//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 585180 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #840 on: 07 September 2011, 05:01:42 PM »
Apakah semua makhluk hidup terbagi 2 jenis kelamin? Makhluk dewa, setan, cahaya/tanpa rupa punya jenis kelamin gak?

Offline No Pain No Gain

  • Sebelumnya: Doggie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.796
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
  • ..............????
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #841 on: 07 September 2011, 05:04:33 PM »
Apakah semua makhluk hidup terbagi 2 jenis kelamin? Makhluk dewa, setan, cahaya/tanpa rupa punya jenis kelamin gak?

duh gak tau jg ya...makhluk yang hemafrodit kayaknya ada..mungkin yg di bawah bisa menjawab..
No matter how dirty my past is,my future is still spotless

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #842 on: 07 September 2011, 06:23:59 PM »
MELIHAT,

banyak sekali kekurangan dari mata. jadi MELIHAT adalah sesuatu yg tidak dpt diandalkan....

salah satu contoh pada terik panas, dan bila melihat ke jalan aspal yg jauh... seakan-akan ada
genangan air !....jadi dpt kah anda mempercayain mata ini ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #843 on: 07 September 2011, 07:02:07 PM »
Saya sering membaca maupun mendengar suatu kalimat pendek yang mungkin cuku sering terdengar di kalangan buddhist

"Seeing thing as they are"

Bagaimana hal tersebut dapat membawa seseorang pada keseimbangan batin yang bermanfaat ? Karena kalimat tersebut jika dinalar seperti anti kritik  :-?

Ya sama  ;D

Misal ada orang yang mengkritik, lalu si pihak yang dikritik karena "melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya" maka dia menganggap bahwa kiritikan itu bisa terjadi kapan saja dan akhirnya...  CUEK  ;D
Ada 2 hal di sini, yaitu tentang keseimbangan bathin, dan tentang memahami fenomena apa adanya dalam konteks Buddha-dhamma.

Keseimbangan bathin ada 2: yang tidak bermanfaat, yaitu disertai ketidak-tahuan/kebodohan; dan yang bermanfaat, yaitu yang disertai pengetahuan/kebijaksanaan. Dalam contoh sehari-hari sederhana, kalau orang dimaki-maki dengan bahasa yang tidak dimengerti, dia tidak tahu sedang dimaki, maka dia diam saja. Nampak seimbang. Ini keseimbangan yang tidak disertai pengetahuan. Jika ia ngerti bahasanya, dan tetap seimbang, maka ini adalah keseimbangan yang disertai pengetahuan. (Di sini pengetahuannya versi lokiya/duniawi.)

Dalam konteks Buddha-dhamma, seseorang memahami fenomena apa adanya adalah bahwa ia telah memahami penderitaan sepenuhnya, sehingga ia tidak lagi mengkonsepsikan apapun yang dipegang sebagai 'aku/diri' dan tidak lagi berada/melekat/berdiam di manapun. Dengan demikian, penderitaan tidak lagi muncul.

Saya pikir memang kita tidak tahu bathin seseorang apakah ia adalah Arahant, bodoh, cuek, atau semata-mata pasrah belaka.
Dalam contoh kasar misalnya seseorang berkata: "jelek luh!"
Maka mungkin orang pasrah menerima dengan pola pikir: "yah emang gue paham fenomena bentuk muka gue jelek" atau "gue paham muka gue ganteng, tapi emang orang ngiri sama gue dan bilang gue jelek adalah fenomena apa adanya."
Orang bodoh mungkin berpikir: "sepertinya dia memuji gue menawan seperti F4."
Orang cuek mungkin berpikir: "jelek-jelek juga bini gue tiga, peduli amat."

Sementara jika dikatakan ke seorang Arahant, ia tidak lagi menggenggam sesuatu untuk dipertahankan sebagai 'aku' atau 'milikku' atau 'sifatku', sehingga kebijaksanaannya tidak lagi mengkonsepsikan suatu pembanding yang berpotensi pada menyukai, menolak, atau netral. Pengetahuan (duniawi) apapun yang muncul atau diterima, tidak akan berpengaruh pada keseimbangan bathinnya. Semua tidak lagi relevan. Sejauh-jauhnya, ia hanya akan menggunakan sisa kecenderungan duniawinya (vasana) sebagai pembanding.

Jadi kembali lagi, kebijaksanaan seseorang memang sulit dikenali. Dari 3 perasaan, yang netral menurut saya memang yang paling rumit, karena berhubungan dengan panna (yang adalah lebih halus). Dua lainnya, menyenangkan yang berhubungan dengan keserakahan, tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kebencian, cenderung lebih mudah dikenali, walaupun ada yang sangat halus juga.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #844 on: 07 September 2011, 07:06:45 PM »
Apakah semua makhluk hidup terbagi 2 jenis kelamin? Makhluk dewa, setan, cahaya/tanpa rupa punya jenis kelamin gak?
Brahma dikatakan tidak memiliki gender dan karakteristiknya adalah laki-laki. Arupa Brahma, tidak bisa dinilai karena tidak ada 'rupa'-nya. Lainnya dikatakan memang ada pria, wanita, dan di antaranya. Saya rasa untuk 'yang di antaranya' tidak ada di alam bahagia, sebab 'terjebak' di antaranya dikatakan karena perilaku asusila.


Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #845 on: 17 September 2011, 02:05:58 PM »
halo om ;D.

saya mau nanya, karena akhir-akhir ini sering baca di forum tentang karma/kamma ;D.

kalo saya baca-baca di forum, sepertinya buah karma itu mudah banget yah munculnya, seperti contohnya maling yang berhasil merampok disebut karena buah karma baiknya lagi dipanen ;D.

tapi kok menurut sepahaman saya, karma itu seharusnya seperti pencapaian kesucian gitu, ada jalannya kemudian baru muncul buahnya, bukan sedikit-dikit langsung muncul buah ;D. jadi ketika dia berhasil merampok itu bukan buah karmanya tapi cuma proses untuk mematangkan buah karmanya ;D.

contohnya ketika dia merampok dan berhasil, tapi setelah itu dia melihat orang yang dia rampok menjadi stress dan bunuh diri, hingga muncul kesadaran perbuatan dia itu salah dan mulai untuk meninggalkan perbuatan itu ;D.
atau bisa juga ketika dia merampok dan berhasil, kemudian dia menjadi terkenal di antara rekan-rekan seprofesi sehingga dia menjadi sombong dan melakukan perampokan terus menerus hingga akhirnya dia tertembak, menderita dan menjelang kematiannya pikiran2 buruk berhamburan dst.

jadi yang saya mau tanyakan apakah benar buah karma itu memang timbul setiap saat dengan mudahnya? ;D
atau yang "dibilang" buah karma itu sebenarnya adalah jalan/proses untuk munculnya buah karma yang sesungguhnya? ;D

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #846 on: 17 September 2011, 03:25:49 PM »
halo om ;D.

saya mau nanya, karena akhir-akhir ini sering baca di forum tentang karma/kamma ;D.

kalo saya baca-baca di forum, sepertinya buah karma itu mudah banget yah munculnya, seperti contohnya maling yang berhasil merampok disebut karena buah karma baiknya lagi dipanen ;D.

tapi kok menurut sepahaman saya, karma itu seharusnya seperti pencapaian kesucian gitu, ada jalannya kemudian baru muncul buahnya, bukan sedikit-dikit langsung muncul buah ;D. jadi ketika dia berhasil merampok itu bukan buah karmanya tapi cuma proses untuk mematangkan buah karmanya ;D.

contohnya ketika dia merampok dan berhasil, tapi setelah itu dia melihat orang yang dia rampok menjadi stress dan bunuh diri, hingga muncul kesadaran perbuatan dia itu salah dan mulai untuk meninggalkan perbuatan itu ;D.
atau bisa juga ketika dia merampok dan berhasil, kemudian dia menjadi terkenal di antara rekan-rekan seprofesi sehingga dia menjadi sombong dan melakukan perampokan terus menerus hingga akhirnya dia tertembak, menderita dan menjelang kematiannya pikiran2 buruk berhamburan dst.

jadi yang saya mau tanyakan apakah benar buah karma itu memang timbul setiap saat dengan mudahnya? ;D
atau yang "dibilang" buah karma itu sebenarnya adalah jalan/proses untuk munculnya buah karma yang sesungguhnya? ;D
Karma itu sulit diketahui prosesnya. Tapi memang betul, BIASANYA tidak muncul seketika. Jadi kalau orang merampok dan menikmati hasilnya, sepertinya itu adalah buah karma baiknya di masa lampau, entah yang mana. Kalau tertangkap dan digebuki, misalnya, itu juga belum tentu buah karma buruk dari merampok itu, tapi dari karma buruk lain di masa lampau yang kebetulan berbuah karena didukung kondisi merampok tersebut.

Dalam satu perbuatan merampok, jelas dia menanam karma buruk baru. Tapi bersamaan dengan proses penanaman karma itu, banyak karma lain berinteraksi. Ada karma yang menjadi terhalang proses berbuahnya, ada yang terdukung proses berbuahnya. Maka sangat rumit sekali.

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #847 on: 17 September 2011, 03:48:06 PM »
Karma itu sulit diketahui prosesnya. Tapi memang betul, BIASANYA tidak muncul seketika. Jadi kalau orang merampok dan menikmati hasilnya, sepertinya itu adalah buah karma baiknya di masa lampau, entah yang mana. Kalau tertangkap dan digebuki, misalnya, itu juga belum tentu buah karma buruk dari merampok itu, tapi dari karma buruk lain di masa lampau yang kebetulan berbuah karena didukung kondisi merampok tersebut.

Dalam satu perbuatan merampok, jelas dia menanam karma buruk baru. Tapi bersamaan dengan proses penanaman karma itu, banyak karma lain berinteraksi. Ada karma yang menjadi terhalang proses berbuahnya, ada yang terdukung proses berbuahnya. Maka sangat rumit sekali.

kalo ada ungkapan "selama buah kamma belum berbuah, maka orang tersebut belum menyadari akibat dari tindakan yang telah dia lakukan".
nah, kalo memang buah kamma itu muncul setiap saat, apa benar dia sama sekali tidak menyadarinya? ;D
lalu buah kamma yang seperti apa yang bisa menyadarkan orang itu? ;D
atau malah tidak ada buah kamma yang bisa menyadarkan orang itu karena menganggap itu semua sebagai hal yang biasa? ;D

terus, sebenarnya hukum kamma itu untuk apa? ;D
untuk menakut-nakuti, sehingga seseorang menjadi melekat pada perbuatan baik sehingga bisa menuai hasil yang baik? ;D
atau, untuk menyadari begitulah cara kerja alam semesta ini, sehingga memotivasi orang untuk berusaha tidak membuat kamma baru lagi? ;D

Offline William_phang

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.101
  • Reputasi: 62
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #848 on: 17 September 2011, 04:51:18 PM »
kalo ada ungkapan "selama buah kamma belum berbuah, maka orang tersebut belum menyadari akibat dari tindakan yang telah dia lakukan".
nah, kalo memang buah kamma itu muncul setiap saat, apa benar dia sama sekali tidak menyadarinya? ;D
lalu buah kamma yang seperti apa yang bisa menyadarkan orang itu? ;D
atau malah tidak ada buah kamma yang bisa menyadarkan orang itu karena menganggap itu semua sebagai hal yang biasa? ;D

terus, sebenarnya hukum kamma itu untuk apa? ;D
untuk menakut-nakuti, sehingga seseorang menjadi melekat pada perbuatan baik sehingga bisa menuai hasil yang baik? ;D
atau, untuk menyadari begitulah cara kerja alam semesta ini, sehingga memotivasi orang untuk berusaha tidak membuat kamma baru lagi? ;D

saya coab ikutan jawab ya ...
Apapun yg kita alami adalah buah kamma kita... kita bisa melihat, mencium, mengecap, merasa, mendengar juga karna kamma... Panca Indera ini bisa berfungsi dengan baik juga dihasilkan oleh kamma... krn kammajarupa sehingga kita bisa melihat, mendengar, merasa sentuhan, mencium, dan mengecap....

Kadang ada orang yg matanya tidak ada masalah, tetapi tidak bisa meilihat krn tidak ada "materi halus" yg berfungsi untuk melihat....

Dalam hidup ini, kita selalu berlaku kayak gini.... vipaka--kamma---vipaka--kamma--sdb.. setiap kita alami sesuatu sebgai vipaka terus kita response vipaka tsb dengan membuat kamma baru...trs demikian...selama belum mencapai arahat..

Hukum kamma adalah hukum alam..jd tidak untuk menakut2i... kalo kita selaras dengan hukum tersebut maka hidup kita akan tidak mengalami banyak masalah.. kalo bertentangan dengan hukum tersebut ya akan mengakibatkan banyak masalah....

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #849 on: 17 September 2011, 06:49:36 PM »
 _/\_ ikut nimbrung ya.
IMO, sebelumnya mungkin perlu untuk mengetahui pengertian dari kata kamma / karma.
ini saya ambil dari buku dhamma study group bogor.
Pengertian kamma
A. Umum
Perbuatan (semua jenis perbuatan), dan juga hasil perbuatan.
B. Buddha Dhamma:
  • Perbuatan yang disertai kehendak, jika tanpa kehendak maka bukan merupakan kamma.
  • Dalam Anguttara Nikaya III, 415 Sang Buddha bersabda : "Cetanaham bhikkhave kammam vadami" yang artinya "O. para bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma".
  • Hasil kamma disebut kamma vipaka.

saya jadi terpikir begini om,
jika yang disebut kamma itu adalah kehendak (cetana), maka ketika bertindak kita sebagai manusia biasa pasti didasari dengan kehendak kalo bukan baik ya buruk. nah ketika suatu perbuatan itu dilakukan dengan kehendak yang baik, maka ini nantinya akan menghasilkan kamma vipaka yang membuat kita menjadi bahagia. sebaliknya ketika suatu perbuatan itu dilakukan dengan kehendak yang buruk, maka ini nantinya akan menghasilkan kamma vipaka yang membuat kita menjadi menderita.
sehingga dalam kasus apapun, setiap tindakan kita yang disertai dengan cetana itu bisa disebut dengan kamma, dan hasil apapun atau kondisi apapun yang kita peroleh itu adalah kamma vipaka kita yang sedang berbuah.
kesimpulannya, ketika kita merasa bahagia entah karena satu dan lain hal, pada saat itu kita sedang menerima kamma vipaka dari kusala kamma yang pernah kita lakukan.
dan ketika kita merasa menderita entah karena satu dan lain hal, pada saat itu kita sedang menerima kamma vipaka dari akusala kamma yang pernah kita lakukan.
hanya sebatas itu yang bisa kita ketahui, mengenai apakah ini hasil dari perbuatan yang ini atau yang itu, kita tidak bisa mengetahui secara jelas dan pasti.
seperti jawaban om kainyn dalam kasus pencurian yang ditanyakan comel.

kalo salah mohon di koreksi ya om.  :)
menurut saya, dalam kasus pencurian itu, ketika si pencuri mencuri maka pada saat itu dia sedang menanam akusala kamma.
pada saat dia berhasil mencuri dan merasa bahagia karena menikmati hasil curian itu, ini adalah hal yang lain lagi, pada saat itu dia sedang menerima kamma vipaka dari kusala kamma yang pernah ia lakukan (entah kusala kamma yang kapan, kita tidak tahu). saya katakan kusala kamma pada saat itu yang dia rasakan adalah kebahagiaan.
tindakan mencuri dan perasaan bahagia karena mendapatkan itu adalah dua hal yang berbeda. walau kelihatannya sangat dekat.
ketika mencuri berarti sedang menanam, dan ketika mendapat berarti sedang memetik
kemudian ketika pencuri itu kembali mencuri dan mencuri lagi, pada saat itu dia sedang menanam akusala kamma (yang nanti akan dia terima buahnya, entah kapan, kita juga tidak tahu).
dan ketika suatu waktu dia tertangkap karena mencuri, pada saat itu dia sedang menerima kamma vipaka dari akusala kamma yang pernah ia tanam (yang membuahkan penderitaan, tetapi dari akusala yang mana kita pun tidak tahu).

oh iya, tapi sepertinya apa yang kita alami tidak selamanya hanya dipengaruhi oleh kamma ya om?
kalo g salah ada yang banyak2 faktor itu apa namanya om?
maaf lupa..  ;D
« Last Edit: 17 September 2011, 06:54:58 PM by hemayanti »
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #850 on: 19 September 2011, 08:54:20 AM »
oh kainyn, menurut om, bagian mana yang paling penting dari ajaran Buddha yang harus selalu kita ingat dan yang dapat menjadikan kita tetap di jalur yang benar dalam kehidupan ini?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #851 on: 20 September 2011, 10:41:57 AM »
kalo ada ungkapan "selama buah kamma belum berbuah, maka orang tersebut belum menyadari akibat dari tindakan yang telah dia lakukan".
nah, kalo memang buah kamma itu muncul setiap saat, apa benar dia sama sekali tidak menyadarinya? ;D
Menurut saya, ungkapan tersebut memang salah sama sekali dalam konteks hukum kamma. Ada bedanya antara sebab akibat secara umum, dan sebab-akibat secara kamma. Secara umum maling ditangkap lalu dihakimi massa, itu adalah sebab-akibat. Secara kamma, belum tentu demikian.


Quote
lalu buah kamma yang seperti apa yang bisa menyadarkan orang itu? ;D
atau malah tidak ada buah kamma yang bisa menyadarkan orang itu karena menganggap itu semua sebagai hal yang biasa? ;D
Terlepas dari bagaimanapun kejadian yang menimpa seseorang, tersadarkan akan hukum kamma adalah buah dari kamma baik. Banyak orang yang mengalami hal buruk, tapi tidak semua orang bisa tersadarkan, bahkan kadang membentuk pola pikir lebih parah lagi.

Quote
terus, sebenarnya hukum kamma itu untuk apa? ;D
untuk menakut-nakuti, sehingga seseorang menjadi melekat pada perbuatan baik sehingga bisa menuai hasil yang baik? ;D
atau, untuk menyadari begitulah cara kerja alam semesta ini, sehingga memotivasi orang untuk berusaha tidak membuat kamma baru lagi? ;D
Nah, ini dia pertanyaan sesungguhnya, pertanyaan yang sangat bagus. ;D

Kamma, kita tidak tahu prosesnya. Kita tidak tahu perbuatan ini mengakibatkan kejadian apa, di mana, kapan. Kita juga tidak tahu kejadian ini karena perbuatan masa lalu apa, di mana, kapan. Karena tidak tahu hal demikian, maka kita tidak mungkin 'tersadarkan' oleh keberadaan hukum kamma bahwa apa yang kita perbuat akan kembali ke diri kita sendiri. Lantas untuk apa kita belajar hukum kamma?

Hukum kamma diajarkan oleh Buddha adalah sebagai landasan pola pikir untuk memahami perbedaan kondisi manusia. Sementara banyak ajaran lain juga menawarkan pola pikir berbeda tentang kondisi manusia, Buddha menjelaskan bahwa baik-buruknya keadaan seseorang bukanlah dikarenakan pihak luar, namun dibentuk, disebabkan oleh kita sendiri. Dengan landasan pola pikir seperti ini, maka sedikitnya ada 2 hal bermanfaat timbul:
1. Tidak mencari pihak luar untuk dijadikan 'kambing hitam', menyalahkan kejadian yang menimpa kita pada pihak lain.
2. Memiliki semangat untuk menjadi lebih baik karena mengerti semua bisa diubah, bisa diusahakan, bukan nasib, bukan takdir tersurat mutlak yang ditentukan pihak lain.

Jadi memang hukum kamma bukan untuk dibuat spekulasi, bukan untuk menghakimi, dan bukan untuk dibuktikan. Justru kalau menilai hukum kamma secara berlebihan, dikit-dikit kamma, itu akan membentuk pola pikir yang tidak bermanfaat. Hukum kamma adalah sebagai landasan pola pikir bahwa semua terjadi ada sebabnya, dan dilakukan oleh diri sendiri. Dengan demikian, kita terhindar dari pandangan salah (akiriya/tanpa perbuatan, juga fatalisme/takdir); juga memiliki semangat untuk berbuat baik, dan takut berbuat jahat karena mengingat hal tersebut akan kembali lagi pada diri kita.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #852 on: 20 September 2011, 11:27:22 AM »
oh kainyn, menurut om, bagian mana yang paling penting dari ajaran Buddha yang harus selalu kita ingat dan yang dapat menjadikan kita tetap di jalur yang benar dalam kehidupan ini?
Pendapat saya, apa yang harus diingat oleh setiap orang adalah berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini karena pemahaman, kebijaksanaan, dan kondisi seseorang pun berbeda-beda. Kalau saya pribadi, saya fokus pada 3 akar penderitaan: keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin (LDM). Dalam kondisi apapun, ketika kita peka pada 'aktifitas' LDM, maka kita bisa belajar menilai 'hal ini mendukung pemupukan LDM, hal ini mendukung pengikisan LDM'. Dari penilaian itu sendiri, otomatis kita bisa memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan, dan apa yang sebaiknya dihindari.




Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #853 on: 07 October 2011, 08:16:31 AM »
 _/\_ om kainyn, saya mau tanya.
bagaimana cara mengetahui bahwa apa yang kita lihat, dengar dan alami sendiri itu adalah sang jalan?
itu adalah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #854 on: 07 October 2011, 11:02:09 AM »
_/\_ om kainyn, saya mau tanya.
bagaimana cara mengetahui bahwa apa yang kita lihat, dengar dan alami sendiri itu adalah sang jalan?
itu adalah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha?
Kalau saya pertama-tama justru tidak menetapkan satu 'jalan' tertentu sebagai 'sang jalan', satu doktrin tertentu adalah (pasti) dari Buddha.

Yang unik dari Dhamma itu, kita diajak senantiasa perhatian dan peka pada segala hal dalam kehidupan kita sendiri. Jadi kalau biasanya ketika kita belajar satu ajaran, maka kita diperkenalkan satu pandangan, dipegang sebagai kebenaran untuk dijadikan tolok ukur dalam kehidupan; sementara oleh Dhamma, sebaliknya justru kita disuruh memperhatikan ilusi-ilusi (=kebodohan bathin) yang telah kita pegang. Ketika kita telah berhasil melihatnya kemudian meninggalkan ilusi-ilusi tersebut, maka barulah kita mengetahui: inilah sang jalan.

Memperhatikan ilusi-ilusi itu adalah dengan penyelidikan. Apapun yang kita anggap sebagai kebenaran, senantiasa kita uji kebenarannya, jangan selalu diterima sebab kadang ilusi benar jika diterapkan di satu hal, tapi gagal diterapkan di hal lain. Terhadap yang meragukan juga kita uji kebenarannya, jangan selalu ditolak sebab kadang memang bisa saja penilaian awal kita adalah salah.
Penyelidikan terhadap pandangan ini selalu berfaedah. Kalau ternyata penilaian awal kita keliru, maka kita perbaharui pemahaman. Kalau memang penilaian awal kita benar pun, tetap kita menambah wawasan baru dalam pandangan yang kita pegang itu. (Penyelidikan selain oleh pengalaman diri sendiri juga bisa mencari input dari luar terutama dari guru dan teman.)

Mengenai ilusi-ilusi apa yang diperhatikan dan diselidiki, setiap orang punya ilusinya sendiri, punya kecenderungan masing-masing, maka tidak ada rumus baku atau daftarnya. Variasinya bisa tidak terhingga. Karena itu, memahaminya harus oleh diri sendiri (lewat meditasi perhatian/Satipatthana). Kalau secara kasarnya, bisa kita bahas lewat diskusi. Kalau Sis Hema mau, bisa coba ambil contoh kasus tertentu untuk dibahas.

« Last Edit: 07 October 2011, 11:05:54 AM by Kainyn_Kutho »