//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 586283 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1080 on: 27 December 2011, 11:14:14 AM »
Sama2.  _/\_
Ajaran Buddha adalah justru mengajarkan agar kita selalu waspada dan berperhatian penuh setiap saat. Konsumsi zat2 yang menghilangkan kesadaran itu akan mengganggu kewaspadaan kita, maka kita melatih diri menghindarinya.

Untuk yang minyak angin, sepertinya tidak ada zat yang menyebabkan hilangnya kesadaran. Juga setahu saya tidak ada zat addiktif dalam minyak angin yang menyebabkan tubuh 'menagih'. Paling-paling itu hanya sebatas kebiasaan dan 'kecanduan' secara psikologis saja, mungkin karena penggunaannya memberikan rasa yang enak. Ini tidak masalah, hanya saja ini juga berpotensi pada kemelekatan, dan semua kemelekatan tentu berpotensi pada penderitaan. (Contohnya kalau lagi di satu tempat, kehabisan minyak angin, maka bisa menderita karena hal itu.)

tq buat penjelasannya  :)

Semakin aq pikir  :-?, semua semakin kompleks ya  :'(

Ada asaran untuk melatih diri menghindari kemelekatan? Padahal qt tidak mempunyai rencana untuk melekat, semua terjadi begitu aja seperti kebiasaan.
Sebagai contoh internet, jaman dulu qt tidak menggunakannya tidak apa2 tapi sekarang kalau tidak membuka internet berasa ada yang kurang, apakah ini termasuk bentuk kemelekatan jg?

Pindah topik dikit, pikiran sesuatu yang kompleks. Sulit untuk melatih pikiran itu, terkadang bisa terbesit planning untuk melakukan tindakan tidak benar, sudah ada niat lah tapi kemudian tidak jadi dilaksanakan, apakah itu termasuk kamma? Begitupula sebaliknya, bila qt tidak mempunyai kehendak hanya berupa refleks lalu melakukan tindakan tidak benar, apakah itu jg kamma? Adakah suatu perbuatan yang tidak berakibat kamma?

Lalu manusia terlahir akibat kamma nya sendiri, dia tidak bisa memilih mau lahir di keluarga mana dalam bentuk rupa seperti apa.
Bagaimana dengan bayi yang dilahirkan tidak normal dan baru sebentar di dunia sudah meninggal, berarti dia blm membuat kamma apapun dunk. Lalu selanjutnya bagaimana? Kemudian kenapa orang tuanya bisa mendapatkan kamma seperti itu?
Bagaimana pula dengan orang yang memiliki kelainan seksual, sehingga dia berganti jenis kelamin, apakah ini termasuk tindakan asusila?Lalu akibatnya bagaimana?
Secara singkatnya bagaimana agar aq bisa lebih memahami proses kamma itu sendiri? Mengapa begini dan mengapa begitu :-?

Maaf banyak bertanya dan topiknya loncat2  ;D
mohon bimbingannya  ^:)^ ^:)^ ^:)^
Everything should be made as simple as possible but not simpler

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1081 on: 27 December 2011, 12:11:35 PM »
tq buat penjelasannya  :)

Semakin aq pikir  :-?, semua semakin kompleks ya  :'(

Ada asaran untuk melatih diri menghindari kemelekatan? Padahal qt tidak mempunyai rencana untuk melekat, semua terjadi begitu aja seperti kebiasaan.
Sebagai contoh internet, jaman dulu qt tidak menggunakannya tidak apa2 tapi sekarang kalau tidak membuka internet berasa ada yang kurang, apakah ini termasuk bentuk kemelekatan jg?
Ya, memang semua kesederhanaan ini sebetulnya kompleks. :) Maka memang sebaiknya jangan dibuat lebih rumit lagi.

Setiap orang punya kemelekatan yang berbeda, jadi untuk melatih diri, pertama-tama harus menyadari dulu kemelekatan kita masing-masing. Caranya adalah dengan berusaha selalu sadar dan sering memperhatikan bathin kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Ketika satu pikiran muncul, menyebabkan suatu perasaan, maka coba disadari. Tidak perlu ditolak atau didukung, tapi diketahui saja timbul-tenggelamnya. Kalau kita sering mengamati demikian, kita tahu pada hal apa saja kita cenderung melekat, dan bisa kita coba batasi.

Secara gampang, apapun yang keterkondisiannya cenderung pada munculnya gejolak perasaan bathin baik senang maupun sedih, maka itu bisa disebut kemelekatan. Seperti internet juga bisa saja menjadi kemelekatan, sehingga ketika tidak ada akses, maka timbul perasaan 'ada yang kurang' (=ketidak-puasan) itu.


Quote
Pindah topik dikit, pikiran sesuatu yang kompleks. Sulit untuk melatih pikiran itu, terkadang bisa terbesit planning untuk melakukan tindakan tidak benar, sudah ada niat lah tapi kemudian tidak jadi dilaksanakan, apakah itu termasuk kamma? Begitupula sebaliknya, bila qt tidak mempunyai kehendak hanya berupa refleks lalu melakukan tindakan tidak benar, apakah itu jg kamma? Adakah suatu perbuatan yang tidak berakibat kamma?
Ketika muncul kehendak dalam pikiran, itu sudah penanaman kamma lewat pikiran. Kemudian kamma diperkuat lagi dengan ucapan dan perbuatan (jasmani). Jadi ketika kita ada niat, walaupun hanya terbesit saja, sebetulnya itu sudah kamma, tapi tentu saja jika tidak dipupuk terus, maka kamma itu lemah dan mungkin tidak cukup untuk menghasilkan akibat signifikan. Tapi kalau kita benar mau berlatih, jangan membenarkan pikiran demikian dengan berpikir, 'ah, cuma mikir iseng doang', karena hal-hal kecil kalau sering dikembangkan, lama-lama jadi besar juga.

Kalau refleks yang betul-betul refleks, karena tidak didorong oleh kehendak di pikiran, maka tidak ada kamma yang terjadi di sana. Mungkin kita sering dengar kutipan dari Buddha Gotama: "Kehendak, para bhikkhu, yang kunyatakan sebagai kamma." Perbuatan lewat pikiran, ucapan, jasmani, menjadi 'subur' lewat kehendak. Tapi tanpa kehendak, ucapan dan perbuatan jasmani tidak ada kammanya.


Quote
Lalu manusia terlahir akibat kamma nya sendiri, dia tidak bisa memilih mau lahir di keluarga mana dalam bentuk rupa seperti apa.
Bagaimana dengan bayi yang dilahirkan tidak normal dan baru sebentar di dunia sudah meninggal, berarti dia blm membuat kamma apapun dunk. Lalu selanjutnya bagaimana? Kemudian kenapa orang tuanya bisa mendapatkan kamma seperti itu?
Kamma itu diwarisi dari kehidupan-kehidupan lampau, bukan hanya dimulai pada satu kelahiran terakhir. Itu sebabnya bahkan ada yang masih di janin namun mengalami abortus, ada yang meninggal saat dilahirkan, dan lain sebagainya. Buddhisme tidak menganut paham 'baru lahir = bersih seperti kertas kosong', namun semua makhluk mewarisi kamma lampaunya. Ketika janin/bayi meninggal, maka ia akan terlahir lagi di keadaan yang sesuai dengan kammanya yang matang pada saat tersebut.

Seorang anak bisa dilahirkan di keluarga tertentu juga memang karena punya hubungan kamma. Ada orang tua yang jadi bahagia karena anaknya, ada juga yang malah seumur hidup disusahkan oleh anaknya. Hal yang tidak baik yang dialami seseorang memang adalah buah kamma buruknya, tetapi bukan berarti dia tidak bisa mengusahakan dan mengubahnya menjadi lebih baik. Soal kamma masa lampau apa, tentu kita tidak tahu. Tapi ada kisah dhamma, mungkin bisa memberikan gambaran sedikit, yaitu sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak, padahal mereka orang yang baik. Suatu ketika, mereka berkesempatan bertemu Buddha Gotama dan bertanya mengapa mereka tidak bisa punya anak walaupun mereka adalah orang yang saleh (dalam kehidupan ini), dan Buddha memberitahu bahwa dulu di suatu kehidupan lampau, mereka naik kapal dan terkena bencana. Mereka berdua selamat dan terdampar di satu pulau. Karena tidak ada makanan, maka mereka setiap hari mencuri telur burung dan memakannya tanpa perasaan menyesal. Karena perbuatan jahat tersebut maka di kehidupan ini mereka tidak memiliki anak.
Ini hanya satu kisah saja, jangan dipukul rata semua yang tidak punya anak berarti dulunya suka curi telur burung yah. ;D

Quote
Bagaimana pula dengan orang yang memiliki kelainan seksual, sehingga dia berganti jenis kelamin, apakah ini termasuk tindakan asusila?Lalu akibatnya bagaimana?
Secara singkatnya bagaimana agar aq bisa lebih memahami proses kamma itu sendiri? Mengapa begini dan mengapa begitu :-?
Konon memang kelainan seksual disebabkan oleh perilaku seksual yang salah. Kalau untuk 'menerawang' proses dari sebab ini memunculkan akibat itu, ini sama sekali bukan kapasitas seorang biasa. Hanya seorang Buddha yang punya pengetahuan tersebut. Hukum kamma diajarkan ke kita agar kita mengerti konsekwensi sebab-akibat dari satu perbuatan, sehingga apapun yang terjadi di saat ini, kita tidak mencari sosok 'kambing hitam', namun menerima bahwa itu adalah akibat dari masa lampau; dan di sisi lain kita juga tidak melakukan perbuatan buruk dan semangat melakukan kebaikan, sebab akibatnya pasti kembali ke diri kita sendiri.

Teori kamma secara garis besar adalah semua hal yang kita lakukan dengan keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin sebagai akarnya, maka akan membuahkan perasaan tidak menyenangkan. Sebaliknya apa yang kita lakukan dengan tanpa keserakahan, tanpa kebencian, dan tanpa kebodohan bathin sebagai akarnya, maka akan membuahkan perasaan yang menyenangkan.


Quote
Maaf banyak bertanya dan topiknya loncat2  ;D
mohon bimbingannya  ^:)^ ^:)^ ^:)^
Tidak masalah topiknya loncat2, tapi jangan anggap saya sebagai pembimbing, tapi sebagai teman yang berbagi saja. :)

Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1082 on: 27 December 2011, 12:36:13 PM »
Teori kamma secara garis besar adalah semua hal yang kita lakukan dengan keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin sebagai akarnya, maka akan membuahkan perasaan tidak menyenangkan. Sebaliknya apa yang kita lakukan dengan tanpa keserakahan, tanpa kebencian, dan tanpa kebodohan bathin sebagai akarnya, maka akan membuahkan perasaan yang menyenangkan. ----> selain dosa, lobha, moha bukannya masih ada irsia?

Tidak masalah topiknya loncat2, tapi jangan anggap saya sebagai pembimbing, tapi sebagai teman yang berbagi saja. :) ---> Karena saya bertanya anda menjawab, maka secara tidak langsung anda jadi sensei ;D or senpai aja kl gt   
Everything should be made as simple as possible but not simpler

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1083 on: 27 December 2011, 01:47:14 PM »
----> selain dosa, lobha, moha bukannya masih ada irsia?
Irsiya atau iri-hati dan lain-lain itu 'turunan' dari ketidak-sukaan. Intinya 'tidak suka dengan kebahagiaan orang lain'. Lobha-Dosa-Moha ini jangan diartikan secara istilah umum, tapi dari yang kasar sampai yang halus. Bahkan 'kerinduan' kita pada makanan enak pun itu disebut lobha, bukan hanya serakah dalam artian umum.

Pada hakikatnya, kita semua digerakkan oleh lobha, keinginan akan suatu perasaan menyenangkan; dosa, penghindaran suatu perasaan tidak menyenangkan, dan moha, ketidaktahuan akan kebenaran. Dari dorongan ini, muncullah berbagai macam pikiran 'turunan' seperti materialisme, nafsu birahi, iri hati, pandangan salah, dan lain-lain.


Quote
---> Karena saya bertanya anda menjawab, maka secara tidak langsung anda jadi sensei ;D or senpai aja kl gt
;D Ya, kalo 'senpai' masih bisa diterima mengingat saya yang duluan masuk DC (Dojo Campuran) ini, tapi bukan berarti apa yang saya katakan pasti lebih benar dari para junior. Kalau kurang 'klop' dengan pemikiran, jangan ragu-ragu untuk menyanggah atau bertanya lebih lanjut.

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
PAHALA...
« Reply #1084 on: 27 December 2011, 01:59:38 PM »
pada agama lain, menurut penceramah katanya PAHALA akan berkurang,
kalau orang yg melakukan hal baik (spt menyumbang), trus dia koar2 memberitahukan bahwa sumbangan tsb adalah dari dia.

Apakah dalam hal tsb, karma baik juga akan berkurang, kalau seseorang koar2 tentang perbuatan baiknya ? (contoh : setiap ketemu orang dia bilang... nahhh pintu utama wihara dia yg nyumbang)

Apakah dlm Buddhist juga mengenal kata PAHALA ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1085 on: 27 December 2011, 02:59:22 PM »
pada agama lain, menurut penceramah katanya PAHALA akan berkurang,
kalau orang yg melakukan hal baik (spt menyumbang), trus dia koar2 memberitahukan bahwa sumbangan tsb adalah dari dia.

Apakah dalam hal tsb, karma baik juga akan berkurang, kalau seseorang koar2 tentang perbuatan baiknya ? (contoh : setiap ketemu orang dia bilang... nahhh pintu utama wihara dia yg nyumbang)

Apakah dlm Buddhist juga mengenal kata PAHALA ?
Wah, Buddhist justru kenal pahala = phala/buah.
Tapi kalau dalam teori kamma, tidak seperti itu. Berdana, maka dana itu sendiri punya pahalanya. Memberitahukan orang lain perihal sumbangannya, juga ada pahalanya tersendiri, tergantung niatnya, tapi tidak berarti selalu mengurangi pahala dari perbuatan baik itu sendiri. Jika berkoar-koar hanya untuk menyombongkan diri, maka itu akan jadi kata yang sia-sia, hanya memperkuat ego saja, tapi sepertinya pahala dari berdananya itu sendiri tetap ada, tidak menjadi hilang karena kesombongannya.


Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1086 on: 27 December 2011, 08:54:14 PM »
Irsiya atau iri-hati dan lain-lain itu 'turunan' dari ketidak-sukaan. Intinya 'tidak suka dengan kebahagiaan orang lain'. Lobha-Dosa-Moha ini jangan diartikan secara istilah umum, tapi dari yang kasar sampai yang halus. Bahkan 'kerinduan' kita pada makanan enak pun itu disebut lobha, bukan hanya serakah dalam artian umum. Irsiya ato irsia? #cuma ingin tau singkatannya aja#

Pada hakikatnya, kita semua digerakkan oleh lobha, keinginan akan suatu perasaan menyenangkan; dosa, penghindaran suatu perasaan tidak menyenangkan, dan moha, ketidaktahuan akan kebenaran. Dari dorongan ini, muncullah berbagai macam pikiran 'turunan' seperti materialisme, nafsu birahi, iri hati, pandangan salah, dan lain-lain. ---> Kalau menginginkan "perasaan menyenangkan ato menghindari perasaan tidak menyeangkan" kayanya itu sudah sifat alami deh, tinggal bagaimana cara meredamnya aja. Sedangkan ketidaktahuan akan kebenaran (tuing3x...) yg ini kaga ngarti maksudnya  :(. Apakah seseorang yang tidak mengetahui dhamma dikatakan moha? Apakah seseorang yang mengikuti "aliran sesat" juga moha? Padahal mereka kan mengganggap ajaran mereka pelajari itu benar.

;D Ya, kalo 'senpai' masih bisa diterima mengingat saya yang duluan masuk DC (Dojo Campuran) ini, tapi bukan berarti apa yang saya katakan pasti lebih benar dari para junior. Kalau kurang 'klop' dengan pemikiran, jangan ragu-ragu untuk menyanggah atau bertanya lebih lanjut. --->  woke senpai  ;D, walo qt beda aliran jangan lupa share trik2 waza juga ya  :P 

Oh ya, untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah bisa aq buktikan dengan ehipassiko. Tapi ada sesuatu yang qt ga bisa buktikan, misalnya alam kehidupan laen, bagaimana qt bisa membuktikan kalo qt belom pernah kesana  :-?
So bagaimana qt tau itu benar ato salah?

Sekian dan terima kasih
Everything should be made as simple as possible but not simpler

Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1087 on: 27 December 2011, 09:00:15 PM »
Wah, Buddhist justru kenal pahala = phala/buah.
Tapi kalau dalam teori kamma, tidak seperti itu. Berdana, maka dana itu sendiri punya pahalanya. Memberitahukan orang lain perihal sumbangannya, juga ada pahalanya tersendiri, tergantung niatnya, tapi tidak berarti selalu mengurangi pahala dari perbuatan baik itu sendiri. Jika berkoar-koar hanya untuk menyombongkan diri, maka itu akan jadi kata yang sia-sia, hanya memperkuat ego saja, tapi sepertinya pahala dari berdananya itu sendiri tetap ada, tidak menjadi hilang karena kesombongannya.

Padahal dalam kehidupan banyak tuh di temuin orang kaya gt, kalo mo berdana bahkan ada syaratnya dulu (ukir ato stempel nama pada benda yang di danakan bahkan ada yang minta diliput segala).
Berarti kalo qt mo berdana lebih baik menggunakan anonim aja? Jadi hanya "pencatat kamma" dan si pelaku aja yang tau...
Everything should be made as simple as possible but not simpler

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1088 on: 28 December 2011, 02:26:49 PM »
Kesombongan di manapun juga adalah hal semu yang rapuh. Orang memiliki pencapaian (duniawi) tertentu yang terkondisi dan berubah. Ketika kondisi tersebut berubah, namun ia masih melekat pada 'keberhasilan' tersebut. Akhirnya seperti petinju tua renta dan bongkok, selalu berpikir dirinya sekuat waktu dia masih juara dunia.

Bagaimana orang mengatasi kesombongan tersebut adalah dengan menyadari keterkondisian duniawi. Punya harta, punya nama baik, banyak pengikut, atau bahkan mencapai jhana 8, semua itu terkondisi. Memahami ketidak-kekalan tersebut, maka dia tidak akan melekatinya. Dengan begitu kesombongan pun akan memudar dengan sendirinya.

hehehe... iya ;D. soalnya banyak juga para orang tua yang membangga-banggakan masa lalunya kepada anak-anaknya, tapi nyatanya sekarang mereka tidak bertindak seperti dulu lagi, akhirnya anak-anaknya merasa orang tuanya cuma omong besar aja ;D. dari situ rasa hormat ke orang tua semakin berkurang ;D. begitu juga anaknya si anak ini, karena tidak melihat ortunya tidak menghormati ortunya maka, mereka juga tidak menghormati ortunya :P.

*sori om curhat ;D, soalnya tetangga sebelah sepertinya semakin hari semakin sering teriak-teriakan ngak jelas aja ;D.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1089 on: 28 December 2011, 06:24:13 PM »
Irsiya ato irsia? #cuma ingin tau singkatannya aja#
Bukan singkatan sih. Saya juga salah, seharusnya istilahnya "Issā" dalam Pali atau "Irsya" dalam Sanskrit.

Quote
---> Kalau menginginkan "perasaan menyenangkan ato menghindari perasaan tidak menyeangkan" kayanya itu sudah sifat alami deh, tinggal bagaimana cara meredamnya aja. Sedangkan ketidaktahuan akan kebenaran (tuing3x...) yg ini kaga ngarti maksudnya  :(. Apakah seseorang yang tidak mengetahui dhamma dikatakan moha? Apakah seseorang yang mengikuti "aliran sesat" juga moha? Padahal mereka kan mengganggap ajaran mereka pelajari itu benar.
Memang sudah 'alami', dan hal itu yang menyebabkan penderitaan. Tidak perlu ditolak, tapi disadari dan dipahami.

Mengenai moha, contoh kasarnya yah memang seperti aliran sesat. Tidak mampu melihat kenyataan, dikuasai oleh ilusi dalam pikiran, maka melekat pada pandangan salah. Walaupun Buddhis, kalau tidak memahami dhamma, hanya percaya buta, juga akan terperosok dalam moha ini.

Quote
--->  woke senpai  ;D, walo qt beda aliran jangan lupa share trik2 waza juga ya  :P 
Tenang saja, saya tidak akan pelit ilmu. ;D

Quote
Oh ya, untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah bisa aq buktikan dengan ehipassiko. Tapi ada sesuatu yang qt ga bisa buktikan, misalnya alam kehidupan laen, bagaimana qt bisa membuktikan kalo qt belom pernah kesana  :-?
So bagaimana qt tau itu benar ato salah?

Sekian dan terima kasih
Nah, ini adalah kesalahan persepsi yang sering terjadi dalam kalangan Buddhis. Ehipassiko sering diserukan di mana-mana seolah-olah SEMUA yang ada di Ajaran Buddha harus di-'ehipassiko'-kan. Sebetulnya tidak. Ehipassiko adalah merujuk pada Buddha-dhamma, yakni: 4 Kebenaran Mulia (dukkha, asal mula, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya). Buddha-dhamma ini yang bisa dibuktikan langsung, di sini dan sekarang. Tentang hal lain seperti kamma, alam lain, kekuatan bathin, dan lain sebagainya, itu TIDAK SELALU PERLU 'EHIPASSIKO'. Hal demikian adalah sebatas konsep yang membantu kita memahami 'gambaran' kehidupan ini saja misalnya mengapa manusia terlahir 'nasibnya' kok berbeda, maka dijelaskanlah konsep kamma. Tapi kamma itu tidak bisa dibuktikan secara pasti.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1090 on: 28 December 2011, 06:27:34 PM »
Padahal dalam kehidupan banyak tuh di temuin orang kaya gt, kalo mo berdana bahkan ada syaratnya dulu (ukir ato stempel nama pada benda yang di danakan bahkan ada yang minta diliput segala).
Berarti kalo qt mo berdana lebih baik menggunakan anonim aja? Jadi hanya "pencatat kamma" dan si pelaku aja yang tau...
Kadang satu perbuatan itu kita tidak bisa nilai dari perbuatannya sendiri, tapi juga dari niatnya. Ada kalanya si penyumbang memberitahukan kegiatan berdananya, bukan untuk pamer, tapi untuk memberi teladan bagi orang lain atau mengajak secara langsung orang lain berdana. Semua hal ini tidak sesederhana yang terlihat.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1091 on: 28 December 2011, 06:32:10 PM »
hehehe... iya ;D. soalnya banyak juga para orang tua yang membangga-banggakan masa lalunya kepada anak-anaknya, tapi nyatanya sekarang mereka tidak bertindak seperti dulu lagi, akhirnya anak-anaknya merasa orang tuanya cuma omong besar aja ;D. dari situ rasa hormat ke orang tua semakin berkurang ;D. begitu juga anaknya si anak ini, karena tidak melihat ortunya tidak menghormati ortunya maka, mereka juga tidak menghormati ortunya :P.

;D.
Kalau menurut saya sih memang tidak selalu kita bisa mempertahankan kejayaan masa lalu, namun itu tidak menjadikan alasan kita untuk selalu tidak percaya apa yang dikatakan. Misalnya seorang kakek, 50 tahun lalu adalah juara gulat nasional, bisa banting beruang madu. Sekarang sudah umur 70+, mana mungkin dia buktikan ketangguhannya? ;D

Tapi memang ada juga kasus yang masa lalunya dibesar-besarkan. Untuk itu sebagai anak memang harus memilah mana yang masuk akal dan tidak. Juga terlepas orang tuanya seperti apa, jangan sampai ditelantarkan. Ini perbuatan yang kurang berbudi.


Quote
*sori om curhat ;D, soalnya tetangga sebelah sepertinya semakin hari semakin sering teriak-teriakan ngak jelas aja
Ga apa, di sini juga bebas curhat. Yang tidak boleh hanya merusuh saja. ;D

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1092 on: 28 December 2011, 07:18:10 PM »
bicara tentang ehipasiko, saya jadi ingat, om kainyn, kan ada ya yang namanya anumana (melihat yang tidak terlihat dari yang terlihat)?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1093 on: 29 December 2011, 07:33:51 AM »
Bukan singkatan sih. Saya juga salah, seharusnya istilahnya "Issā" dalam Pali atau "Irsya" dalam Sanskrit.
Memang sudah 'alami', dan hal itu yang menyebabkan penderitaan. Tidak perlu ditolak, tapi disadari dan dipahami.

Mengenai moha, contoh kasarnya yah memang seperti aliran sesat. Tidak mampu melihat kenyataan, dikuasai oleh ilusi dalam pikiran, maka melekat pada pandangan salah. Walaupun Buddhis, kalau tidak memahami dhamma, hanya percaya buta, juga akan terperosok dalam moha ini.
----> mengenai moha aq masih belom donk :-?, bisa dijabarkan dengan rinci agar tidak ada kesalahan persepsi dr aq. Seperti dosa awalnya aq pikir hanya kebencian ternyata arti luasnya menghindari kepesaan tidak menyenangkan. CMIIW

Nah, ini adalah kesalahan persepsi yang sering terjadi dalam kalangan Buddhis. Ehipassiko sering diserukan di mana-mana seolah-olah SEMUA yang ada di Ajaran Buddha harus di-'ehipassiko'-kan. Sebetulnya tidak. Ehipassiko adalah merujuk pada Buddha-dhamma, yakni: 4 Kebenaran Mulia (dukkha, asal mula, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya). Buddha-dhamma ini yang bisa dibuktikan langsung, di sini dan sekarang. Tentang hal lain seperti kamma, alam lain, kekuatan bathin, dan lain sebagainya, itu TIDAK SELALU PERLU 'EHIPASSIKO'. Hal demikian adalah sebatas konsep yang membantu kita memahami 'gambaran' kehidupan ini saja misalnya mengapa manusia terlahir 'nasibnya' kok berbeda, maka dijelaskanlah konsep kamma. Tapi kamma itu tidak bisa dibuktikan secara pasti.  :-? :-? :-? Jadi intinya buddha dhamma itu 4kesunyataan mulia?, apakah jalan beruas delapan dan kamma juga termasuk?
Everything should be made as simple as possible but not simpler

Offline helenfransisca

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 124
  • Reputasi: 7
  • Gender: Female
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1094 on: 29 December 2011, 07:35:39 AM »
Kadang satu perbuatan itu kita tidak bisa nilai dari perbuatannya sendiri, tapi juga dari niatnya. Ada kalanya si penyumbang memberitahukan kegiatan berdananya, bukan untuk pamer, tapi untuk memberi teladan bagi orang lain atau mengajak secara langsung orang lain berdana. Semua hal ini tidak sesederhana yang terlihat.

Everything should be made as simple as possible but not simpler
Everything should be made as simple as possible but not simpler

 

anything