu, kecuali saya ada keraguan tentang kekr****nan, baru blog DC bermanfaat.......... Ya, benar juga.......karena saya lebih percaya Yesus dan segala pengajaran, maka saya harus say good bye to my fellow brothers........Ciao......

Tuhan berfirman, "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," Ulangan 30 : 19

apakah ini hanya alasankah, karena anda telah kehabisan kata2??
di post sebelumnya juga anda mengatakan bahwa post dari bro GandalfTheElder dengan bro morpheus terlalu metafisika...
saya rasa pernyataan mereka mudah sekali dipahami..
atau mungkin anda kehabisan kata untuk mengingkari pernyataan mereka??
saya rasa(saya tekankan lagi, ini hanya dugaan saya) bro tidak bisa lagi menjawab pernyataan kami(karena pernyataan kami benar toh??), tapi bro tidak mau mengakui kebenaran pernyataan kami, karena anda sudah di doktrinasi untuk masuk kr****n...
saran saya, coba bro melihat pernyataan kami dengan objektif, jangan menggunakan kacamata kr****n...
kalau begitu jadinya, yah bro tidak akan pernah melihat sebagaimana adanya...

wah, kalau anda disuruh seperti itu sama BJ, sama aja seperti ajaran i***m, harus menulikan diri kepada ajaran lain, kalau tidak dianggap kafir...
bukankah anda sendiri yang bilang kalau suatu agama tidak membahayaan kita dan mengajarkan kebaikan, kenapa tidak belajar darinya???
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #169 on: 04 October 2011, 04:39:37 PM »
Mohon dibaca perlahan-lahan saja dan teliti :)

Saya kutip perkataan BJ : "Duka(Dukkha) merupakan refleksi dari suka(sukkha) manusia…..manusia tahu adanya sukacita karena adanya dukacita……. Dua sisi ini menyatu didalam diri manusia……Jika kita menolak dukacita maka kita juga menjauhkan sukacita………..Tidak adanya dukacita, membuat kita tidak bisa mensyukuri apa itu sukacita…………..

Sebetulnya istilah Dukkha lebih tepat diterjemahkan sebagai “ketidak-puasan”. Dengan demikian artinya bisa lebih luas dan halus.

Mengapa saya katakan “halus”? Karena Dukkha bukanlah pola pikir pesimis seperti yang sering disalah-artikan oleh non-buddhis.

Dukkha adalah suatu keadaan di mana kita tidak betah pada hal-hal yang sederhana, yang biasa-biasa saja, yang buruk. Kita selalu melakukan pola yang sama, yaitu menghindarinya. Ketidakpuasan inilah yang disebut Dukkha. Dan tentu saja, kita semua mengalami hal yang sama, apapun agama kita. Bukan pesimis atau optimis, tapi realistis.

Dari ketidakpuasan, muncullah keinginan. Kita haus dan merindukan sesuatu untuk meredamnya. Kita mungkin gelisah, bingung, atau takut. Kita terus melarikan diri, dan mungkin mencarinya dari makanan, cinta, harta, popularitas/pujian, bahkan dari Harapan. Semakin kita meyakini bahwa mereka adalah Jalan Keluar-nya, maka kita semakin terobsesi padanya. Bahkan kita tidak ragu-ragu untuk melukai siapapun yang merintangi.

Keinginan yang terpenuhi menimbulkan rasa senang (Sukkha). Kalau dikatakan bahwa Sukkha adalah refleksi dari Dukkha, boleh-boleh saja. Mengapa? Karena perasaan senang itu pun tidak kekal. Pada akhirnya kita akan kembali ke keadaan yang biasa-biasa saja.

Intinya, hidup ini sebenarnya alami, sederhana, dan biasa-biasa saja.

Buddhism menawarkan solusi bagi kita untuk mengenali ketidakpuasan. Ia mengajarkan kita untuk tidak melarikan diri terus. Kita cari akar dari ketidakpuasan itu, lalu mencabutnya. Ini adalah esensi dari Meditasi (khususnya Vipassana).
_____________________________________

Masalah ketidakpuasan adalah masalah universal, terlepas dari agama apapun kita. Demikian pula solusinya, bersifat universal juga. Silakan mempelajari dan mempraktikkannya. Anda tidak perlu mengubah keterangan Agama di KTP anda menjadi Agama Buddha.

Jika anda tidak percaya tentang Karma, amat sangat tidak masalah. Anda tidak perlu memaksakan diri untuk percaya. Silakan ambil bagian manapun yang anda suka dari Buddhism.
_____________________________________

Dan sesungguhnya Karma memang bukan hal yang penting untuk pelajari. Jadi, apa yang penting? Di Tipitaka (Samyutta Nikaya), Sang Buddha memberi perumpamaan bahwa apa yang telah diajarkannya hanyalah bagaikan segenggam daun di tangan-Nya. Sedangkan apa yang beliau ketahui namun tidak diajarkan, adalah bagaikan dedaunan di hutan. “Segenggam daun” inilah yang penting, makanya inilah yang diajarkan dan ditekankan.

“Segenggam daun” ini adalah Ajaran tentang Empat Kesunyataan Mulia (Dukkha, sebab dan akhir Dukkha, serta jalan menuju lenyapnya Dukkha). Inilah yang bermanfaat, yang harus dipelajari dan dipraktikkan.

Quote
Marah bukanlah kata yang tabu, apalagi dianggap tidak suci…..Kata “marah” bersifat netral, tidak menghasilkan karma buruk. [...]Jadi, jangan menyimpulkan kalo orang marah pasti orang ini tak beradab/ kurang suci hidupnya. Namun, marah juga bisa mendatangkan karma buruk/ dosa, yaitu marah yang tidak ada tujuannya dan bersifat desktruktif bagi orang tersebut dan orang lain…contoh marah yg ditimbulkan oleh Ambapali…...

Kemarahan muncul karena adanya rasa benci. Kita benci ucapan/perilaku orang lain atau keadaan yang tidak sesuai keinginan kita. Semakin besar kemarahan, semakin besar pula keinginan kita untuk melukai/menghancurkan apapun yang kita anggap sebagai penyebabnya. Bisa kalab atau khilaf. Kita menjadi begitu reaktif.

Mengapa kita perlu mengendalikan kemarahan? Karena kemarahan membuat kita tidak bisa berpikir jernih. Tidak ada satupun masalah yang bisa diselesaikan dengan baik jika pikiran keruh.

Quote
Marah yang suci menuntun setiap insan untuk menginstropeksi diri dan akhirnya menyadarkan( Budh ) diri orang tersebut dari ketidaktahuan(avijja/avidya)….Dalam hal ini, orang yang marah menghasilkan karma baik..

Menurut saya, ketika seseorang dengan jujur mengakui bahwa ia mudah marah, ia mengakui bahwa ia belum terkendali dan mudah terombang-ambing. Itulah awal dari usahanya untuk menjadi (lebih) sadar.

Dalam hal ini, yang “suci” bukan marahnya. Tapi kebijaksanaannya.

Quote
Tanha juga merupakan kata yang “netral”…..Tanha ada didalam diri setiap orang…..Tanha yang dijauhkan atau mau dihilangkan merupakan tanha yg destruktif, misalnya keinginan mengambil hak orang lain alias mencuri….. Namun tanha yang konstruktif yang biasa disebut Kusala Cetana perlu kita kembangkan, misalnya ingin membahagiakan orang tua, hendak menolong orang yang susah dll. …..

Saya akan menjelaskan tentang Tanha. Tapi saya akan gunakan kata 'keinginan' saja.

Dalam kehidupan duniawi, ya saya setuju bahwa keinginan membahagiakan orangtua dan menolong orang, adalah baik. Silakan dilanjutkan.

Tapi harus berhati-hati, jangan sampai besarnya keinginan kita untuk membahagiakan orangtua, juga membuat kita semakin membenci orang-orang yang sekiranya mengancam kebahagiaan orangtua kita ;D
________________________________

Dalam kehidupan non-duniawi, juga tidak semua Keinginan adalah buruk. Bahkan saat kita memutuskan (dan berusaha) mencari jalan agar bebas dari Dukkha pun, disertai dengan keinginan.

Analogi yang cukup umum, keinginan diibaratkan seperti perahu. Untuk menyeberangi sungai, kita butuh perahu. Tapi saat kita telah sampai di seberang, perahu ini kita tinggalkan. Kita tidak perlu membawa-bawa perahu ini kemanapun kita pergi. Sesampai di seberang, kita bisa lanjutkan perjalanan kita.

Intinya, memang ada keinginan yang baik. Tapi ada suatu waktu, pada akhirnya keinginan ini pun dilepas. Kita tidak butuh lagi. Ia tidak relevan lagi untuk pencapaian tujuan kita.


Quote
Begitu juga dengan penderitaan, tidak semua kehidupan penuh dengan penderitaan. Dan penderitaan juga bisa mengajari orang akan kebaikan. Contoh penderitaan : sakit gigi, dari satu sisi sakit gigi mendatangkan penderitaan( adanya sakit), namun sakit itu mempunyai tujuan baiknya yaitu memberitahukan orang itu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan giginya dan harus cepat diperiksa ke dokter gigi agar sakit giginya tidak menyebabkan penyakit lainnya….. Pernah dengar kisah anak India yang tidak memiliki syarat perasa(kisah nyata)? Saat dia meletakan tangannya ke api, dia tak merasakan apa2, untung ibunya tahu, jadi anak itu harus kerumah sakit, karena tangannya gosong……akhir cerita anak ini melompat dari tempat yg tinggi dirumahnya dan ditemukan tewas dengan wajah tersenyum karena tak ada sakitnya………."

Ini adalah kesalahpahaman umum tentang pengertian Dukkha dalam Buddhism. Mengenai hal ini, sudah saya jelaskan di bagian awal.
« Last Edit: 27 July 2012, 12:52:53 PM by Kainyn_Kutho »

Offline sugianto budiman

  • Teman
  • **
  • Posts: 56
  • Reputasi: -3
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #170 on: 04 October 2011, 05:01:38 PM »
Quote
apakah ini hanya alasankah, karena anda telah kehabisan kata2??
di post sebelumnya juga anda mengatakan bahwa post dari bro GandalfTheElder dengan bro morpheus terlalu metafisika...
saya rasa pernyataan mereka mudah sekali dipahami..
atau mungkin anda kehabisan kata untuk mengingkari pernyataan mereka??
saya rasa(saya tekankan lagi, ini hanya dugaan saya) bro tidak bisa lagi menjawab pernyataan kami(karena pernyataan kami benar toh??), tapi bro tidak mau mengakui kebenaran pernyataan kami, karena anda sudah di doktrinasi untuk masuk kr****n...
saran saya, coba bro melihat pernyataan kami dengan objektif, jangan menggunakan kacamata kr****n...
kalau begitu jadinya, yah bro tidak akan pernah melihat sebagaimana adanya...

Bro William, Anda boleh bilang apa saja dan berpendapat apa saja...............bagi saya enjoy aja.......... ;D

Saya tak mau berpolemik lagi, kecuali yang enak diajak berdiskusi seperti cici kita Mayvise  _/\_

Offline Menander

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 105
  • Reputasi: 8
  • I Am The Saviour
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #171 on: 04 October 2011, 05:02:31 PM »
Hmm.. tampaknya ada marketing honda masuk ke dealer resmi yamaha..  :whistle:

nyimak aja semoga sukses dagangannya  ^-^
Saya adalah Menander I, Sang Raja Indo-Yunani yang suka blak-blak an. Penguasa dataran India, Baktria, dan sampai Eropa.

Offline dipasena

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.612
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
  • Sudah Meninggal
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #172 on: 04 October 2011, 05:12:46 PM »
 [at] om sugianto
ngomong yg baek2 n puji2 si gusti brewok, maka diladeni
ngomong keburukan n kebohongan si gusti brewok, maka tidak diladeni...

wah sales cemen yg cm berani berkoar2 dibelakang...

 [at] Mayvise :
Pernyataan Dato ini adalah pembenaran. Ini sama seperti kasus Ambapali, yaitu dengan mengatakan: "wajarlah Ambapali melontarkan hinaan. Siapa suruh ada yang buang ludah sembarangan?"

Padahal, jika dilihat secara terpisah, kebencian (dan hinaan) itu sendiri adalah sesuatu yang salah.

Ayya Santini bilang begini: Kalau ada orang yang menghina kita, dan kita berpikir "Dia bisa menghina saya demikian. Oke, saya pun bisa membalas hinaan itu lebih hebat dari dia". Ini sebetulnya sama seperti "Dia bisa masuk neraka. Oke, saya pun bisa masuk neraka yang lebih dalam dari dia".

Nah kalo yang ini, saya copas ungkapan Ajahn Brahm. Ada yang pernah bertanya ke Ajahn Brahm: "Bhante, apa yang harus Buddhis lakukan seandainya ada orang yang memojokkan Buddhism?"

Lalu Ajahn Brahm menjawab: "Tidak ada yang memojokkan Buddhism. Tapi memojokkan anda."

Ini adalah kenyataan pahit, dan membutuhkan keberanian untuk mengakui bahwa yang lemah di sini adalah diri kita sendiri (bukan Buddhism), dan yang sebenarnya sedang kita bela adalah diri sendiri (bukan Buddhism). Sebetulnya saya pun rada-rada emosional, mungkin karena saddha fanatik. Ya, saya akui itu dengan jujur. Dan saya pun tidak suka ada orang yang mendiskreditkan Buddhism berdasarkan pengetahuan mereka yang seadanya itu (dinegatif-negatifkan pula).

Tapi kemudian saya berpikir. Apakah betul saya begitu berbelas-kasih pada orang lain sehingga ingin meluruskan pandangan mereka? Hey, saya sendiri masih bergelimang Dukkha. Cobalah sedikit "egois" dan berbelas kasih untuk diri saya sendiri. Apa saya sudah melakukan sesuatu (untuk diri saya sendiri) agar bebas dari Dukkha?

Tapi ini bukan pula acuh tak acuh. Kalau ada yang mau mendengarkan, kita jelaskan. Kalau tidak ada, ya sudah. Kalau kita tidak tau, bilang saja tidak tau. Saya juga tidak berniat mempelajari seluruh materi Buddhism agar dapat menjawab semua pertanyaan mereka (terutama pertanyaan yang tidak bermanfaat). Saya pelajari apa yang bermanfaat untuk diri saya. Kalau ada yang bertanya sehubungan dengan hal ini, oke saya bisa jawab, karena hanya inilah yang saya tau dan saya rasa penting.

note: mempelajari seluk-beluk karma adalah salah satu materi yang menurut saya tidak penting.

Komentar untuk ini ^ ^ ^ sama seperti di atas.

wkwkwk... =))
gini, ente berjalan sesuai pandangan ente... dato' berjalan sesuai dengan pandangan ane...
ente punya cara sendiri meladeni sales saleb kanesten yg berkoar2
ane punya cara sendiri meladeni sales saleb kanesten yg berkoar2

n tentu nya dato suka serang n skak mat, kaga suka basa basi... ok ?

:))

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #173 on: 04 October 2011, 05:17:45 PM »
Bro William, Anda boleh bilang apa saja dan berpendapat apa saja...............bagi saya enjoy aja.......... ;D

Saya tak mau berpolemik lagi, kecuali yang enak diajak berdiskusi seperti cici kita Mayvise  _/\_
saya kan mengatakan ini hanya pendapat saya...
terserah pada anda mau menyangkalnya atau membenarkannya...
jgn marah dunk.. :P :P :P
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #174 on: 04 October 2011, 06:39:10 PM »
Quote
Bro William, Anda boleh bilang apa saja dan berpendapat apa saja...............bagi saya enjoy aja.......... ;D

Saya tak mau berpolemik lagi, kecuali yang enak diajak berdiskusi seperti cici kita Mayvise  _/\_

Turut menanggapi ya. Di atas sis. Mayvise hanya menanggapi tentang tata bahasa dhanuttono yang dianggap kurang pantas (bagi saya juga kurang pantas, tp ya terserah bro dhanuttono kalau emang stylenya begitu, ya tanggung jawabnya sendiri) dan sis Mayvise juga memperjelas apa yang anda kutip terakhir menurut pengertian Buddhisme yang benar.

Sedangkan saya dan bro.morpheus serta bro. Kainyn mempertanyakan doktrin Kristiani dan menyanggah klaim Kristiani atas agama Buddha yang tidak benar sekaligus menjelaskan pengertian Buddhisme yang benar. Sepanjang saya lihat, baik saya, bro. Morph dan bro. Kainyn sama sekali tidak mengejek Kristiani dan tidak membalas anda dengan penuh emosi, dan juga tidak menggunakan bahasa-bahasa plesetan yang merendahkan Kristiani. Tetapi kami mempertanyakan dengan TEGAS.

Bila anda menganggap orang yang enak diajak diskusi itu cuma yang sepandangan dengan anda, ya terserah... hahahah... kalau anda mau mencap semua orang yang mempertanyakan kebenaran yang anda yakini dianggap tidak enak diajak diskusi ya terserah anda. Kalau anda mau menyangkal bahwa anda tidak demikian, ya terserah anda.

Di sini sampai sekarang saya merasa diskusi saja, ENJOY juga, tidak ada niat berpolemik segala seperti "ketakutan" anda toh!

Dari awal postingan anda sampai terakhir pada topik ini, dilihat dari perubahan sikap tanggapan anda terhadap rekan" Buddhis, jelas-jelas menyiratkan maksud anda (entah pikiran anda yang rumit sadar atau tidak)... hahaha... maka jangan heran kalau bro. Menander dan william berkata seperti itu...

Bagi saya ajaran Kristiani adalah ajaran yang luar biasa menakjubkan. Saya punya banyak teman Kristiani yang luar biasa dan saya salut sekali dengan mereka, benar-benar menerapkan ajaran Yesus dalam hidup mereka sehari-hari. Dan banyak sekali dari mereka, terutama dari kalangan Khatolik, sangat menghargai agama Buddha, bahkan suka membaca buku Ajahn Brahm. Saya menghargai dan sangat menghormati itu semua, tetapi itu tidak membuat saya harus menerima Yesus sebagai Juruselamat saya.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline sugianto budiman

  • Teman
  • **
  • Posts: 56
  • Reputasi: -3
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #175 on: 04 October 2011, 06:47:12 PM »
Mohon dibaca perlahan-lahan saja dan teliti :)

Quote
Sebetulnya istilah Dukkha lebih tepat diterjemahkan sebagai “ketidak-puasan”. Dengan demikian artinya bisa lebih luas dan halus.

Mengapa saya katakan “halus”? Karena Dukkha bukanlah pola pikir pesimis seperti yang sering disalah-artikan oleh non-buddhis.

Dukkha adalah suatu keadaan di mana kita tidak betah pada hal-hal yang sederhana, yang biasa-biasa saja, yang buruk. Kita selalu melakukan pola yang sama, yaitu menghindarinya. Ketidakpuasan inilah yang disebut Dukkha. Dan tentu saja, kita semua mengalami hal yang sama, apapun agama kita. Bukan pesimis atau optimis, tapi realistis.

Terimakasih cici yang sabar  :) Dan mohon petunjuk jika ada yang kurang dari pengertian saya dalam memahami Buddhisme  _/\_
Dukkha memang bisa diterjemahkan sebagai "ketidak puasan", dan bagi saya kata tersebut "belum bermakna" atau istilah Anda "tidak" bisa disebut negatif/ pesimis. 
Respon kita terhadap dukkha itulah yang menjadi penilaian yang bermanfaat dalam kita bersikap. Contoh orang kaya merasakan dukkha karena suka membanding2kan kekayaannya dengan orang lain. Ada peribahasa Chinese yang mengatakan, "Senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang"  ;D
Ada orang yang pas2an kehidupannya namun merasakan sukacita, karena pandangannya yang bijaksana dalam menyikapi hidupnya, dalam segala hal dia selalu bersyukur atas karunia dalam hidupnya. Dia bisa "berdukkha atas kesusahan orang dan bersukkha atas kesenangan orang lain....." Dia merupakan sosok pribadi yang memliki kerendahan hati..........dan hidup orang tersebut akan berjalan baik dan hari-harinya penuh dengan sukacita.....'Dalam hal ini kita pernah memberi hormat padanya dan belajar teladannya....

Quote
Dari ketidakpuasan, muncullah keinginan. Kita haus dan merindukan sesuatu untuk meredamnya. Kita mungkin gelisah, bingung, atau takut. Kita terus melarikan diri, dan mungkin mencarinya dari makanan, cinta, harta, popularitas/pujian, bahkan dari Harapan. Semakin kita meyakini bahwa mereka adalah Jalan Keluar-nya, maka kita semakin terobsesi padanya. Bahkan kita tidak ragu-ragu untuk melukai siapapun yang merintangi.

Pribahasa orang S'pore : Khia Su(takut kalah), Khia Liau(takut rugi), Khia Yau(takut kelaparan), Khia Thia( takut sakit), Khia Shi(takut mati)........ ;D
Namun demikian, ada orang yang dukkha karena melihat adanya "Ketidakadilan, Kesengsaraan, Kemiskinan dan Kebodohan" Sebab itu timbullah keinginanannya untuk menolong mereka yang kurang beruntung itu. "Kesusahan" karena menolong orang lain akan menjadi "Kesukaan" karena bisa menolong orang lain. Jadi "keinginan" bisa mendatangkan kebahagiaan dan kesusahan bagi yang memilikinya dan menggunakannya, seperti sebuah pisau, bisa buat potong dan bisa buat membunuh..... Semuanya terpulang pada persepsi dan sikap pandangan yang benar dalam hal ini.....

Quote
Keinginan yang terpenuhi menimbulkan rasa senang (Sukkha). Kalau dikatakan bahwa Sukkha adalah refleksi dari Dukkha, boleh-boleh saja. Mengapa? Karena perasaan senang itu pun tidak kekal. Pada akhirnya kita akan kembali ke keadaan yang biasa-biasa saja.

Keinginan yang bathil( negatif) bisa mendatangkan sukkha, namun sukkha yang semu, sukkha yang sementara saja, dalam hal ini saya setuju dgn cici. Namun, keinginan yang baik akan mendatangkan sukacita penuh, tak terucapkan dalam kata2 dan bertahan selamanya dalam ingatan orang tersebut." Jadi kata "keinginan(tanha)" itu bersifat netral........

Quote
Intinya, hidup ini sebenarnya alami, sederhana, dan biasa-biasa saja.

Buddhism menawarkan solusi bagi kita untuk mengenali ketidakpuasan. Ia mengajarkan kita untuk tidak melarikan diri terus. Kita cari akar dari ketidakpuasan itu, lalu mencabutnya. Ini adalah esensi dari Meditasi (khususnya Vipassana).

Bagi kekr****nan, ketidakpuasan bisa diubah menjadi berkat bagi diri sendiri dan orang lain....... Ketidakpuasan hanyalah halangan kecil yang harus ditaklukan untuk mendatangkan kebaikan bagi umat manusia... Dalam hal ini, umat kr****n ditantang untuk merenungkan(firman Tuhan) dan memikirkan bagaimana caranya mengatasi ketidakpuasan diri sendiri dengan cara memuaskan atau memberi kesukaan bagi orang lain.....

Quote
Masalah ketidakpuasan adalah masalah universal, terlepas dari agama apapun kita. Demikian pula solusinya, bersifat universal juga. Silakan mempelajari dan mempraktikkannya. Anda tidak perlu mengubah keterangan Agama di KTP anda menjadi Agama Buddha.

Jika anda tidak percaya tentang Karma, amat sangat tidak masalah. Anda tidak perlu memaksakan diri untuk percaya. Silakan ambil bagian manapun yang anda suka dari Buddhism.

Untuk hal ini, saya tidak perlu memberi komentar...........masing2 kita bisa berpikir dan mengambil hikmat aja......  :)
_____________________________________

Quote
Dan sesungguhnya Karma memang bukan hal yang penting untuk pelajari. Jadi, apa yang penting? Di Tipitaka (Samyutta Nikaya), Sang Buddha memberi perumpamaan bahwa apa yang telah diajarkannya hanyalah bagaikan segenggam daun di tangan-Nya. Sedangkan apa yang beliau ketahui namun tidak diajarkan, adalah bagaikan dedaunan di hutan. “Segenggam daun” inilah yang penting, makanya inilah yang diajarkan dan ditekankan.

“Segenggam daun” ini adalah Ajaran tentang Empat Kesunyataan Mulia (Dukkha, sebab dan akhir Dukkha, serta jalan menuju lenyapnya Dukkha). Inilah yang bermanfaat, yang harus dipelajari dan dipraktikkan. Tidak ada tuh disebut-sebut tentang karma ;D

"Buddha Gautama merupakan manusia yang agung......Banyak manusia yang agung didunia ini, Lao Tze, Konfutze, Mentze, Socrates dll.... Buddha Gautama menyadari bahwa setiap manusia tidak terlepas dari tua, sakit penyakit dan kematian.....Ketiga hal ini paling ditakuti oleh manusia dan menjadi momok yang menghantui kehidupan manusia. Oleh sebab itu beliau meninggalkan semua kehidupan diistana untuk mencari cara dan jawaban atas dukkha nya manusia tsb, sebab Buddha Gautama juga memerlukan hal demikian, bisa terlepas dari tua, penyakit dan kematian(ini tafsiran saya, jika ada yg kurang berkenang mohon dikoreksi). Raja Qing Se Wang juga ingin memiliki ramuan obat yang tidak bisa tua, tidak berpenyakit dan kematian...... Namun tokh semuanya tidak berhasil.....semua manusia harus mati..........mengapa manusia dan segala yang hidup harus mati??? Mengapa semua makhluk disebut fana??? Adakah dan pernahkah manusia tidak pernah mati???? Adakah manusia yang telah mati dan hidup kembali???? Semuanya ini hanya bisa dijawab didalam wawasan religious..........

Quote
Kemarahan muncul karena adanya rasa benci. Kita benci ucapan/perilaku orang lain atau keadaan yang tidak sesuai keinginan kita. Semakin besar kemarahan, semakin besar pula keinginan kita untuk melukai/menghancurkan apapun yang kita anggap sebagai penyebabnya. Bisa kalab atau khilaf. Kita menjadi begitu reaktif.

Marah belum tentu benci, ayah marah anak karena kasih, isteri marah suami karena kasih, guru marah murid karena cinta........ Dalam kekr****nan, Tuhan marah kepada manusia karena kasih..... kita boleh marah dan benci, yaitu marah dan benci pada tindakannya BUKAN pada orangnya(pribadinya). Kita boleh marah kalo tindakannya tidak benar, dan benci terhadap dosa/ kesalahan yang dia perbuati, TAPI bukan pada orangnya, orangnya harus tetap kita kasihi........

Quote
Mengapa kita perlu mengendalikan kemarahan? Karena kemarahan membuat kita tidak bisa berpikir jernih. Tidak ada satupun masalah yang bisa diselesaikan dengan baik jika pikiran keruh.


Menurut saya, ketika seseorang dengan jujur mengakui bahwa ia mudah marah, ia mengakui bahwa ia belum terkendali dan mudah terombang-ambing. Itulah awal dari usahanya untuk menjadi (lebih) sadar.


Dalam hal ini, yang “suci” bukan marahnya. Tapi kebijaksanaannya.

Saya akan menjelaskan tentang Tanha. Tapi saya akan gunakan kata 'keinginan' saja.

Dalam kehidupan duniawi, ya saya setuju bahwa keinginan membahagiakan orangtua dan menolong orang, adalah baik. Silakan dilanjutkan.

Tapi harus berhati-hati, jangan sampai besarnya keinginan kita untuk membahagiakan orangtua, juga membuat kita semakin membenci orang-orang yang sekiranya mengancam kebahagiaan orangtua kita ;D

Saya setuju......  _/\_ dan Buddha Gautama pernah marah lho ama muridnya yang nunjukin "power"nya  :) Dalam hal ini marahnya Buddha 'suci" atau bijaksana karena beliau mengasihi muridnya.
________________________________

Quote
Dalam kehidupan non-duniawi, juga tidak semua Keinginan adalah buruk. Bahkan saat kita memutuskan (dan berusaha) mencari jalan agar bebas dari Dukkha pun, disertai dengan keinginan.

Analogi yang cukup umum, keinginan diibaratkan seperti perahu. Untuk menyeberangi sungai, kita butuh perahu. Tapi saat kita telah sampai di seberang, perahu ini kita tinggalkan. Kita tidak perlu membawa-bawa perahu ini kemanapun kita pergi. Sesampai di seberang, kita bisa lanjutkan perjalanan kita.

Intinya, memang ada keinginan yang baik. Tapi ada suatu waktu, pada akhirnya keinginan ini pun dilepas. Kita tidak butuh lagi. Ia tidak relevan lagi untuk pencapaian tujuan kita.

Dalam hal ini, ada dikit perbedaan dengan Kristiani, bahwa manusia diciptakan dalam nama dan rupa, dan itu akan melekat selamanya termasuk keinginannya. Jadi saat kematian, manusia meninggalkan "tubuh" yang fananya yg telah jadi abu, dan saat kebangkitan nanti dia akan dikenakan "tubuh baru" dan keinginannya diperbaharui menjadi sempurna...... Tubuh baru tidak akan rusak, tua, tidak sakit penyakit, tidak perlu makan dan minum, tidak kawin dan mengawini.......Itulah yang saya mengerti.........

Quote
Ini adalah kesalahpahaman umum tentang pengertian Dukkha dalam Buddhism. Mengenai hal ini, sudah saya jelaskan di bagian awal.

Terimakasih atas penjelasan cici yang telah menambah pengertian saya.......... _/\_


Salam Metta;

Offline Wolvie

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 805
  • Reputasi: 25
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #176 on: 04 October 2011, 06:56:39 PM »
kemaren perasaan udah say goodbye, masih komen2 juga toh..menjilat ludah sendiri?

ato mo pake jurus baru? adu domba antar umat Buddhist? dengan mengatakan yang satu enak diajak diskusi yang lain tidak, padahal dari kemaren2 member2 yang lain juga sopan dalam menanggapinya.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #177 on: 04 October 2011, 06:58:12 PM »
ibarat makanan

kalau enak dipuji, diliat'in trs, kepengen lagi, dipromosikan, sering2 diomongin, disebarluaskan, cari tau bgmn masak-nya, cari tau bahan2-nya, cari tau siapa yg masak dst
kalau tidak enak, vice versa...

akhir kata hanya masalah selera...
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #178 on: 04 October 2011, 06:59:27 PM »
kemaren perasaan udah say goodbye, masih komen2 juga toh..menjilat ludah sendiri?

ato mo pake jurus baru? adu domba antar umat Buddhist? dengan mengatakan yang satu enak diajak diskusi yang lain tidak, padahal dari kemaren2 member2 yang lain juga sopan dalam menanggapinya.


itu mah namanya, kegatel'en
tp ada baiknya juga sih... kita2 disini bisa bantu garuk'in  =)) =)) =))
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Dari BUDHA Hingga YESUS
« Reply #179 on: 04 October 2011, 07:52:22 PM »
Singkatnya ya, yang selalu dipermasalahkan Ravi Zacharias dan semua rekan-rekan Kristiani lainnya adalah pengertian Dukkha dalam Buddhisme serta Anatta. Mereka berpandangan kalau kalau Buddhisme itu memandang semua hal di dunia ini membawa pada penderitaan, dan menyangkal sukacita.

Mereka mengagungkan konsep Kristiani yang menyatakan PENDERITAAN ITU PERLU untuk kebahagiaan, KETIDAKPUASAN ITU PERLU, KESENGSARAAN ITU PERLU karena kalau tidak ada yang sengsara bagaimana orang bisa BERBUAT BAJIK dengan MENOLONG? Singkatnya mereka berusaha memberikan argumen mengenai adanya "keburukan" di dunia ini dan berushaa untuk menyatakan ajaran mereka manusiawi. Dengan mempertanyakan dunia yang sepenuhnya baik, berarti orang sudah tidak manusiawi lagi dan tidak logis, karena bagaimanapun baik bisa muncul apabila buruk dikenal, buruk bisa dikenal apabila ada baik.

Tetapi ketika Sang Bodhisattva bertanya dalam kitab Jataka, bagaimana bisa Sang Pencipta tega menciptakan dan membiarkan kesengsaraan merajalela di dunia, sebenarnya memiliki pengertian yang mendalam. Sekilas memang masuk akal kalau penderitaan itu perlu, tetapi problemanya adalah "Sang Pencipta Yang Maha Kuasa dan Penuh Kasih". Sang Maha Kuasa buktinya tidak memberikan cobaan penderitaan yang sesuai dengan kapasitas dan kesiapan masing-masing orang, sehingga membuat penderitaan bukan sebagai jalan menuju kebahagiaan tetapi malah jadi bencana yang membawa pada NERAKA ABADI. Di sini makna PENDERITAAN ITU PERLU menjadi BERGESER dan HILANG karena bagaimanapun juga ada banyak penderitaan yang sebenarnya malah membawa bencana.

Ajaran Sang Buddha, terutama dalam sutra-sutra Mahayana, uniknya juga mengatakan PENDERITAAN ITU PERLU namun TANPA "Tuhan Maha Kuasa." Ajaran inti Mahayana dan Vajrayana adalah ajaran Tathagatagarbha, yaitu ajaran Pemutaran Roda Dharma (Dharmachakra) yang Terakhir dan Mutakhir. Tathagatagarbha adalah hakekat kesadaran Buddha yang sudah ada dalam batin masing-masing makhluk, merupakan potensi kebajikan yang tidak terbatas. Tathagatagarbha adalah Sunyata, Anatman dan Non-Dualisme. Karena merupakan non-dualisme dan Shunyata, maka Tathagatagarbha memiliki 2 aspek pokok:

1. Kebajikan Pokok (Intrinsic Good) - Buddha Bodhisattva
2. Kesesatan Pokok (Intrinsic Evil) - Mara

Dua aspek ini tercakup dalam 10 Dunia yang saling mencakup satu sama lain:
1. Buddha
2. Bodhisattva
3. Pratyekabuddha
4. Arhat
5. Deva
6. Manusia
7. Hewan
8. Asura
9. Hantu Kelaparan
10. Neraka

Dari mahkluk-makhluk yang ada dalam Dunia Buddha sampai Neraka semuanya memiliki Kebajikan Pokok dan Kesesatan Pokok. Ini artinya seorang Buddha memiliki 10 Dunia dalam dirinya termasuk alam neraka. Makhluk alam neraka juga memiliki 10 Dunia, termasuk Dunia Buddha.

Dengan adanya pemahaman tersebut, maka Buddha dapat menyelamatkan penderitaan makhluk alam neraka dan makhluk alam neraka mempunyai potensi membangkitkan Bodhicitta dan mencapai Dunia Buddha.

Seorang Buddha tetap memiliki Kesesatan Pokok, tetapi Buddha adalah yang Sadar, Ia menggunakan Kesesatan Pokok untuk mencapai Kebajikan Pokok. Kesesatan Pokok menjadi sesuatu yang "diperlukan" untuk mencapai Kebajikan Pokok, PENDERITAAN PERLU demi tercapainya KEBAHAGIAAN. Master Tiantai mengatakan, seorang Buddha menggunakan Kesesatan Pokok sebagai upaya yaitu menyelamatkan (Kebajikan) para makhluk alam samsara (Kesesatan). Ada makhluk samsara baru ada Buddha, kalau tidak ada makhluk samsara siapa yang disebrangkan oleh Buddha?

Demikian Nichiren Shonin sangat getol memplokamirkan ajaran ini, Kesesatan Pokok (racun) diubah menjadi Kebajikan Pokok (obat), bukan menghilangkannya. Banyak umat beliau yang menderita sakit diberikan semangat oleh Nichiren Shonin untuk terus berjuang, berkata bahwa penyakit dapat diubah menjaid Kesadaran Buddha. penyakit dapat menajdi titik tolak berkembangnya keyakinan dan Bodhicitta. Tanpa penyakit sulit sekali untuk dikatakan kita benar-benar percaya, jutsru pada saat sakit keyakinan kita diuji dan saatnya untuk membuktikannya.

Nichiren Shonin juga menderita ancaman eksekusi di Tatsunokuchi dan ancaman" siksaan lainnya, tapi justru dari sanalah beliau dapat membuktikan kebenaran Saddharmapundarika Sutra. Beliau membuktikan bukan hanya lewat ucapan saja, tetapi dari pengalaman hidup beliau sendiri yang berkali-kali lolos dari maut. Beliau dengan hati gembira menerima maut bukan sebagai penderitaan, tetapi mengubahnya menjadi "alat" untuk membuktikan kebenaran Dharma Sang Buddha!

Maka darti itu dalam Mahaparinirvana Sutra, Sang Buddha mengajarkan Sukha (sukacita), Nitya (kekekalan) dan Atman (Diri Sejati), kebalikan dari Dukha, Anitya dan Anatman. Bagi seorang Buddha, hidup ini adalah Sukha, Nitya dan Atman. Buddha mengajarkan bahwa HIDUP INI DUKHA KARENA SEBENARNYA HIDUP INI SUKHA! Tanpa menmgenali hakekat sejati Dukha, bagaimana anda bisa mengenal Sukha? Sukha dikenali dari realisasi anda tentang Dukha. Ketika Dukha berakhir di sanalah Sukha. Dukha berkahir bukan karena Dukha itu lenyap, tetapi Dukha itu ditransformasikan.

Buddha melihat semua makhluk sebagai Buddha, dunia Saha sebagai Tanah Suci. Manusia biasa memandang semua makhluk dengan derajat yang berbeda-beda, dunia Saha penuh dengan kemunafikan. Semuanya karena tidka asadar akan Dukha, bila sadar akan Dukha, maka semua akan menjadi Sukha. Bahkan apa yang dianggap Dukha oleh dunia dapat dianggap Sukha. Di sini BUKAN berarti keburukan itu dimuliakan sehingga dianggap Sukha, tetapi keburukan dianggap Sukha karena dari keburukan seseorang bisa belajar untuk menjadi baik, dan karena keburukan maka seseorang berkesempatan berbuat baik. Dari ketidakpuasan seseorang bisa belajar untuk puas.

Buddha memang juga masih bisa marah karena masih memiliki dunia Asura  (kemarahan). Bahkan para Bodhisttva pun menangis sedih melihat penderitaan para makhluk. Namun Buddha Bodhisattva tidak terperangkap, mereka mengubah kesedihan dan kemarahan menjadi sesuatu yang positif. Kesedihan mereka membawa pada tindakan aktif menolong semua makhluk (seperti para insan Tzu Chi yang banyak menangis ketika ritual kebaktian, dan pada praktiknya di lapangan mereka sangat welas asih dan aktif berkontribusi, jadinya ya bukan nangis gak jelas, tetapi ebnar" tangisan yang mentransformasikan diri sendiri) dan kemarahan mereka menyadarkan para makhluk (seperti kemarahan Vajrapani menyadarkan Shiva, kemarahan Marpa Lotsawa)

Ajaran Buddha tidak menyangkal potensi, keunikan dan hakekat masing-masing individu. Kelima unsur yang membentuk tubuh ketika mencapai kesadaran Buddha akan menjadi Nirmanakaya dan Stupa Pusaka yang sangat mulia. Masing-masing makhluk memiliki kesadraan Buddha yang mana masing-masing memiliki potensinya yang unik, menyatu dalam KONSER AGUNG Shunyata dan Anatman, Ketersalingbergantungan.

Ajaran Buddha yang mengajarkan Intirinsic Good dan Evil serta tanpa Prima Causa, menjadikan konsep "PENDERITAAN ITU PERLU" menjadi matang, tidak prematur. Penderitaan, besar atau kecil adalah sebab akibat yang ditimbulkan sang individu sendiri. Tiap individu memiliki Dunia Buddha, memiliki potensi mengatasi semua penderitaan kecil dan besar. Sudah tugas manusia untuk terus melatih dan membangkitkan serta mencapai kesadaran Buddha. Bila ada manusia byang tak kuat menahan penderitaan tertentu, itu adalah karena ia belum bisa memaksimalkan potensi ke-Buddhaannya, namun suatu saat, pasti bisa... just always romancing The Buddha inside us!

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 04 October 2011, 07:57:07 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

 

anything