cinta kasih memang tiada batasnya itu bagi para Ariya Puggala sedang saya manusia Puttujana (biasa ) yang di cubit sakit, oleh karena itu saya minta Adil terhadap Alam Semesta agar buddhabar segera di tutup seseuai dengan hukum sebab musabab..
menarik juga, saya baru tahu bahwa ajaran sang buddha hanya berlaku oleh ariya puggala saja. Tapi baiklah saya luruskan. anda sadar bahwa anda ini puttujana, tetapi anda tidak sadar akan sikap pasrah anda ini. Apakah karena anda puttujana maka anda tidak mampu menerapkan ajaran cinta kasih dalam diri anda?
Anda meminta keadilan kepada alam semesta, keadilan seperti apa yang anda harapkan? mungkin dengan hadirnya buddhabar itupun adalah bentuk dari keadilan alam semesta yang sesuai dengan hukum sebab musabab?
UNTUK DIRI SAYA, banyak faktor-2 kejadian yang menimbulkan rasa ketidakadilan terjadi pada diri saya. tetapi ini pun hanyalah serentetan sebab-akibat yang terjadi, kenapa saya terlahir di alam manusia pastilah ada sebabnya,
maka saya terlahir di indonesia dengan segala konflik dan ketidakadilannya pun merupakjan bentuk keadilan dari alam semesta terhadap saya.
Bila anda ingin berdoa dan bila boleh saya sarankan, berdoalah supaya usaha anda, yang anda awali dengan pikiran baik, anda lakukan secara baik, dan demi tujuan yang baik tersebut, semoga usaha tersebut berhasil sesuai dengan kekuatan kamma anda.
Viriya -> sikap pasrah yang anda sebutkan tidaklah berkaitan dengan definisi Viriya. Menjalankan ajaran sang Buddha dengan penuh semangat demi menghilangkan kotoran batin, itulah yang didefinisikan sebagai viriya.
sebelumnya bro pahami dulu maksud & tujuan saya jangan di kaitkan dengan pribadi ( usaha, dsb... )
kl bro pernah baca kisah Maha Moggallana, beliau adalah sosok yang harus kita teladani dalam soal menjaga Sang Buddha. berikut adalah salah satu kisah Maha Moggallana ..
Nandopananda bhujagam vibudham mahiddhim
Puttena Thera bhujagena damapayanto
Iddhupadesa vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani
Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar
Putra Sang Buddha yang Terkemuka (Moggallana Thera) sebagai naga pergi untuk menjinakkan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna[/i]
Pada suatu hari, jutawan Anathapindika, sesudah mendengarkan Ajaran Sang Buddha di Vihara Jetavana, mengundang Sang Guru Agung dengan lima ratus bhikkhu untuk menerima dana pada esok harinya.
Pagi-pagi sekali, pada saat Sang Buddha memeriksa keadaan di dunia ini, Beliau melihat Raja Naga Nandopananda mempunyai pandangan salah, tetapi mempunyai karma baik untuk berlindung kepada Sang Tri Ratna. Sang Guru juga melihat hanya Bhikkhu Moggallana yang mempunyai kemampuan untuk menaklukkan Raja Naga itu.
Sang Buddha meminta Bhikkhu Ananda untuk memanggil lima ratus muridNya untuk menyertai Beliau ke Surga Tavatimsa 2). Sang Buddha beserta para bhikkhu terbang di udara. Dalam perjalanan menuju Surga Tavatimsa, mereka melintas di atas kediaman Nandopananda. Ketika itu, ia sedang menikmati makanannya yang enak. Ia sangat marah melihat para bhikkhu terbang melintas di atas kediamannya, dan berniat untuk menghalangi perjalanan mereka.
Ia lalu bergelung melingkari Gunung Sineru sebanyak tujuh kali dan kepalanya berada di puncak gunung. Ia menciptakan kegelapan, membuat segala sesuatu tidak kelihatan, sehingga menyebabkan Surga Tavatimsa tidak dapat terlihat. Kegelapan yang terjadi dengan mendadak ini, menyebabkan Bhikkhu Ratthapala berkata kepada Sang Buddha, bahwa tidak ada surga maupun Istana Vejayanta dapat terlihat pada hari itu. Sang Buddha lalu menjelaskan kepadanya bahwa Raja Naga Nandopanandalah yang menyembunyikan gunung tersebut. Setelah mendengar penjelasan Sang Guru, Bhikkhu Ratthapala berkata ia akan pergi dan menaklukkan Raja Naga itu, tetapi Sang Buddha tidak mengijinkannya.
Kemudian Bhikkhu Bhaddiya maju ke depan, menawarkan diri untuk menaklukkannya, tetapi Sang Buddha juga tidak mengijinkannya. Kemudian Bhikkhu Rahula dan beberapa bhikkhu lainnya juga tidak diijinkan oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Raja Naga itu.
Dengan seijin Sang Buddha, Bhikkhu Moggallana pergi untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda. Beliau lalu mengubah dirinya seperti Raja Naga juga, lalu mendekati Nandopananda. Ia lalu melingkari Nandopananda sebanyak empat belas kali dengan ekornya.
Ia menaruh kepalanya di atas kepala Nandopananda dan menekannya ke bawah ke Gunung Sineru. Raja Naga berusaha keras untuk melepaskan diri dengan menyemburkan bisanya. Tetapi Bhikkhu Moggallana mengirimkan serangan balasan, yang lebih kuat daripada Raja Naga yang membuat Raja Naga itu amat menderita. Kemudian Raja Naga menyemburkan api, dan Bhikkhu Moggallana juga melakukan hal yang sama. Semburan api itu amat menyakiti Raja Naga, tetapi sebaliknya semburan api Raja Naga tidak menyakiti Bhikkhu Moggallana.
Nandopananda lalu berteriak dengan marah : "Siapakah engkau?"
"Saya adalah Moggallana," jawab Bhikkhu Moggallana yang sudah kembali ke wujudNya semula.
Sesudah itu Bhikkhu Moggallana masuk ke dalam salah satu kuping Raja Naga dan keluar dari kuping lainnya. Ketika Raja Naga membuka mulutnya, Bhikkhu Moggallana memasuki perutnya, dan mulai berjalan naik turun, dari kepala sampai ke ekor dan dari ekor sampai ke kepala. Sang Buddha menegur Bhikkhu Moggallana dan mengingatkanNya akan kekuatan Raja Naga itu.
Raja Naga amat marah dengan gangguan pada ususnya yang amat menyakitkan. Ia lalu memutuskan untuk menekan sampai mati kalau Bhikkhu Moggallana keluar dari mulutnya. Ia lalu berkata :
"Yang Mulia, keluarlah dan jangan berjalan naik turun di dalam perutku ini."
Tetapi Bhikkhu Moggallana keluar tanpa diketahuinya. Ketika Raja Naga itu melihatNya sudah berada di luar, ia lalu menyemburkan racun berbisanya yang lain. Bhikkhu Moggallana dengan segera masuk ke Jhana Keempat 3), di sana semburan racun berbisa itu tidak dapat menyentuh selembar rambutpun di tubuhNya.
Selain Sang Buddha, hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat masuk ke Jhana Keempat dengan segera. Para bhikkhu lainnya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan bermeditasi. Bagaimanapun mereka tidak akan dapat dengan segera memasuki Jhana Keempat agar dapat terhindar dari semburan racun berbisa Raja Naga itu, karena apabila terlambat mereka akan hangus menjadi abu. Sang Buddha telah mengetahui kejadian yang amat kritis ini, dan tidak mengijinkan para bhikkhu yang lain, kecuali hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat menaklukkan Raja Naga ini.
Nandopananda menerima kekalahannya dan mengubah dirinya menjadi seorang pemuda dan berkata :
"Yang Mulia, saya ingin berlindung kepadaMu."
Ia bersimpuh di kaki Bhikkhu Moggallana. Kemudian Bhikkhu Moggallana mengatakan bahwa Sang Buddha ada di sini dan mereka lalu pergi menemui Beliau.
Bhikkhu Moggallana membawa Raja Naga ke hadapan Sang Buddha, lalu bersujud :
"Yang Mulia, saya ingin berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha."
Sang Buddha bersabda :
"O, Raja Naga, semoga kamu bahagia."
Dengan diiringi ke lima ratus bhikkhu, Sang Buddha lalu melanjutkan perjalanan menuju Surga Tavatimsa menemui Raja Sakka.
Setelah selesai, Sang Buddha kemudian kembali ke Savatthi. Jutawan Anathapindika yang sedang menunggu kedatangan Sang Buddha untuk memberikan dananya, mendengar bahwa Bhikkhu Moggallana dapat menaklukkan Raja Naga Nandopananda merasa amat gembira, lalu ia mempersembahkan dana kepada Sang Buddha dan ke lima ratus bhikkhu terus-menerus selama satu minggu.
Keterangan :
1.Naga : Mahluk Asura yang mempunyai kesaktian
2.Surga Tavatimsa : Alam 33 Dewa yang diketuai oleh Dewa Sakka
3.Jhana Keempat : Salah satu tingkat pencapaian meditasi
so .. jadi sudah tak salah jika umat Buddha menjaga Ajaran & nama BaikNya..
oleh karena Itu bro meski aku tidak sesakti Maha Moggallana tetapi Doa tadi yang di tujukkan agar buddhabar di tutup adalah tepat ( menurut saya )
gak tau kalau bro sendri lebih memilih menjadi Ariya Puggala...
selama masih hidup di dunia ini maka saya akan selesaikan masalah didunia ya dengan cara dunia bukan dengan cara adiduniawi ( kesucian )
Dhamma tetap Dhamma, Kamma tetap Kamma
jika saya berbuat buruk saya yang akan menanggungnya, jik saya berbuat baik saya pula yang akan merasakannya
so.. jangan ambil pusing dengan tindakkan saya ini... semua sudah ada konsekuensinya masing - masing
terkadang suatu hal yang tidak di sukai harus di ambil meskipun beresiko itulah hidup tak pernah lepas dari resiko
Poranametam atula
netam ajjatanam i'va
nindanti tunhimasinam
nindanti bahubhaninam
mitabhaninam pi nindanti
natthi loke anindito
O.. Atula, ssejak dahulu kala
tidak hanya terjadi sekarang
mereka mencela orang yang duduk berdiam diri
mereka mencela orang yang sedikit bicara
mereka juga mencela orang yang banyak bicara
tidak ada orang yang tidak di cela di dunia ini.[/i]
( Dhammapada XVII KODHA VAGGA 17 : 7 )