//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 580756 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #885 on: 17 October 2011, 09:13:33 AM »
intermezzo, kadang lucu melihat berbagai sikap non vege ;D

mereka kalau makan dada ayam KFC, Gurame asam manis, atau Nasi Campur pasti lahap bener, sampe bilang maknyoss :P

lalu mereka melihat video video tentang bagaimana hewan hewan tersebut dibantai dan diolah menjadi makanan yang disajikan maknyoss tersebut, mereka melihat seakan2 tidak tega, sampai meringiss

tetapi, maknyoss lah makanmah jalan terusss :P

nb: saya termasuk diantara mereka itu :hammer:
i'm just a mammal with troubled soul



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #886 on: 17 October 2011, 11:15:40 AM »
Kalau daging tidak laku, memang akan rusak dan dibuang. Tapi kalau gak laku terus, bukankah hewan yang dibunuh juga makin sedikit? (mengantisipasi kerugian, agar tidak banyak yang terbuang)
Nah, ini juga hal yang menarik. Bagaimana kalau kita semua masing-masing kumpulkan data, apakah benar kalau gak laku, pembantaian dikurangi? Ada banyak tempat yang bisa diselidiki, dari pasar tradisional, sampai pabrik besar yang mungkin akan memberikan informasi yang bervariasi. Kalau Sis Mayvise dan yang lainnya ada selidiki hal ini, boleh dibagikan di sini untuk masukan kita semua.


Dalam proses pembunuhan, dari apa yang dilihat atau didengar (misalnya darah atau rintihan korban), maka akan memberi kesan yang lebih mendalam bagi pembunuhnya. Selain rasa sakit yang diderita hewan yang dibunuh, si pembunuhnya pun menyimpan kesan yang mendalam.
Kalau soal rintihan, ada juga pejagalan yang mengharuskan bikin pingsan (pakai setruman tegangan tinggi di belakang otak), jadi pada saat dipotong, sudah tidak sadar. Darah juga ga selalu memberikan kesan yang lebih, karena penjagalan tanpa darah, misalnya dimasukin karung dan dipukuli sampai mati, atau menyajikan "yin-yang fish" itu sudah sangat mengerikan dan tidak manusiawi, padahal tidak ada darah di sana.

Memang betul biasanya hewan tingkat tinggi dan kompleks, sistem syarafnya lebih berkembang dan reseptor sakitnya secara fisiologis lebih nyata. Tapi ini tidak menjadi alasan bagi kaum vegetarian ekstrem seolah-olah menghajar serangga, tikus, dll, lebih mulia ketimbang menghajar sapi atau ayam, misalnya, sebab hewan sesederhana lalat pun juga mempunyai reseptor rasa sakit (walaupun tentu kompleksitasnya berbeda).


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #887 on: 17 October 2011, 11:25:27 AM »
Bosan loh hubungi daging atau "bangkai" dgn pembunuhan...

Gimana kalo kita ganti "bahan mentah" nya...
Misnya pemakaian kosmetik, tali pinggang kulit, tas LV, D&G, Channel dll, sepatu, pakaian, sayur brokoli, bayam, kangkung, jagung, ubi, nasi, obat2an, buku tulis, selebaran/flyer/brosur kampanye vege dll..

sy kira itu smua jg melalui proses pembunuhan baik langsung maupun tidak langsung.
Misalnya ada seorang pria beristri berhubungan seksual secara salah dengan seorang gadis miskin. Setelah si gadis hamil, maka si pria tidak bertanggung-jawab tersebut meninggalkannya. Karena si gadis tidak punya kemampuan menghidupi anaknya, maka ia memberikan anaknya untuk diasuh orang lain. Tapi ada beberapa orang beranggapan: "kalau kita urus anak di luar nikah ini, objek hasil hubungan seksual yang salah ini, maka berarti kita mendukung pelanggaran sila ke tiga." Maka ditolaknyalah anak ini demi 'belas kasih' pada wanita-wanita lain agar jangan sampai mendapat perlakuan yang sama.

Gimana, Bro JW? Ada kesamaan yang menarik di sisi tertentu, bukan!? ;D


Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #888 on: 17 October 2011, 11:34:40 AM »

Memang betul biasanya hewan tingkat tinggi dan kompleks, sistem syarafnya lebih berkembang dan reseptor sakitnya secara fisiologis lebih nyata. Tapi ini tidak menjadi alasan bagi kaum vegetarian ekstrem seolah-olah menghajar serangga, tikus, dll, lebih mulia ketimbang menghajar sapi atau ayam, misalnya, sebab hewan sesederhana lalat pun juga mempunyai reseptor rasa sakit (walaupun tentu kompleksitasnya berbeda).

Gmn dgn sayuran organik kk? Apakah setiap sayuran pasti terdapat pembunuhan?
Oh ya, membunuh hewan merugikan kan karmanya tidak seberat hewan bermanfaat benar gak?

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #889 on: 17 October 2011, 11:39:43 AM »
Misalnya ada seorang pria beristri berhubungan seksual secara salah dengan seorang gadis miskin. Setelah si gadis hamil, maka si pria tidak bertanggung-jawab tersebut meninggalkannya. Karena si gadis tidak punya kemampuan menghidupi anaknya, maka ia memberikan anaknya untuk diasuh orang lain. Tapi ada beberapa orang beranggapan: "kalau kita urus anak di luar nikah ini, objek hasil hubungan seksual yang salah ini, maka berarti kita mendukung pelanggaran sila ke tiga." Maka ditolaknyalah anak ini demi 'belas kasih' pada wanita-wanita lain agar jangan sampai mendapat perlakuan yang sama.

Gimana, Bro JW? Ada kesamaan yang menarik di sisi tertentu, bukan!? ;D
Anak itu kan punya perasaan, tas kulit mana punya perasaan kk.... :P

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #890 on: 17 October 2011, 11:51:20 AM »
Meskipun tidak vegetarian, namun saya sendiri juga bukan 'penggemar daging', belakangan sy malah sulit untuk makan daging (krn udah jarang makan sehingga 'berbau darah' / amis). Prinsip sy terkait vegetarian ini, sy berusaha sebisa mungkin untuk mengurangi konsumsi daging saya, alasannya: lebih ke alasan kesehatan dan untuk mengurangi nafsu sy akan makanan enak. Dan sy juga setuju dengan pendapat sbgn teman2 disini bahwa vegetarian, tidak terkait dengan prinsip cinta-kasih ataupun kesucian.

Namun satu hal lain, sy juga bersikap ikut tidak mengkonsumsi/menggunakan atribut tertentu dengan alasan tertentu, contohnya:
- Sy tidak mau makan telur penyu, krn tidak setuju pengambilan telur penyu besar2an demi konsumsi umum. Telur penyu harus dilestarikan demi kelangsungan hidup satwa langka ini.
- Sy juga tidak makan sirip hiu, dgn alasan yg sama spt diatas. Sy pernah ikut membuat kaos bertuliskan: "We don't need Shark Fin for Health"
- Sy juga tidak mau membeli barang2 dari kulit buaya asli, tempurung penyu asli, kulit binatang berbulu (yg dibuat mantel, sepatu, hiasan, dll)..
Ini sebagai bentuk protes sy.

Alasan ini sama dgn himbauan untuk:
- mengurangi pemborosan pemakaian kantong plastik (sy sering membawa kantong kain sendiri kalau belanja)
- mengurangi pemborosan listrik (mematikan lampu dll yg tidak perlu disiang hari)
Sebagian akan berpendapat bahwa kalau kita tdk pakai kantong plastik, yg lain juga akan pakai atau kalau kita tidak hidupkan lampu, toh orang lain akan tetap memboroskan listrik.. apalah effectnya tindakan minor kita? Tapi yah tetap sy lakukan juga...

::


Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #891 on: 17 October 2011, 11:57:24 AM »
Misalnya ada seorang pria beristri berhubungan seksual secara salah dengan seorang gadis miskin. Setelah si gadis hamil, maka si pria tidak bertanggung-jawab tersebut meninggalkannya. Karena si gadis tidak punya kemampuan menghidupi anaknya, maka ia memberikan anaknya untuk diasuh orang lain. Tapi ada beberapa orang beranggapan: "kalau kita urus anak di luar nikah ini, objek hasil hubungan seksual yang salah ini, maka berarti kita mendukung pelanggaran sila ke tiga." Maka ditolaknyalah anak ini demi 'belas kasih' pada wanita-wanita lain agar jangan sampai mendapat perlakuan yang sama.

Gimana, Bro JW? Ada kesamaan yang menarik di sisi tertentu, bukan!? ;D


Anak itu kan punya perasaan, tas kulit mana punya perasaan kk.... :P

Perumpamaan yg diberikan Bro Kai itu, untuk membandingkan tindakan dari sisi si pelaku, bukan dari sisi objeknya (makanan, tas, anak).

Pengen tau jawaban dari sisi si pelaku, yg melihat daging dari sisi pembunuhannya.. sama saja halnya melihat si anak dari sisi proses pembuatannya... sama2 dihasilkan dari tindakan yg melaggar norma masyarakat.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #892 on: 17 October 2011, 11:59:23 AM »
kalau bisa kasih contoh dong, bijimana ?
Quote
Quote from: morpheus on 08 October 2011, 05:38:00 PM
mau nambahin sedikit...

menurut saya, dalam mempelajari segala sesuatu, sikap mental yg harus dihindari adalah sikap mental yg menganggap apa yg sudah kita pahami itu sebagai sesuatu yg final, sesuatu yg sudah tidak akan berubah lagi. sikap mental seperti ini yg akan menyebabkan kita menutup terhadap sesuatu yg baru, yg mungkin akan membawa kita kepada pemahaman yg lebih tinggi.

sikap mental yg baik adalah sikap mental yg menganggap bahwa apa yg kita pahami sekarang adalah sementara sifatnya. dengan demikian masih ada peluang untuk memperbaiki pemahaman kita yg sudah ada. dalam pengalaman saya, pemahaman dhamma itu adalah sesuatu yg berevolusi sejalan dengan berjalannya waktu. ragukan segalanya, termasuk apa yg sudah kita pelajari dan anggap benar...

Quote from: Sumedho on 09 October 2011, 09:04:28 AM
well spoken mate. couldn't agree more


kalau bisa kasih contoh dong, bijimana ?

tatiyampi, takut kaga di jawab dan tenggelam ;D

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #893 on: 17 October 2011, 12:08:22 PM »
Gmn dgn sayuran organik kk? Apakah setiap sayuran pasti terdapat pembunuhan?
Walaupun 'merk'-nya organik atau apa, sebetulnya tidak beda jauh dengan yang biasa. Bahkan kalau organik justru ada 'bolong-bolong' bekas dimakan ulat 'kan? Lalu di-ke-manain uletnya? ;D

Quote
Oh ya, membunuh hewan merugikan kan karmanya tidak seberat hewan bermanfaat benar gak?
Merugikan dari sisi apa? Kalau dari pandangan keseimbangan alam, maka boleh dibilang karma paling ringan adalah membunuh manusia yang paling merugikan alam. ;D

Di alam, kebanyakan makhluk memiliki perannya sendiri. Misalnya ulat nantinya akan jadi kupu-kupu yang membantu penyerbukan tanaman. Mana mungkin kita hanya menilai dari sisi merugikan (makanin daun yang juga kita makan) saja?


Dan kembali lagi, proses memakan daging tidak sama dengan proses membunuh hewan. Pendek kata, jika proses memakan itu berkaitan langsung dengan pembunuhan/penganiyaan hewan, maka itu harus dihindari.


Anak itu kan punya perasaan, tas kulit mana punya perasaan kk.... :P
Bukan masalah di objek (yang satu hidup, satu tidak), sebab selalu kembali ke objek itu netral.

Di sini persamaannya adalah ada pelanggaran (pembunuhan & hubungan seksual tidak benar). Dari pelanggaran ini, maka dihasilkan objek (daging & anak 'haram'). Lalu karena gagal melihat netralitas antara keduanya bahwa keduanya tidak selalu berkaitan langsung, maka seseorang membuat korelasi pasti bahwa penggunaan objek hasil adalah pendukung pelanggaran sila. (Makan daging = mendukung pembantaian; mengangkat anak 'haram' = mendukung perbuatan seksual salah.)



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #894 on: 17 October 2011, 12:17:08 PM »
Maaf tau tau nimbrung,

Mengenai Vege saya ada pemikiran sendiri, mungkin sama atau mungkin jg dah di post oleh yg lain

Pertama, saya selalu ingat pemikiran buddhis adalah pemikiran kediri sendiri bukan keluar

jadi saat seseorang memutuskan untuk vege,maka hendaknya keputusan itu didasari dari kepentingannya sendiri. bukan karena faktor luar.

maksud saya, bila kita mengaitkan vege itu mengurangi pembunuhan (mengurangi bukan berarti menghapus semua) maka bisa dikatakan benar. yah walaupun nantinya mungkiin yang dibunuh sama saja, hanya saja dagingnya tidak laku dan dibuang selanjutnya, tetapi kita melihat dalam diri sendiri, "pembunuhan" yang ada dipikiran lah yang berkurang, dan saya rasa itu ada manfaatnya juga.
Betul, memang ada kalanya kita lihat dari manfaat ke bathin kita apakah bermanfaat. Tapi apakah memiliki pandangan salah yang menyebabkan diri lebih tenang, adalah bermanfaat?
Misalnya di FB kemarin ada yang beranggapan kalau saya makan ayam dari sehari sekali, dikurangi jadi 2 hari sekali, maka nantinya tiap hari terhitung fangsheng 1 ayam.

Ini adalah pendapat yang sangat lucu, karena berarti kalau diet saya adalah ayam, kambing, sapi, ikan, maka ketika hari ini saya makan ayam, saya boleh berbangga hati telah fangsheng kambing, sapi, dan ikan. Kalau besok makan ikan, maka saya fangsheng ayam, kambing, sapi. Menarik sekali pandangan salah ini, bukan? ;D Di pikiran, terdapat 'fangsheng', namun apakah 'fangsheng' bener terjadi?



Quote
mengenai yang non vege, kita mesti melihat bagaimana niatan mereka, ada yang makan karena demand ada yang makan karena kemudahan dan lain sebagainya.

saya jg ingat mengenai perumpamaan, bagaimana di lingkungan suku tertentu yang tidak mengenal dhamma mungkin akan melakukan kamma buruk, walaupun hal itu adalah hal lumrah bagi mereka dan tidak dianggap kejahatan. hal itu dinamakan kebodohan batin.

saya rasa juga merupakan suatu kebodohan batin bagi kita, yang mendemand daging untuk konsumsi. alasannya karena dengan "mendemand" berarti kita secara tidak langsung "menyuruh" seseorang memenuhi "demand" kita, dan dengan demikian orang tersebut melakukan karma buruk dengan menangkap makhluk hidup/memperbudak kehidupan makhluk hidup, membunuh makhluk hidup serta tidak mengubur dengan layak makhluk hidup lain.
Kalau soal non-vege, ini tentu ada yang tidak pantang sama sekali dan ada yang pantang dengan alasan tertentu, misalnya yang menyebabkan pembunuhan langsung seperti aturan dalam Theravada. Lalu konsumsinya sendiri berkenaan dengan nafsu pada citarasa. Makanan apapun baik daging atau non-daging, yang dengannya kita memupuk kemelekatan pada rasa, itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihindari.


Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #895 on: 17 October 2011, 12:51:48 PM »
kalau bisa kasih contoh dong, bijimana ?
tatiyampi, takut kaga di jawab dan tenggelam ;D
ini pertanyaan buat saya atau buat suhu?

kalo buat saya, perkembangan pemahaman dhamma itu ada di dalam batin masing2.
contoh saya gak relevan buat orang lain. vice versa.
semua orang mempunyai perkembangan pemahaman masing2.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #896 on: 17 October 2011, 02:14:08 PM »
Meskipun tidak vegetarian, namun saya sendiri juga bukan 'penggemar daging', belakangan sy malah sulit untuk makan daging (krn udah jarang makan sehingga 'berbau darah' / amis). Prinsip sy terkait vegetarian ini, sy berusaha sebisa mungkin untuk mengurangi konsumsi daging saya, alasannya: lebih ke alasan kesehatan dan untuk mengurangi nafsu sy akan makanan enak. Dan sy juga setuju dengan pendapat sbgn teman2 disini bahwa vegetarian, tidak terkait dengan prinsip cinta-kasih ataupun kesucian.

Namun satu hal lain, sy juga bersikap ikut tidak mengkonsumsi/menggunakan atribut tertentu dengan alasan tertentu, contohnya:
- Sy tidak mau makan telur penyu, krn tidak setuju pengambilan telur penyu besar2an demi konsumsi umum. Telur penyu harus dilestarikan demi kelangsungan hidup satwa langka ini.
- Sy juga tidak makan sirip hiu, dgn alasan yg sama spt diatas. Sy pernah ikut membuat kaos bertuliskan: "We don't need Shark Fin for Health"
- Sy juga tidak mau membeli barang2 dari kulit buaya asli, tempurung penyu asli, kulit binatang berbulu (yg dibuat mantel, sepatu, hiasan, dll)..
Ini sebagai bentuk protes sy.
Ya, kalau sebagai bentuk protes, saya setuju. Beberapa makanan juga saya tidak makan bukan karena saya lihat makan makanan itu = tidak cinta kasih, atau makanan itu = kotor/haram, tapi memang sebagai sikap protes saja, kadang agar orang juga lebih memperhatikan.


Quote
Alasan ini sama dgn himbauan untuk:
- mengurangi pemborosan pemakaian kantong plastik (sy sering membawa kantong kain sendiri kalau belanja)
- mengurangi pemborosan listrik (mematikan lampu dll yg tidak perlu disiang hari)
Sebagian akan berpendapat bahwa kalau kita tdk pakai kantong plastik, yg lain juga akan pakai atau kalau kita tidak hidupkan lampu, toh orang lain akan tetap memboroskan listrik.. apalah effectnya tindakan minor kita? Tapi yah tetap sy lakukan juga...

::
Nah, kalau di sini, kembali lagi saya kurang cocok.
Daging disiapkan untuk dikonsumsi. Apakah kita konsumsi atau tidak, hewan telah dibantai. Misalnya di depan kantor ada tukang mie ayam, anggaplah 10 ayam terbantai untuk dagangannya sehari. Nah, apakah saya makan atau tidak makan, tetap ayam itu sudah terbantai. Jika semua konsumennya hari itu terconvert jadi MLDD dan tidak ada yang makan mie ayam tersebut, tetap 10 ayam telah terbantai.

Listrik tersedia untuk dikonsumsi. Misalnya total pemakaian AC adalah 10. Jika saya mematikan 1, walaupun yang lain tetap menyala, tapi tetap ada penghematan 1 AC, jadi pemakaian adalah 9 AC.
Begitu juga plastik, misal per hari ada pemakaian di kantor 20 kantong plastik, jika saya mengurangi untuk diri sendiri dan pemakaian jadi 19 kantong plastik, maka ada pengurangan sampah plastik dari 20 menjadi 19.

Pengurangan listrik dan sampah adalah hal-hal yang nyata hasilnya yang bisa kita lakukan, berbeda dengan 'tidak makan daging' yang proses pembunuhan dan konsumsinya adalah independen, makan/tidak makan, tidak memiliki relevansinya, setidaknya tidak secara langsung. 


Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #897 on: 17 October 2011, 02:22:26 PM »
Betul, memang ada kalanya kita lihat dari manfaat ke bathin kita apakah bermanfaat. Tapi apakah memiliki pandangan salah yang menyebabkan diri lebih tenang, adalah bermanfaat?

saya rasa tidak ada pandangan yang salah, dalam situasi manusia dewasa yang sejak lahir telah diberi makanan non vege. tentunya sangat sulit untuk menjauhkan makanan2 berdaging tersebut dalam menu sehari hari, tanpa diberi pandangan bagaimana makanan mereka diperoleh.

sudah sangat obvious Paha KFC, Ayam Goreng, Bakso Malang, dan lain sebagainya diperoleh dengan merenggut nyawa makhluk hidup. Lain halnya jika dikatakan makanan tersebut diambil dari pemeliharaan binatang ternak, lalu ditunggu meninggal dan baru diolah.

note: saya tidak mengganggap memakan daging adalah kamma/karma buruk karena daging hanyalah objek.

Dengan mengesampingkan seperti pandangan ormas di Indo seperti MUI yang mengharamkan sesuatu berdasar penyalahgunaan, demikian juga kita mengesampingkan bahwa memakan daging adalah akar dari suatu Perbudakan dan Pembunuhan massal Makhluk hidup.

Bagi para peternak selain mereka ingin memakan daging juga, sebenarnya motif mereka adalah uang, jadi para peternak bukan memuaskan nafsu mereka dengan semakin banyak membunuh maka semakin puas mereka.

Menjadi Vege adalah sesuatu yang benar (NOTE : Saat anda bisa memilih) adalah pandangan yang paling tepat menurut saya.

Mungkin akan ada banyak kontroversi mengenai pernyataan, "Menjadi Vege Mengurangi Pembunuhan"

tetapi saya rasa tidak ada yang dapat mengcounter pernyataan "Menjadi Non Vege Menambah Pembunuhan"

Quote
Misalnya di FB kemarin ada yang beranggapan kalau saya makan ayam dari sehari sekali, dikurangi jadi 2 hari sekali, maka nantinya tiap hari terhitung fangsheng 1 ayam.

Ini adalah pendapat yang sangat lucu, karena berarti kalau diet saya adalah ayam, kambing, sapi, ikan, maka ketika hari ini saya makan ayam, saya boleh berbangga hati telah fangsheng kambing, sapi, dan ikan. Kalau besok makan ikan, maka saya fangsheng ayam, kambing, sapi. Menarik sekali pandangan salah ini, bukan? ;D Di pikiran, terdapat 'fangsheng', namun apakah 'fangsheng' bener terjadi?

Saya kurang mengerti makna FangShen sebenarnya, demikian pandangan saya mengenai Fangshen teman FB tersebut

FangShen intinya adalah selain "Merasakan" , Belajar, Melakukan Pelepasan. intinya adalah suatu usaha untuk mengorbankan (dalam arti merelakan) suatu tindakan yang tidak baik dan tidak melakukannya lagi, walaupun hal itu akan merugikannya/menyakitinya secara duniawi(sebagaimana seperti orang yg tidak lulus karena menolak contekan teman dan gurunya).
 
FangShen mungkin suatu tindakan penuh toleransi bagi seorang manusia dalam existensinya dengan Alam (saya menggunakan kata Alam sebagai wakil dari Makhluk2 lainnya)

Jadi bagi teman FB tersebut, dengan merelakan tidak memakan makanan kesukaan dia, maka dia "berharap" keesokannya tidaklah perlu lagi untuk seekor ayam yang dipersiapkan dengan dipelihara, dikandangkan, di bunuh dan juga digoreng untuknya.

memang lucu sih ;D

Quote
Kalau soal non-vege, ini tentu ada yang tidak pantang sama sekali dan ada yang pantang dengan alasan tertentu, misalnya yang menyebabkan pembunuhan langsung seperti aturan dalam Theravada. Lalu konsumsinya sendiri berkenaan dengan nafsu pada citarasa. Makanan apapun baik daging atau non-daging, yang dengannya kita memupuk kemelekatan pada rasa, itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihindari.

Mengenai kemelekatan rasa saya setuju sekali

untuk pandangan Theravada saya punya contoh, seorang bhikkhu yang memakan ayam goreng yang dibeli oleh umatnya lalu dipersembahkan kepada Bhikkhu tersebut, bagaimana hal tersebut dikatakan bukan pembunuhan langsung. Penjual ayam goreng membunuh ayamnya secara khusus untuk dijual kepada pembeli, umat adalah pembeli maka umat membeli dari penjual tersebut.

Sang Bhikkhu memang hanya menerima dan tidak terkait dengan urusan si penjual dan pembeli tadi, dia hanya berurusan dengan Umat saja. Menolak makanan sungguh tidak enak, karena menghalangi perbuatan baik si Umat.

Pertanyaannya bila apa yang dilakukan Umat tersebut pada saat menjadi Pembeli salah, bagaimanakah penilaian seorang bhikkhu seharusnya terhadap pembeli tersebut?
« Last Edit: 17 October 2011, 02:24:29 PM by hatRed »
i'm just a mammal with troubled soul



Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #898 on: 17 October 2011, 02:39:33 PM »
Walaupun 'merk'-nya organik atau apa, sebetulnya tidak beda jauh dengan yang biasa. Bahkan kalau organik justru ada 'bolong-bolong' bekas dimakan ulat 'kan? Lalu di-ke-manain uletnya? ;D
Mungkin gak cuma diusir alias gak dibunuh?  :P

Quote
Merugikan dari sisi apa? Kalau dari pandangan keseimbangan alam, maka boleh dibilang karma paling ringan adalah membunuh manusia yang paling merugikan alam. ;D
Ia itu aku jg bingung soalnya merugikan itu relatif, tapi gmn menurut kk dgn pernyataan berikut:
Quote
Objek dari pembunuhan makhluk hidup yang dimaksud dibedakan menjadi :

1. Manusia
2. Binatang

1. Binatang yang berguna
2. Binatang yang tidak berguna
3. Binatang yang merugikan
4. Binatang yang tidak merugikan
Bobot kejahatan tergantung pada kebaikan dan besarnya makhluk yang bersangkutan. Pembunuhan terhadap seorang saleh atau seekor hewan besar ( gajah, lembu, kerbau, dll. ) dipandang lebih kejam daripada pembunuhan terhadap seorang yang keji, bengis, jahat ataupun seekor hewan kecil ( nyamuk, semut, kecoa, ulat, dll. ). Hal itu dianggap demikian karena usaha lebih besar diperlukan untuk melakukan kejahatan itu dan kehilangan yang ditimbulkan dipandang lebih besar.

Quote
Dan kembali lagi, proses memakan daging tidak sama dengan proses membunuh hewan. Pendek kata, jika proses memakan itu berkaitan langsung dengan pembunuhan/penganiyaan hewan, maka itu harus dihindari.
Yup, tp menurutku makan vegetarian jg bgs sepanjang gak fanatik, lebih tepatnya ada apa aja ya makan tidak terikat kemelekatan pada rasa ya?

Quote
Bukan masalah di objek (yang satu hidup, satu tidak), sebab selalu kembali ke objek itu netral.

Quote
Di sini persamaannya adalah ada pelanggaran (pembunuhan & hubungan seksual tidak benar). Dari pelanggaran ini, maka dihasilkan objek (daging & anak 'haram'). Lalu karena gagal melihat netralitas antara keduanya bahwa keduanya tidak selalu berkaitan langsung, maka seseorang membuat korelasi pasti bahwa penggunaan objek hasil adalah pendukung pelanggaran sila. (Makan daging = mendukung pembantaian; mengangkat anak 'haram' = mendukung perbuatan seksual salah.)

ic... Tapi menurut kk cara yg tepat untuk mengurangi kemelekatan pada makanan n cara untuk mengurangi pembantaian hewan ternak gmn kk? Kl biasa kt makan diluar kan mikir mau makan apa yah... kl pgn makan ini itu termasuk kemelekatan bkn kk? Thx....
« Last Edit: 17 October 2011, 02:45:56 PM by M14ka »

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #899 on: 17 October 2011, 02:50:29 PM »
Ya, kalau sebagai bentuk protes, saya setuju. Beberapa makanan juga saya tidak makan bukan karena saya lihat makan makanan itu = tidak cinta kasih, atau makanan itu = kotor/haram, tapi memang sebagai sikap protes saja, kadang agar orang juga lebih memperhatikan.

Jadi vegetarian ada yg salah gak kk? kl gak sebaiknya mereka boleh kampanye gak? Kalo boleh sebaiknya dgn slogan apa yah kalo bukan dengan cinta kasih?

 

anything