Tanya: Bagaimana pandangan Buddhis tentang hukuman mati?
Misalkan seseorang telah membunuh sepuluh anak kecil. Mengapa dia harusdi izinkan tetap hidup?
Jawab: Sepuluh orang telah meninggal, mengapa Anda mau membunuh yang ke-sebelas? Orang yang telah membunuh sepuluh anak kecil adalah seorang yangsakit jiwa. Membunuhnya tidak akan menolong dia, juga tidak akan menolong kita. Ada banyak insan yang seperti itu di dalam masyarakat,dan dengan memandang secara mendalam padanya, maka kita tahu bahwa ada yangsalah dengan masyarakat kita sehingga bisa menciptakan orang seperti itu.Dengan memandang dalam konteks saling-keterkaitan, maka kita bisa melihat elemen-elemen lain telah menciptakan dia. Dengan begitu, makapengertian akan muncul. Dan kita akan melihat bahwa orang itu membutuhkan pertolongan bukan sekadar hukuman. Tentunya dia harus dikurung demi ketentraman masyarakat, tetapi itu bukan satu-satunya yang bisa kita lakukan. Meditasi dan pembabaran Dharma dapat ditawarkan di dalam penjara, dan banyak narapidana telah mulai berlatih. Sebagian telah belajar untuk hidup dengan penuh kedamaian bahkan di dalam penjara. Saya telah mendapat banyak surat dari para narapidana yang telah membaca buku-buku saya. Salah satunya menulis: "Saya melihat para penghuni lain berlari turun naik tangga. Saya harap mereka mampu melakukan apa yang sayalakukan, berjalan naik turun tangga dengan perhatian penuh kesadaran, mengikuti napas saya. Saat saya melakukan itu, saya merasa damai dalam diri; dan saat saya merasa damai, saya mampu melihat dengan jernih penderitaan para penghuni lainnya. "Orang itu telah mampu memunculkan welas asih dalam dirinya. Jadi, hukuman mati bukanlah satu-satunya pilihan yang kita punyai. Membunuh seseorang hanya mengungkapkan sisi kelemahan kita sendiri. Kita tidak tahu harus berbuat apa lagi, dan kita menyerah. Kita bisa mempraktekkan menatap secara mendalam untuk menemukan cara-cara yang lebih baik dibanding hukuman mati.
Sumber: "Jawaban dari Hati" - Thich Nhat Hanh