siapa sih bilang gak ada, metta ada kok dalam jmb8,
8 magga (Delapan ruas jalan utama) :
1. Samma Dithi (Pandangan benar)
2. Samma Sankappa (Pikiran benar)
3. Samma Vacca (Pembicaraan benar)
4. Samma kamanta (Perbuatan benar)
5. Samma Ajiva (Matapencaharian benar)
6. Samma Vayama (Usaha benar)
7. Samma Sati (Perhatian benar)
8. Samma Samadhi (Meditasi benar)
yaitu terdapat dalam upaya benar atau usaha benar antara lain;
Samma-vayama (Usaha Benar).
Usaha yang benar adalah usaha untuk membersihkan diri dan mengembangkan kebaikan. Hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. Usaha untuk menghindari kejahatan yang belum ada dalam diri.
2. Usaha untuk menghilangkan kejahatan yang sudah ada dalam diri.
3. Usaha untuk menumbuhkan kebaikan yang belum ada dalam diri.
4. Usaha untuk mengembangkan kebaikan yang sudah ada dalam diri.
menumbuhkan dan mengembangkan kebaikan ini termasuk kpada metta karuna mudita upekkha........
dan samadhi benar............(perhatian benar dan meditasi benar)
sedangkan meditasi ada 40 objek antara lain;
40 MACAM OBYEK MEDITASI
1. 10 Kasina (perwujudan benda), yaitu :
a. Pathavi kasina (wujud tanah)
b. Apo kasina (wujud air)
c. Tejo kasina (wujud api)
d. Vayo kasina (wujud udara)
e. Nila kasina (wujud warna biru)
f. Pita kasina (wujud warna kuning)
g. Lohita kasina (wujud warna merah)
h. Odata kasina (wujud warna putih)
i. Aloka kasina (wujud cahaya)
j. Akasa kasina (wujud ruang terbatas)
2. 10 Asubha
a. Uddhumataka: mayat yang melembung
b. Vinilaka : mayat dengan warna muka kebiru*an
c. Vipubbaka: mayat bernanah
d. Vicchiddaka: mayat terbelah di tengah
e. Vikkhayitaka: mayat dimakan binatang
f. Vikkhittaka: mayat hancur lebur
g. Hatavikkhittaka: mayat yang busuk & hancur
h. Lohitaka : mayat yang berdarah
i. Puluvaka: mayat yang dikerumuni belatung
j. Attikha : perwujudan tengkorak
3. 10 Anussati
a. Buddhanussati, perenungan thd SB bahwa beliau telah terbebas dari lobha, dosa & moha.
b. Dhammanussati, perenunagn terhadap Sang Dhamma yang tidak terkena lobha, dosa & moha
c. Sanghnussati, perenungan terhadap sangha yang terbebas dari Lobha, dosa & moha.
d. Silanussati, perenungan terhadap sila yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Caganussati, perenungan terhadap kebajikan yang telah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
f. Devatanussati, perenungan terhadap para dewa
g. Marananussati, perenungan terhadap kematian yang akan dialami semua mahluk..
h. Kayagatassati, perenungan terhadap kekotoran badan jasmani.
i. Anapanassati, perenungan terhadap masuk keluarnya napas.
j. Upasamanussati, perenungan terhadap keadaan nibbana.
4. 4 Apamanna : keadaan yang tidak terbatas
a. Metta
b. Karuna
c. Mudita
d. Upekha
5. Aharepatikulasanna (perenungan makanan yang menjijikkan)
6. Catudhatuvavathana (analisa terhadap 4 unsur yang ada dalam tubuh)
7. 4 Arupa (perenunagn tanpa bentuk atau materi)
a. Akasanancayatana, obyek ruangan yang tanpa batas.
b. Vinnanancayatana, obyek kesadaran tanpa batas
c. Akincannayatana, obek kekosongan
d. Nevasannanasannayatana, obyek pencerapanpun tidak bukan pencerapan.
empat (4) Brahma-vihara menjadi tidak terbatas dan Jhana yang mereka timbulkan memuncak di alam Brahma. Dengan demikian mengatasi praktek dari aliran-aliran pertapaan lain yang terbatas. Atthakattha mengatakan :
“Seperti sejumlah besar air menggenangi sebuah teluk kecil mencapai Brahma, keadaan tinggi, mengatasi kammaloka “. ( D.A.hal.406 )
Di dalam Haliddavasana Sutta (S.V.115) disebutkan beberapa Bhikkhu dari Haliddasavana, sebuah kota suku bangsa Koliya, mengunjungi sebuah vihara dari “Petapa-petapa yang berpandangan lain” ( Anntitthiya Paribbajaka ). Petapa-petapa itu mengatakan kepada para Bhikkhu :
“ Kawan-kawan, Samana Gotama mengajarkan praktek Metta, Karuna, Mudita dan Upekkha pada siswa-siswa-Nya. Kita juga mengajarkan ajaran yang sama kepada murid-murid kita.
Apakah perbedaan berkenaan dengan ajaran-ajaran dan hukum-hukum antara kita dengan petapa Gotama ? “
Para Bhikkhu itu tadi kemudian menyampaikan pernyataan para petapa tersebut kepada Sang Buddha dan Sang Buddha menjawab demikian :
“ O, para Bhikkhu, apabila para petapa dari pandangan-pandangan lain mengatakan demikian, mereka seharusnya ditanya demikian : “ Tetapi , kawan-kawan, dengan cara apa Metta harus dikembangkan ? Membawa kearah manakah ? Apakah hasil-hasil akhirnya ? Demikian pula halnya dengan Karuna, Mudita, dan Upekkha.
Setelah ditanya demikian, para petapa dari pandangan-pandangan lain itu tidak akan dapat menerangkan lebih jauh, dan mereka akan merasa kebingungan. Mengapa demikian ? Karena hal itu di luar jangkauan mereka.”
Sang Buddha sendiri menerangkan pertanyaan-pertanyaan ini kepada para Bhikkhu, dan berkata :
“ Disini para Bhikkhu mengembangkan unsure penerangan ( Bhojjanga ), yaitu kesadaran ( Sati ) yang disertai dengan Metta ( Cinta-kasih ), yang berdasarkan pada kesunyian, pada kebebasan dari nafsu-nafsu, pada pemadaman, yang cenderung pada kebebasan dan Nibbana. Apabila ia memupuk keinginan : “Semoga saya hidup dengan keseimbangan, sadar dan memiliki pengertian terang”, Ia berdiam diri disana, ia mencapai kebebasan yang disebut Subhavimokkha. O…, para Bhikkhu, penggunaan Metta Cetivimutti adalah Subha ( pencerapan indah sekalipun di dalam hal-hal yang menjijikkan ). Disana timbullah pandangan terang bagi yang masih belum merealisasikan kebebasan yang lebih tinggi. “
Demikian Metta ( cinta-kasih ) diterangkan dengan Bhojjhanga-bhojjhanga lainnya dan menyusul Karuna, Mudita dan Upekkha. Perbedaan mereka adalah ;
1. Karuna mempunyai hasil akhir dalam “Ruang-tanpa-batas”,
2. Mudita berhasil akhir dalam “Kesadaran-Tanpa-Batas”,dan,
3. Upekkha berhasil akhir dalam “Kekosongan”.
Di dalam system Buddhis, Brahma-vihara menghantar kepada Nibbana sebagai tujuan terakhir yang tertinggi, tetapi apabila mereka tidak dikembangkan sampai pada keadaan itu, maka hasil yang langsung adalah pencapaian kealam Brahma. Maka berkenaan dengan Metta, kita temukan kalimat :
“ Apabila ia tidak dapat mencapai keadaan yang lebih tinggi ( tingkat Arahat ), ia dilahirkan kembali di dalam Alam Brahma. “ ( A.V.342 ).
Orang yang mengembangkan Brahma-vihara sampai kepada Jhana hidup di dunia ini seperti kehidupan para Brahma. Karena itu, Buddhaghosa Thera menerangkan mereka sebagai :
“ Brahma ete vihata, settha ete vihara”,
Artinya :
“Brahma atau mulia adalah cara-cara penghidupan ini. “
Empat (4) sifat-sifat Brahma-vihara timbul di dalam suatu lapangan kesadaran tidak terbatas meliputi seluruh dunia yang luas, karena itu, merekea disebut “tidak-terbatas”.