Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Buddhisme untuk Pemula => Topic started by: Nevada on 25 November 2008, 10:14:07 AM

Title: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:14:07 AM
Silsilah Kerajaan Sakya

Pada zaman dahulu di daerah Majjhima (daerah tengah dari Jambudipa), suku Bangsa Ariyaka yang datang dari utara Pegunungan Himava (Himalaya) membentuk sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Sakya. Kata Sakya diambil karena pada saat itu banyak sekali Hutan Pohon Sakka di sekitar daerah tersebut. Suatu masa tibalah masa kepemerintahan bagi Raja Okkaka di kerajaan tersebut. Beliau memiliki 4 orang Pangeran (Okkamukha, Karanda, Hatthinika dan Sinipura) serta 5 orang Putri. Pada suatu hari, Ratu (istri Raja Okkaka, yang juga masih saudara kandungnya) meninggal dunia. Kemudian Raja menikah lagi dengan seorang gadis yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki. Raja sangat gembira, sehingga Beliau melepaskan kata-kata yang menjadi bumerang baginya sendiri. Raja mengucapkan janji kepada Ratu (istri Raja Okkaka yang baru) bahwa beliau akan meluluskan semua permintaan Ratu. Dalam kesempatan itu, Ratu memohon kepada Raja agar anak laki-lakinya diangkat menjadi Putra Mahkota (pewaris kerajaan). Mendengar permohonan Ratu itu, Raja Okkaka menjadi kaget dan menolak untuk meluluskannya. Namun Ratu terus merengek dan mengingatkan Raja akan janjinya yang pernah beliau ucapkan. Karena malu, maka Raja pun akhirnya meluluskan permohonan Ratu tersebut.

Raja Okkaka kemudian memanggil keempat Pangeran dan memerintahkan mereka untuk membawa semua saudari kandung mereka untuk pergi ke suatu daerah lain dan membangun negeri baru. Keempat Pangeran beserta kelima Putri kemudian mohon diri dari Ayahandanya, dan bersama rombongan dalam jumlah yang besar, mereka pergi ke sebuah hutan lain yang banyak ditumbuhi Pohon Sakka, di lereng Gunung Himalaya. Di dekat daerah tersebut ada seorang petapa bernama Kapila yang tinggal di sana. Karena itulah, maka kota yang dibangun itu diberi nama Kapilavatthu (vatthu = tempat). Di kerajaan itulah, mereka menikah di antara sesama saudara, kecuali Putri yang tertua menikah dengan Raja dari Devadha. Empat pasangan yang pertama merupakan leluhur dari Kerajaan Suku Sakya, dan satu pasangan lainnya merupakan leluhur dari Kerajaan Koliya.

Pada suatu waktu ketika Raja Jayasena memerintah di Kapilavatthu, beliau memiliki seorang Pangeran bernama Sihahanu dan seorang Putri bernama Yasodhara. Setelah Raja Jayasena meninggal, Pangeran Sihahanu menjadi Raja di Kapilavatthu dan menikah dengan Putri Kancana, yaitu adik dari Raja Anjana (Kerajaan Devadha). Mereka memiliki lima orang Pangeran yang diberi nama Suddhodana, Sukkodhana, Amitodhana, Dhotodana dan Ghanitodana serta dua orang Putri yang diberi nama Pamita dan Amita. Adik dari Raja Sihahanu, yaitu Putri Yasodhara, menikah dengan Raja Anjana dari Devadha dan memiliki dua orang Pangeran yang diberi nama Suppabuddha dan Dandapani serta dua orang Putri yang diberi nama Maya dan Pajapati (Gotami).

Setelah Raja Sihahanu mangkat, Pangeran Suddhodana pun naik tahta dan menikahi Putri Maya. Adik Raja Suddhodana yang bernama Sukkodana, kemudian menikah dan mempunyai putra yang bernama Ananda. Amitodhana mempunyai dua orang putra yang bernama Mahanama dan Anurudha, serta seorang putri bernama Rohini. Sedangkan adik perempuannya yang bernama Amita, menikah dan mempunyai seorang putra bernama Devadatta dan seorang putri yang bernama Yasodhara.


Lahirnya Pangeran Siddhattha Gotama

Meski Raja Suddhodana dan Ratu Maya sudah lama menikah, namun mereka masih belum mendapatkan keturunan. Suatu masa ketika Ratu Maya berusia 45 tahun, Ratu mengikuti perayaan Asadha yang berlangsung tujuh hari lamanya. Setelah perayaan selesai, Ratu kemudian mandi dengan air wangi dan setelah itu ia mengucapkan janji Uposatha. Selanjutnya ia pun pergi beristirahat di kamarnya. Dalam tidurnya, Ratu Maya bermimpi bahwa ada empat orang Dewa Agung yang mengantarnya ke Gunung Himalaya, kemudian membawanya ke Pohon Sala di Lereng Manosilatala. Lalu para istri dari Dewa-dewa Agung tersebut memandikannya di Danau Anotta, menggosoknya dengan minyak wangi dan kemudian memakaikan pakaian para dewata pada Ratu Maya. Ratu kemudian diajak ke istana emas dan direbahkan di atas dipan yang mewah. Di tempat itulah seekor gajah putih dengan membawa sekuntum bunga teratai di belalainya memasuki kamar, kemudian mengelilingi dipan sebanyak tiga kali untuk selanjutnya memasuki perut Ratu Maya dari sebelah kanan. Setelah itu Ratu Maya terbangun dan tiba-tiba terjadilah sebuah gempa bumi yang singkat. Ratu Maya segera bergegas memberitahukan hal ini ke Raja Suddhodana. Para Brahmana pun dipanggil untuk memberi petunjuk akan mimpi tersebut. Setelah menganalisa mimpi ini, para Brahmana meramalkan jika Ratu Maya akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak bisa menjadi seorang Cakkavatti (Raja dari semua raja di dunia) atau seorang Buddha (seorang yang mencapai Pencerahan Sempurna). Dan memang tidak lama kemudian, Ratu Maya menyadari bahwa ia sedang hamil. Ratu pun dapat merasakan keberadaan sang bayi yang tumbuh makin besar di dalam rahimnya dalam posisi duduk bermeditasi dengan posisi muka menghadap ke depan.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/5111_1082808673656_1329534713_30205.jpg)
Ratu Maha Maya bermimpi tentang seekor gajah putih

Sepuluh bulan (Penanggalan Candra Sengkala) kemudian, di Bulan Vaisak, Ratu Maya mohon izin dari Raja Suddhodana untuk dapat bersalin di rumah ibunya (di Kerajaan Devadha). Dalam perjalanannya itu, Ratu Maya beserta seluruh rombongan tiba di Taman Lumbini (sekarang bernama Rumminde di Pejwar, Nepal). Di taman itu, mereka berhenti dan Ratu Maya pun beristirahat. Ratu Maya berjalan-jalan di taman itu dan berhenti di bawah Pohon Sala. Pada saat itulah Ratu Maya merasa akan segera melahirkan. Maka dengan cepat para dayang membuat tirai di sekeliling Ratu. Ratu berpegangan pada dahan Pohon Sala, dan dalam sikap berdiri seperti itulah Ratu Maya melahirkan seorang bayi laki-laki. Kejadian itu terjadi tepat pada purnamasidhi (Bulan Purnama yang bulat sempurna) di Bulan Vaisak pada tahun 623 SM. Sekali lagi terjadilah gempa bumi dashyat yang singkat. Empat Maha Brahma menerima sang bayi dengan jala emas. Para Dewa turut bergembira atas kelahiran sang bayi, meski mereka semua tidak dapat terlihat oleh mata manusia biasa. Kemudian dari langit turun air dingin dan panas untuk memandikan sang bayi sehingga menjadi segar. Sang bayi sendiri juga sudah bersih karena tidak ada darah atau noda lain yang melekat pada tubuhnya ketika dilahirkan. Bayi itu kemudian berdiri tegak dan berjalan tujuh langkah di atas tujuh kuntum bunga teratai ke arah utara. Setelah itu, sang bayi pun kemudian berbicara :

       “Aggo ‘ham asmi lokassa,
         jettho ‘ham asmi lokassa,
         settho ‘ham asmi lokassa,
         ayam antima jati,
         natthi dani punabbhavo”

Yang artinya :

       “Akulah Pemimpin dalam dunia ini,
         Akulah Tertua dalam dunia ini,
         Akulah Teragung dalam dunia ini,
         inilah kelahiranku yang terakhir kali,
         tak akan ada tumimbal lahir lagi”

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/KelahiranSangBuddha.jpg)
Kelahiran Pangeran Siddhattha di Taman Lumbini
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:16:08 AM
Pada masa itu, ada seorang petapa bernama Asita (yang juga dikenal sebagai Kaladevala) yang berdiam di Gunung Himalaya. Ketika sedang bermeditasi, ia diberitahukan oleh para dewa dari Alam Tavatimsa, bahwa telah lahir seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Buddha. Maka pada hari itu juga, Petapa Asita pun berkunjung ke istana Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut. Setelah melihat sang bayi, Petapa Asita melihat adanya 32 tanda luar biasa di bayi itu. 32 tanda (Mahapurissa) tersebut adalah :

1.   Telapak kaki rata (suppatitthita-pado).
2.   Pada telapak kakinya terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
3.   Tumit yang bagus (ayatapanhi).
4.   Jari-jari panjang (digha-anguli).
5.   Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudutaluna).
6.   Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
7.   Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha-pado).
8.   Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi).
9.   Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
10. Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavattha-guyho).
11. Kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas (suvannavanno).
12. Kulitnya sangat lembut dan halus, sehingga tidak ada debu yang dapat melekat pada kulit.
13. Pada setiap pori kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
14. Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
15. Potongan tubuh yang agung (brahmuiu-gatta).
16. Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.
17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo).
18. Pada kedua bahunya tak ada lekukan (citantaramso).
19. Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan Pohon Nigroda (beringin).
20. Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho).
21. Indria perasa sangat peka (rasaggasaggi).
22. Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu).
23. Empat puluh buah gigi (cattarisa-danto).
24. Gigi-gigi yang sama rata (sama-danto).
25. Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto).
26. Gigi putih bersih (susukka-datho).
27. Lidah sangat panjang (pahuta-jivha).
28. Suara bagaikan suara brahma, seperti suara Burung Karavika.
29. Mata biru (abhinila netto).
30. Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo).
31. Di antara alis-alis mata, tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut.
32. Kepala bagaikan berserban (unhisasiso).

Setelah melihat sang bayi, Petapa Asita kemudian memberi hormat kepada bayi tersebut. Hal ini juga diikuti oleh Raja Suddhodana. Setelah memberi hormat, Petapa Asita kemudian tertawa gembira, namun kemudian menangis. Petapa Asita kemudian menjelaskan bahwa sang bayi kelak akan menjadi Buddha. Namun karena saat ini Petapa Asita sudah berusia lanjut, maka ia menjadi sedih karena mungkin ia tidak bisa menunggu sampai bayi itu kelak menjadi dewasa dan memberikan ajarannya. Petapa Asita juga mengatakan bahwa Pangeran kelak akan meninggalkan istana untuk pergi bertapa, jika setelah melihat empat peristiwa, yaitu:
1. Orang tua (lanjut usia).
2. Orang sakit.
3. Orang mati.
4. Petapa yang tenang indrianya.

Pada hari yang sama dengan kelahiran sang bayi itu, ada 7 peristiwa penting lainnya yang juga terjadi di sekitar Kerajaan Sakka, yaitu:
1. Kelahiran Putri Yasodhara, anak dari Amita (adik perempuan dari Raja Suddhodana).
2. Kelahiran Pangeran Ananda dari Sukkodana (adik laki-laki dari Raja Suddhodana).
3. Kelahiran Kanthaka, seekor kuda putih di istana.
4. Kelahiran Channa, seorang anak dari orang dalam istana.
5. Kelahiran Kaludayi, seorang anak dari orang dalam istana.
6. Tumbuhnya Pohon Bodhi (dalam Bahasa Latin disebut Ficus Religiosa).
7. Munculnya Nihikumbhi (kendi untuk tempat penyimpanan harta pusaka) ke permukaan tanah.

Lima hari setelah kelahiran sang bayi, Raja Suddhodana memanggil sanak keluarganya bersama 108 orang Brahmana untuk berpesta dan merayakan kelahiran anak pertamanya. Di antara para Brahmana, ada 8 orang yang mahir dalam meramal nasib, yaitu: Rama, Dhaja, Lakkhana, Manti, Kondanna, Bhoja, Suyama dan Sudatta. Semuanya meramal jika kelak sang bayi akan menjadi seorang Cakkavati (Raja dari semua raja di dunia) atau menjadi Buddha. Tapi hanya Kondanna (Brahmana termuda) yang dengan tegas mengatakan bahwa sang bayi kelak pasti akan menjadi Buddha. Karena itulah, maka nama yang diberikan kepada sang bayi adalah “Siddhattha”, yang berarti “tercapailah segala cita-citanya”. Karena terlahir dari keluarga Gotama, maka nama lengkap dari bayi itu adalah Siddhattha Gotama (Sanskrit: सिद्धार्थ गौतम). Tujuh hari setelah Pangeran Siddhattha dilahirkan, Ratu Maya meninggal dunia dengan tenang dan bertumimbal lahir di Alam Deva Tavatimsa. Pangeran Siddhattha kemudian dirawat oleh Putri Pajapati (adik kandung Ratu Maya), yang akhirnya dinikahi oleh Raja Suddhodana. Dari pernikahan ini, lahirlah seorang putra bernama Nanda dan seorang putri bernama Rupananda.


Kisah masa kanak-kanak Pangeran Siddhattha

Ketika Pangeran Siddhattha menginjak usia kanak-kanak, Raja Suddhodana mengajaknya ke perayaan membajak yang sudah menjadi tradisi Kerajaan Sakka. Raja juga turut membajak bersama para petani dengan memakai alat bajak yang terbuat dari emas. Perayaan berlangsung sangat menarik, sehingga para dayang yang bertugas untuk menjaga Pangeran Siddhattha malah meninggalkannya. Di sana, Pangeran kecil pun melihat satu fenomena kehidupan yang cukup membuatnya heran. Di sana Pangeran melihat seekor cacing yang dimakan oleh seeokor katak, kemudian katak itu dimangsa oleh seekor ular, dan kemudian ular itu diterkam oleh seekor burung untuk kemudian dimakannya. Pangeran pun tertegun dengan kejadian itu. Dalam benaknya, ia berpikir bahwa kebahagiaan di kehidupan hanyalah sementara, karena kelak akan tiba saatnya menderita. Pangeran juga merasa heran kenapa banyak makhluk yang harus menderita seperti ini, dan terus menjalani kehidupan yang penuh dengan rasa ketakutan dan kesenangan semu. Pangeran lalu merenungkannya di bawah pohon jambu pada tengah hari saat itu. Ketika para dayang kembali, mereka terheran melihat Pangeran Siddhattha sedang duduk bersila dan tidak menghiraukan sekelilingnya. Mereka lantas melaporkan hal ini kepada Raja. Raja Suddhodana pun lekas menengok putranya bersama semua orang di perayaan itu. Raja Suddhodana dan orang-orang pun terheran ketika melihat Pangeran Siddhattha. Mereka juga melihat keajaiban, dimana jatuhnya bayangan pohon jambu tidak mengikuti arah sinar matahari, namun tetap memayungi Pangeran Siddhattha yang sedang bermeditasi. Melihat kejadian ini, untuk kedua kalinya Raja Suddhodana memberi hormat kepada anaknya.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Siddhattha.jpg)
Pangeran Siddhattha Kecil duduk bersila di bawah pohon jambu

Ketika Pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk membuat tiga buah kolam di halaman istana untuk ditanami Bunga Teratai. Satu kolam ditanami bunga teratai berwarna biru (Upalla), satu kolam ditanami bunga teratai berwarna merah (Paduma), dan kolam lainnya dengan bunga teratai berwarna putih (Pundarika). Raja juga memesan wewangian, pakaian, dan tutup kepala dari Negeri Kasi, yang waktu itu merupakan negeri penghasil barang bermutu tinggi. Pelayan-pelayan diperintahkan untuk melindungi Pangeran Siddhattha dengan sebuah payung yang indah kemanapun Pangeran pergi, baik siang maupun malam sebagai lambang keagungannya. Setelah usianya cukup, Pangeran Siddhattha pun dibawa pada seorang guru bernama Visvamitta. Pangeran diberikan pelajaran berbagai ilmu pengetahuan. Pangeran Siddhattha dapat memahami semua pelajaran dalam waktu yang singkat, sehingga tidak ada lagi yang dapat diajarkan kepadanya.

Sejak kecil, Pangeran Siddhattha mempunyai rasa welas asih yang tinggi kepada semua makhluk. Pangeran sering bermain di taman dan memberikan makanan kepada berbagai jenis hewan. Pada suatu hari, Pangeran Siddhattha berjalan di taman bersama dengan saudara sepupunya yang bernama Devadatta. Devadatta melihat serombongan belibis terbang. Dengan segera ia mengambil busur dan kemudian memanah ke serombongan belibis tersebut. Anak panahnya tepat mengenai salah satu belibis itu. Pangeran Siddhattha kemudian langsung menghampiri tempat belibis itu jatuh, dan kemudian dengan hati-hati mencabut anak panah yang menancap di sayap belibis itu. Pangeran lalu meremas beberapa lembar daun untuk mengobati belibis itu. Devadatta mendesak Pangeran Siddhattha untuk menyerahkan belibis itu, namun Pangeran Siddhattha menolaknya. Perkara ini kemudian dibawa ke tempat Dewan Para Bijaksana. Di sana dibuat satu keputusan yang mengesahkan Pangeran Siddhattha berhak atas belibis tersebut, karena atas dasar pemikiran bahwa hidup adalah milik orang yang berusaha mempertahankannya, bukan milik orang yang berusaha menghancurkannya.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/menyelamatkan-belibis.jpg)
Pangeran Siddhattha menyelamatkan seekor belibis yang dipanah oleh Devadatta


Pangeran Siddhattha menikmati kehidupan sebagai Putra Mahkota

Saat Pangeran berusia 16 tahun, Raja Suddhodana membangun tiga istana super mewah untuk Pangeran Siddhattha. Satu istana untuk musim dingin (Ramma), satu istana untuk musim panas (Suramma) dan satu istana untuk musim hujan (Subha). Raja Suddhodana lalu mengirimkan undangan kepada para orangtua yang mempunyai anak gadis untuk mengirimkan anak gadisnya ke pesta, dimana Pangeran akan memilih seorang gadis untuk dijadikan istrinya. Namun semua orangtua itu tidak mempedulikannya. Mereka menganggap Pangeran Siddhattha adalah seorang yang tidak mempunyai bakat kesenian maupun ilmu peperangan. Sugesti itu menciptakan persepsi bahwa Pangeran Siddhattha mungkin kelak tidak bisa melindungi istrinya. Ketika Pangeran mengetahui hal ini, Pangeran pun memohon kepada Raja Suddhodana untuk mengadakan satu sayembara yang mempertandingkan berbagai ilmu kesenian dan ilmu peperangan. Semua tamu undangan yang sebelumnya pun dipanggil kembali; beserta semua anak laki-laki dan pangeran-pangeran dari negeri lain, turut memeriahkan sayembara itu. Dalam kontes bakat seni, ternyata Pangeran Siddhattha berhasil menujukkan bakat seninya. Salah satunya adalah menciptakan pantun. Dalam berbagai ilmu peperangan, misalnya menjinakkan kuda liar, menggunakan pedang, hingga bertarung; Pangeran Siddhattha juga menunjukkan kehebatannya. Khusus dalam menggunakan busur panah, Pangeran Siddhattha dipastikan menang telak. Semua orang tidak bisa membentangkan busur tersebut, karena busur itu sangat besar dan berat. Namun Pangeran Siddhattha dapat menggunakannya dan berhasil melepaskan anak panah yang menembus batang Pohon Tala. Setelah menunjukkan semua kehebatannya, semua hadirin sangat kagum pada Pangeran Siddhattha. Di antara kurang lebih 40.000 gadis cantik, Pangeran Siddhattha menjatuhkan pilihannya pada gadis yang bernama Yasodhara, yang merupakan sepupunya (adik kandung Devadatta, anak dari Bibi Amita). Pada penutupan acara, Devadatta mempertunjukkan kekuatannya dengan menantang seekor gajah liar. Gajah jantan yang besar itu dibunuh Devadatta hanya dengan sekali pukul dan sekali tendang. Pangeran Siddhattha sangat iba melihat hal ini. Kemudian ia sendiri menyeret mayat gajah itu dengan kakinya sampai sejauh 8 yojana (1 yojana = 8 mil), untuk kemudian dikuburnya.

(http://photos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs166.snc3/19371_277209716940_263212646940_3255321_7552763_n.jpg)
Pangeran Siddhattha memeragakan keterampilannya dalam seni memanah

Setelah Pangeran Siddhattha menikah dengan Putri Yasodhara, kekhawatiran Raja Suddhodana menjadi berkurang. Dengan pernikahan ini, Raja berharap agar Pangeran lebih diikatkan kepada hal-hal duniawi. Selanjutnya Raja masih harus tetap menjaga Pangeran agar tidak melihat empat peristiwa, supaya Pangeran kelak tidak akan pergi dari istana untuk bertapa. Sejak kecil sampai sekarang, Pangeran tidak pernah diizinkan berjalan-jalan di kota yang penuh dengan berbagai macam keadaan yang menderita. Setiap pengawal maupun dayang yang sakit, maka dia harus diganti. Semua pengawal dan dayangnya adalah orang yang muda dan kuat. Semua dinding istana dibuat menjadi lebih tinggi, dan setiap pintu dijaga oleh pengawal kepercayaan Raja. Dengan demikian Pangeran Siddhattha dan Putri Yasodhara terus memadu cinta mereka di tiga istana super mewah itu, dan selalu dikelilingi para dayang dan para pengawal yang memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Dengan melakukan hal ini, Raja Suddhodana merasa puas dan berharap kelak Pangeran Siddhattha akan menggantikan dirinya sebagai Raja Negeri Sakka.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:18:01 AM
Pangeran Siddhattha melihat empat peristiwa

Meski dilimpahi banyak kemewahan, namun Pangeran Siddhattha tetap tidak puas karena hidup terpisah dari dunia luar. Maka pada suatu hari Pangeran menghadap Raja Suddhodana dan berkata:

“Ayahanda, perkenankanlah aku berjalan-jalan ke luar istana untuk melihat tata-cara kehidupan penduduk yang kelak akan kupimpin.”

Karena permohonan ini wajar, maka Raja pun mengatakan:

“Baik, anakku. Engkau boleh keluar dari istana untuk melihat para penduduk hidup di kota. Tapi aku harus membuat persiapan sehingga sesuatunya baik dan dapat menerima kedatanganmu.”


Setelah itu Raja memerintahkan kepada seluruh rakyat untuk menghias kota. Semua orang yang sakit dan lanjut usia diasingkan ke tempat tersembunyi. Setelah semua siap, Raja pun mengizinkan Pangeran untuk keluar istana. Pangeran Siddhattha keluar istana bersama dengan kuda kesayangannya yang bernama Kanthaka, dan seorang teman sekaligus kusirnya yang bernama Channa. Ia bahagia melihat kehidupan kota yang indah. Segalanya terlihat begitu menyenangkan. Namun tiba-tiba muncul seorang lanjut usia yang menghampiri mereka. Rambutnya berwarna putih, kulitnya kering dan berkeriput, matanya sudah hampir buta, badannya kurus, pakaiannya compang-camping, giginya sudah ompong, dan ia pun berjalan dengan badan terbungkuk dan kelihatan lemah sekali. Orang tua itu meminta makan pada Pangeran. Namun karena Pangeran sangat tercengang, maka Pangeran tidak bisa menjawab apa-apa. Ketika orang tua itu pergi, Pangeran bertanya kepada Channa:

“Siapa itu, Channa? Dia pasti bukan manusia! Mengapa ia bungkuk sekali? Mengapa badannya kurus dan gemetaran? Kenapa semua rambutnya putih, dan bukan hitam seperti kita? Ada apa dengan matanya? Dan kemana semua giginya? Jika benar dia seorang manusia, apa ada orang yang terlahir dalam keadaan seperti tu?”

Channa pun menjawab :

“Saat masih muda, keadaan orang itu sama seperti kita. Namun karena ia sudah tua sekali, maka kedaannya berubah menjadi seperti apa yang Tuanku lihat tadi. Sebaiknya Tuanku melupakannya saja, karena semua orang pasti akan menjadi tua. Hal itu tidak dapat dielakkan.”


Pangeran tertegun mendengar jawaban dari Channa. Mereka kemudian kembali ke istana. Di istana, Pangeran kemudian merenungkan hal ini dengan saksama. Ia tidak dapat menerima kenyataan hidup bahwa semua orang, tanpa memandang status maupun latar belakang, pastilah akan menjadi tua. Malam itu ternyata diadakan sebuah pesta besar di istana. Namun Pangeran tampak terdiam dan memandang ke arah para penari yang cantik sambil berkata dalam hatinya:
   
“Suatu saat kalian semua akan menjadi tua dan kecantikanmu semua akan memudar…”


Setelah pesta usai, Pangeran masuk ke kamar, dan pikiran itu masih melekat dalam dirinya. Di sana Pangeran terus membayangkan bahwa semua orang akan menjadi tua, dan menjadi buruk rupa. Usia tua, mungkin adalah hal yang biasa bagi kebanyakan orang. Namun bagi Pangeran Siddhattha, kondisi ini sangatlah mengerikan. Setelah persoalan ini diketahui Raja Suddhodana, Raja menjadi cemas. Ia kemudian lebih sering mengadakan pesta besar dan selalu mengirimkan dayang-dayang cantik untuk menghibur Pangeran Siddhattha.

Beberapa hari kemudian, Pangeran Siddhattha kembali memohon kepada Raja Suddhodana agar diperkenankan melihat-lihat lagi kota Kapilavatthu, namun kali ini tanpa terlebih dahulu mengumumkan hal ini pada penduduk. Raja mengizinkannya dengan berat hati, karena dia tahu sudah tidak ada gunanya lagi untuk melarang Pangeran. Pangeran Siddhattha dan Channa pergi dengan berpakaian ala bangsawan agar tidak dikenal oleh penduduk sewaktu berada di kota. Hari itu pemandangan kota berbeda dari sebelumnya. Tidak ada orang-orang yang mengelu-elukan Pangeran Siddhattha, tidak ada bendera-bendera, bunga-bunga, dan lainnya. Semua penduduk berpakaian biasa-biasa saja, dan tidak banyak yang memakai pakaian yang bagus. Pangeran melihat semua orang sedang sibuk bekerja. Ada seorang pandai besi yang tubuhnya berkeringat karena sedang membuat pisau. Ada orang yang sedang mencelup pakaian sehingga menghasilkan kain yang beraneka warna. Ada tukang kue yang sedang membuat kue, hingga ada seorang penjual daging. Tiba-tiba Pangeran dikejutkan dengan seorang yang sedang merintih-rintih sambil bergulingan di tanah. Tangan orang itu terus memegangi perutnya. Di muka dan sekitar badannya terdapat bercak-bercak berwarna ungu. Matanya lesu dan nafasnya terputus-putus. Untuk kedua kalinya, Pangeran Siddhattha melihat hal yang membuat hatinya sedih.

Pangeran menghampiri orang itu, meletakkan kepala orang itu di pangkuannya, kemudian bertanya dengan suara yang menghibur:

“Apa yang terjadi padamu? Mengapa engkau merintih-rintih?”

Orang itu tidak sanggup menjawab dan hanya menangis tersedu-sedu. Kemudian Channa pun berkata kepada Pangeran Siddhattha:

“Tuanku, jangan sentuh orang itu lama-lama. Orang itu sakit dan darahnya beracun. Ia menderita demam pes sehingga seluruh tubuhnya terasa terbakar. Oleh karena itu dia merintih-rintih dan tidak bisa berbicara.”

“Tapi, apa ada orang yang juga menderita penyakit seperti dia?”

“Ada, dan mungkin Tuanku adalah orang selanjutnya jika Tuanku berdekatan dengannya selama ini. Mohon dengan sangat agar Tuanku meletakkannya kembali, sebab sakit pes itu sangat menular.”

“Channa, masih adakah penyakit lain selain demam pes ini?”

“Ada, Tuanku. Ada ratusan penyakit lain yang bahkan lebih hebat dari sakit pes.”

“Apakah tidak ada orang yang dapat menolongnya? Apakah semua orang dapat terserang penyakit? Apakah penyakit datangnya secara mendadak?”

“Benar, Tuanku. Semua makhluk dapat terserang penyakit. Penyakit itu datangnya secara tak terduga. Ada penyakit yang bisa disembuhkan, namun ada beberapa penyakit yang sepertinya tidak dapat disembuhkan, Tuanku.”


Mendengar penjelasan ini, hati Pangeran menjadi sedih sekali. Maka Pangeran Siddhattha dan Channa akhirnya kembali ke istana. Di istana, Pangeran kembali merenungkan hal ini. Kejadian ini membuat Raja menjadi sedih sekali. Beberapa hari kemudian, Pangeran Siddhattha mohon kepada Raja untuk diperkenankan kembali melihat-lihat Kapilavatthu. Raja pun menyetujuinya, karena dia tidak ingin membuat Pangeran menjadi lebih sedih.

Ketika Pangeran Siddhattha dan Channa baru berjalan-jalan tidak terlalu jauh, mereka berpapasan dengan serombongan orang yang sedang menangis mengikuti sebuah usungan yang diangkat oleh empat orang. Di atas usungan itu berbaringlah seseorang yang lanjut usia. Badannya kurus sekali dan nampak menderita penyakit, namun ia tidak bergerak sama sekali. Usungan itu diletakkan di atas tumpukkan kayu dekat tepi sungai yang kemudian api pun dinyalakan. Orang itu diam saja dan tidak bergerak meskipun api telah membakar semua bagian tubuhnya.

“Channa, ada apa dengan orang itu? Mengapa orang itu berbaring di sana dan membiarkan dirinya dibakar oleh api?”

“Dia sudah tidak tahu apa-apa lagi, Tuanku. Orang itu sudah mati.”

“Mati?! Channa, jadi itu yang dinamakan mati? Kapan pastinya orang itu akan mati? Apa semua orang pasti akan mati?”

“Benar, Tuanku. Semua makhluk pasti akan mati. Kapan pastinya itu tidak dapat ditentukan, karena semua makhluk dapat mati kapan saja dan di mana saja.”


Kali ini Pangeran Siddhattha benar-benar tercengang. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya hancur ketika membayangkan semua makhluk di dunia ini pasti akan mati. Kemudian mereka kembali ke istana, dan Pangeran Siddhattha kembali merenungkan persoalan ini. Pangeran bertekad untuk mencari obat agar semua makhluk dapat menghindari usia tua, sakit dan mati.

Ketika Pangeran Siddhattha mengunjungi Kota Kapilavatthu untuk keempat kalinya, Pangeran pergi beristirahat di bawah pohon jambu. Tiba-tiba Pangeran Siddhattha melihat seorang petapa berjubah kuning datang menghampirinya. Pangeran memberi salam pada petapa itu, kemudian menanyakan kegunaan dari mangkuk yang dibawa oleh petapa itu. Petapa itu menjawab:

“Pangeran yang mulia, aku ini seorang petapa yang mengasingkan diri dari keduniawian. Aku sedang berusaha mencari obat agar semua makhluk terhindar dari usia tua, sakit dan mati. Mangkuk ini aku bawa untuk mengharapkan kemurahan hati dari orang-orang yang mempunyai rasa cinta kasih. Selain dari itu, aku tidak menginginkan benda-benda maupun hal lainnya di dunia ini yang bersifat tidak kekal dan tidak memuaskan ini.”

Pangeran kaget karena petapa ini ternyata memiliki cita-cita yang sama dengan dirinya.

“O, petapa suci, di manakah obat itu dapat ditemukan?”

“Pangeran yang mulia, aku mencari obat itu di dalam ketenangan dan kesunyian hutan-hutan yang jauh dari keramaian dunia. Sekarang maafkan aku, karena aku harus melanjutkan perjalanan. Pencerahan dan kebahagiaan bisa dicapai.”

Pangeran merasa bahagia sekali, dan berkata dalam hati:

“Aku juga harus menjadi petapa seperti dia.”

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/5260_126291038242_43067798242_30378.jpg)
Pangeran Siddhattha melihat empat peristiwa


Ketika Pangeran sampai di depan istana, para dayang menyambutnya dan memberitahukan bahwa Putri Yasodhara kini sudah melahirkan seorang bayi laki-laki. Mendengar hal ini Pangeran sangat gembira. Namun sekilas kemudian wajahnya menjadi pucat. Pangeran kemudian mengangkat kepalanya ke langit dan berkata:

   “Rahulajato, bandhanang jatang.”

Yang artinya :

   “Satu jeratan telah terlahir, satu ikatan telah terlahir.”


Karena itulah anak Pangeran Siddhattha dan Putri Yasodhara diberi nama Rahula (rahula = jerat). Dalam perjalanannya kembali ke istana, Pangeran bertemu dengan Kisa Gotami. Kisa Gotami sangat kagum pada Pangeran, dan ia pun berkata :

   “Nibbuta nuna sa mata,
     Nibbuta nuna so pita,
     Nibbuta nuna sa nari,
     Yassa yang idiso pati.”

Yang artinya :

   “Tenanglah ibunya,
     Tenanglah ayahnya,
     Tenanglah istrinya,
     Yang mempunyai suami seperti Anda.”

   
Hati Pangeran tergetar mendengar kata “Nibbuta” yang berarti “tenang” (padamnya semua nafsu) ini. Karena itulah Pangeran pun menghadiahkan sebuah kalung emas yang sedang dipakainya kepada Kisa Gotami.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:21:15 AM
Pangeran Siddhattha meninggalkan istana

Untuk menyambut kelahiran cucunya, Raja Suddhodana mengadakan satu pesta yang sangat mewah. Tapi Pangeran Siddhattha tampak terdiam dan tidak berbahagia. Dengan berhati-hati Pangeran pun mendekati Raja, kemudian memohon izin untuk mencari obat terhadap usia tua, sakit dan mati di pedalaman hutan. Hal ini membuat Raja menjadi marah besar. Kemudian Pangeran Siddhattha mengganti permohonannya menjadi suatu permintaan yang mustahil bisa dilakukan oleh semua orang atau pribadi manapun.

“Ayahanda, kalau aku tidak diberikan izin, maka mohon kiranya Ayahanda berkenan memberikan delapan macam anugerah kepadaku.”

“Tentu saja, anakku. Aku lebih baik turun tahta daripada tidak meluluskan permintaanmu kali ini.”

“Kalau begitu, mohon Ayahanda memberikan kepadaku :

1. Anugerah supaya tidak menjadi tua.
2. Anugerah supaya tidak menderita penyakit.
3. Anugerah supaya tidak mati.
4. Anugerah supaya Ayahanda tetap bersamaku.
5. Anugerah supaya semua wanita yang ada di istana bersama dengan semua kerabat dapat tetap bersamaku.
6. Anugerah supaya kerajaan ini tidak berubah dan tetap berjaya seperti sekarang.
7. Anugerah supaya mereka yang hadir pada pesta kelahiranku dapat memadamkan semua nafsu keinginannya.
8. Anugerah supaya aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua, sakit dan mati pada semua makhluk.”


Mendengar pernyataan tersebut, Raja menjadi kaget dan kecewa. Raja kemudian membujuk Pangeran Siddhattha dengan berkata:

“Anakku, usiaku sekarang sudah tua. Tunggu dan tangguhkan kepergianmu saja setelah aku mangkat.”

“Ayahanda, relakan kepergianku justru sewaktu Ayahanda masih hidup. Aku berjanji bila sudah berhasil, aku akan kembali ke Kapilavatthu untuk mempersembahkan obat yang telah kutemukan ke hadapan Ayahanda.”


Perdebatan terus berlangsung, sampai Pangeran merasa frustasi dan pergi ke kamarnya. Raja memerintahkan para dayang yang cantik untuk menyusul Pangeran dan menghiburnya, agar Pangeran dapat melupakan niatnya itu. Dayang-dayang cantik masuk ke kamar dan menghibur Pangeran Siddhattha. Karena Pangeran kelelahan, maka dia pun terlelap di kamar itu. Para dayang pun berhenti menghibur Pangeran dan ikut tertidur di kamar itu. Pada tengah malam, Pangeran terbangun dan memandang ke sekelilingnya. Pangeran melihat para dayang itu tergeletak dan tidur simpang-siur dalam berbagai posisi. Ada yang terlentang, ada yang terkelungkup, ada yang mulutnya menganga, ada yang air liurnya mengalir keluar, ada yang menggigau, dan masih banyak lagi. Pangeran merasa dirinya berada di pekuburan sehingga membuatnya merasa jijik. Karena hal itulah, maka Pangeran memutuskan untuk meninggalkan istana malam itu juga. Pangeran memanggil Channa dan menyuruhnya untuk menyiapkan Kanthaka. Pangeran kemudian pergi ke kamar Yasodhara untuk melihat anak dan istrinya sebelum pergi untuk bertapa. Yasodhara sedang tidur nyenyak dan memeluk Rahula. Wajah Rahula berpaling dan menghadap ke arah dekapan ibunya, sehingga wajahnya tidak dapat terlihat. Pangeran ingin menggeser sedikit sehingga wajah Rahula dapat terlihat. Namun hal itu diurungkan karena takut kalau Yasodhara terbangun dan rencananya bisa gagal. Pangeran Siddhattha pun berkata dalam hati:

“Biarlah malam ini aku tidak dapat melihat wajah anakku, tapi nanti setelah aku berhasil mendapatkan obat itu, aku akan datang kembali dan dengan puas melihat wajah anak dan istriku.”

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/boddhisatta-melihat-istri-anaknya-s.jpg)
Pangeran Siddhttha melihat istri dan anaknya yang sedang tertidur

Setelah itu Pangeran pun meninggalkan istana dengan menunggang Kanthaka diikuti oleh Channa yang mengikuti dari belakang sambil memegangi ekor Kanthaka. Pangeran Siddhattaha dengan mudah melewati semua penjaga pintu gerbang dan gerbang kota, karena mereka semua sedang tertidur lelap. Setelah sampai di luar perbatasan kota, Pangeran berhenti sejenak dan memutar kudanya untuk melihat Kota Kapilavatthu terakhir kalinya (di tempat itu, sekarang sudah didirikan sebuah cetiya yang diberi nama Kanthakanivattana-cetiya). Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perbatasan Negeri Sakka, Koliya dan Malla hingga menyeberangi Sungai Anoma. Di sana Pangeran Siddhattha turun dari kuda, melepaskan semua jubah dan perhiasannya untuk diserahkan kepada Channa. Pangeran mencukur kumisnya, membersihkan tubuhnya dan memotong rambutnya dengan pedang, dan kemudian pedang itu dilemparkan ke atas. Rambut yang tersisa sepanjang dua anguli (dua jari), sekitar dua inchi. Rambut ini pun tetap tak bertambah panjang sampai seumur hidup Pangeran Siddhattaha. Kemudian Pangeran membawa 8 perlengkapan seorang bhikkhu yang sudah dipersiapkan sebelumnya. 8 perlengkapan itu adalah jubah luar, jubah dalam, kain bawah, ikat pinggang, mangkuk makanan, pisau, jarum dan saringan air. Setelah itu Pangeran menyuruh Channa untuk kembali istana.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/PangeranSiddhatthaKanthakadanCha-1.jpg)
Pangeran Siddhattha bersama Channa dan Kanthaka kabur dari istana


“Tidak ada gunanya hamba diam terus di istana tanpa Tuanku. Perkenankanlah hamba ikut bersama Tuanku.”

“Jangan, Channa. Bawa semua pakaian dan perhiasan ini kembali dan berikan kepada Ayahanda. Sampaikan pesan kepada Ayahanda, Yasodhara, Ibunda dan semua orang untuk jangan terlalu bersusah hati. Aku pasti akan menemukan obat yang dapat menghentikan usia tua, sakit dan mati. Setelah aku memperolehnya, aku akan membagikannya kepada semua makhluk di dunia ini.”


Channa memberi hormat dan mohon diri untuk kembali ke istana. Tapi Kanthaka tidak mau diajak pergi. Pangeran mendekati Kanthaka dan mengusap-usap dan menepok-nepok lehernya dengan penuh rasa kasih sayang.

“Ayolah, Kanthaka. Ikutlah pulang bersama dengan Channa. Tunggulah sampai aku berhasil menemukan obat itu. Aku pasti akan membaginya padamu.”


Kanthaka pun ikut dengan Channa, tapi baru berjalan tidak seberapa jauh, Kanthaka berhenti dan menengok ke belakang untuk melihat Pangeran terakhir kalinya. Kanthaka sedih sekali hingga air matanya pun mengalir membasahi kedua matanya. Tidak lama kemudian, Kanthaka tiba-tiba terjatuh dan meninggal dunia. Setelah meninggal dunia, Kanthaka pun terlahir di Alam Dewa Tusita.

Mengetahui bahwa Pangeran Siddhattha, Channa dan Kanthaka menghilang dari istana, Raja Suddhodana mengutus semua pengawal pergi mencari mereka. Kemudian ada sekelompok pengawal yang bertemu dengan Channa yang sedang berjalan sendirian. Mereka membawa Channa pulang ke istana, dan kemudian Channa menceritakan semuanya kepada Raja Suddhodana, Ratu Pajapai Gotami, Putri Yasodhara dan seluruh anggota kerajaan.

Channa menyerahkan semua peninggalan Pangeran Siddhattha kepada Raja Suddhodana dan menyampaikan salam perpisahannya kepada Ratu Pajapati, Yasodhara dan seluruh anggota kerajaan. Channa juga memberitahukan bahwa saat ini Pangeran Siddhattha sedang berada di tepi Sungai Anoma di Negeri Malla. Meskipun Raja sangat kecewa, namun ia tahu bahwa kepergian Pangeran Siddhattha ini sesuai dengan ramalan dari Petapa Asita dan Kondanna. Kini Raja hanya bisa berharap-harap cemas agar Pangeran dapat berhasil menjadi Buddha. Sejak saat itu, Raja menyuruh orang kepercayaannya untuk mengikuti dan melaporkan setiap hal yang dikerjakan oleh Pangeran Siddhattha.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Gotama.jpg)
Pangeran Siddhattha memotong rambutnya sebagai tanda pelepasan duniawi

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:25:10 AM
Bertapa di Hutan Uruvela

Dari tepi Sungai Anoma, Pangeran Siddhattha lalu pergi ke kebun mangga di Anupiya dan berdiam di sana sampai tujuh hari. Suatu pagi Pangeran berjalan ke arah Rajagaha untuk pindapata (berjalan dengan mangkuk dan menerima pemberian makanan dari para penduduk). Di sana Pangeran (Petapa Gotama) menolong sekawanan domba-domba yang akan disembelih oleh satu kelompok aliran kepercayaan di Pandavapabbata. Pangeran lalu menjelaskan betapa hal itu adalah kesia-siaan, dan akhirnya penyembelihan domba itu pun tidak sampai terjadi. Raja Bimbisara terkesima dengan kebijaksanaan Petapa Gotama. Raja Bimbisara pun mengundang Petapa Gotama untuk tinggal di kerajaannya dan membabarkan ajarannya kepada banyak orang. Tetapi Petapa Gotama menolaknya dan menjawab:

“Terima kasih banyak, Baginda. Aku sangat mencintai orang tuaku, istriku, anakku, Anda sendiri, dan semua makhluk di dunia ini. Aku belum mencapai Pencerahan Sempurna. Aku hendak mencari obat untuk menghentikan usia tua, sakit dan mati. Karena itulah aku masih ingin melanjutkan perjalananku.”

Raja Bimbisara kemudian menjawab:

“Kalau itu menjadi keputusanmu, aku juga tidak akan memaksa. Tapi berjanjilah bila Anda sudah mendapatkan obat itu, maka jangan lupa untuk mengunjungi Rajagaha kembali.”

Dan Petapa Siddhattha mengiyakan permintaan Raja Bimbisara itu:

“Baiklah, Baginda, aku berjanji.”


Dari Rajagaha, Petapa Siddhattha meneruskan perjalanannya dan sampai di tempat Petapa Alara Kalama. Di tempat ini Petapa Gotama berguru pada Petapa Alara Kalama. Petapa Gotama diajari tentang cara-cara bermeditasi dan pengertian tentang Hukum Kamma dan konsep Tumimbal Lahir (proses penerusan kehidupan). Dalam waktu yang singkat, ia sudah menyamai kepandaian gurunya. Petapa Gotama merasa semua pengetahuan yang diajarkan gurunya ini masih belum bisa mengakhiri usia tua, sakit dan mati. Maka Petapa Gotama pun mohon diri dan melanjutkan pengembaraannya. Di tempat lain, Pertapa Gotama bertemu dengan Pertapa Uddaka Ramaputta dan ia pun melatih diri bersamanya. Uddaka Ramaputta terkenal sebagai petapa yang hebat di zaman itu. Di sana Petapa Gotama dan Petapa Uddaka Ramaputta mengembangkan cara bermeditasi yang paling tinggi sehingga dapat mencapai keadaan “bukan-pencerapan dan bukan bukan-pencerapan”. Dalam waktu yang singkat, Petapa Gotama berhasil mencapai tingkat kemampuan yang tinggi. Karena itu Petapa Gotama diminta untuk menjadi mitra dan membantu untuk mengajarkan semua ilmunya kepada murid-murid Uddaka Ramaputta yang banyak sekali. Karena semua pengetahuan yang ia miliki sekarang masih juga belum berhasil mengakhiri usia tua, sakit dan mati, maka Petapa Gotama pun mohon diri dan kembali meneruskan pengembaraannya.

(http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs166.snc3/19371_277209846940_263212646940_3255336_7084481_n.jpg)
Petapa Gotama mendapat bimbingan dari Petapa Alara Kalama

Petapa Gotama kemudian sampai di Senanigama, di Uruvela. Di tempat ini Petapa Gotama bertemu dengan 5 orang petapa lain yang bernama Bhaddiya, Vappa, Mahanama, Assaji dan Kondanna. Mereka menerapkan cara ekstrim agar dapat mengendalikan batin dan kesadaran mereka, yang mereka percaya dapat menyelami kebenaran sejati guna menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Mereka berlima bersama Petapa Gotama berlatih dengan menyiksa diri. Petapa Gotama melaksanakan latihan dengan cara yang paling ekstrim di antara mereka semua. Petapa Gotama menjemur dirinya di bawah terik matahari pada hari siang, dan pada waktu tengah malam ia berendam di sungai dalam waktu yang sangat lama. Ia juga merapatkan giginya dan menekan kuat-kuat langit-langit mulutnya sehingga keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Dengan sakit yang demikian hebatnya, Petapa Gotama berusaha agar batinnya tidak melekat, selalu waspada, tenang serta fokus. Setelah beberapa lama, Petapa Gotama kemudian menahan nafasnya sampai nafasnya tidak lagi keluar dari hidung atau mulut, namun keluar sedikit demi sedikt dari lubang telinga sehingga mengeluarkan suara yang mendesis. Petapa Gotama juga berpuasa dengan mengurangi makanannya dari hari ke hari, hingga hanya memakan sebutir nasi dalam waktu satu hari. Karena hal inilah maka kesehatan tubuhnya sangat memburuk. Badannya kurus sekali. Saking kurusnya, bahkan jika perut bagian depan ditekan dengan jari tangan, maka bagian punggung bawah pun akan muncul tonjolan akibat dari bagian perut depan yang ditekan tersebut. Kulit dan dagingnya sudah tersisa sedikit sekali. Ia bagaikan tengkorak hidup. Warna kulitnya berubah menjadi gelap kehitam-hitaman dan banyak rambutnya yang rontok. Ia juga tidak sanggup berdiri karena kakinya sangat lemah. Hal ini diketahui oleh orang kepercayaan Raja Suddhodana yang kemudian melaporkannya kepada Raja. Raja dan seluruh anggota istana menangisi keadaan Petapa Gotama. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Petapa Gotama dapat dengan segera menjadi Buddha.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/5260_126291048242_43067798242_30378.jpg)
Petapa Gotama menerapkan latihan ekstrim sehingga kesehatan tubuhnya memburuk

Petapa Gotama pun berpikir jika cara yang ia terapkan sekarang adalah tidak benar. Ia merasa bahwa untuk melatih diri agar batin tidak lagi melekat dan selalu waspada pada setiap saat tidak harus dilakukan dengan cara seperti ini. Petapa Gotama pun mandi di sungai, kemudian berjalan dengan tertatih-tatih ke gubuknya untuk beristirahat. Namun ketika berjalan tidak seberapa jauh dari sungai, Petapa Gotama jatuh pingsan. Pada waktu itu ada seorang anak penggembala kambing bernama Nanda yang menemukannya. Ia kemudian memberi air susu kambing kepada Petapa Gotama sehingga dia pun menjadi siuman kembali. Petapa Gotama selalu dirawat oleh Nanda dan diberikan berbagai makanan bergizi sehingga perlahan pun kesehatannya pulih kembali. Hal ini diketahui oleh lima orang petapa yang lain. Mereka menganggap Petapa Gotama sudah gagal, maka mereka pergi meninggalkannya dan pergi ke Taman Rusa di Benares.

Saat kesehatan Petapa Gotama sudah pulih, ia kembali melakukan pertapaannya. Petapa Gotama merenungkan tentang cara-caranya selama ini, dan berusaha untuk mencari jalan yang benar agar dapat menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Ketika ia sedang merenungkan hal ini, lewatlah serombongan penari ronggeng yang berjalan sambil berbincang-bincang. Salah satu dari penari ronggeng itu kemudian berkata:

“Kalau kecapi dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus sehingga lagunya hilang. Kalau dipetik terlalu lemah, maka suaranya tidak akan harmonis. Orang yang dapat memainkan kecapi dengan baik adalah orang yang dapat memetik kecapi dengan tepat, sehingga lagunya harmonis.”

(http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs186.snc3/19371_277209691940_263212646940_3255318_6001037_n.jpg)
Petapa Gotama mendapat inspirasi setelah mendengar pembicaraan serombongan penari ronggeng

Mendengar ucapan salah satu penari ronggeng itu, Petapa Gotama mendapatkan pencerahan situasional. Ia kemudian menemukan jalan yang akan diterapkan guna mencapai Penerangan Agung atau Pencerhana Sempurna. Kemudian Petapa Gotama pun menggunakan jalan tengah yang ia temukan untuk mencapai Pencerahan Sempurna itu.

Di dekat tempat itu tinggallah seorang wanita muda kaya-raya yang bernama Sujata. Sujata ingin membayar kaul kepada dewa pohon karena permohonannya untuk mendapatkan anak laki-laki dapat tercapai. Hari itu Sujata mengutus pelayannya ke hutan untuk membersihkan tempat di bawah pohon tersebut. Sujata pun kaget ketika pelayannya datang kembali dengan tergesa-gesa dengan memberitahukan bahwa dewa pohon itu saat ini muncul. Mendengar hal ini Sujata gembira sekali. Sujata dengan menggendong bayinya kemudian bersama pelayan-pelayannya membawa berbagai masakan yang lezat untuk pergi ke tempat pohon itu. Sujata melihat dewa pohon itu sedang bermeditasi dan kelihatannya sangat agung. Ia tidak tahu bahwa orang yang dia anggap sebagai dewa pohon itu adalah Petapa Gotama. Kemudian Sujata dengan hati-hati mempersembahkan semua makanan kepada Petapa Gotama, yang dikiranya sebagai dewa pohon. Petapa Gotama menerima persembahan itu, dan setelah habis menyantapnya ia pun bertanya:

“Dengan maksud apakah engkau membawa makanan ini?”

“Tuanku yang agung, makanan ini aku persembahkan sebagai ucapan terima kasihku karena Tuanku telah mengabulkan permohonanku untuk mendapatkan anak laki-laki.”

Kemudian Pertapa Gotama menengok ke arah bayi itu dan meletakkan tangannya di dahi bayi itu. Petapa Gotama pun berkata:

“Semoga hidupmu selalu diliputi berkah dan keberuntungan. Aku bukanlah dewa pohon, tetapi seorang putra raja yang telah enam tahun menjadi seorang petapa untuk mencari sinar terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada semua makhluk yang berada dalam jalan kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat aku akan memperoleh sinar terang tersebut. Dalam hal ini, persembahan makananmu telah banyak membantu, karena sekarang badanku menjadi kuat dan segar kembali. Karena itulah, maka engkau pasti akan mendapatkan berkah yang sangat besar akibat persembahanmu ini. Tetapi, adikku yang baik, apakah engkau sekarang bahagia dan semua kehidupanmu sudah terpuaskan dari segala sisinya?”

“Tuanku yang agung, aku tidak menuntut banyak di kehidupan ini. Sedikit tetesan air hujan sudah cukup untuk memenuhi mangkuk Bunga Lily, meskipun belum cukup untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah puas dapat hidup bersama dengan suamiku dan membesarkan anak ini. Setiap hari dengan senang aku mengurusi semua pekerjaan rumah tangga, memberi sesajen kepada para dewata, serta tidak lupa kami sekeluarga selalu berbuat baik dan menolong orang yang memang membutuhkan pertolongan. Kami sekeluarga tahu bahwa keberuntungan selalu datang dari perbuatan baik, dan kemalangan selalu datang dari perbuatan jahat. Oleh karena itulah, apa yang musti kami sekeluarga takuti meski tiba saatnya kematian datang nanti?”

“Kau sudah memberikan penjelasan sederhana yang mengandung saripati kebajikan sangat tinggi di dalamnya. Meski kau tidak mempelajari semua segi dunia ini, namun kau dan sekeluargamu tahu jalan kebenaran dan menyebarkan keharuman sampai ke semua pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapatkan kepuasan, maka semoga aku pun juga akan mendapatkan apa yang aku cari.”

“Semoga Tuanku yang agung berhasil mencapai apa yang Tuanku cari selama ini.”


Petapa Gotama pun melanjutkan perjalanannya dengan membawa mangkuk kosong. Di tepi sungai Neranjara, Petapa Gotama mengucapkan tekadnya (adhitthana) dalam hati:

“Jika memang jalan yang aku jalani ini benar dan akan membawaku pada Pencerahan Sempurna, biarlah mangkuk ini mengalir melawan arus sungai.”

Satu keajaiban pun terjadi, karena mangkuk itu ternyata mengalir melawan arus. Hal ini membuat Petapa Gotama mendapatkan semangat baru dan kepercayaan yang sangat tinggi.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/BuddhamenerimapersembahandariSuj-1.jpg)
Petapa Gotama menerima persembahan makanan dari Sujata
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:27:39 AM
Petapa Gotama mencapai Pencerahan Sempurna (Penerangan Agung)

Petapa Gotama melanjutkan perjalanannya, dan pada sore hari akhirnya ia tiba di Gaya. Ia memilih untuk bermeditasi di bawah Pohon Bodhi. Kemudian ia menyiapkan tempat di sebelah timur pohon itu dengan rumput kering yang diterima dari pemotong rumput bernama Sotthiya. Ia kemudian bertekad dan berkata dalam hati:

“Dengan disaksikan oleh Bumi, meskipun kulitku, urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat ini sebelum memperoleh Pencerahan Sempurna dan merealisasi Nibbana.”

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/buddha-menerima-rumput2an-dari-brah.jpg)
Sotthiya mempersembahkan rumput kering untuk digunakan sebagai alas bermeditasi bagi Petapa Gotama

Kemudian Petapa Gotama melaksanakan meditasi anapanasati, yaitu meditasi dengan menggunakan objek keluar-masuknya nafas. Tidak lama kemudian, semua pikiran-pikiran yang tidak baik mengganggu batinnya. Muncullah semua pikiran akan keinginan pada benda-benda dan hal-hal duniawi yang dapat memuaskan nafsu, tidak menyukai penghidupan yang suci dan bersih, perasaan lapar dan haus yang luar biasa, rasa malas dan ketidakinginan berbuat apa-apa, rasa kantuk yang berat, takut terhadap makhluk-makhluk halus dan gangguan dari hewan-hewan di hutan, gelisah, goyah saat merasakan perubahan kondisi dan cuaca di lingkungan hutan, keragu-raguan terhadap Dhamma, kebodohan (ketidaktahuan), keras kepala, keserakahan, keinginan untuk dipuji dan kesombongan serta memandang rendah orang lain. Semua pikiran tidak baik itu mucul bersama dan datang silih-berganti. Dengan ketenangan dan kesabaran yang luar biasa, Petapa Gotama berusaha agar tidak terhanyut dalam pikiran tersebut. Namun ia berusaha tetap memandangnya dengan kesadaran penuh sebagai sesuatu yang muncul dan lenyap karena ada sebab dan akibat di dalamnya. Petapa Gotama terus menyelami semua gejolak ini. Petapa Gotama pun memberantas sikap-sikap tidak baik yang merintangi Pembebasan, yaitu:
o   Kerinduan terhadap duniawi (Kamachanda-Nivarana)
o   Itikad- itikad jahat (Vyapada-Nivarana)
o   Kemalasan dan kelambanan (Thinamiddha-Nivarana)
o   Kegelisahan dan kekhawatiran (Uddhacca-Kukkucca-Nivarana)
o   Keragu-raguan (Vicikiccha-Nivarana)

Ketika Petapa Gotama berhasil menyingkirkan kelima rintangan ini, maka timbullah kegembiraan. Karena gembira maka timbullah kegiuran (piti). Karena batin tergiur, maka seluruh tubuh terasa nyaman, kemudian Petapa Gotama merasa bahagia. Karena bahagia maka pikirannya menjadi terpusat. Lalu setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka Petapa Gotama masuk dan berdiam dalam jhana pertama; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai vitakka (pengarah pikiran pada objek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada objek). Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, dan diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari “kebebasan”. Setelah membebaskan diri dari vitakka dan vicara, Petapa Gotama memasuki dan berdiam dalam jhana kedua; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitakka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Semua bagian dari tubuhnya diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari “konsetrasi”. Petapa Gotama telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, lalu berdiam dalam keadaan yang seimbang dan disertai dengan perhatian murni dan kewaspadaan yang jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh Para Arya sebagai “kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni”. Petapa Gotama kemudian memasuki dan berdiam dalam jhana ketiga. Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaaan bahagia yang tanpa disertai perasaan tergiur. Dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, Petapa Gotama kemudian memasuki dan berdiam dalam jhana keempat; yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (sati parisuddhi). Demikian Petapa Gotama bermeditasi di sana, memenuhi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih.

Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Maka Petapa Gotama pun mengerti: “Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri atas 4 unsur pokok (unsur padat, cair, api dan angin), berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus-menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran dan kematian; tidak memuaskan; dan karena sifatnya tidak kekal dan tidak memuaskan; maka tidak layak disebut sebagai 'aku' atau 'milikku'. Begitu pula dengan kesadaran (vinnana) yang berkaitan dengannya. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan “tubuh-ciptaan-batin” (mano-maya-kaya), yang memiliki bentuk, memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (kesaktiaan - yang dilandasi oleh kemampuan batin).

Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan dibbasota (Telinga Dewa). Dengan kemampuan-kemampuan dibbasota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, Petapa Gotama mendengarkan suara manusia dan dewa dan semua makhluk, yang jauh maupun yang dekat. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus pikirannya sendiri, Petapa Gotama pun mengetahui pikiran-pikiran makhluk lain.

Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussatinana (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Petapa Gotama melihat dengan terang tentang semua kelahiran-kelahirannya terdahulu, tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun. Kejadian ini terjadi pada waktu jaga pertama, yaitu antara pukul 18.00-22.00. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk (cutupapata-nana) sesuai dengan tumpukan kamma mereka masing-masing. Dan dengan kemampuan dibbacakkhunana (Mata Dewa) yang jernih, melebihi mata manusia, Petapa Gotama melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul dan terlahir sesuai dengan perbuatan-perbuatannya. Kejadian ini terjadi pada waktu jaga kedua pada pukul 22.00-02.00.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/boddhisatta-mencapai-anapana-jhana-.jpg)
Petapa Gotama mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya

Pada waktu jaga ketiga yaitu antara pukul 02.00-04.00, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asavakkhayanana)… Petapa Gotama mengetahui sebagaimana adanya “Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya penderitaan”. Dengan mengetahui dan melihat demikian, maka pikirannya terbebaskan dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda pewujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya. Dan ia pun mengetahui: “Berakhirlah kelahiran kembali, terjalanilah kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan setelah ini.”

Tidak ada unsur yang melekat lagi di batinnya. Petapa Gotama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan merealisasi Nibbana. Dan dengan disaksikan oleh Bumi, Petapa Gotama pun akhirnya sukses menjadi Buddha (Yang Tercerahkan). Dengan usaha sendiri hingga akhirnya sukses mencapai Pencerahan Sempurna, dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengajarkan Dhamma kepada orang lain guna mencapai Pencerahan, maka Petapa Gotama pun disebut sebagai Sammasambuddha Gotama. Dengan wajah berseri dan batin yang sangat damai, Petapa Gotama kemudian mengeluarkan pekik kemenangan:

    “Anekajati samsaram
     Sandhavissam anibbissam
     Gahakarakam gavesanto
     Dukkha jati punappunam
     Gahakaraka! Dittho’si
     Punageham na kahasi
     Sabba to phasuka bhagga
     Gahakutam vismakhitam
     Vismakharagatam cittam
     Tanhanam khayamajjhaga.”

Yang artinya :

   “Dengan letih Aku mencari "pembuat rumah" ini
     Berlari-berputar dalam lingkaran tumimbal lahir
     Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada akhir
     Pembuat rumah! Sekarang telah Ku-ketahui
     Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi
     Semua atapmu telah Ku-robohkan
     Semua fondasimu telah Ku-bongkar
     Batin-Ku sekarang mencapai keadaan terbebas
     Dan berakhirlah semua nafsu keinginan.”


Kemudian secara tiba-tiba terjadilah sebuah gempa bumi. Sebuah gempa bumi dashyat yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Para Dewa dari berbagai alam datang dan bersuka-ria atas keberhasilan Petapa Gotama menjadi Buddha. Demikianlah Pengeran Siddhattha akhirnya berhasil menjadi Buddha pada usia 35 tahun di Bulan Vaisak pada tahun 588 SM.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/PangeranSiddhatthamencapaiPencer-1.jpg)
Petapa Gotama mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Sammasambuddha
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:30:15 AM
Tujuh minggu setelah Penerangan Agung

Selama minggu pertama, Sang Buddha duduk bermeditasi di bawah Pohon Bodhi dan menikmati keadaan Nibbana, yaitu keadaan yang terbebas sama sekali dari semua nafsu-keinginan dan kemelekatan; sehingga batinnya menjadi sangat damai. Pada minggu kedua, Sang Buddha berdiri beberapa kaki dari Pohon Bodhi dan memandanginya terus-menerus tanpa berkedip selama satu minggu penuh, sebagai cetusan rasa terima kasih. Selama minggu ketiga, Sang Buddha berjalan mondar-mandir di atas jembatan emas yang diciptakan-Nya di udara; karena melalui Mata Dewa-Nya, Sang Buddha mengetahui bahwa banyak sekali Dewa yang masih meragukan apakah Beliau benar telah mencapai Pencerahan Sempurna. Selama minggu keempat, Sang Buddha berdiam di kamar batu permata yang diciptakan-Nya. Di kamar itu Sang Buddha bermeditasi dan menyelami abhidhamma, yaitu ajaran mengenai ilmu psikologi dan metafisika batin. Batin-Nya sedemikian bersih sehingga seluruh tubuh-Nya mengeluarkan kilauan cahaya biru, kuning, merah, putih dan jingga. Selama minggu kelima, Sang Buddha bermeditasi di bawah Pohon Ajapala Nigrodha (Pohon Beringin), yang letaknya tidak jauh dari Pohon Bodhi. Pada minggu keenam, Sang Buddha bermeditasi di bawah Pohon Mucalinda. Karena hujan lebat turun, tiba-tiba datanglah seekor ular kobra yang besar sekali dan melilitkan badannya tujuh kali memutari dan memayungi Sang Buddha dengan kepalanya. Ketika hujan berhenti, ular kobra itu berubah menjadi seorang anak muda. Kemudian Sang Buddha berkata:

“Berbahagialah mereka yang bisa merasa puas. Berbahagialah mereka yang bisa mendengar dan melihat kebenaran. Berbahagialah mereka yang bisa bersimpati pada makhluk-makhluk lain di dunia ini. Berbahagialah mereka yang dapat hidup dengan tidak melekat kepada apa pun dan mengatasi nafsu-keinginan. Lenyapnya "ikatan tentang keberadaan aku" merupakan berkah tertinggi.”

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Buddhadanularkobra-1.png)
Sang Buddha dan ular kobra

Pada minggu ketujuh, Sang Buddha bermeditasi di bawah Pohon Rajayatana. Pada hari ke-50, dua orang pedagang lewat di dekat tempat Sang Buddha yang sedang bermeditasi pada pagi hari. Mereka bernama Tapussa dan Bhalika. Setelah berpuasa selama tujuh minggu, akhirnya Sang Buddha mendapatkan persembahan makanan dari mereka berdua yang berupa beras dan madu. Persembahan dari mereka sangat banyak. Karena sudah menjadi tradisi bagi sejak dari Para Buddha terdahulu untuk tidak menerima persembahan makanan dengan kedua tangan, maka dengan kesaktian-Nya, Sang Buddha menerima semua persembahan makanan tersebut dalam satu mangkuk. Setelah Sang Buddha selesai makan, Tapussa dan Bhalika memohon agar diterima sebagai pengikut awam. Mereka pun diterima sebagai upasaka-upasaka (orang yang mengikuti Ajaran Buddha dan masih hidup sebagai perumah tangga) pertama yang berlindung pada Dviratna (Sang Buddha dan Dhamma). Kemudian mereka meminta sesuatu benda pada Sang Buddha, agar dapat mereka bawa pulang. Sang Buddha kemudian memberikan beberapa helai rambut (kesa dhatu = relik rambut). Mereka berdua menerimanya dengan gembira, dan mereka pun mendirikan sebuah pagoda di dekat tempat tinggal mereka untuk menyimpan kesa dhatu tersebut.

Setelah Tapussa dan Bhalika pergi, Sang Buddha merenungkan apakah Dhamma yang Beliau temukan akan diajarkan kepada khalayak ramai atau tidak. Sebelum mencapai Pencerahan Sempurna, Beliau memang berkehendak untuk membagikan “obat suci” itu kepada semua makhluk di dunia. Namun Sang Buddha masih menimbang-nimbang perihal ini. sebab Dhamma itu sangat dalam dan sulit dimengerti, sehingga bisa mengakibatkan munculnya pemahaman keliru ataupun menjadi satu pembabaran yang tidak dapat diterima oleh dunia. Kemudian Sang Buddha melihat ke kolam bunga teratai yang berada di dekat-Nya. Bunga teratai itu tumbuh di kolam yang kotor, namun ia sama sekali tidak terjerat ke dalam kolam itu. Memang ada bunga teratai yang masih berada di dasar kolam, ada juga yang masih berada di permukaan air kolam, namun ada juga yang menjulang tinggi di atas permukaan air kolam. Begitu juga pada batin semua makhluk di dunia ini. Ada yang masih tenggelam di kekotoran duniawi, ada juga yang dapat melihat cahaya terang di atas permukaan kolam keduniawian, namun ada yang mampu lepas sama sekali dari semua kekotoran duniawi. Atas dasar inilah maka Sang Buddha memutuskan untuk membabarkan Ajaran-Nya kepada khalayak ramai, dan dengan bertekad bahwa Beliau baru akan Parinibbana (mangkat) setelah Ajaran-Nya diterima dan disukai khalayak ramai. Sang Buddha juga tidak ingin melakukan hal ekstrim dalam rencana pembabaran Ajaran-Nya. Beliau tidak ingin memaksa semua orang mendengarkan Dhamma. Beliau hanya akan mencari orang-orang yang memang mampu untuk mendengar, melihat dan mempraktikkan Dhamma. Hanya orang yang memiliki sedikit debu di matanya yang bisa melihat Dhamma.

Perhatian Sang Buddha pertama kali ditujukan kepada Alara Kalama. Namun karena melalui kemampuan batin-Nya, Sang Buddha mengetahui bahwa seminggu yang lalu Petapa Alara Kalama sudah meninggal dunia. Kemudian perhatian selanjutnya ditujukan kepada Uddaka Ramaputta, namun Sang Buddha juga mengetahui bahwa Petapa Uddaka Ramaputta baru saja meninggal dunia pada kemarin malam. Karena itulah Sang Buddha menujukan perhatian-Nya pada kelima orang petapa yang pernah bertapa bersama-Nya dahulu.

Sang Buddha berangkat menuju Taman Rusa Isipathana di Benares. Dalam perjalanan menuju Sungai Gaya, Sang Buddha bertemu dengan seorang Petapa Ajivaka bernama Upaka. Karena terpesona melihat keagungan Sang Buddha, Upaka pun bertanya:

“Siapakah Anda? Dan siapa guru Anda?”

Sang Buddha menjawab: “Saya adalah Orang Yang Maha Tahu, dan saya tidak mempunyai guru.”


Upaka hanya menggelengkan kepala dan kemudian pergi. Sang Buddha sendiri juga kembali meneruskan perjalanan-Nya ke Benares...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 25 November 2008, 10:47:10 AM
Jangan percaya pada apa pun, di mana pun Anda mendengarnya, di mana pun Anda melihatnya, atau siapa pun yang mengatakannya, walau seandainya Aku yang mengatakannya, kecuali jika hal itu sudah dibuktikan dan dialami sesuai dengan pemahamanmu.


–––––––––––– Buddha Gotama

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Buddha.jpg)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: defact0r on 03 January 2009, 02:39:57 PM
ijin book mark dulu ah...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Edward on 06 January 2009, 02:59:59 AM
Mod yang berwenang, tolong di sticky please...
Bacaan wajib bagi para pemula nih....
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: iwakbelido on 06 January 2009, 08:57:35 AM
mantap! thanks buat sharingnya, bro upasaka!
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Jayadharo Anton on 06 January 2009, 12:00:08 PM
Sharing yg bagus semoga memberikan manfaat bagi kita semuanya, saddhu3x
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: yanfei on 06 January 2009, 09:06:40 PM
mantab :jempol:

minta sambungannya donk

 _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 06 January 2009, 09:09:38 PM
Saingan RAPB nih *cemas*
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:13:08 PM
Semoga bermanfaat...  _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:14:29 PM
Sang Buddha Tiba di Taman Rusa Isipathana

Setelah tiba di Benares, Sang Buddha kemudian memasuki wilayah Taman Rusa Isipathana. Dari kejauhan, kelima petapa itu melihat Sang Buddha berjalan menuju ke arah mereka. Salah seorang dari kelima petapa itu kemudian berkata:

“Kawan-kawan, lihat Petapa Gotama sedang memasuki taman. Dia adalah orang yang telah gagal dalam mencapai pencerahan, dan lebih menyukai penghidupan duniawi yang penuh dengan kekotoran. Sebaiknya kita tidak usah menyapanya, lagipula jangan memberi hormat padanya. Lebih baik jika dia mau duduk di sini, atau jika tidak mau dia juga boleh hanya berdiri saja.”

Ketika Sang Buddha semakin mendekat, mereka melihat ada sesuatu yang berbeda dan tidak sama seperti Petapa Gotama yang dahulu. Beliau kelihatan lebih mulia, agung, damai, bahagia, dan bersemangat. Secara tidak sadar, kelima petapa itu malah menyambut Sang Buddha dengan penuh hormat dan melupakan apa yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Setelah mengambil tempat duduk yang berada lebih tinggi dari tempat duduk kelima orang petapa itu, Sang Buddha kemudian bersabda:

“O, Petapa, Aku telah menemukan jalan yang menuju ke keadaan terbebas dari semua unsur. Akan Ku-beritahukan kepadamu. Akan Ku-ajarkan kepadamu. Kalau engkau ingin mendengar, belajar dan melatih diri seperti yang akan Ku-ajarkan, maka dalam waktu singkat engkau pun dapat mengerti. Bukan nanti di kelak kemudian hari, tetapi sekarang juga dalam penghidupan ini, bahwa apa yang Ku-katakan itu adalah benar. Engkau dapat menyelami dan membuktikan sendiri keadaan itu yang berada di atas hidup dan mati. Dengan demikian tidak akan ada lagi usia tua, sakit dan mati.”

Kelima petapa itu terheran mendengar ucapan Sang Buddha. Salah satu dari mereka lalu berkata:

“Avuso* Gotama, sewaktu kami masih berdiam bersama Anda, Anda telah berlatih menyiksa diri dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh semua orang di Jambudipa. Karena itu kami menganggap Anda sebagai guru kami. Namun Anda sendiri gagal dalam segala usaha itu. Setelah Anda kembali ke penghidupan duniawi dan tidak lagi melatih diri, kini Anda datang dengan mengatakan telah mencapai Pencerahan. Bagaimana mungkin Anda telah mencapainya?”

“Kamu keliru, o Petapa. Aku tidak pernah berhenti berusaha dan tidak pernah kembali ke penghidupan duniawi. Dengarlah apa yang Ku-katakan. Aku sesungguhnya telah memperoleh Kebijaksanaan Tertinggi, dan juga dapat mengajarkan padamu untuk memperoleh Kebijaksanaan tersebut.”

Setelah itu, kelima petapa itu bersedia untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha. Khotbah ini dikenal dengan nama Dhammacakkappavattana Sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma). Khotbah ini berisi tentang pengertian akan dua pinggiran ekstrim dan Empat Kebenaran Mulia, serta dibabarkan Sang Buddha tepat pada saat purnamasidhi di Bulan Asadha.


“O Petapa, ada dua pinggiran ekstrim yang harus dihindari dalam kehidupan. Pinggiran ekstrim yang pertama adalah mengumbar nafsu-nafsu, yang bersifat rendah, hanya dilakukan oleh orang yang masih bergumul di penghidupan duniawi, tidak mulia, tidak berfaedah, dan hanya akan mengakibatkan penderitaan. Pinggiran ekstrim kedua adalah usaha untuk tidak lagi menikmati kebahagiaan (menyiksa diri), yang menimbulkan kesakitan hebat, tidak mulia, tidak berfaedah, dan hanya akan mengakibatkan penderitaan. Jalan Tengah dengan menghindari kedua pinggiran yang ekstrim telah Ku-selami, sehingga Ku-peroleh Pandangan Terang, Kebijaksanaan, Ketenangan, Pengetahuan tertinggi, Pencerahan Sempurna, Penerangan Agung, Nibbana.”

(http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs186.snc3/19371_277209626940_263212646940_3255313_2722511_n.jpg)
Khotbah Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipathana

*avuso = sahabat, panggilan untuk bhikkhu yang lebih junior
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 09:16:43 PM
(http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/teriak.gif) (http://"hyprotika.wordpress.com") perlu dipublikasikan kepada seluruh umat buddhist nih
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:21:32 PM
Dhammacakkappavattana Sutta

Sang Buddha membabarkan khotbah pertama-Nya ini di Taman Rusa Isipathana, di Varanasi (sekarang tempatnya dinamankan Sarnath, di Benares). Sang Buddha membabarkannya dengan panjang-lebar dan jelas sekali. Tetapi di bagian-bagian lain yang tidak terhitung jumlahnya, ajaran ini dibabarkan dan diterangkan berulang-ulang dengan lebih terperinci dan dengan berbagai macam cara. Empat Kebenaran Mulia:

1. Dukkha Ariyasacca
Artinya adalah Dukkha.

Kebenaran Mulia yang pertama berbunyi “dukkha”, umumnya oleh hampir semua orang menerjemahkannya sebagai “Kebenaran Mulia tentang penderitaan (duka)”. Dan jika mereka menarik kesimpulannya dalam pemahaman Buddhis, mereka mengartikannya bahwa penghidupan ini adalah penderitaan dan duka-lara. Penerjemahan yang salah ini menimbulkan kesalah-pahaman, sehingga banyak orang yang menilai bahwa Ajaran Buddha (Agama Buddha) adalah agama yang pesimis. Di sini dengan tegas dinyatakan bahwa Agama Buddha adalah agama yang tidak berlandaskan pada pandangan pesimis ataupun optimis, namun realistis. Yaitu satu ajaran yang mengajak dan mengajar kita untuk melihat hidup dan penghidupan dengan cara realistis. Ajaran Buddha melihat benda-benda dan segala sesuatunya dengan keadaan sewajarnya (jathabhutam) dan tidak menggambarkan secara keliru bahwa “hidup ini indah” (life is beautifull) atau menjalani hidup dengan pandangan bahwa “hidup ini tidak adil” (no justice in the world). Ajaran Buddha memberitahukan tentang semua keadaan sewajarnya tanpa menutup-nutupi kenyataan yang buruk ataupun mengeluarkan pandangan-pandangan yang dihasilkan dari imajinasi, namun merupakan hasil dari penelitian dan pembuktian intensif.

Tidak dapat disangkal bahwa kosakata dalam Bahasa Pali yang berbunyi “dukkha” yang dalam percakapannya sehari-hari berarti “derita”, “sakit”, “sedih”, “duka”, dan makna penderitaan lainnya. Kosakata ini adalah lawan dari kosakata “sukha” yang berarti “suka”, “senang”, “gembira”, “bahagia”, dan sebagainya. Namun kata “dukkha” yang dipakai dalam pengertian akan Kebenaran Mulia yang Pertama ini mengandung arti filosofis yang sangat luas. Kata “dukkha” dalam Kebenaran Mulia Pertama ini mengandung artian lain seperti “tidak memuaskan”, atau “ketidakpuasan”, dan masih banyak lagi. Karena sangat sulit untuk mencari kata substitusi dari “dukkha” ini, maka akan lebih bijaksana bila kita tetap menggunakan istilah “dukkha” ini daripada mencoba menggantinya dengan kata alternatif lain yang dapat menimbulkan polemik kelak.

Meski Sang Buddha mengatakan bahwa penghidupan ini adalah dukkha, namun bukan berarti penghidupan ini tanpa kebahagiaan. Sang Buddha menjelaskan bahwa di dunia ini ada dua macam kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh semua makhluk, yaitu kebahagiaan fisik dan kebahagiaan batin (mental). Kebahagiaan fisik itu seperti kebahagiaan menjadi orang kaya, kebahagiaan menikmati makanan lezat, kebahagiaan mendengarkan lagu, kebahgiaan melihat lukisan, dan kebahagiaan-kebahagiaan lain yang memuaskan indria. Sedangkan kebahagiaan batin (mental) itu seperti kebahagiaan merasakan kebahagiaan makhluk lain, kebahagiaan melaksanakan penghidupan suci, kebahagiaan ketenangan batin saat bermeditasi, dan kebahagiaan-kebahagiaan lain yang memuaskan landasan mental. Namun semua kebahagiaan tersebut juga termasuk dalam dukkha. Bahkan keadaan “jhana” (keadaan mental yang sangat tenang, yang dapat dicapai dengan jalan meditasi tingkat tinggi) yang dapat membebaskan perasaan dari “sukha” (damai) dan “dukkha” (tidak puas), juga termasuk dalam kategori dukkha. Mengapa semuanya itu adalah dukkha? Sang Buddha menjelaskan:
 
“Semua kebahagiaan itu semu semata, akan berubah dan tidak kekal dan karenanya harus digolongkan dalam dukkha (anicca dukkha viparinama-dhamma).”
   
Dalam hubungan dengan penghidupan dan kebahagiaan dari hawa-hawa nafsu, Sang Buddha menjelaskan tiga hal yang berkaitan, antara lain:

<1> Perasaan tertarik atau kegembiraan (assada)
Perasaan ini muncul seperti pada saat Anda tertarik, suka atau merasa gembira kalau bertemu dan bersama dengan seseorang. Tidak harus sesama antara orang atau makhluk lainnya, namun juga dapat terjadi pada hal-hal lainnya; seperti rasa tertarik pada suatu tempat, makanan, lagu, aroma, dan sebagainya. Hal ini tentu sangat sering kita alami. Tetapi kegembiraan ini tidaklah bersifat kekal sebagaimana juga halnya dengan orang itu (objek); dan segala sesuatu yang membuatnya tertarik juga tidak kekal.

<2> Akibat yang tidak baik, atau perasaan tidak puas (adinava)
Perasaan ini muncul seperti pada saat Anda tidak dapat bertemu atau bersama dengan orang itu, yang tentu saja pasti dikarenakan oleh suatu sebab. Sama seperti asaada, perasaan ini juga dapat muncul karena pengaruh objek lainnya seperti tempat, makanan, lagu, aroma dan sebagainya. Anda akan menjadi kecewa dan mungkin Anda akan melakukan perbuatan yang tidak baik. Inilah yang dinamakan dengan adinava. Hal ini juga tentu sangat sering kita alami dalam penghidupan sehari-hari.

<3> Perasaan yang terbebas dan tidak terikat (nissarana)
Perasaan ini hanya muncul kepada orang yang tidak lagi terikat pada sesuatu lagi. Banyak orang yang memakai standar kebahagiaan bagi dirinya dengan sesuatu yang belum dimilikinya. Ketika sesuatu yang belum dimilikinya itu belum terpenuhi, maka ia akan menderita. Namun orang yang telah memiliki perasaan nissarana, ia sudah tidak terikat lagi pada sesuatu yang belum dimilikinya bahkan yang sudah dimilikinya.


Konsep-konsep dukkha dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1) Dukkha-dukkha (dukkha sebagai derita biasa)
Semua jenis penderitaan dan ketidakpuasan dalam penghidupan ini, seperti dilahirkan, terlapuk dan berusia tua, sakit, mati; berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan; tertimpa musibah; terpisah dari orang atau sesuatu yang disayangi; keluh-kesah; kegagalan; kesedihan, dan semua bentuk derita fisik dan mental yang oleh umum dianggap sebagai derita dan sakit, adalah termasuk dalam golongan ini.

2) Viparinama-dukkha (dukkha sebagai akibat dari perubahan)
Suatu perasaan berbahagia, suatu keadaan bahagia dalam kehidupan adalah tidak kekal. Cepat atau lambat hal ini akan berubah dan perubahan ini akan menimbulkan kesedihan, derita, ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan. Misalnya seseorang yang mencapai kesuksesan dan kekayaan yang melimpah, tidak selamanya akan bermandikan uang kebahagiaan. Suatu hari keadaannya pasti akan berubah, seperti akan ada masalah keuangan, masalah internal maupun eksternal perusahaan, mengalami kebangkrutan, atau setidaknya menghadapi batu sandungan lainnya yang merupakan akibat dari kesuksesannya. Termasuk pula kesedihan akibat berpisah dengan orang yang kita sayangi.

3) Sankhara-dukkha (dukkha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi)
Untuk segi ketiga ini tidaklah terlalu mudah dibabarkan dan dapat langsung dimengerti oleh orang awam. Segi ketiga ini adalah segi yang paling penting dalam Kebenaran Mulia Pertama ini. Untuk penjelasan akan sankhara-dukkha ini, diperlukan pembahasan secara analitis yang khusus terlebih dahulu tentang apa yang kita anggap sebagai “makhluk” atau “aku”. Namun secara garis besarnya adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kehidupan (pancakkhandha). Seperti perasaan sedih karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kehidupan (pancakkhandha).
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:25:19 PM
2. Dukkha Samudaya
Artinya adalah Sumber Dukkha.

Kebenaran Mulia Kedua membahas sumber atau asal mula dukkha. Secara garis besar, dapat ditarik fakta bahwa; “Dukkha bersumber kepada tanha (nafsu keinginan yang tiada habisnya) yang menghasilkan kelangsungan kembali dan tumimbal lahir (punabhavika), yang terikat oleh hawa nafsu (nandiragasahagata), dan yang memperoleh kenikmatan baru di sana-sini (tatratatrabhinandini).”

Sumber dukkha adalah :
<1> Kehausan (nafsu keinginan yang tiada habisnya) akan kenikmatan hawa nafsu (kama-tanha)
Mencakup ketagihan akan kesenangan indria pada:
a. wujud-wujud fisik
b. suara-suara
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa makanan
e. sentuhan-sentuhan
f. bentuk-bentuk pikiran

<2> Kehausan (nafsu keinginan yang tiada habisnya) akan kelangsungan kelahiran (bhava-tanha)
Mencakup ketagihan untuk terlahir kembali sebagai manusia yang berdasarkan pada kepercayaan yang mengatakan tentang adanya roh yang kekal (attavada). Keinginan untuk menuju surga atau neraka juga termasuk dalam kehausan ini. Keinginan untuk hidup abadi setelah kematian juga termasuk kehausan ini.

<3> Kehausan (nafsu keinginan yang tiada habisnya) akan tidak-kelangsungan atau pemusnahan diri (vibhava-tanha)
Mencakup ketagihan untuk memusnahkan diri yang berdasarkan kepercayaan yang mengatakan bahwa setelah manusia meninggal maka berakhirlah segala riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda). Kehausan ini adalah keinginan untuk lenyap setelah kematian.


Keinginan (hawa nafsu) ini memperlihatkan diri dalam berbagai cara, yang merupakan sumber dari beraneka-ragam penderitaan dan kelangsungan hidup makhluk-makhluk. Namun jangan menganggap bahwa tanha sebagai sumber utama dan satu-satunya. Karena semua hal di alam Semesta ini bersifat relatif dan saling bergantung. Meski hawa nafsu (tanha) ini ditempatkan pada posisi sumber dukkha, pada hakikatnya untuk dapat timbul (samudaya), hawa nafsu (tanha) ini bergantung pada hal lainnya; yaitu perasaan, dan perasaan ini bergantung pada kontak, dan kontak pun masih bergantung pada kondisi lainnya. Dengan demikian hawa nafsu bukanlah satu-satunya sebab timbulnya dukkha. Meskipun tidak dapat disangkal memang hawa nafsu merupakan sebab nyata yang terdekat dan yang terpenting untuk dipahami. Namun kita tidak dapat mengesampingkan unsur lainnya yang membuat dukkha itu timbul, yaitu noda-noda dan kekotoran batin (kilesa, sasava-dhamma). Dan kesemuanya itu (hawa nafsu dan noda kekotoran batin) berpangkal pada avijja (ketidaktahuan). Avijja inilah yang menciptakan pemahaman-pemahaman keliru tentang “aku”. Dan pada skala penghidupan yang lebih luas, akhirnya merangsang tumbuhnya tiga akar keburukan; yaitu lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kebodohan batin). Perlu didefinisikan dengan jelas, tanha ini bukanlah hanya sebatas keinginan dan keterikatan kepada hawa nafsu, harta benda dan kekuasaan. Namun termasuk pula keinginan akan dan terikat pada ide-ide dan cita-cita, hasrat, pandangan hidup, opini-opini, teori-teori, konsepsi-konsepsi dan kepercayaan-kepercayaan (dhamma-tanha). Sang Buddha bersabda:

“Dunia ini membutuhkan, menginginkan dengan sangat dan kemudian terikat kepada tanha.”

Semua orang pasti mengakui bahwa semua kejahatan dan perselisihan di dunia ini bermula pada keinginan yang egoistis. Ini tidak sulit untuk dimengerti. Tapi bagaimana keinginan yang egoistis ini dapat mengakibatkan kelangsungan-kembali dan tumimbal lahir, mungkin tidaklah mudah untuk dipahami.

Kita mengetahui bahwa semua makhluk jelas membutuhkan makanan. Ada “empat macam makanan” (ahara) yang menjadi sebab atau kondisi yang harus dipenuhi agar makhluk-makhluk dapat lahir dan berlangsung, yaitu:
1. Makanan biasa atau makanan biologis (kabalinkarahara)
2. Kontak dari enam indria dengan dunia luar (phassahara)
3. Kesadaran (vinnanahara)
4. Kehendak atau kemauan (manosancetanahara)
    Manosancetanahara terdiri dari mano (batin), sanna (pencerapan) dan cetana (kehendak)

Ahara keempat merupakan kehendak untuk hidup, untuk lahir, untuk bertumimbal-lahir, untuk berlangsung dan untuk menjadi lebih sempurna. Ia menciptakan akar bagi kelahiran dan kelangsungan yang bergerak maju dengan perbuatan baik dan buruk (kusalakusala kamma). Sang Buddha pun bersabda:

“Siapa yang mengerti makanan dari cetana, ia juga akan mengerti tiga bentuk tanha (kehausan).”

Oleh karena itu, tanha (kehausan), kehendak, kehendak mental dan kamma semuanya mempunyai arti yang sama, yaitu kenginan atau kemauan untuk “ada”, untuk hidup, untuk hidup kembali, untuk lebih sempurna lagi, untuk berkembang lebih baik, untuk menghimpun lebih banyak lagi.

Inilah sebab timbulnya dukkha dan ini dapat ditemukan dalam "kelompok kehidupan" dari bentuk-bentuk pikiran. Ini merupakan ajaran Sang Buddha yang penting sekali. Kita harus mengerti dengan baik dan harus senantiasa ingat bahwa “sebab”, bibit dari timbulnya dukkha ada di dalam dukkha itu sendiri dan bukan berada di luarnya. Kita harus mempunyai pengertian yang sama dan selalu ingat bahwa “sebab”, bibit untuk menghentikan dukkha, untuk menyingkirkan dukkha secara total, juga terletak di dalam dukkha itu sendiri dan bukan berada di luarnya.
   
Istilah “kamma” (Bahasa Pali) atau “karma” (Bahasa Sansekerta) adalah istilah yang mempunyai arti khusus sebagai “perbuatan berkehendak”. Buah dari perbuatan itu disebut sebagai buah kamma (kamma-phala atau kamma-vipaka). Kehendak yang baik atau yang buruk akan mengakibatkan perbuatan baik atau yang buruk pula, sehingga menghasilkan buah kamma yang baik atau yang buruk pula. Nafsu keinginan, kehendak dan kamma yang baik atau yang buruk, semuanya akan menghasilkan kekuatan untuk berlangsung ke arah yang baik atau yang buruk. Baik dan buruk ini pun sebenarnya relatif karena ia bergerak di lingkaran samsara (lingkaran tumimbal-lahir). Suatu perbuatan dapat disebut perbuatan baik atau perbuatan buruk karena didasari atas niat dan wujud akibatnya (buah kamma). Buah kamma (akibat perbuatan) itu tidaklah pilih kasih, tidaklah merupakan hadiah atau berupa hukuman. Karena Hukum Kamma adalah satu hukum keseimbangan alam. Seorang Arahanta (orang yang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi, mencapai Nibbana) meskipun berbuat sesuatu, tidak akan menimbun kamma karena beliau telah terbebas dari konsepsi tentang adanya “aku”, terbebas dari tanha (nafsu keinginan), terbebas dari segala macam noda dan kekotoran batin. Jadi selama avijja masih menyelubungi kita, kita akan terus membuat kamma yang akan menarik kita terus berputar di samsara.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:28:55 PM
3. Dukkha Nirodha
Artinya adalah Terhentinya Dukkha.

Jika semua hal yang menjadi penyebab dukkha sudah diketahui, maka kita pun dapat melihat celah di mana dukkha itu dapat ditembus. Untuk menyingkirkan dukkha secara total, kita harus menyingkirkan akar dukkha yang dinamakan tanha. Dengan menyingkirkan tanha (satu pokok dengan avijja), kita akan mencapai Nibbana. Apakah yang dimaksud dengan Nibbana? Banyak jawaban yang tidak menjelaskan secara tepat tentang makna Nibbana, karena memang Nibbana adalah satu kosakata yang menjelaskan tentang keadaan yang tidak ada di dunia ini. Sebab dunia ini bersifat dualistis, sedangkan Nibbana adalah non-dualistis. Karenanya tidak ada bahasa apa pun atau kalimat manapun yang dapat menjelaskan maknanya secara tepat. Biarpun tidak ada penjelasan yang dapat menjelaskannya, namun kita tetap memerlukan penjelasan akan Nibbana agar setidaknya dapat melihat seberkas gambarannya. Nibbana adalah padamnya nafsu keinginan, keadaan yang sepenuhnya terbebas, tidak ada rasa suka maupun duka, tidak berkondisi, tidak ada unsur-unsur yang melekat, tidak tercipta, tidak dilahirkan, yang mutlak dan terlepas dari segalanya.

Apakah “yang tidak tercipta” (Asankhata) itu? Itu adalah padamnya hawa nafsu (ragakkhayo), padamnya kebencian (dosakkhayo) dan padamnya kegelapan batin (mohakkhayo). Di antara sikap yang tercipta maupun yang tidak tercipta apa pun juga, viraga (sikap yang tidak terpengaruh) adalah sikap yang paling tinggi. Lenyapnya kesombongan, menghancurkan kehausan, membasmi ikatan-ikatan, memutuskan kelangsungan, padamnya tanha, tidak terpengaruh, terhenti, penghentian kelangsungan tumimbal lahir, itulah Nibbana.

Karena Nibbana sering digambarkan dengan istilah-istilah negatif, maka banyak orang yang menganggap bahwa Nibbana adalah penghancuran diri. Ini adalah salah, karena memang tidak ada “diri” yang dihancurkan. Semua unsur yang membuat “makhluk” ada akan terurai habis karena terlapuk, sakit dan mati. Dengan melatih kesadaran dan kewaspadaan serta menghancurkan avijja-tanha (asal mula dukkha), maka semua unsur itu akan terurai tak bersisa, seperti api yang padam. Dengan tercapainya keadaan itu, maka Nibbana haruslah dipandang sebagai pembebasan mutlak. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak akan ada lagi “surga” atau “neraka”. Semuanya, di sini, saat ini juga, pada kehidupan ini juga, kita dapat mencapai keadaan tak bersyarat itu. Namun jangan pula menganggap istilah ini sebagai hal yang positif. Positif dan negatif merupakan bagian dari dunia ini, yang mencerminkan sifat dualistis. Nibbana berada di luar itu semua. Nibbana adalah mutlak (absolute). Realisasi dari Nibbana adalah melihat semua benda dan hal lainnya menurut keadaan yang sewajarnya dan sebenarnya (yathabhutam), tanpa khayalan (ilusi maupun imajinasi) atau avijja (ketidaktahuan dan berpendapat keliru); sehingga tanha terkikis habis dan dukkha dilenyapkan. Kurang tepat pula bila ada pendapat yang menyatakan bahwa Nibbana adalah akibat (buah kamma) dari padamnya tanha-avijja atau hasil dari perbuatan baik yang dijalani dengan penghidupan suci. Karena sebagaimana yang sudah dijelaskan tadi, Nibbana adalah tak bersyarat, tidak tercipta dan mutlak. Nibbana bukanlah akibat dari perjuangan penyucian diri, ataupun sebab dari kebahagiaan tertinggi. Nibbana berada di luar sebab-akibat.

Menurut keberadaan khandha, Nibbana dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
<1> Saupadisesa-Nibbana
Nibbana yang masih bersisa. Yang dimaksud dengan bersisa ini adalah masih adanya pancakkhandha (lima kelompok kehidupan; jasmani, kesadaran, bentukan kehendak, pencerapan dan perasaan). Saupadisesa-Nibbana juga dapat dikatakan sebagai kondisi batin yang murni, tenang, dan seimbang.
<2> Anupadisesa-Nibbana
Nibbana tanpa sisa. Setelah meninggal dunia, seorang Arahanta akan mencapai anupadisesa-nibbana. Yaitu nibbana tanpa sisa atau Parinibbana. Di mana tidak ada lagi lima kelompok kehidupan,  tidak ada lagi sisa-sisa dan sebab-sebab dari suatu bentuk kemunculan. Sang Arahanta telah "memasuki" keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Orang yang meninggal dunia setelah mencapai Nibbana (Parinibbana) adalah orang yang meninggal dunia dengan sempurna. Batinnya akan sangat damai menjelang nafas terakhirnya, semua pikirannya terfokus dan orang itu sadar betul dan waspada akan semua gejolak batinnya. Orang itu tidak lagi menimbun kamma yang dapat menyeretnya ke samsara. Batinnya damai, tenang, tidak terikat, penuh konsentrasi dan dengan sangat bersih merasakan segala unsur-unsur terurai sampai habis tak bersisa. Itulah yang terjadi pada orang yang Parinibbana. Setelah itu ia tidak akan merasakan lagi kelahiran, sakit, terlapuk (berusia tua), keluh-kesah, kebahagiaan, kesedihan dan kematian. Ia akan terlepas dari segala hal dualistis yang menjadi pembentuk di dunia ini. Itulah tujuan tertinggi dalam perealisasian Dhamma.

Sang Buddha bersabda:
“Di dalam badan jasmani yang tidak seberapa jengkal besarnya ini, Aku melihat dunia ini, timbulnya dunia ini, terhentinya dunia ini, dan jalan yang menuju ke terhentinya dunia ini.”
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:33:52 PM
4. Magga
Artinya adalah Jalan yang Menuju ke Terhentinya Dukkha.

Jalan menuju terhentinya dukkha lebih dikenal dengan “Jalan Tengah” (Majjhima-patipada), karena jalan ini menghindari dua hal ekstirm, yaitu:
1) Mencari kebahagiaan dengan mengumbar dan memuaskan nafsu-nafsu indria
2) Mencari kebahagiaan dengan melakukan penyiksaan diri

Sebelum mencapai Pencerahan dan menjadi Buddha, Pangeran Siddhattha telah mencoba mendapatkan kebahagiaan melalui dua cara itu. Ketika Beliau menyadari bahwa kedua hal itu tidak berguna, maka melalui pemahaman dan observasi intensif-Nya, Beliau menemukan Jalan Tengah yang membawa-Nya menuju ke Kebahagiaan Sejati. Jalan Tengah ini lebih dikenal dengan istilah Jalan Mulia Beruas Delapan (Ariya Atthngika Magga), yang terdiri dari:
1. Samma Ditthi – Pengertian Benar
2. Samma Sankappa – Pikiran Benar
3. Samma Vaca – Ucapan Benar
4. Samma Kammanta – Perbuatan Benar
5. Samma Ajiva – Penghidupan Benar
6. Samma Vayama – Daya Upaya Benar
7. Samma Sati – Perhatian Benar
8. Samma Samadhi – Konsentrasi Benar

Jalan ini tidak harus dilaksanakan menurut nomor urutnya. Kedelapan ruas jalan ini dapat dilaksanakan bersamaan, dan memang harus dilaksanakan dan dikembangkan bersama agar terasa manfaatnya. Delapan Jalan Mulia ini dapat dibagi dalam tiga garis besar, yaitu:
1) Sila – tata hidup bersusila (moralitas)
2) Samadhi – disiplin mental (fokus)
3) Panna – integritas luhur (kebijaksanaan)
   

A. Sila

Sila mempunyai dasar pemikiran cinta-kasih universal (metta) dan rasa belas-kasih (karuna) terhadap semua makhluk. Ajaran Buddha yang mengajarkan untuk berbuat baik didasari atas hal ini, bukan karena berbuat baik untuk mengharapkan balasan setimpal atau “hadiah”. Sang Buddha mengajarkan bahwa untuk memperoleh kesempurnaan hidup, dua sifat luhur harus dikembangkan secara bersamaan, yaitu:
a) metta-karuna (cinta-kasih dan belas-kasihan)
b) panna (kebijaksanaan)

Metta-karuna mecakup cinta kasih, suka beramal, ramah-tamah, toleransi dan semua sifat luhur lainnya yang berhubungan dengan perasaan (emosi) atau sifat-sifat yang timbul dari kebaikan. Sedangkan panna ada hubungannya dengan intelek (kecerdasan) atau sifat-sifat yang timbul dari kedewasaan berpikir. Kalau metta-karuna dikembangkan dan dengan mengabaikan panna, maka orang tersebut akan menjadi baik hati yang kurang bijaksana. Namun kalau orang itu mengembangkan panna dan mengabaikan metta-karuna, maka orang itu akan menjadi orang cerdas yang kurang berbagi. Sang Buddha tidak pernah mengajarkan agar kita menjadi salah satu orang yang seperti itu. Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengembangkan kedua sifat itu agar menjadi orang bijaksana yang baik. Sila yang berlandaskan cinta-kasih dan belas-kasihan ini meliputi tiga bagian dari Jalan Mulia Beruas Delapan, yaitu:

1) Ucapan Benar
Ucapan itu dapat dikatakan benar apabila telah memenuhi syarat-syarat berikut:
- ucapan itu memang benar adanya
- ucapan itu beralasan
- ucapan itu berfaedah (bermanfaat bila disampaikan)
- ucapan itu disampaikan tepat pada waktunya
Mengucapkan sesuatu dengan benar adalah hal yang mudah namun sulit untuk dilaksanakan. Sang Buddha sendiri selalu mengucapkan sesuatu dan berkata dengan benar. Orang yang menjalankan hal ini pasti akan selalu berbicara tentang hal yang benar, memakai kata-kata yang manis dan baik, memakai intonasi dan nada bicara yang sopan, serta mengucapkan sesuatu yang berfaedah. Jadi kalau ia tidak dapat mengutarakan sesuatu yang berguna, dengan sendirinya ia akan diam seribu bahasa.

2) Perbuatan Benar
Perbuatan benar bertujuan untuk mengembangkan perbuatan-perbuatan yang bersusila, terhormat dan menjauhkan diri dari keributan-keributan, dan menjalankan kehidupan yang tenang, bersih, bermoral dan dengan cara yang benar. Sang Buddha menerapkan Pancasila (5 Sila) yang umum untuk dijalankan dalam kehidupan berumah-tangga, yaitu :
- bertekad untuk melatih diri menghindari dari aktivitas membunuh
- bertekad untuk melatih diri menghindari dari aktivitas mengambil sesuatu yang tidak diberikan (mencuri)
- bertekad untuk melatih diri menghindari dari aktivitas berbohong, dan berbicara hal yang tidak baik
- bertekad untuk melatih diri menghindari dari aktivitas seks yang tidak baik
- bertekad untuk melatih diri menghindari dari mengonsumsi zat yang bisa melemahkan kesadaran
Dalam konteks kehidupan seorang bhikkhu, berhubungan seks sama sekali tidak diperbolehkan karena hal itu tidak sejalan dengan jalan penyucian diri. Seorang bhikkhu sendiri menjalankan 227 vinaya (peraturan), sedangkan seorang bhikkhuni menjalankan 311 vinaya (peraturan).

3) Penghidupan Benar
Ini berarti kita seharusnya menjalani hidup tanpa merugikan makhluk lain, alam sekitar, dan termasuk pula diri sendiri. Lima mata pencaharian tidak baik yang sebaiknya dihindari adalah:
- penipuan
- ketidak-setiaan
- penujuman
- kecurangan
- memungut bunga yang tinggi (praktik lintah darat)

Ada pula lima macam perdagangan yang sebaiknya dihindari:
- berdagang alat senjata
- berdagang makhluk hidup
- berdagang sesuatu yang berasal dari pengolahan terhadap bagian tubuh makhluk hidup (penganiayaan makhluk hidup)
- berdagang sesuatu atau hal yang dapat menimbulkan ketagihan atau menurunkan kesadaran
- berdagang racun atau makanan-minuman yang mengandung zat-zat berbahaya

Penghidupan benar adalah menjalani hidup dengan menyejahterakan makhluk lain, alam sekitar, dan diri sendiri, tanpa ada pihak yang dirugikan.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:42:41 PM
B. Samadhi

Disiplin mental adalah satu bentuk pengendalian diri melalui bentuk batin. Samadhi yang berlandaskan usaha dan keteguhan ini meliputi tiga bagian dari Jalan Mulia Beruas Delapan, yaitu:
1) Daya Upaya Benar
Ini berarti mengerahkan pikiran untuk:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin

2) Perhatian Benar
Perhatian benar ini terdiri dari latihan pengembangan mental atau yang lebih dikenal dengan istilah meditasi (bhavana). Sang Buddha mengajarkan metode meditasi yang fokus pada tujuan akhirnya berupa Pencerahan. Seiring berkembangnya zaman, metode meditasi ini dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu Samatha Bhavana dan Vipassana Bhavana.

Meditasi adalah inti ajaran Buddha. Tujuan akhir yang dibabarkan oleh Sang Buddha (Nibbana) dapat dicapai dengan jalan meditasi. Meditasi yang dapat diterapkan pada setiap aktivitas sehari-hari adalah meditasi perhatian murni, menyadari betul semua yang terjadi pada aktivitas itu sedang berlangsung. Namun untuk mencapai Nibbana kita harus melaksanakan meditasi dalam postur waspada. Posisi meditasi yang baik sesuai yang diajarkan Sang Buddha adalah duduk bersila dan tegak. Meditasi juga dapat dilakukan dengan berjalan penuh kewaspadaan.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Buddha17.jpg)
Sang Buddha dalam sikap bermeditasi


A. Samatha Bhavana (Meditasi Ketenangan)

Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin dipusatkan pada suatu objek. Pikiran tidak boleh berkeliaran kesana-kemari, pikiran tidak melamun dan atau mengembara tanpa tujuan. Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin. Dalam jenis meditasi ini, terdapat empat puluh macam objek meditasi, yaitu:
– 10 kasina (wujud benda)
1.  Pathavi kasina = wujud tanah
2.  Apo kasina = wujud air
3.  Teja kasina = wujud api
4.  Vayo kasina = wujud udara atau angin
5.  Nila kasina = wujud warna biru
6.  Pita kasina = wujud warna kuning
7.  Lohita kasina = wujud warna merah
8.  Odata kasina = wujud warna putih
9.  Aloka kasina = wujud cahaya
10. Akasa kasina = wujud ruangan terbatas

Dalam kasina tanah, dapat dipakai perenungan sebuah kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan. Dalam kasina air, dapat dipakai perenungan sebuah telaga atau air yang ada di dalam ember. Dalam kasina api, dapat dipakai perenungan api yang menyala yang di depannya diletakkan seng yang berlobang. Dalam kasina angin, dapat dipakai perenungan angin yang berhembus di pohon-pohon atau badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai perenungan benda-benda seperti bulatan dari kertas, kain, papan, atau bunga yang berwarna biru, kuning, merah, atau putih. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai perenungan cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela dan lain-lain. Dalam kasina ruangan terbatas, dapat dipakai perenungan ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya.

Disini, langkah perenungan harus kita pusatkan seluruh perhatiannya pada bulatan yang berwarna biru (misalnya). Selanjutnya, dengan memandang terus pada bulatan itu, kita harus berjuang agar pikiran tetap terjaga, waspada, dan sadar. Sementara itu, benda-benda di sekeliling bulatan tersebut seolah-olah lenyap, dan bulatan tersebut kelihatan menjadi makin semu dan akhirnya sebagai bayangan pikiran saja. Kini, walaupun mata dibuka atau ditutup, kita masih melihat bulatan biru itu di dalam pikirann, yang makin lama makin terang seperti bulatan dari rembulan.


– 10 asubha (wujud ketidak-indahan)
1.   Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
2.   Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3.   Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4.   Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5.   Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6.   Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
7.   Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8.   Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
9.   Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
10. Atthika = wujud tengkorak

Dalam sepuluh asubha ini, kita akan merenungkan sesosok tubuh yang telah menjadi mayat, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya sehingga organ-organnya berceceran, dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya merupakan tengkorak. Selanjutnya meditator menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri; "tubuhku ini adalah kotoran yang terbungkus rapi, yang juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya". Di sinilah hendaknya kita memegang dengan teguh di dalam pikiran mengenai objek yang timbul, seperti gambaran pikiran mengenai mayat-mayat tadi. Diharapkan dengan menggunakan objek asubha ini dalam meditasi, meditator tidak lagi melekat pada keindahan tubuh jasmani yang semu. Karena setampan dan secantik apapun manusia, manusia tetaplah tulang-belulang dan kotoran-kotoran yang terbungkus rapi oleh kulit.


– 10 anussati (perenungan)
1.   Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
2.   Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
3.   Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
4.   Silanussati = perenungan terhadap sila
5.   Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6.   Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7.   Marananussati = perenungan terhadap kematian
8.   Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
9.   Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana

Dalam Buddhanussati, kita merenungkan sembilan sifat Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut adalah maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan. Dalam Dhammanussati, kita merenungkan enam sifat Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu adalah telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. Dalam Sanghanussati, kita merenungkan sembilan sifat Ariya-Sangha. Kesembilan sifat Ariya-Sangha itu adalah telah bertindak dengan baik, telah bertindak lurus, telah bertindak benar, telah bertindak patut, patut menerima persembahan, patut menerima tempat bernaung, patut menerima bingkisan, patut menerima penghormatan, lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.

Dalam silanussati, kita merenungkan sila yang telah dilaksanakan, yang tidak patah, yang tidak ternoda, yang dipuji oleh para bijaksana, dan menuju pemusatan pikiran. Dalam caganussati, kita merenungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan, yang menyebabkan musnahnya kekikiran. Dalam devatanussati, kita merenungkan makhluk-makhluk agung atau para dewa yang berbahagia, yang sedang menikmati hasil dari perbuatan baik yang telah dilakukannya. Dalam marananussati, kita merenungkan bahwa pada suatu hari kematian akan datang; bahwa tubuh ini akan diperebutkan oleh ulat-ulat, kutu, belatung, dan binatang lainnya yang hidup dengan ini; bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan, di mana, dan melalui apa orang akan meninggal, serta keadaan yang bagaimana setelah kematian. Dalam kayagatasati, kita merenungkan 32 bagian anggota tubuh, dari telapak kaki ke atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang diselubungi kulit dan penuh kekotoran; bahwa di dalam badan ini terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.

Dalam anapanasati, kita merenungkan keluar masuknya napas dengan penuh kesadaran. Dalam upasamanussati, kita merenungkan Nibbana, yaitu kondisi yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.


– 4 appamanna (keadaan tidak terbatas)
1.   Metta = cinta-kasih yang universal, tanpa pamrih
2.   Karuna = belas-kasihan
3.   Mudita = perasaan simpati
4.   Upekkha = keseimbangan batin

Empat appamanna ini sering disebut juga sebagai Brahma-vihara (kediaman yang luhur). Dalam melaksanakan metta-bhavana, seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena ia tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya sendiri. Setelah itu, cinta kasih dipancarkan kepada orang tua, guru-guru, teman-teman laki-laki dan wanita sekaligus. Bagian yang tersulit adalah memancarkan cinta-kasih kepada musuh-musuh maupun makhluk-makhluk yang tidak kita sukai. Dalam hal ini mungkin timbul perasaan dendam atau sakit hati. Namun, hendaknya diusahakan untuk mengatasi kebencian itu dengan merenungkan sifat-sifat yang baik dari musuhnya dan jangan menghiraukan kejelekan-kejelekan yang ada padanya. Perlu diingat bahwa kebencian hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih.

Dalam karuna-bhavana, kita memancarkan belas-kasihan kepada makhluk-makhluk yang sedang ditimpa kemalangan, diliputi kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan. Dalam mudita-bhavana, kita memancarkan perasaan simpati kepada makhluk-makhluk yang sedang bersuka-cita; turut berbahagia melihat kebahagiaan makhluk lain. Dalam upekkha-bhavana, kita akan merenungkan kondisi batin yang tetap tenang menghadapi suka dan duka, pujian dan celaan, untung dan rugi.

Metta (cinta-kasih) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi kebencian di dalam pikiran. Karuna (belas-kasih) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi keserakahan di dalam pikiran. Mudita (simpati) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi kemelekatan dan sifat egois di dalam pikiran. Upekkha (keseimbangan batin) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi ketidaktahuan (avijja) di dalam pikiran.


– 1 aharapatikulasanna (perenungan makanan menjijikan)
Dalam aharapatikulasanna, kita merenungkan bahwa makanan yang lezat adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di dalam perut; bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah, dicicipi, semuanya akan berakhir sebagai kotoran (tinja) dan air seni (urine).


– 1 catudhatuvavatthana (analisa empat unsur jasmani)
Dalam catudhatuvavatthana, kita merenungkan bahwa di dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu :
1) Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat) -> ialah segala sesuatu yang bersifat keras atau padat. Misalnya: rambut, tulang, kuku, gigi, dll.
2) Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair) -> ialah segala sesuatu yang bersifat saling berhubungan antara satu dengan yang lain atau melekat. Misalnya: empedu, lendir, nanah, darah, dll.
3) Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas) -> ialah segala sesuatu yang bersifat panas-dingin (suhu). Misalnya: setelah selesai makan dan minum, atau bila sedang sakit, tubuh akan terasa panas-dingin (perubahan suhu tubuh).
4) Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak) -> ialah segala sesuatu yang bersifat bergerak. Misalnya: angin yang ada di dalam perut dan usus, angin yang keluar masuk waktu bernapas, dan lain-lain.


– 4 arupa (tanpa materi)
1.  Kasinugaghatimakasapannatti = objek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2.  Akasanancayatana-citta = objek kesadaran yang tanpa batas
3.  Natthibhavapannati = objek kekosongan
4.  Akincannayatana-citta = objek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan

Dalam kasinugaghatimakasapannati, batin yang telah memperoleh gambaran kasina dikembangkan ke dalam perenungan ruangan yang tanpa batas sambil membayangkan “ruang tanpa batas” dan kemudian gambaran kasina dihilangkan. Jadi, pikiran ditujukan kepada ruangan yang tanpa batas, dipusatkan di dalamnya, dan menembus tanpa batas. Dalam akasanancayatana-citta, ruangan yang tanpa batas itu ditembus dengan kesadaran sambil merenungkan "kesadaran adalah tak terbatas". Meditator harus berulang-ulang memikirkan penembusan ruangan itu dengan sadar, mencurahkan perhatiannya kepada hal tersebut.

Dalam natthibhavapannati, meditator harus mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Meditator terus-menerus merenungkan "kekosongan / kehampaan dari ruang tak terbatas itu". Dalam akincannayatana-citta, meditator merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan atau kesejahteraan, dan setelah itu kembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin yang penghabisan, yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu dilepas, sehingga tidak ada pencerapan lagi.


B. Vipassana Bhavana (Meditasi Pandangan Terang)

Vipassana Bhavana menerapkan nama-rupa (batin-materi) atau pancakkhandha (faktor kehidupan, yaitu jasmani, pencerapan, kesadaran, perasaan dan pikiran) sebagai objeknya. Namun pada tahap permulaan, meditator bisa mengarahkan fokus kesadaran penuh pada anapanassati (keluar-masuknya nafas). Secara garis besar, perenungan terhadap batin-jasmani ini dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
– Kaya-nupassana (perenungan terhadap tubuh)
– Vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan)
– Citta-nupasaana (perenungan terhadap keadaan batin atau kondisi mental)
– Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran)

Pancakkhandha (lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
Rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sanna-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan vinnana-khandha (kelompok kesadaran). Pancakkhandha adalah kelompok penggerak kehidupan yang berada dalam satu fenomena yang disebut sebagai makhluk.

Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
Kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran). Empat macam satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu sendiri. Kaya nupassana adalah rupa-khandha, vedana-nupassana adalah vedana-khandha, citta-nupassana adalah vinnana-khandha dan dhamma-nupassana adalah pancakkhandha.

Di sini kita merenungkan sensasi badan jasmani, timbul-tenggelamnya perasaan, timbul-tenggelamnya kondisi mental dan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya. Dan dalam dhamma-nupassana, meditator merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (satta bojjhanga), dan merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kebenaran Mulia (cattari ariya saccani).


3) Konsentrasi Benar
Konsentrasi benar adalah penerapan berkesinambungan dari perhatian itu pada suatu objek tanpa terpecahnya pikiran. Konsentrasi adalah praktik mengembangkan pemusatan pikiran pada satu objek tunggal, baik fisik maupun mental. Pikiran terserap total pada objek tanpa terpecah, goyang, cemas atau pusing. Konsentrasi ini akan menyejahterakan mental dan fisik sehingga memunculkan kenyamanan, kegembiraan dan ketenangan. Kemudian konsentrasi juga akan menyiapkan pikiran untuk melihat sesuatu sebagaimana adanya dan mencapai kebijaksanaan.

Konsentrasi benar juga dapat ditujukan pada tingkat jhana dalam meditasi. Dalam konteks yang lebih komprehensif, konsentrasi benar juga bisa merujuk pada Samatha Bhavana seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:48:32 PM
C. PANNA

1) Pikiran benar
Pikiran benar adalah pikiran yang melepaskan kesenangan dunia, dan yang bebas dari kemelekatan serta sifat mementingkan diri sendiri (nekkhamasankappa). Pikiran yang penuh kemauan baik, cinta-kasih, kelemah-lembutan, dan yang bebas dari itikad jahat, kebencian, dan kemarahan (avyapadasankappa). Dan pikiran yang penuh belas-kasihan, dan yang bebas dari kekejaman dan kebengisan (avihimsasankappa).

2) Pemahaman benar
Pemahaman benar pada hakikatnya adalah pemahaman yang benar mengenai Empat Kebenaran Mulia, yaitu:
1. Kebenaran mulia tentang penderitaan
2. Kebenaran mulia tentang sebab penderitaan
3. Kebenaran mulia tentang terhentinya penderitaan
4. Kebenaran mulia tentang jalan menuju terhentinya penderitaan

Dalam pengembangannya, pemahaman benar ini masing-masing terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Sacca nana, pengetahuan bahwa hal ini adalah kebenaran sejati
2. Kicca nana, pengetahuan bahwa fungsi tertentu dari kebenaran ini harus dijalankan
3. Kata nana, pengetahuan bahwa fungsi-fungsi tertentu dari kebenaran ini telah dijalankan

Dan bila ditilik lebih lanjut, pemahaman benar akan semuanya ini terdiri dari dua belas segi pandangan.
Pemahaman benar dapat dirinci lagi menjadi lima tingkat, yaitu:
1. Kammassakata sammaditthi
Berarti pengertian benar tentang keselarasan perbuatan (kamma niyama) yang pada pokoknya menerangkan bahwa setiap perbuatan akan memberikan akibat yang setimpal; dan setiap mahluk memiliki, mewarisi, terlahir, berhubungan dan terlindung oleh kammanya sendiri.

2. Vipassana sammaditthi
Pengertian benar yang timbul setelah penyadaran jeli terhadap jasmani dan batin (rupa dan nama dhamma) Pengertian benar ini tidak dapat diperoleh hanya melalui penghafalan kitab-kitab suci atau pun melalui kecerdasan otak, tetapi timbul dari pengamatan langsung terhadap aktivitas jasmani dan batin sehingga dapat menyadari sifatnya yang anicca, dukkha dan anatta.

3. Magga sammaditthi
Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indria dan batin sebagaimana adanya sehingga merealisasi magga-nana (jalan pengetahuan).

4. Phala sammaditthi
Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indera dan batin sebagaimana adanya sehingga merealisasi phala-nana (buah pengetahuan). Begitu penembusan magga-nana terealisasi, maka pasti langsung diikuti pula dengan phala-nana.

5. Paccavekkhana samaditthi
Pengertian benar berupa perenungan setelah phala-nana atas perealisasian yang telah dicapai.


Setelah itu Sang Buddha bersabda :



"Selama pandangan-Ku terhadap 4 Kebenaran Mulia tersebut masih belum jelas benar mengenai tiga seginya dan dua belas jalannya, Aku belum dapat menuntut dan menyatakan dengan pasti bahwa Aku telah mencapai Pencerahan Sempurna yang tiada bandingannya di alam-alam para dewa, mara, brahma, pertapa, brahmana dan manusia."

"Kini setelah pandangan-Ku terhadap 4 Kebenaran Mulia tersebut sudah jelas benar mengenai tiga seginya dan dua belas jalannya, Aku menyatakan dengan pasti bahwa Aku telah mencapai Pencerahan Sempurna yang tiada bandingannya di alam-alam para dewa, mara, brahma, pertapa, brahmana dan manusia."

"Dengan demikian timbul dalam diri-Ku Pandangan Terang dan Kebijaksanaan, bahwa Aku sekarang telah terbebas dari Samsara dan penghidupan-Ku sekarang ini merupakan penghidupan-Ku yang terakhir."


Kelima petapa mendengarkan dengan saksama dan membuka hati mereka terhadap ajaran Sang Buddha. Dan ketika khotbah itu tengah dibabarkan, pandangan tanpa noda dan murni terhadap Dhamma muncul dalam diri Kondanna. Ia memahami bahwa “apa pun yang muncul, pasti akan tenggelam (yam kinci samudayadhammam sabbam tam nirodhadhammam)”. Demikianlah, ia menembus Empat Kebenaran Mulia dan mencapai tataran kesucian pertama (Sotapatti) pada akhir pembabaran itu. Karena itulah, ia juga dikenal sebagai Annata Kondanna (Kondanna yang sudah mengetahui; paham). Lalu ia memohon penahbisan lanjut (upasampada) kepada Sang Buddha. Untuk itu, Sang Buddha menahbiskannya dengan berkata:

“Mari, Bhikkhu! Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna. Jalanilah kehidupan suci dan akhirilah penderitaan”.

Dengan demikian, ia menjadi bhikkhu pertama dalam Buddhasasana yang melalui penahbisan “Ehi Bhikkhu Upasampada”.

Setelah itu, ketika ketiga petapa lainnya pergi menerima dana makanan, Sang Buddha memberikan bimbingan Dhamma kepada Vappa dan Bhaddiya. Mereka pun akhirnya mencapai tataran kesucian Sotapatti. Dengan segera mereka pun memohon untuk ditahbiskan juga sebagai bhikkhu. Keesokan harinya, Mahanama dan Assaji juga mencapai tingkat Sotapanna. Tanpa jeda lagi mereka juga memohon penahbisan lanjut dari Sang Buddha untuk menjadi bhikkhu. Dengan demikian, kelima petapa itu menjadi lima bhikkhu yang pertama, yang juga dikenal sebagai “Bhikkhu Pancavaggiya” Sejak saat itu, Persamuhan Bhikkhu (Sangha Bhikkhu) pun dibentuk.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 07 January 2009, 09:57:25 PM
Anattalakkhana Sutta

Setelah kelima bhikkhu itu mencapai tingkat Sotapanna, pada hari kelima Sang Buddha pun membabarkan Anattalakkhana Sutta (Khotbah Mengenai Tiadanya Inti Diri), yang dibabarkan sebagai tanya-jawab antara Sang Buddha dengan kelima siswa-Nya. Pada intinya, Sang Buddha menyatakan bahwa wujud (rupa), perasaan (vedanna), persepsi (sanna), bentukan kehendak (sankhara), dan kesadaran (vinnana) adalah selalu berubah; dan apa yang selalu berubah tidaklah memuaskan (dukkha).

Apa yang disebut sebagai makhluk itu? Tidakkah pernah terpikirkan bahwa makhluk itu sangat luar biasa? Jelas luar biasa! Karena ada “sesuatu” yang hidup, bergerak, dan dapat pula berkehendak. Pernahkah Anda mencoba untuk meneliti keadaannya? Kita tidak perlu repot-repot mencari objek penelitiannya, cukup diri kita sendiri yang dijadikan objeknya. Siapakah “aku”? Pernahkah Anda berpikir mengapa “aku” dapat hidup? Bagaimana keadaan “aku” sebelum hidup atau sebelum dilahirkan? Apa yang terjadi pada “aku” setelah meninggal? Mengapa “aku” seperti ini? Apakah “aku” yang dapat dilihat di cermin dan disentuh ini memang benar “aku”? Adakah yang bersifat individu permanen pada “aku” ini?

Sang Buddha menjelaskan :
"Tidak ada “aku” yang dapat ditemukan. “Aku” hanyalah kombinasi dari fisik dan mental yang selalu berada dalam keadaan bergerak dan berubah. “Aku” hanyalah berupa paduan-paduan dari berbagai unsur."

Apa yang disebut sebagai makhluk adalah satu fenomena yang mencakup Lima Kelompok Kehidupan, yaitu:

A. Kelompok kehidupan dalam bentuk materi (rupakkhandha)
Dalam kelompok ini termasuk empat mahabhuta, yaitu empat unsur yang terdiri dari unsur padat, cair, panas dan gerak. Termasuk pula benda-benda dan hal-hal yang berkaitan dengan mahabhuta itu sendiri, seperti enam landasan indria (mata, hidung, telinga, lidah, kulit dan pikiran) dengan objeknya masing-masing; dan juga pikiran, gagasan dan konsepsi yang berada dalam objek pikiran (dhammayatana). Rupakkhandha adalah keseluruhan bentuk-bentuk, baik yang berada dalam tubuh kita maupun objek sasarannya.

B. Kelompok kehidupan dalam bentuk perasaan (vedanakkhandha)
Dalam kelompok ini termasuk semua perasaan (perasaan bahagia, perasaan tidak bahagia dan juga perasaan bukan bahagia dan bukan tidak bahagia) yang timbul karena adanya kontak indria dengan dunia luar. Ada enam jenis perasaan, yaitu perasaan yang timbul dari kontak mata dengan wujud yang terlihat, telinga dengan suara yang terdengar, hidung dengan bebauan yang tercium, lidah dengan rasa yang terkecap, kulit dengan bentuk yang tersentuh, dan batin dengan objek pikiran (mental) yang terolah. Semua perasaan ini termasuk dalam kelompok ini. Untuk memperjelas dari apa yang disebut dengan perasaan (vedana), kita harus mengerti dulu apa yang dimaksud dengan pikiran (manas).

Yang pertama kita harus mengerti dengan baik bahwa “manas” bukanlah “jiwa” atau “roh” sebagai lawan dari badan jasmani. Ia juga sebuah indria layaknya seperti indria-indria lainnya. Manas (pikiran) dapat dikendalikan dan dikembangkan seperti indria lainnya. Masing-masing indria hanya memegang satu peranan bagi sang makhluk untuk mengenali dunianya. Contohnya: kita dapat melihat warna dengan mata, dan bukannya dapat melihat suara dengan mata. Semua objek indria yang dapat langsung kita kenali di dunia ini (seperti wujud, suara, bebauan, rasa dan bentuk) hanyalah sebagian dari isi dunia ini. Begitu pula gagasan, pikiran dan konsepsi. Mereka juga bagian dari dunia ini, dan mereka hanya dapat dikenali oleh indria batin (pikiran).

Harus disadari bahwa pikiran dan gagasan tidaklah berdiri sendiri. Pada hakikatnya mereka bergantung kepada dan timbul oleh pengalaman. Seorang yang dilahirkan buta tidak mempunyai ide (gambaran) tentang warna, kecuali melalui perbandingan gerak udara maupun suara yang dihasilkan dari warna-warna tersebut. Dengan demikian, pikiran (yang jika mengolah suatu objek dapat menimbulkan bentuk perasaan atau vedana) adalah salah satu dari keenam indria kita yang dapat dikendalikan, dikekang, dan diarahkan ke jalan menuju kesucian.

C. Kelompok kehidupan dalam bentuk persepsi (sannakkhandha)
Seperti dengan perasaan, persepsi pun terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan indria kita dengan objeknya masing-masing. Persepsi juga terjadi karena indria kita mengadakan kontak dengan dunia luar, baik yang merupakan objek fisik maupun objek mental.

D. Kelompok kehidupan dalam bentuk bentuk-bentukan kehendak (sankharakkhandha)
Kelompok ini mencakup semua kegiatan “kehendak” kita, atau yang dikenal dengan istilah kamma (perbuatan atau action). Untuk berbuat sesuatu, maka pada umumnya kita akan terlebih dahulu berkehendak. Kehendak (cetana) adalah satu bentuk kegiatan mental. Kehendak inilah yang mengarahkan pikiran kita untuk berbuat baik, berbuat buruk, ataupun berbuat netral. Seperti perasaan dan persepsi, kehendak ini juga terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan keenam indria kita dengan objeknya masing-masing. Perasaan dan persepsi bukan merupakan perbuatan, karenanya mereka tak akan menghasilkan buah kamma (akibat). Namun kegiatan kehendak yang dapat menimbulkan buah-kamma, misalnya:
   - manasikara (perhatian)
   - chanda (keinginan luhur; untuk berbuat)
   - adhimokkha (ketetapan hati)
   - saddha (keyakinan; setelah mengalami)
   - samadhi (disiplin mental)
   - panna (kebijaksanaan)
   - viriya (semangat; penuh usaha dan kepercayaan diri)
   - raga (hawa nafsu)
   - patigha (rasa dengki)
   - avijja (ketidaktahuan; mengenai makna kehidupan)
   - mana (keangkuhan)
   - sakkayaditthi (ide tentang “aku” yang kekal dan terpisah dari jasmani maupun batin), dll.

Semuanya terdapat 52 kegiatan mental yang dapat digolongkan dalam kelompok ini.

E. Kelompok kehidupan dalam bentuk kesadaran (vinnanakkhandha)
Kesadaran adalah reaksi yang mempunyai dasar salah satu dari keenam indria kita dengan objeknya masing-masing. Sebagaimana halnya dengan perasaan, persepsi dan bentuk-bentukan kehendak, kesadaran pun terdiri atas enam jenis yang berhubungan dengan keenam indria kita yang mengadakan kontak dengan objeknya masing-masing.

Kesadaran tidak dapat mengenali objeknya. Ia hanya merupakan kesadaran, yaitu kesadaran akan adanya objek. Misalnya kalau mata mendapatkan kontak dengan warna merah, kesadaran mata kita akan bangkit dan kita akan sadar akan adanya objek tersebut. Pada tingkat ini kita belum mengenal apa-apa. Pada tingkat persepsi, maka kita dapat mengenal objek itu sebagai warna merah. Persepsi yang membentuk konsep di pikiran tentang objek yang ditangkap oleh kesadaran. Persepsi yang akan memunculkan ingatan terhadap apa yang dikenali oleh kesadaran. Kesadaran mata hanya berarti bahwa satu bentuk atau objek telah terlihat. Begitu pula yang terjadi pada indria kita yang lain.

Kesadaran (vinnana) bukanlah “jiwa”, “roh” atau “aku”. Banyak yang menganggap bahwa kesadaran yang samalah yang keluar dan masuk berkeliling, sesuatu yang melakukan, yang merasakan dan yang mengalami akibat dari semua perbuatan. Dengan kata lain teori ini menduplikatkan makna roh dalam satu bentuk “kesadaran”. Teori ini sepenuhnya salah! Kesadaran itu timbul karena satu kondisi, tak ada kesadaran yang timbul tanpa kondisi. Kesadaran diberi nama dari kondisi yang menimbulkannya. Oleh karena ada mata dan objek yang terlihat oleh mata, maka timbullah kesadaran yang diberi nama “kesadaran mata”. Demikian pula kesadaran-kesadaran lain yang dikondisikan indria-indria lainnya.

Kita dapat memakai perumpamaan seperti api. Api yang menyala dari kayu diberi nama “api kayu”, api yang menyala dari jerami diberi nama “api jerami”. Api yang menyala dari kayu hanya menyala selama masih ada persediaan kayu dan padam kembali jika persediaan kayunya telah habis terbakar, karena kondisinya telah berubah. Namun api itu tidaklah melompat ke jerami (yang berada jauh dari kayu). Sang Buddha menerangkan bahwa kesadaran terkondisikan oleh benda (objek), perasaan, persepsi dan bentuk-bentukan kehendak, dan tak dapat timbul tanpa syarat-syarat tersebut.


Jika Lima Kelompok Kehidupan ini bekerjasama dalam satu kombinasi sebagai “satu mesin physio-psychologic”, maka kita akan mendapatkan ide tentang “aku” itu. Namun ini adalah ide palsu, suatu konsep yang tertutupi oleh ilusi kita sendiri.

 
“Hanya penderitaan yang ada, namun tak dapat dijumpai si penderita”
“Hanya perbuatan yang ada, tetapi tak ada si pembuat”



Tidak ada penggerak yang bergerak di belakang pergerakan itu, yang ada hanyalah pergerakan itu sendiri. Penghidupan ini bukan bergerak, namun penghidupan itu sendiri merupakan pergerakkan. Keduanya bukanlah hal yang berbeda. Dengan kata lain, tak terdapat si pemikir di belakang pikiran. Pikiran itu sendirilah yang berpikir.


“O, bhikkhu, bagaimana pendapatmu, apakah khandha itu kekal atau tidak kekal?”

“Mereka tidak kekal, Bhante.”

“Di dalam sesuatu yang tidak kekal, apakah terdapat kebahagiaan atau penderitaan?”

“Di sana terdapat penderitaan, Bhante.”

“Mengenai sesuatu yang tidak kekal dan penderitaan, ditakdirkan untuk musnah, apakah tepat kalau dikatakan bahwa hal itu adalah ‘milikku’, ‘aku’ dan ‘diriku’?”

“Tidak tepat, Bhante.”

“Karena kenyataannya memang demikian, maka pancakkhandha (5 kelompok kehidupan) yang lampau atau yang ada sekarang ini, kasar atau halus, menyenangkan atau tidak menyenangkan, jauh atau dekat, harus diketahui sebagai kelompok kehidupan semata.”

“Selanjutnya engkau harus melakukan perenungan dengan bijaksana bahwa semua itu bukanlah ‘milikmu’, ‘kamu’ atau ‘dirimu’ semata.”

“Siswa Yang Ariya setelah memahami uraian ini akan melihatnya dari segi itu. Setelah melihat dengan jelas, ia akan melihat kejijikan dari pancakkhandha tersebut. Setelah melihat kejijikannya, ia akan melepaskan nafsu-nafsu keinginan. Setelah melepaskan nafsu-nafsu keinginan, batinnya tidak lagi melekat pada apapun.”

“Karena tidak lagi melekat pada apapun, maka timbullah Pandangan Terang, sehingga ia mengetahui bahwa ia sudah terbebas dari lingkaran tumimbal-lahir. Kehidupan suci telah dilaksanakan dan selesailah tugas yang harus ia kerjakan.”



Mendengar kata-kata dari Sang Buddha, kelima bhikkhu tersebut menjadi gembira dan bahagia. Dan setelah Sang Buddha membabarkan khotbah ini, pikiran mereka terbebas dan kotoran batin, tanpa kemelekatan; sehingga mereka mencapai tataran Arahat.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: iphi-iphi on 08 January 2009, 10:18:20 PM
komplit bgt....^^
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: tula on 18 January 2009, 11:59:23 AM
terima kasih banyak kepada Upasaka ... :)

dari baca sampe abis (smoga gada yg terlewat)

ada beberpa yg aku dapet dan aku mau tanyakan :

- yg memberi nama rahula itu Pangeran Gotama sendiri ya , bukan ayah dari Pangeran gotama (soalnya versi dari Festival Buddhist yg perna di adain di sby PTC super mall, yg memberi nama rahula itu ayah nya pangeran gotama, kalo gasalah perna aku bikin thread ini jg beserta gambar per adegan)

Spoiler: ShowHide


Diorama 21

(http://i38.photobucket.com/albums/e124/potobuket/th_DSC00025.jpg)
http://i38.photobucket.com/albums/e124/potobuket/DSC00025.jpg

Rahula

Ketika bertemu dengan pertapa dan menetapkan niatnya untuk menjadi pertapa, pangeran mendapat kabar dari istana bahwa putri Yashodara telah melahirkan seorang putra. Sesaat ketika mendengar berita ini, pangeran berkata "telah lahir suatu hambatan bagiku". Perkataan ini kemudian didengar oleh Sang Raja Sudhodhana yang kemudian memberikan nama anak pangeran Sidharta "Rahula" yang artinya adalah "hambatan".


- Pertapa Gotama mendapat kan "pengerertian tentang Hukum Kamma (Karma) dan Tumimbal Lahir (proses penerusan kehidupan)" dari Pertapa Alara Kalama, apakah hukum kamma dan tumimbal lahir yg diajarkan oleh pertama alara sama dengan yg diajarkan Buddha kpd murid2 nya dan kita warisi ini ?

- Pertapa Gotama mendapat kan “Bukan-Pencerapan dan Bukan Bukan-Pencerapan” dari Pertapa Uddaka Ramaputta

- Pertapa Gotama bertekad (berikrar, berjanji)  “Dengan disaksikan oleh Bumi, meskipun kulitku, urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat ini sebelum memperoleh Penerangan Agung dan mencapai Nibbana.” apakah ini dapat disebut tekad boddhisatva ? (kalo iya beda banget ya ama boddhisatva2 yg lain)

- Kemudian Pertapa Gotama melaksanakan meditasi Anapanasati, yaitu meditasi dengan menggunakan objek keluar-masuknya nafas..... Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Beliau menggunakan dan mengarahkan pikirannya ke ...... dst .... (beliau mengawali dengan Jhana, kemudian memanfaatkan kondisi yg di capai dari Jhana utk melakukan Vipassana)

- "demikian bersih sehingga seluruh tubuh-Nya mengeluarkan kilauan cahaya biru, kuning, merah, putih dan jingga. Selama minggu kelima, Sang Buddha bermeditasi di bawah Pohon Ajapala Nigrodha (Pohon Beringin), yang letaknya tidak jauh dari Pohon Bodhi" saya perna di beritahu sama temen nya mama saya (dia beragama kr****n), bahwa pohon bodhi yg sering di ungkit2 ama umat buddhis sebetulnya adalah sama saja dengna pohon beringin, cuman bedanya, pohon bodhi itu tidak ada sulur2 (seperti akar yg turun dari atas pohon), makannya sering disebut sebagai pohon beringin yg mandul, apakah hal ini bener ?



Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 18 January 2009, 11:07:33 PM
[at] tula

Q : yg memberi nama rahula itu Pangeran Gotama sendiri ya , bukan ayah dari Pangeran gotama (soalnya versi dari Festival Buddhist yg perna di adain di sby PTC super mall, yg memberi nama rahula itu ayah nya pangeran gotama, kalo gasalah perna aku bikin thread ini jg beserta gambar per adegan)
A : Pangeran Siddhattha melihat anaknya yang baru terlahir itu sebagai 'jeratan', karena kelahiran tersebut merupakan halangan baginya untuk segera menjalani kehidupan sebagai pertapa. Sebab Pangeran Siddhattha amat mencintai keluarga dan anaknya yang baru lahir itu, sehingga semakin sulit baginya untuk bisa melepaskan kemelekatan pada mereka semua... Setelah mengetahui apa yang diutarakan oleh Pangeran Siddhattha ketika mendengar berita itu, Raja Suddhodana kemudian terinspirasi dan akhirnya memberi nama bayi itu sebagai Rahula, yang berarti “belenggu”.

Q : Pertapa Gotama mendapat kan "pengerertian tentang Hukum Kamma (Karma) dan Tumimbal Lahir (proses penerusan kehidupan)" dari Pertapa Alara Kalama, apakah hukum kamma dan tumimbal lahir yg diajarkan oleh pertama alara sama dengan yg diajarkan Buddha kpd murid2 nya dan kita warisi ini ?
A : Sebelum menjadi Sammasambuddha, Pertapa Gotama sudah memahami akan konsep Hukum Kamma dan Tumimbal Lahir, seperti yang sudah dipahami pula oleh Pertapa Alara Kalama. Namun setelah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Sammasambuddha, beliau sudah memahami betul dengan sempurna akan konsep Hukum Kamma dan Tumimbal Lahir. Saat menjadi Buddha, beliau jauh lebih memahami akan kedua konsep ini dibanding pemahaman-Nya dahulu...

Q : Pertapa Gotama mendapat kan “Bukan-Pencerapan dan Bukan Bukan-Pencerapan” dari Pertapa Uddaka Ramaputta
A : Ya benar. Pertapa Gotama mencapai tingkat "bukan-pencerapan" dan "bukan bukan-pencerapan" melalui latihannya di bawah bimbingan Pertapa Uddaka Ramaputta.

Q : Pertapa Gotama bertekad (berikrar, berjanji)  “Dengan disaksikan oleh Bumi, meskipun kulitku, urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat ini sebelum memperoleh Penerangan Agung dan mencapai Nibbana.” apakah ini dapat disebut tekad boddhisatva ? (kalo iya beda banget ya ama boddhisatva2 yg lain)
A : Karena saat itu Pertapa Gotama (yaitu sebagai calon Buddha) bertekad demikian, maka dapat kita konklusikan bahwa tekad itu adalah 'tekad seorang Bodhistava' juga... Perbedaan yang Anda komparasikan itu tidak bisa dijelaskan dengan beberapa ratus kata penjelasan saja. Hal ini sangat kompleks untuk dibahas, dan jawabannya akan kembali pada pemahaman Anda sendiri mengenainya. Yang jelas, konsep Bodhisatva ini cakupannya membentang luas dalam ruang-lingkup Buddhisme.

Q : Kemudian Pertapa Gotama melaksanakan meditasi Anapanasati, yaitu meditasi dengan menggunakan objek keluar-masuknya nafas..... Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Beliau menggunakan dan mengarahkan pikirannya ke ...... dst .... (beliau mengawali dengan Jhana, kemudian memanfaatkan kondisi yg di capai dari Jhana utk melakukan Vipassana)
A : Jika kita berangkat dari pandangan orang awam (putthujana), memang begitulah kronologis yang diterapkan oleh Pertapa Gotama. Perlu Anda ingat bahwa Pertapa Gotama menerapkan metode meditasi yang komprehensif. Tidak ada pembagian meditasi menjadi metode Vipassana Bhavana ataupun metode Samatha Bhavana. Pengenalan akan metode Vipassana baru muncul sekitar 3 dekade yang lalu. Sedangkan menurut teks Tipitaka, Sang Buddha dan para pengikut-Nya justru cenderung menerapkan metode meditasi yang condong pada Samatha Bhavana. Namun dalam perealisasian Nibbana, Petapa Siddhattha memang menerapkan penyelaman hakikat dunia secara meditatif (insight).

Q : "demikian bersih sehingga seluruh tubuh-Nya mengeluarkan kilauan cahaya biru, kuning, merah, putih dan jingga. Selama minggu kelima, Sang Buddha bermeditasi di bawah Pohon Ajapala Nigrodha (Pohon Beringin), yang letaknya tidak jauh dari Pohon Bodhi" saya perna di beritahu sama temen nya mama saya (dia beragama kr****n), bahwa pohon bodhi yg sering di ungkit2 ama umat buddhis sebetulnya adalah sama saja dengna pohon beringin, cuman bedanya, pohon bodhi itu tidak ada sulur2 (seperti akar yg turun dari atas pohon), makannya sering disebut sebagai pohon beringin yg mandul, apakah hal ini bener ?
A : Pohon Bodhi (Bodhi Tree) dikenal dengan nama latin "Ficus Religiosa L", sedangkan Pohon Beringin (Banyan Tree) dikenal dengan nama latin "Ficus Benjamina". Keduanya adalah berbeda, namun masih dalam satu kerabat. Mungkin gambar berikut bisa memperjelas akan perbedaannya :

Pohon Bodhi: ShowHide
(http://www.bodhitree.com/gallery/bookstore/images.medium/tree.full.tree.8.jpg)


Pohon Beringin: ShowHide
(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/bingin_banyan_tree_01.jpg)


Semoga bermanfaat...  :)

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: 7 Tails on 19 January 2009, 01:19:32 AM
adakah keinginan abadi
apa menjadi sammasambuddha adalah keinginan abadi? sesuatu yg kekal
sesuatu yg dicita citakan oleh seseorang. yg dilahirkan, mati, dilahirkan, mati lagi
sampai mencapai buddha.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: tula on 19 January 2009, 12:47:12 PM
makaci penjelasannya :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 19 January 2009, 09:27:52 PM
adakah keinginan abadi
apa menjadi sammasambuddha adalah keinginan abadi? sesuatu yg kekal
sesuatu yg dicita citakan oleh seseorang. yg dilahirkan, mati, dilahirkan, mati lagi
sampai mencapai buddha.

7 Tails...  :)

Keinginan itu muncul dan diawali dari cetana (kehendak). Cetana adalah satu bentuk aktivitas batin yang timbul dan tenggelam karena faktor-faktor yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak ada keinginan yang abadi.

Pada hakikatnya, semua orang pada akhirnya akan bercita-cita untuk merealisasi Nibbana (Pembebasan)... Cita-cita untuk menjadi Sammasambuddha adalah cita-cita yang paling luhur. Dan untuk bisa mewujudkan hal ini, seseorang harus mengembangkan dirinya agar dapat memiliki kapasitas sebagai seseorang yang Teragung (Sammasambuddha). Ini adalah cita-cita yang paling sulit untuk diwujudkan, namun bukan berarti mustahil.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: 7 Tails on 19 January 2009, 09:45:06 PM
kalau pengertian yg dapat saya cerna

kalau tidak dimulai dari keinginan maka tidak ada cetana (kehendak)
atau aktivitas batin yg timbul tenggelamnya yg saya belum paham.
seperti ikrar calon sammasambuddha di depan buddha dipankara. bukan kah itu sudah termasuk sumpah sejati?
keinginan , kemelekatan menjadi sammasambuddha?

cita2 menjadi sammasambuddha kayanya mustahil. harus tunggu gak ada dhamma lagi baru bisa muncul.
ada dhamma saja , sudah susah, apa lagi belajar sendiri tanpa ada ajaran dhamma dari buddha.

bisa dijelasin lagi bos upasaka yg bukan botak :)) :))
ha... kalau bisa dengan bahasa yg lebih gampang buat pemula bos
nb: yg bukan botaknya samar2 disebelah :)) :))
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: yanfei on 19 January 2009, 09:50:54 PM
 [at]  upasaka mau nanya nih
diceritakan diawal mula bahwa keluarga kerajaan menikahi sesama saudara bukankah itu termasuk incest?

mohon pencerahannya  _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: andry on 19 January 2009, 09:55:19 PM
cuma saran: kalau mau baca perjalanan/masa kappa dari seorang manusia hingga jadi buddha, dan ikrar2 dari lisan sampai benar2 tekad yg sudah dikukuhkan..
dapat d baca di buku"praktik dhamma menuju nibanna" karangan radhika abeysekara
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 19 January 2009, 10:06:56 PM
kalau pengertian yg dapat saya cerna

kalau tidak dimulai dari keinginan maka tidak ada cetana (kehendak)
atau aktivitas batin yg timbul tenggelamnya yg saya belum paham.
seperti ikrar calon sammasambuddha di depan buddha dipankara. bukan kah itu sudah termasuk sumpah sejati?
keinginan , kemelekatan menjadi sammasambuddha?

cita2 menjadi sammasambuddha kayanya mustahil. harus tunggu gak ada dhamma lagi baru bisa muncul.
ada dhamma saja , sudah susah, apa lagi belajar sendiri tanpa ada ajaran dhamma dari buddha.

bisa dijelasin lagi bos upasaka yg bukan botak :)) :))
ha... kalau bisa dengan bahasa yg lebih gampang buat pemula bos
nb: yg bukan botaknya samar2 disebelah :)) :))

7 Tails yang juga tidak botak...  ^-^

Keinginan itu lebih cocok diartikan sebagai kehendak. Dalam Buddhisme, kehendak disebut dengan istilah cetana. Kehendak atau niat ini adalah salah satu bentuk aktivitas batin. Dari proses munculnya kehendak (cetana) ini, maka seseorang sudah melakukan kamma (perbuatan).

Kehendak itu timbul karena adanya kontak antara 6 landasan indera kita dengan objeknya masing-masing. Dari kontak (phassa) ini, selanjutnya batin akan masuk ke dalam tahap pencerapan dan perasaan. Pencerapan dan perasaan bukanlah suatu perbuatan. Namun merupakan suatu perjalanan / stimulasi sistematis yang terjadi di batin kita, ketika kita indera kita mengenali dunia. Setelah melewati tahap itu, aktivitas batin kita akan sampai pada titik cetana / kehendak. Di titik ini, seseorang bisa mengarahkan kehendaknya pada hal yang baik, hal yang tidak baik ataupun hal yang netral. Kehendak ini akan tenggelam lagi; jika perbuatan sudah dilakukan, jika kehendak itu diurungkan oleh pertimbangan / kebijaksanaan, dan atau kehendak itu tenggelam karena batin kita lebih terfokus pada objek lain. Inilah contoh skenario timbul-tenggelamnya kehendak (cetana).

Tekad Pertapa Sumedha di depan Buddha Dipankara adalah satu bentuk addhitana. Addhitana adalah tekad kuat yang kita teguhkan, dan dalam lingkup kehendak yang luhur. Artinya, addhitana ini pun tidak terlepas dari aktivitas batin yang dinamakan kehendak. Dari tekad yang kuat ini, pada kehidupan-kehidupan selanjutnya, Sang Bodhisatta (calon Buddha Gotama) terus menjalani kehidupan dan terus mengembangkan kapasitasnya di dalam Dhamma. Tekad ini yang membuat seseorang untuk terus berjalan di jalur kebaikan dengan teguh.

Tidak ada yang mustahil di dunia ini selama kita mau berusaha dengan segenap kekuatan. Kalau Anda bertekad untuk menjadi Sammasambuddha kelak, itu juga mungkin bisa terwujud. Tetapi Anda harus memperjuangkannya, karena untuk mewujudkan cita-cita agung seperti itu tidaklah mudah...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 19 January 2009, 10:11:31 PM
[at] yanfei

Benar. Mereka melakukan pernikahan sedarah.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: yanfei on 19 January 2009, 10:27:14 PM
 [at] upasaka
kalo bener melakukan pernikahan sedarah berarti keturunannya gak bagus donk?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: 7 Tails on 19 January 2009, 10:41:04 PM
bos maksudnya cuma konsep yg berproses secara stimulasi terus menerus dengan pertimbangan yg telah bijaksana.
jadinya keinginan. keinginan yg ditambah dengan kebijaksanan dan paham secara bulat apa yg akan/ telah dipertimbangkan dengan tekad yg telah bijaksana penilaiannya tanpa kemelekatan. tapi bukan kayak robot soalnya manusia masi bisa mikir
ha.. jadi bukan keinginan yg asal sebut bukan.
apa benar yg saya tangkap bos.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 19 January 2009, 10:42:30 PM
[at] yanfei

Dalam teks Pali Kanon, tidak pernah disinggung bahwa ada keturunannya yang 'kurang bagus'. Di luar spekulasi awam, 'keturunan bagus' yang dihasilkan dari hubungan sedarah juga memiliki tingkat peluang yang cukup besar.

Di zaman dahulu, pernikahan sedarah adalah salah satu cara untuk menjaga kelangsungan kekuasaan kerajaan di garis darah biru saat itu. Di Mesir sendiri pada zaman Cleopatra, incest sangat sering dilakukan untuk memperoleh keturunan. Sepengetahuan saya, juga tidak ada keturunan yang 'kurang bagus' dari hasil incest sesama keluarga Cleopatra ini.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 19 January 2009, 10:49:12 PM
[at] 7 Tails

Saya rasa lebih tepat bila kita menggunakan kata 'kehendak' (cetana), karena kata 'keinginan' bisa disimpulkan secara kasar sebagai 'nafsu-keinginan' (tanha). Dan perbedaannya adalah sangat kontras.

Apa yang Anda maksud itu kehendak untuk menjadi Sammasambuddha?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: markosprawira on 20 January 2009, 01:24:12 PM
adakah keinginan abadi
apa menjadi sammasambuddha adalah keinginan abadi? sesuatu yg kekal
sesuatu yg dicita citakan oleh seseorang. yg dilahirkan, mati, dilahirkan, mati lagi
sampai mencapai buddha.

7 Tails...  :)

Keinginan itu muncul dan diawali dari cetana (kehendak). Cetana adalah satu bentuk aktivitas batin yang timbul dan tenggelam karena faktor-faktor yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak ada keinginan yang abadi.

Pada hakikatnya, semua orang pada akhirnya akan bercita-cita untuk merealisasi Nibbana (Pembebasan)... Cita-cita untuk menjadi Sammasambuddha adalah cita-cita yang paling luhur. Dan untuk bisa mewujudkan hal ini, seseorang harus mengembangkan dirinya agar dapat memiliki kapasitas sebagai seseorang yang Teragung (Sammasambuddha). Ini adalah cita-cita yang paling sulit untuk diwujudkan, namun bukan berarti mustahil.

Ehm kalau saya boleh komentar sih, Tekad sebagaimana yg diucapkan oleh pertapa sumedha yg dinamakan dengan abhinihara-karana atau mulanidhana dimana pada saat itu, yg berperan dalam batin sumedha adalah "Dhamma Chanda"... Chanda = keinginan utk berbuat

berbeda dengan perbuatan dalam keseharian putthujhana yg didorong oleh Cetana/kehendak

Chanda termasuk dalam pakinnaka cetasika 6, yg hanya muncul jika kondisinya pas
sementara Cetana termasuk dalam sabbacittasadharana cetasika, yg selalu ada dalam setiap citta yg muncul....

Jadi begitu ada tekad dimana yg berperan adalah Chanda, pada saat itu juga sebenarnya ada Cetana

Kira2 seperti itulah proses batin mengenai Tekad Bodhisatta

semoga bermanfaat

metta
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 20 January 2009, 01:30:41 PM
[at] Markos

Terima kasih atas penjelasan lanjutnya yang diambil dari sudut pandang Abhidhamma... :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 23 January 2009, 11:44:32 PM
Yasa

Yasa adalah putera dari seorang pedagang yang kaya raya di Benares. Yasa hidup serba berkecukupan. Yasa hidup di tiga istananya yang dipenuhi berbagai macam hiburan dan dikelilingi oleh gadis-gadis cantik. Kehidupan Yasa sungguh diliputi oleh kesenangan duniawi. Namun suatu malam di musim hujan, Yasa terbangun pada larut malam. Di kamarnya ini Yasa melihat gadis-gadisnya tidur tergeletak di lantai dengan berbagai sikap. Yasa menjadi muak dan merasa seperti di ruangan yang penuh dengan mayat. Arena muak dan tidak tahan, Yasa pun memakai sandalnya dan pergi keluar dari istana dengan pikiran yang kacau. Kisah Yasa yang keluar dari istana ini mirip dengan kisah kaburnya Pangeran Siddhattha dari istana.

Yasa pun sampai di Taman Rusa Isipathana. Di sana Yasa berjumpa dengan Sang Buddha yang sedang bermeditasi jalan. Setelah Sang Buddha duduk di tempat-Nya, Sang Buddha pun menegur Yasa:

“Anak-Ku, Yasa, tempat ini tidak menakutkan. Tempat ini tidak mengerikan. Mari duduk di sini dan Aku akan mengajarimu Dhamma yang benar menuju Nibbana.”

Mendengar kata-kata Sang Buddha itu, Yasa pun menghampiri Sang Buddha dan memberi sikap hormat untuk kemudian duduk di sisi Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha memberikan uraian Anupubbikatha, yaitu uraian yang menjelaskan pentingnya berdana, hidup dengan mengendalikan perbuatan, akibatnya yang bisa membuat seseorang bertumimbal lahir di alam dewa, dan pemahaman akan tidak berfaedahnya mengumbar nafsu duniawi; dan melepaskan ikatan duniawi untuk merealisasi Nibbana. Selanjutnya Sang Buddha melanjutkan uraian-Nya dengan membabarkan Empat Kebenaran Mulia. Setelah mendengarkan dengan seksama akan semua uraian Sang Buddha, Yasa pun mencapai tingkat kesucian Sotapanna.

(http://photos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs186.snc3/19371_277209751940_263212646940_3255325_125464_n.jpg)
Yasa memberi hormat kepada Sang Buddha

Keesokan harinya, istana tempat Yasa bertinggal dipenuhi keributan karena Yasa menghilang. Ibu Yasa, Sujata (wanita yang pernah memberi persembahan makan kepada Pertapa Gotama dahulu), amat panik dan melaporkan hal ini pada suaminya. Lalu Ayah Yasa memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mencari Yasa di segenap penjuru. Di lain pihak, Ayah Yasa sendiri juga pergi mencari Yasa. Dia pun sampai di Taman Tusa Isipathana. Dari kejauhan, Ayah Yasa melihat Sang Buddha. Mengetahui hal ini, Sang Buddha pun memakai kekuatan gaib-Nya untuk membuat Yasa yang sedang duduk di sisi-Nya agar tidak terlihat oleh orang lain. Tidak lama kemudian, Ayah Yasa menghampiri Sang Buddha dan bertanya :
“Buddha Yang Agung, apakah Engkau melihat anakku, Yasa?”

Sang Buddha kemudian berkata :
“Jika engkau ingin melihat anakmu, mari duduklah di sini, nanti engkau akan melihat anakmu, Yasa.”

Mendengar hal ini, Ayah Yasa menjadi gembira. Lalu dia memberi sikap hormat untuk kemudian duduk di sisi Sang Buddha. Setelah itu Sang Buddha memberikan uraian yang menjelaskan pentingnya berdana, hidup dengan mengendalikan perbuatan, akibatnya yang bisa membuat seseorang bertumimbal lahir di alam dewa, dan pemahaman akan tidak berfaedahnya mengumbar nafsu duniawi; dan melepaskan ikatan duniawi untuk merealisasi Nibbana. Selanjutnya Sang Buddha melanjutkan uraian-Nya dengan membabarkan Empat Kebenaran Mulia.

Setelah mendengarkan dengan seksama akan semua uraian Sang Buddha, Ayah Yasa pun mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Dengan tegas kemudian Ayah Yasa berkata : “Aku berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava* menerimaku sebagai upasaka mulai hari ini sampai akhir hidupku.”
Sang Buddha pun mengabulkannya, dan dengan demikian Ayah Yasa menjadi upasaka pertama yang berlindung pada Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha). Selain itu, pada uraian Sang Buddha yang kedua kali ini mengenai Anupubbikatha dan Empat Kebenaran Mulia, Yasa yang berada di sisi Sang Buddha pun memahaminya dengan jelas sehingga mencapai tingkat kesucian Arahat.

Setelah itu, Sang Buddha menarik kembali kekuatan gaib-Nya sehingga Ayah Yasa dan Yasa dapat saling melihat satu sama lain. Ayah Yasa lalu menegur anaknya dan mendesak agar Yasa untuk segera pulang ke istana. Yasa menengok ke arah Sang Buddha, dan Sang Buddha pun berkata :
“Kepala Keluarga yang baik, beberapa waktu yang lalu Yasa memperoleh Mata Dhamma sebagaimana juga Anda memperolehnya pada hari ini. Namun hari ini Yasa berhasil menyingkirkan semua noda batin dan mencapai Pembebasan. Apakah mungkin Yasa kembali ke penghidupan duniawi dan menikmati kesenangan-kesenangan indera lagi?”

Ayah Yasa pun menjawab :
“Aku rasa memang tidak mungkin, dan inilah jalan hidupnya sekarang. Tapi saya mengundang Sang Bhagava untuk berkenan mengambil dana di rumahku bersama anakku sebagai pengiringnya.”

Sang Buddha menerima undangan ini dengan berdiam diri. Setelah memahami bahwa permohonannya diterima Sang Buddha, Ayah Yasa kemudian berpamitan dan memberi sikap hormat pada Sang Buddha dan berjalan memutar dengan Sang Buddha tetap di sisi kanannya. Setelah itu, Yasa pun memohon kepada Sang Buddha untuk ditahbiskan sebagi bhikkhu. Sang Buddha menahbiskan Yasa :
“Mari, Bhikkhu! Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna. Jalanilah kehidupan suci.”

Karena Yasa sudah mencapai tingkat Arahat, maka Sang Buddha tidak mengucapkan “…dan akhirilah penderitaan” pada penahbisan itu. Dengan demikian pada waktu itu sudah ada tujuh orang yang merealisasikan Nibbana, termasuk Sang Buddha.


Keesokan harinya, Sang Buddha dan Yasa pergi ke istana Ayah Yasa dan kemudian dipersilahkan untuk masuk dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Di sana mereka bertemu dengan Ibu dan isteri Yasa. Sang Buddha pun kembali menguraikan tentang pentingnya berdana, hidup dengan mengendalikan perbuatan, akibatnya yang bisa membuat seseorang bertumimbal lahir di alam dewa, dan pemahaman akan tidak berfaedahnya mengumbar nafsu duniawi; dan melepaskan ikatan duniawi untuk merealisasi Nibbana. Selanjutnya Sang Buddha melanjutkan uraian-Nya dengan membabarkan Empat Kebenaran Mulia. Dan setelah mendengar uraian Sang Buddha ini dengan seksama, mereka pun mencapai tingkat kesucian Sotapanna dan diterima menjadi upasika-upasika pertama yang berlindung pada Tiratana.

Setelah itu Sang Buddha dan Yasa pun dilayani dan dihidangkan dengan berbagai makanan yang lezat. Dan selesai bersantap siang, beberapa saat kemudian Sang Buddha dan Yasa pun kembali ke Taman Rusa Isipathana.

Berita heboh bahwa asa saat ini sudah menjadi bhikkhu tersebar luas di sekitar Benares. Di kota ini juga, Yasa memiliki empat orang sahabat yang kesemuanya juga merupakan anak dari pedagang kaya-raya. Keempat orang itu bernama Vimala, Subahu, Punnaji dan Gavampati. Mereka sangat penasaran dengan keadaan Yasa saat ini. Selain itu mereka juga sangat ingin mendengarkan uraian Dhamma dari Sang Buddha. Oleh karena itu, mereka berempat pun pergi mengunjungi Yasa di Taman Rusa Isipathana. Di sana, Yasa pun mengajak mereka semua untuk menghadap Sang Buddha. Sang Buddha pun memberikan uraian kepada mereka berempat tentang pentingnya berdana, hidup dengan mengendalikan perbuatan, akibatnya yang bisa membuat seseorang bertumimbal lahir di alam dewa, dan pemahaman akan tidak berfaedahnya mengumbar nafsu duniawi; dan melepaskan ikatan duniawi untuk merealisasi Nibbana. Selanjutnya Sang Buddha melanjutkan uraian-Nya dengan membabarkan Empat Kebenaran Mulia. Dan setelah mendengar uraian Sang Buddha ini dengan seksama, mereka semua pun mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Setelah itu mereka berempat pun memohon pada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Sang Buddha pun menerimanya, dan menahbiskan mereka berempat :
“Mari, Bhikkhu! Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna. Jalanilah kehidupan suci dan akhirilah penderitaan.”

Setelah menahbiskan, Sang Buddha kembali memberikan penjelasan lanjut mengenai uraian-Nya. Dan dalam waktu yang singkat, mereka berempat pun dapat memahaminya dengan jelas sehingga mencapai tingkat kesucian Arahat. Dengan demikian, pada saat itu sudah ada sebelas orang yang merealisasikan Nibbana, termasuk Sang Buddha.

Selain keempat orang itu, Yasa masih memiliki lima puluh orang sahabat yang lain di Benares. Kelimapuluh orang sahabat Yasa ini pun berasal dari keluarga yang terhormat. Mereka semua mendengar bahwa sahabat-sahabat mereka sudah menjadi bhikkhu. Mereka semua sangat penasaran dengan keadaan Yasa dan keempat sahabat lainnya saat ini. Selain itu mereka semua juga sangat ingin mendengarkan uraian Dhamma dari Sang Buddha. Oleh karena itu, mereka semua pun pergi mengunjungi Yasa dan keempat sahabat lainnya di Taman Rusa Isipathana. Di sana, Yasa pun mengajak mereka semua untuk menghadap Sang Buddha. Sang Buddha pun memberikan uraian kepada mereka berlimapuluh tentang pentingnya berdana, hidup dengan mengendalikan perbuatan, akibatnya yang bisa membuat seseorang bertumimbal lahir di alam dewa, dan pemahaman akan tidak berfaedahnya mengumbar nafsu duniawi; dan melepaskan ikatan duniawi untuk merealisasi Nibbana. Selanjutnya Sang Buddha melanjutkan uraian-Nya dengan membabarkan Empat Kebenaran Mulia. Dan setelah mendengar uraian Sang Buddha ini dengan seksama, mereka semua pun mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Setelah itu mereka berlimapuluh pun memohon pada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Sang Buddha pun menerimanya, dan menahbiskan mereka semua :
“Mari, Bhikkhu! Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna. Jalanilah kehidupan suci dan akhirilah penderitaan.”

Setelah menahbiskan, Sang Buddha kembali memberikan penjelasan lanjut mengenai uraian-Nya. Dan dalam waktu yang singkat, mereka berlimapuluh pun dapat memahaminya dengan jelas sehingga mencapai tingkat kesucian Arahat. Dengan demikian, pada saat itu sudah ada enam puluh satu orang yang merealisasikan Nibbana, termasuk Sang Buddha.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 24 January 2009, 08:49:03 PM
* Sang Bhagava = Sang Buddha
   Bhagava artinya "Yang Terberkahi" atau "Yang Mendapat Keuntungan Beraneka Warna"

(http://www.travexnet.com/festivals/img_buddha_enlightenment.jpg)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 03 February 2009, 09:58:35 PM
(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/DSC00266.jpg)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:00:05 AM
Setelah melewati tiga bulan masa kediaman musim hujan (vassana), Sang Buddha sudah berhasil membimbing 60 orang dalam jalan perealisasian Nibbana. Kemudian Sang Buddha bermaksud untuk membabarkan Dhamma kepada semua makhluk di dunia ini; tanpa memandang apakah mereka adalah dewa maupun manusia, tanpa memandang status sosial, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, tanpa memandang status finansial, tanpa memandang penampilan fisik, dan tanpa memandang tingkat intelegensial.

Sang Buddha bersabda :
“Para Bhikkhu, Aku telah terbebas dari semua ikatan-ikatan, baik yang bersifat jasmaniah maupun batiniah. Demikian pula kamu sekalian. Pergilah, para bhikkhu, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, atas dasar welas asih kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berduaan ke tempat yang sama. Babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dalam makna maupun isinya. Serukanlah penghidupan suci, yang sungguh sempurna dan murni. Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debu di matanya. Jika tidak mendengar Dhamma, mereka akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh manfaat yang besar. Mereka adalah orang-orang yang mampu memahami Dhamma dengan sempurna. Aku sendiri akan pergi ke Senanigama di Uruvela untuk membabarkan Dhamma."

Demikianlah Sang Buddha mengutus keenampuluh siswa-Nya yang telah tercerahkan untuk mengembara dari satu tempat ke tempat lain demi kebahagiaan banyak makhluk. Ini adalah misionaris pertama dalam sejarah umat manusia. Mereka (para bhikkhu) menyebarluaskan Dhamma yang mulia atas dasar welas asih terhadap makhluk lain dan tanpa mengharapkan pamrih apa pun. Mereka membahagiakan orang dengan mengajarkan moralitas, memberikan bimbingan meditasi, serta menunjukkan manfaat dari penghidupan suci.

(http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs166.snc3/19371_293746866940_263212646940_3310778_4766543_n.jpg)
Sang Buddha mengutus 60 bhikkhu Arahanta untuk menjadi misionaris Dhamma
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:01:40 AM
Hukum Kamma

Kamma artinya adalah “perbuatan”, meliputi semua jenis perbuatan berkehendak; yang baik maupun yang buruk; jasmani maupun batin; pikiran, perkataan maupun tindakan. Sang Buddha bersabda:

“Kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Ku-namakan kamma. Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan maupun pikiran.”

Semua perbuatan pada umumnya menimbulkan akibat, dan akibat ini merupakan sebab lain yang menghasilkan akibat yang lain, dan begitu seterusnya. Oleh karena itu hukum kamma juga dikenal sebagai hukum sebab-akibat. Semua yang terjadi di alam Semesta ini tidak terlepas dari hukum sebab-akibat. Segala sesuatu yang ada di dunia ini muncul karena ada sebab yang mengakibatkan keberadaannya, tidak ada yang muncul karena faktor kebetulan semata. Semua hal yang ada di dunia ini, baik yang konvensional maupun yang janggal, tentunya dapat dijelaskan secara ilmiah. Banyak di antara kita yang mempelajari dan mendalami bebagai ilmu pengetahuan, namun ketika satu kejadian yang tidak dapat kita mengerti terjadi pada kita maupun di sekitar kita, kebanyakan kita melupakan semua ilmu pengetahuan yang telah kita pelajari. Kita menganggap hal itu sebagai misteri, dan mungkin juga menciptakan ide-ide sendiri sesuai imajinasi kita yang bertentangan dengan fakta ilmiah di ilmu pengetahuan. Hukum kamma yang dibabarkan Sang Buddha tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun Hukum Kamma merupakan salah satu dari hukum kebenaran alam, yang keadaannya jauh melebihi pembuktian ilmu pengetahuan yang baru ditemukan oleh manusia saat ini. Untuk menyelami semua kebenaran, kita dapat melakukannya melalui analisis intensif dengan jalan meditasi.

Segala sesuatu yang ada dan menimpa diri kita adalah satu bentuk dari keseimbangan alam. Tidak ada yang tidak adil di dunia ini. Bilamana kita memperoleh kebahagiaan, yakinlah bahwa kamma yang telah kita lakukan adalah benar. Sebaliknya bila sesuatu yang menimpa kita membuat kita tidak berbahagia, maka kita telah melakukan kamma yang salah. Hukum Kamma tidak pilih kasih. Ia bukanlah makhluk, seseorang ataupun bentuk “person” lainnya. Ia adalah satu kebenaran di jagad raya. Hukum Kamma dapat mengakibatkan hal yang baik, maupun hal yang tidak baik. Sama seperti api. Bagi orang yang menggunakannya dengan baik, api dapat digunakan sebagai alat penerang, untuk memasak, penghangat suhu, dan lain-lain. Namun bagi orang yang salah menggunakannya, api dapat menjadi musuh dan membakar semua miliknya termasuk juga dirinya. Semua keadaan yang menimpa pada makhluk juga disebabkan oleh Hukum Kamma. Ada yang terlahir sebagai manusia, hewan, makhluk halus, dewa, dan sebagainya. Ada manusia yang terlahir cacat, terlahir dalam keluarga miskin, ada yang cantik, ada yang pintar, ada berbagai macam ras dan suku, serta ada wanita dan ada pria. Semuanya itu dikondisikan oleh kamma yang dilakukan pada kehidupannya yang lampau. Tidak ada bentuk “person” apa pun atau “satu kekuasaan di luar makhluk” yang membuat semua hal itu terjadi. Hukum Kamma ini termasuk dalam salah satu dari 5 Hukum Tertib Kosmis. Kelima Hukum Tertib Kosmis itu adalah sebagai berikut:

1.  Utu Niyama
     Disebut  juga sebagai  “Hukum Tertib Physical Inorganic”, misalnya gejala timbulnya angin dan hujan; yang mencakup pula hukum tertib silih-bergantinya musim dan perubahan iklim. Termasuk juga perubahan wujud zat seperti perubahan wujud air menjadi gas saat terjadi pemanasan terus-menerus.
2.  Bija Niyama
     Hukum Tertib Benih, yang meliputi munculnya tumbuh-tumbuhan. Seperti padi berasal dari benih padi, gula berasal dari batang tebu, termasuk juga beberapa hal dan kejadian yang menjadi keistimewaan dari berbagai macam tumbuhan.
3.  Kamma Niyama
     Hukum Kamma  (hukum sebab-akibat perbuatan), hukum yang menyeimbangkan semua perbuatan dengan efek yang muncul selanjutnya. Hukum ini juga yang mengakibatkan adanya tumimbal lahir atau penerusan kehidupan. Hukum ini dapat diumpamakan seperti gelombang permukaan air di kolam. Gelombang ini akan bergerak menjauh dari titik sumber asal gelombang itu (misalnya letak jatuhnya batu), namun pada akhirnya gelombang ini akan dipantulkan oleh dinding kolam dan kembali bergerak mendekati titik asal gelombang itu bermula.
4.  Dhamma Niyama
     Hukum tertib yang mengakibatkan terjadinya persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya gempa bumi yang terjadi pada saat  Boddhisatta (Calon Sammasambuddha) dilahirkan. Hukum gravitasi dan hukum alam sejenisnya juga termasuk dalam Dhamma Niyama.
5.  Citta Niyama
     Hukum tertib yang mengakibatkan jalannya alam pikiran atau hukum batiniah; misalnya proses kesadaran, timbul dan tenggelamnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan pikiran (batin), dan sebagainya. Hukum ini juga yang menyebabkan kesadaran penerus dapat masuk ke dalam embrio maupun terlahir di alam lain. Juga berbagai kemampuan batin seperti telepati, kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampau, kemampuan untuk membaca pikiran orang lain, dan juga semua gejala batiniah yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern.


Kelima Hukum Tertib Kosmis ini sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan hukum yang memiliki sifatnya sendiri, serta saling bekerja bersama-sama di Jagad Raya tanpa diatur oleh siapa pun juga. Hukum Kamma dapat dibedakan menjadi empat golongan besar, yaitu:

1.  Menurut Jangka Waktu
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya-kamma)
     b. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya-kamma)
     c. Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan berikutnya (aparapariya-vedaniya-kamma)
     d. Kamma yang tidak berbuah karena tertimbun kamma yang lainnya (ahosi-kamma)
   Ketiga jenis kamma yang pertama adalah kamma yang dapat mengakibatkan (berbuah) pada suatu hari. Agar kamma-kamma itu dapat berbuah, diperlukan beberapa syarat untuk menyokong pertumbuhan “buah” tersebut. Jika syarat yang dibutuhkan tidak terpenuhi, maka kamma itu akan tidak berbuah (ahosi-kamma).

2.  Menurut Sifat Bekerjanya
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Janaka Kamma
         Adalah hukum yang menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu makhluk.
     b. Upatthambaka Kamma
         Adalah hukum yang mendorong terjaganya satu akibat daripada sebab (perbuatan) yang telah terjadi.
     c. Upapilaka Kamma
         Adalah hukum yang menekan, pula mengolah dan menyelaraskan satu akibat dari satu sebab.
     d. Upaghataka Kamma
         Adalah kamma  yang  meniadakan kekuatan dan akibat dari satu sebab yang telah terjadi, dan sebaliknya malah menyuburkan untuk berkembangnya kamma baru.

3.  Menurut Sifat dari Akibatnya
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Garuka Kamma
         Adalah  kamma  yang  digolongkan  dalam  jenis  yang  berat. Akibatnya  dapat  timbul  dalam  waktu satu kehidupan atatu kehidupan berikutnya. Tingkatan-tingkatan dalam Samadhi (jhana) juga termasuk dalam jenis kamma ini dan akibatnya lebih cepat daripada tingkatan batin lainnya. Termasuk pula dalam jenis ini adalah lima perbuatan durhaka yang akibat buruknya sangat berat, yaitu:
         1. Membunuh Ibu
         2. Membunuh Ayah
         3. Membunuh petapa atau orang suci
         4. Memecah-belah Sangha (perkumpulan bhikkhu)
         5. Melukai Sang Buddha
         Kelima perbuatan ini disebut juga sebagai anantarika kamma, yaitu kamma yang menyebabkan penerusan kehidupan selanjutnya di Alam Niraya (Neraka).
     b. Asanna Kamma
         Adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (makhluk) sebelum saat ajalnya dengan jasmani maupun batin. Dengan jasmani misalnya berbicara,  bergerak  maupun  bertindak. Dengan batin misalnya berpikir, merasakan, mengenang, mengingat-ingat perbuatan baik maupun perbuatan jahat yang pernah dilakukan, dan lain-lain. Kamma inilah yang akan menentukan keadaan kelahiran setiap makhluk yang akan datang.
     c. Acinna Kamma (Bahula Kamma)
         Bila seseorang (makhluk) tidak berbuat apa pun pada saat ajalnya, dengan demikian tidak terdapat Asanna Kamma. Maka yang menentukan keadaan kelahiran yang berikutnya adalah Acinna Kamma atau kamma kebiasaan. Kamma ini adalah perbuatan-perbuatan yang menjadi kebiasaan bagi seseorang (makhluk) sehingga seolah-olah merupakan watak baru.
     d. Kattata Kamma
         Sebagai syarat yang merupakan penentuan kelahiran seseorang (makhluk), bila Acinna Kamma tidak terdapat padanya. Kattata Kamma ini adalah kamma yang tidak begitu berat dirasakan akibatnya dari perbuatan-perbuatan yang lampau, sehingga kamma ini yang akan menentukan keadaan dari kehidupan selanjutnya.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:02:28 AM
4.  Menurut Tempat dan Keadaan di mana Kamma Akan Berbuah (Berakibat)
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     A. Kamma Buruk (tidak baik atau tidak bermoral)
         Kamma (perbuatan) buruk ini akan berbuah dan mengakibatkan malapetaka maupun bertumimbal-lahir di alam sengsara yang menderita. Semua perbuatan jahat ini berakar pada:
         1. Lobha, yaitu terikatnya keinginan pada sesuatu sehingga menimbulkan keserakahan.
         2. Dosa, yaitu ketidaksukaan atau penolakan yang sangat pada sesuatu sehingga menimbulkan kebencian.
         3. Moha, yaitu kebodohan batiniah sehingga menimbulkan kegelapan batin.

Kamma buruk ini terdiri atas sepuluh jenis yang terbagi melalui 3 golongan, yaitu :
    (1) Dilakukan dengan badan jasmani
    a. Pembunuhan
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan pembunuhan adalah :
        – adanya makhluk lain (objek)
        – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan adanya adanya hal ini
        – niat untuk membunuh
        – langkah-langkah perbuatan
        – kematian makhluk lain tersebut (objek) sebagai akibat tindakannya
Akibat dari pembunuhan yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, pendek umur, menderita berbagai penyakit, senantiasa berada dalam kesedihan, hidup di bawah tekanan dan kecemasan, terlahir kembali di lingkungan yang penuh kekerasan, terlahir kembali dalam keadaan cacat, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, hidup dengan mengalami berbagai penyiksaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   b. Pencurian
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan pencurian adalah :
       – adanya sesuatu yang merupakan milik makhluk lain (objek)
       – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan hal ini
       – niat untuk mengambil sesuatu milik orang lain yang tidak diberikan
       – langkah-langkah perbuatan
       – peralihan benda ke makhluk yang bertindak sebagai akibatnya
Akibat dari pencurian yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, kehilangan teman, terlahir kembali sebagai manusia yang miskin, dihina dan diremehkan, dirangsang oleh keinginan-keinginan yang selalu tidak tercapai, tidak dapat hidup mandiri, terlahir kembali dalam keadaan cacat, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   c. Berzinah
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan perzinahan adalah :
       – adanya makhluk lain (objek)
       – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan hal ini
       – niat untuk berhubungan
       – langkah-langkah perbuatan
       – tercapainya perbuatan tersebut
Akibat dari berzinah yaitu hamil (bagi makhluk berjenis kelamin wanita), pudarnya keindahan dari bentuk tubuh, datangnya malapetaka, banyak musuh, memiliki pasangan hidup yang tidak disenangi, menderita berbagai penyakit dan gangguan kelamin, dirangsang oleh nafsu yang tidak habis-habisnya, terlahir kembali sebagai orang yang mempunyai perasaan seks tidak normal (hyperseks, homoseksual, lesbian maupun sebagai banci atau tomboy), terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   (2) Dilakukan dengan kata-kata
   a. Berdusta
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan berdusta adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan kedustaan
       – niat untuk berdusta kepada makhluk lain
       – usaha untuk berdusta kepada makhluk lain yang mampu mendengar dan memahami penyampaian
       – terhasutnya makhluk lain (objek) akibat dari penyampaian dusta tersebut
Akibat dari berdusta yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, kehilangan teman, menjadi objek pembicaraan yang tidak baik oleh makhluk-makhluk lain, dihina dan dicela, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali dengan suara yang tidak bagus, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   b. Berbicara kasar dan atau menghina
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan berbicara kasar atau menghina adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan perkataan kasar dan atau penghinaan
       – niat untuk berkata kasar dan atau menghina
       – usaha untuk berkata kasar dan atau menghina
       – tersampaikannya kata kasar dan atau hinaan kepada makhluk lain (objek)
Akibat dari berbicara kasar dan atau menghina yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, sering dituduh berbuat yang tidak baik oleh makhluk lain, menjadi pembicaraan yang tidak baik oleh makhluk lain, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   c. Berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan menggosip dan atau memfitnah adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan pembicaraan tentang keburukan makhluk lain dan atau fitnah
       – niat untuk berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       – usaha untuk berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       – tersampainya info tentang keburukan makhluk lain dan atau fitnahan kepada makhluk lain (objek)
Akibat dari berbicara tentang keburukan orang lain dan atau memfitnah yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai macam penyakit, mendapati keburukan dan atau fitnahan yang sama seperti yang telah diucapkan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali sebagai makhluk yang sedikit sekali berpengaruh, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   d. Berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu (omong kosong) atau membual  
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan membual adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan omong kosong atau bualan
       – niat untuk berkata omong kosong (omong besar) atau membual
       – usaha untuk berbicara tentang hal yang merupakan omong kosong dan bualan
       – tersampainya perkataan yang bersifat omong kosong dan bualan
Akibat dari berbicara tentang perkataan yang bersifat omong kosong dan bualan yaitu datangnya malapetaka, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai gangguan kesehatan, dirangsang oleh keinginan yang selalu tidak tercapai, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali dengan kondisi yang penuh kekurangan, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   (3) Dilakukan dengan pikiran
   a. Keserakahan
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran akan keserakahan adalah :
       – sesuatu yang belum atau tidak dimiliki (dicapai) oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – keinginan untuk memilikinya atau mencapainya sehingga menciptakan kemelekatan
       – tekad yang kuat untuk meraihnya sebagai buah dari kemelekatan tersebut
Akibat dari keserakahan yaitu datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, dirangsang oleh keinginan yang tidak tercapai, kurang bisa berprestasi, terlahir kembali dengan kondisi yang serba kekurangan, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya kegelisahan.

   b. Kemauan ataupun pikiran tidak baik (jahat)
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran tidak baik (jahat) adalah :
       – ide akan sesuatu hal yang dapat merugikan objek (makhluk lain) bila sudah terlaksana
       – keinginan agar hal tersebut dapat terjadi
       – langkah-langkah imajinasi dan atau disertai tekad yang kuat agar hal tersebut dapat terjadi
Akibat dari berpikir jahat (tidak baik) adalah datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan kondisi yang tidak baik, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya kegelisahan.

   c. Kekeliruan pandangan hidup
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran keliru akan kehidupan adalah :
        – ide akan pandangan hidup yang kurang bijaksana
        – keinginan untuk menjalankan gaya hidup sesuai dengan pandangannya tersebut
        – ketidakpedulian dan tidak menerima pendapat lain sebagai buah dari kebodohan dan keras kepala
Akibat dari memiliki kekeliruan pandangan hidup adalah datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali dengan keadaan yang tak terpuaskan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya ketidaknyamanan hidup dan ketidakpuasan diri.


     B. Kamma Baik yang Berakibat Hanya Sampai di Kehidupan di Alam Dunia ini
         Kamma (perbuatan) baik ini akan berbuah dan mengakibatan datangnya kebahagiaan dan kenyamanan dalam menjalankan hidup. Adapun 10 jenis perbuatan yang termasuk dalam kamma baik ini, yaitu:
          1.   Dana → beramal harta, perbuatan, maupun ucapan dan juga murah hati
          2.   Sila → hidup bersusila
          3.   Bhavana → bermeditasi dan menenangkan batin
          4.   Apacayana → berendah hati dan menghormat
          5.   Veyyavacca  → berbakti
          6.   Pattidana → berkecenderungan untuk membagi kebahagiaannya kepada makhluk-makhluk lain
          7.   Pattanumodana → turut berbahagia merasakan kebahagiaan makhluk-makhluk lain
          8.   Dhammasavana → mempelajari dan sering mendengarkan Dhamma (ajaran kebaikan)
          9.   Dhammadesana → menerangkan dan menyebarkan Dhamma (ajaran kebaikan)
          10. Ditthijukamma → berpandangan hidup yang benar

          Akibat dari melakukan perbuatan-perbuatan tersebut adalah:
          1.   Memperoleh kekayaan pada kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya
          2.   Memiliki paras yang baik dan dihargai banyak orang karena kepribadian yang luhur
          3.   Mencapai kesucian dan memperoleh kemampuan gaib serta bertumimbal lahir di Alam Deva
          4.   Disenangi banyak orang dan terlahir kembali dalam keluarga yang luhur budi pekertinya
          5.   Dihargai banyak orang dan dapat meraih banyak cita-citanya yang luhur dan mulia
          6.   Hidup berbahagia dan terlahir kembali dengan berbagai bakat dan kepandaian
          7.   Hidup sehat berbahagia dan terlahir kembali dalam keluarga yang sejahtera
          8.   Hidup penuh kedamaian dan bijaksana serta terlahir kembali di alam-alam yang menyenangkan
          9.   Dihargai banyak orang, terlahir kembali sebagai orang besar atau bertumimbal lahir di Alam Deva
          10. Dihargai banyak orang, hidup sejahtera dan bertumimbal lahir di alam-alam yang menyenangkan


     C. Kamma Baik yang Berakibat Sampai di Kehidupan Alam Halus yang Masih Berwujud
         Kamma (perbuatan) baik ini terdiri atas 5 tingkat kebatinan (mental) yang hanya dapat dicapai oleh latihan-latihan meditasi, yaitu :
       1. Jhana Pertama
       Keadaan batin ini terdiri dari 5 tahap, yaitu :
          a. vittaka → usaha dalam tingkat permulaan untuk memegang objek meditasi
          b. vicara → keadaan batin yang sudah berhasil memegang objek meditasi dengan kuat
          c. piti → kegiuran karena telah mencapai kondisi mental (batin) tersebut
          d. sukha → kebahagiaan yang dirasakan akibat dari ketenangan pada keadaan mental (batin) tersebut
          e. ekaggata → pemusatan pikiran yang kuat hingga tidak menyadari lagi semua keadaan lingkungan
       2. Jhana Kedua
       Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, sehingga hanya memiliki 4 tahap, yaitu vicara, piti,sukha dan ekaggata.
       3. Jhana Ketiga
       Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka dan vicara, sehingga hanya memiliki 3 tahap, yaitu piti, sukha dan ekaggata.
      4. Jhana Keempat
      Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, vicara dan piti, sehingga hanya memliki 2 tahap yaitu sukha dan ekaggata.
      5. Jhana Kelima
      Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, vicara, piti, dan sukha, sehingga hanya memiliki 1 tahap yaitu ekaggata dan muncul juga upekkha (keseimbangan batin).


     D. Kamma Baik yang Berakibat Sampai di Kehidupan Alam Halus yang Sudah Tidak Berwujud
         Kamma baik ini terdiri dari 4 tingkat kebatinan (mental) yang hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan meditasi tinggi, yaitu :
   1. Akasanancayatana → batin berada dalam ruang yang tak terbatas
   2. Vinnancayatana → batin berada dalam kesadaran yang tak terbatas
   3. Akincannayatana → batin berada dalam keadaan kosong
   4. Neva-sanna-nasannayatana → batin    berada    dalam    keadaan    "bukan-pencerapan"   ataupun "bukan bukan-pencerapan"


Sang Buddha mengatakan:

“Segala sesuatu timbul, bergerak dan lenyap kembali sesuai dengan hukum-hukum yang bersangkutan karena syarat-syarat dan sebab-sebab tertentu yang saling berpadu. Seorang yang tidak dapat menguasai jasmani dan batinnya, tidak dapat menguasai nafsu keinginan-keinginannya, akan sedikit sekali memiliki sifat kebaikan dan kebijaksanaan dan lemah dalam tekadnya. Orang yang demikian akan mudah sekali menderita disebabkan oleh hal-hal yang kecil (sepele). Kita adalah pembuat kamma baik dan kamma buruk kita sendiri. Tidak ada seseorang atau makhluk (bentuk “person”) apa pun yang dapat membersihkan kamma buruk yang pernah kita lakukan. Hanya dengan kesadaran dan pengertian akan hal tersebutlah dan dengan disertai tekad yang kuat, maka seseorang dapat membersihkan dirinya dari segala perbuatan tidak baik dan menuju ke penyucian diri.”

   “Aku akan menjadi tua,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku akan mengalami sakit,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku akan mati,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku adalah pemilik kammaku sendiri,
   “Pewaris kammaku sendiri,
   “Lahir dari kammaku sendiri,
   “Berhubungan dengan kammaku sendiri,
   “Terlindung oleh kammaku sendiri,
   “Apapun kamma yang kuperbuat,
   “Baik atau buruk,
   “Itulah yang akan kuwarisi,
   “Hendaklah ini selalu kita renungkan”


(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/13327149927320l.jpg)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:04:45 AM
Punnabbhava (Tumimbal Lahir)

Apa yang dimaksud dengan tumimbal lahir itu? Tumimbal lahir adalah proses penerusan kehidupan dalam bentuk kelahiran kembali. Satu proses penerusan kehidupan dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya sesuai dengan kammanya masing-masing.

Tidak ada “sesuatu” yang berpindah atau mengambil bentuk tubuh yang baru saat tumimbal lahir terjadi. Namun akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (makhluk), maka akan terlahirlah orang (makhluk) selanjutnya akibat dari perbuatan orang (makhluk) itu sebelumnya. Bila kita mendalami makna sebenarnya dari nyawa, maka kita akan menemukan fakta bahwa nyawa itu sebenarnya adalah energi. Seluruh Alam Semesta ini terdiri dari paduan energi, yang jika disederhanakan akan menjadi energi diam (potensial) dan energi gerak (kinetik). Energi potensial hanya dimiliki oleh segala sesuatu yang diam, sedangkan energi kinetik hanya dimiliki oleh segala sesuatu yang bergerak. Namun kedua energi ini dapat berpadu dan menjadi suatu energi mekanik.

Energi adalah sesuatu yang selalu bergerak, berubah dan mengambil bentuk lain. Contoh simpel yang sering ada dalam kehidupan kita di zaman moderen ini adalah batu baterai. Energi kimia yang terkandung dalam batu baterai dapat diubah menjadi energi listrik sehingga mampu menggerakan sesuatu benda atau menghasilkan bentuk energi lainnya. Ketika energi kimia yang dikandung pada batu baterai itu habis, maka energi listrik itu pun turut lenyap, demikian pula bentuk energi lain yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Namun energi ini tidaklah lenyap dari Alam Semesta. Energi ini akan berubah sesuai dengan hukumnya dan kembali berubah menjadi energi lain. Ketika batu baterai itu sudah tidak lagi memiliki kandungan kimia yang dapat berubah menjadi energi listrik dan sebagainya, energi yang terkandung dalam batu baterai itu akan berubah dan memberi dampak bagi batu baterai itu sendiri. Misalnya kita dapat menemukan fakta bahwa batu baterai itu sudah lapuk dan mengeluarkan cairan. Ini adalah salah satu contoh dari perubahan energi, dan energi yang terkandung di batu baterai itu tidak hanya berubah dalam bentuk perubahan batu baterai itu sendiri saja. Selain itu perubahan bentuk dari batu baterai itu sendiri juga merupakan sebab dari perubahan energi selanjutnya.

Albert Einstein mengemukakan Hukum Kekekalan Energi :
"Energi tidak bisa diciptakan, juga tidak bisa dimusnahkan. Namun energi dapat diubah ke bentuk energi yang lain."

Kalau kita meneliti sifat dari energi ini, mungkin kita akan berpendapat bahwa energi itu kekal dan berarti tidak ada akhir dari tumimbal lahir. Pendapat itu tidaklah benar! Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan oleh energi lain yang berada di luar energi tersebut. Energi dapat diciptakan dan demikian juga dapat dimusnahkan oleh energi itu sendiri. Karena itulah maka Sang Buddha pun bersabda :
“Semua benda muncul karena ada sebab, dan terdapat sebab lain di dalamnya pula yang dapat meniadakannya.”

Atas dasar hukum inilah, maka Sang Buddha mengajarkan kepada semua makhluk untuk berusaha dengan segala kemampuan dan kekuatannya sendiri untuk meraih atau mencapai sesuatu. Tidak ada hadiah atau hukuman di hukum alam, yang ada hanyalah berbagai konsekuensi. Tidak ada kesuksesan yang datang karena anugerah atau pemberian cuma-cuma, tidak ada surga atau neraka yang ditentukan dari satu kekuasaan luar, dan tidak ada pula Pembebasan Sempurna yang diberikan secara gratis. Semua ada konsekuensinya, dan semua harus diraih dengan usaha. Jika kita menengok teori Ilmu Fisika, maka kita akan mendapati bahwa “usaha” adalah satu bentuk perubahan energi. Alam semesta ini diliputi oleh “usaha”, oleh karena itulah perubahan pun terjadi. Dunia ini selalu berubah dan tidak akan pernah berhenti. Karena ada Hukum Perubahan, maka ada pula kemajuan-kemunduran atau suka-duka. Oleh karena itu, kita dapat berbahagia ketika perubahan yang baik terjadi pada hidup kita, dan kita dapat bersedih ketika perubahan yang tidak baik terjadi dalam hidup kita. Ketika perubahan terjadi dalam hidup kita, kita harus menerima perubahan itu sebagai keadaan alam yang sewajarnya. Sangat wajar, sangat natural, dan memang begitu seharusnya. Ketika kita menolak diri dari kenyataan akan terjadinya perubahan yang tidak baik itu, maka kita pun menderita.

Karena itulah Sang Buddha kemudian bersabda :
“Terimalah perubahan itu sebagai satu proses yang memang harus terjadi akibat paduan kamma. Jika engkau menolaknya, maka engkau akan menderita. “

Oleh karena energi dapat dimusnahkan oleh kekuatannya sendiri, maka ada kondisi dimana terbebas dari Lingkaran Samsara atau tumimbal lahir. Makna “dimusnahkan” itu bukanlah berarti membunuh, menghancurkan atau membinasakan diri. Kata itu mengandung artian bahwa energi itu memang bisa lenyap. Pengertian “lenyap” ini harus dipahami sebagai satu pengertian yang berarti “kebebasan”. Dengan lenyapnya (terbebasnya) energi itu dari proses perubahan, maka tidak akan ada lagi “usaha” yang meliputinya. Dengan demikian tidak ada lagi Hukum Perubahan yang ada pada energi tersebut. Atau dalam pengertian yang lebih kompleks, berarti tidak ada lagi unsur-unsur apapun yang melekat, lepas dari semua paduan dan hal-hal dualistis lainnya. Tidak lagi terkondisikan, tidak lagi dilahirkan, tidak lagi menjelma, tidak lagi tercipta, inilah Nibbana atau Pembebasan Sempurna.

Dalam mitologi Buddhisme, Alam Semesta ini terdiri dari 31 Jenis Alam Kehidupan, yaitu :
1) Arupa Loka (Alam Tanpa Bentuk)
    a. N’eva Sanna N’asannayatana
    b. Akincannayatana
    c. Vinnanancayatana
    d. Akasanancayatana
2) Rupa Loka (Alam Berbentuk)
    Makhluk-makhluk yang berada di alam ini adalah mereka yang telah melatih diri melalui jalan meditasi tinggi, sehingga batin mereka berada dalam tingkat kesucian (Jhana). Makhluk-makhluk ini terbagi atas 4 tingkat kesucian (Jhana), yang terbagi lagi menjadi 16 Alam Kehidupan, yaitu:
    A. Catutha Jhana Bhumi (Alam Jhana Keempat)
         a. Akamittha
         b. Sudassi
         c. Sudassa
         d. Atappa
         e. Aviha
         f. Asannasatta
         g. Vehapphala
    B. Tatiya Jhana Bhumi (Alam Jhana Ketiga)
         a. Subbakinha
         b. Appamanasubha
         c. Parittasubha
    C. Dutiya Jhana Bhumi (Alam Jhana Kedua)
         a. Abhassara
         b. Appamanabha
         c. Parittabha
    D. Pathama Jhana Bhumi (Alam Jhana Pertama)
         a. Maha Brahma
         b. Brahma Purohita
         c. Brahma Parisajja
3) Kama Loka (Alam Nafsu / Keinginan)
    A. Sugati (Alam Bahagia)
        ● Devaloka (Alam Dewa)
            a. Paranimmitavasavattu
            b. Nimmanaran
            c. Tusita
            d. Yama
            e. Tavatimsa
            f. Catummaharajika
        ● Manusa (Alam Manusia)
    B. Dugati (Alam Sengsara)
         a. Asurayoni
   Makhluk Asura adalah makhluk jin, dedemit, peri, raksasa, atau mungkin disebut juga sebagai dewa rendahan, misalnya naga, garuda, gandhabha, ataupun yakkha. Makhluk yang berada di alam ini termasuk dalam alam yang tidak berbahagia, karena di alam ini mereka tidak dapat hidup dan berbuat leluasa. Selain itu Alam Asura adalah suatu alam yang terdapat banyak ketidaknyamanan.

         b. Petayoni
   Terdapat empat jenis makhluk peta, yaitu:

– Paradattupajivika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang hidup dari makanan yang disuguhkan manusia dalam upacara sembahyang. Mereka inilah yang paling cepat dan paling mudah menerima pelimpahan jasa dalam upacara pattidana.
– Khupapipasika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang selalu penasaran, kelaparan, kehausan dan selalu dipenuhi rasa keserakahan.
– Nijjhamatanhika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang selalu menderita kedinginan, kepanasan atau rasa sakit lainnya.
– Kalakancika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang berwujud seperti makhluk Asura.

Makhluk Alam Peta tidak dapat mencerna makanan-makanan yang “bersih”, karena struktur biologis mereka memang tidak dapat menerima makanan seperti itu. Jika makhluk Peta memaksakan diri untuk memakan makanan seperti itu, maka tenggorokan mereka akan terasa kepanasan seperti terbakar. Oleh karena itulah, maka Makhluk Peta banyak memakan makanan kotor, lendir-lendir, sampah-sampah, dan sebagainya.

         c. Tiracchanayoni
   Makhluk Tiracchana adalah para hewan dan binatang, yang terdiri dari berbagai macam species seperti mamalia, reptil, amfibi, serangga, unggas, dan ikan.

         d. Niraya
   Niraya biasa sering disebut sebagai “neraka”. Alam Niraya adalah alam kehidupan yang penuh dengan penderitaan hebat. Makhluk-makhluk yang berada di alam ini akan selalu merasa dirinya tersiksa, menderita, kesakitan, kepanasan, dan berbagai penderitaan lainnya yang tanpa henti. Terdapat delapan Maha Niraya (Neraka Besar), yang masing-masingnya terbagi lagi sehingga keseluruhannya terdapat 136 Neraka. Delapan Maha Niraya itu antara lain:

<1> Sanjiva Niraya
Makhluk yang berada di alam ini akan merasakan penderitaan tubuhnya terpotong-potong menjadi kepingan-kepingan tiada putusnya. Makhluk di alam ini akan mati dan bertumimbal lahir lagi di alam ini lagi, sampai berkali-kali hingga kamma buruknya telah habis. Kata “Sanjiva” itu berarti “hidup lagi dan hidup lagi”.

<2> Kalasuta Niraya
“Kalasuta” berarti “benang hitam”. Penghuni alam ini akan merasakan seluruh tubuhnya terjerat oleh benang hitam dan selalu merasakan hantaman dan pukulan ke arah tubuh mereka.

<3> Sanghata Niraya
Sanghata Niraya (Neraka Penghancur) adalah neraka yang penghuninya merasakan dirinya dihantam dan dihancurkan oleh batu karang raksasa yang menyala-nyala.

<4> Roruva Niraya
Penghuni Neraka Roruva (daerah Tartarus) merasakan nyala api dan asap memasuki tubuh mereka melalui sembilan lubang seperti telinga, hidung, mulut, mata, dan sebagainya.

<5> Maha Roruva Niraya
Sementara itu di Neraka Maha Roruva (Roruva Besar), penghuninya merasakan dipanggang dalam nyala api yang besar sekali.

<6> Tapana Niraya
Makhluk yang menghuni alam ini akan berada dalam satu keadaan dimana mereka terikat dan melekat pada batang yang menyala, dan di seluruh lantai dan sekelilingnya pun menyala kobaran api yang luar biasa.

<7> Patapa Niraya
Sementara itu di Patapa Niraya (pembakaran yang hebat), penghuninya merasa dipaksa oleh pukulan “senjata otomatis” dan menyala-nyala, untuk mendaki gunung yang diliputi api, dan api itu menyerangnya kembali dengan kuat sehingga mereka terjatuh ke bawah dan kembali terikat pada `batang besi menyala, dan menderita demikian serta tidak dapat bergerak.

<8> Avici Niraya
Neraka Avici (yang berarti tanpa penghentian), yang merupakan neraka terbesar dan neraka yang paling menakutkan dan amat sengsara. Penghuni neraka ini akan merasakan semua penderitaan yang ada di 7 neraka lainnya, dan dengan frekuensi dan kualitas yang lebih dashyat.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:05:26 AM
Paticca Samuppada (Fenomena Hidup dan Kehidupan – Sebab-Musabab yang Saling Bergantung)

Paticca Samuppada yaitu sebab-musabab yang saling bergantung. Standar format dari Paticca Samuppada tersebut memiliki Dua Interpretasi Utama, yakni satu format adalah sebagai proses yang berlangsung dari kehidupan satu ke kehidupan lain, sedangkan format yang lain merupakan sebuah proses segera, yang muncul di dalam saat-saat kesadaran. Sang Buddha bersabda :
   “Imasmim sati idam hoti,
   “Imassupadda idam uppajjati,
   “Imasmim asati idam na hoti,
   “Imassa nirodha idam nirujjati”

   Artinya :
   “Dengan adanya ini, maka terjadilah itu
   “Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
   “Dengan tidak adanya ini, maka lenyaplah itu
   “Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu”


Fenomena ini menjelaskan tentang Hukum Relativitas. Segala sesuatu di Semesta Raya ini ada karena Hukum Relativitas. Semuanya merupakan perpaduan berbagai unsur, bergantung pada unsur, dan saling menjadikan. Fenomena kehidupan dan kelangsungan kehidupan ini dapat diterangkan dalam beberapa sudut pandang, antara lain :
– Sudut pandang Nidana 12 (12 Faktor)
– Sudut pandang Tayo Addha 3 (3 Periode)
– Sudut pandang Catusankhepa (4 Bagian)
– Sudut pandang Visatakara (4 Fase 5 Sebab-Akibat)
– Sudut pandang Tini Vattani (3 Lingkaran)
– Sudut pandang Ti Sandhi (3 Hubungan)

Berikut ini adalah pembahasan-pembahasan berdasarkan berbagai sudut pandang tersebut :
A.  12 Faktor (Nidana 12)
      1)   Avijja Paccaya Sankhara
            Dikondisikan oleh ketidaktahuan (avijja), maka terjadilah bentuk-bentuk kamma (sankhara)
      2)   Sankhara Paccaya Vinnanam
            Dikondisikan oleh bentuk-bentuk kamma, maka timbullah kesadaran (vinnana)
      3)   Vinnanam Paccaya Namarupam
            Dengan adanya kesadaran, maka timbullah batin (nama) dan badan jasmani (rupa)
      4)   Namarupam Paccaya Salayatanam
            Dikondisikan oleh batin dan badan jasmani, maka timbullah enam landasan indera (salayatana)
      5)   Salayatana Paccaya Phassa
            Dikondisikan oleh enam landasan indera, maka timbullah kontak (phassa)
      6)   Phassa Paccaya Vedana
            Dikondisikan oleh kontak, maka timbullah perasaan (vedana)
      7)   Vedana Paccaya Tanha
            Dikondisikan oleh perasaan, maka timbullah nafsu keinginan (tanha)
      8')  Tanha Paccaya Upadanam
            Dikondisikan oleh nafsu keinginan, maka timbullah kemelekatan (upadana)
      9)   Upadana Paccaya Bhava
            Dikondisikan oleh kemelekatan, maka timbullah proses penerusan (bhava)
      10) Bhava Paccaya Jati
            Dikondisikan oleh proses penerusan, maka terjadilah kelahiran kembali (jati)
      11) Jati Paccaya Jaramaranam
            Dikondisikan oleh kelahiran, maka terjadilah keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll.
      12) Jara-Marana
            Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll. adalah takdir yang tidak dipat diingkari

Perlu diketahui, avijja (ketidaktahuan akan kebenaran abadi) bukanlah sebab utama, dan jara-marana bukanlah penyebab avijja. Tiap-tiap Nidana terjadi oleh dan juga berbarengan dengan itu menjadikan. Oleh karena itu mereka semua relatif, saling bergantungan dan saling mengikat serta tidak ada yang tunggal atau berdiri sendiri. Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dan penderitaan adalah takdir yang memang tidak dapat dielakkan. Jadi cara untuk mengakhirinya adalah mengakhiri kelahiran. Mengapa ada kelahiran? Kelahiran ada karena ada sebab yang membawa kita untuk memperpanjang penderitaan. Setelah kematian terjadi, karena sebab itu masih ada maka terjadilah tumimbal lahir atau proses penerusan kehidupan (yang sering disalahartikan sebagai reinkarnasi). Sebab itu adalah proses yang kita buat, proses yang memperpanjang kamma, yaitu proses perbuatan (kamma). Hukum Kamma memiliki kekuatan yang mampu menyeret kita untuk bertumimbal lahir.

Mengapa kita membuat kamma yang bermacam-macam? Kita melakukannya karena kita melekat. Melekat pada sesuatu yang nikmat, melekat pada yang kita sayangi, melekat pada yang kita benci, dan sebagainya. Perasaan ini membuat kita ingin merasakan terus dan tidak rela untuk menghapusnya dalam kehidupan kita, sehingga kekuatan ini akan menyebabkan kita bertumimbal lahir. Lalu kenapa kita bisa melekat? Kita selalu “menginginakan”, dan kehendak itulah yang dinamakan sebagai nafsu. Karena nafsulah maka kita melekat. Lalu kenapa bisa ada nafsu? Nafsu bukanlah kodrat kehidupan yang tidak bisa diredam atau dikikis habis. Nafsu muncul karena dikondisikan oleh perasaan. Bila perasaan muncul terhadap sesuatu, maka bila tidak ada kebijaksanaan, pengendalian diri serta perhatian murni (sati), maka terjadilah keinginan untuk merasakan, lalu ingin mengulang-ulang untuk merasakan kembali, sehingga melekat, dan selanjutnya dilakukanlah kamma yang menyebabkan proses tumimbal lahir terjadi kembali.

Lalu apa yang menimbulkan perasaan ? Perasaan itu timbul karena dikondisikan oleh kontak. Kontak yang mengkondisikan ini adalah bentuk kontak batin yang berlangsung saat proses bersama antara indera, objek, perhatian dan media. Contohnya : Saat mata melihat objek penglihatan disertai perhatian pada saat cahaya cukup kuat, maka terjadilah proses batin yang disebut kontak bersamaan dengan kesadaran melihat. Saat kontak terjadi, maka perasaan otomatis muncul. Mengapa terjadi kontak ? Karena ada 6 landasan indera (salayatana). Indera pengelihatan mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek wujud, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera pendengaran mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek suara, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera penciuman mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek bebauan, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera perasa mengadakan kontak dengan dunia luarnya dengan segala objek rasa, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera peraba mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek bentuk, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Landasan batin (mental) mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala bentuk pikiran, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Karena kontak terjadi akibat adanya 6 landasan indera, bukan berarti kita harus menghancurkannya untuk mencapai kesucian. Semuanya ini dapat dikendalikan oleh sati (perhatian murni).

Mengapa ada salayatana (enam landasan indera) ? Karena ada batin (nama) dan jasmani (rupa). Batin ini bekerja bersama dengan jasmani dalam mengarungi kehidupan. Paduan dari batin dan jasmani ini akan mengkondisikan “alat” untuk mengenali dunianya. Alat inilah yang dinamakan indera. Objek-objek dunia seperti wujud, suara, bebauan, rasa, maupun bentuk itu ada bukan karena menyesuaikan dengan indera. Namun indera timbul karena menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lalu mengapa ada batin dan jasmani ? Karena ada proses yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang. Ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vinnana) yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang. Lalu mengapa ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vinnana) ? Karena ada sankhara (kamma) yang bermacam-macam telah dilakukan. Apakah yang telah dilakukan ? Yaitu perbuatan-perbuatan yang akan menyeret kita untuk terus berada dalam samsara (lingkaran penghidupan). Mengapa ada sankhara ? Karena dikondisikan oleh avijja (ketidaktahuan). Tidak mengerti hakekat dari segala sesuatu, tidak mengerti yang baik dan yang jahat, dan tidak mampu menyelami kebenaran abadi. Avijja adalah sumber dari 3 akar kejahatan, yaitu lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kegelapan batin). Ketika avijja menyelubungi kita, dunia akan terasa gelap. Kita tidak lagi takut untuk berbuat salah, kita tidak lagi malu untuk berbuat yang tidak benar, kita tidak lagi mempunyai kebijaksanaan, terlebih lagi kita tidak akan mampu menguasai pikiran dan tindakan kita. Banyak contoh yang menunjukkan bukti bahwa manusia terselubungi oleh avijja. Mari kita tinjau contoh-contoh berikut :

Manusia dulu menganggap bahwa Matahari yang mengelilingi Bumi, namun kenyataannya Bumilah yang mengelilingi Matahari. Manusia dulu menganggap bahwa Bumi kita ini adalah datar, namun kenyataanya Bumi kita adalah bulat. Dulu kita menganggap bahwa langit kita adalah berwarna biru, namun kenyataanya langit berwarna transparan dan terbias sehingga nampak biru bila dilihat dari Bumi. Manusia dulu berpikir bahwa keturunan hanya dapat didapat melalui pembuahan alami, namun kenyataannya teknologi klonning dapat menciptakan generasi baru, termasuk dapat juga diterapkan pada manusia. Bukti-bukti tadi adalah contoh kecil ketidaktahuan manusia yang ternyata pendapatnya sudah dibuktikan salah oleh ilmu pengetahuan. Dhamma yang diajarkan Sang Buddha, adalah media yang paling tepat untuk mengikis avijja sampai habis ke akar-akarnya. Karena dengan melenyapkan avijja, maka kita akan mampu melihat kebenaran abadi.

Di dalam Tipitaka (Kitab Suci Agama Buddha, yang berisi semua ajaran dan khotbah Sang Buddha yang disalin dalam 3 bagian besar), dinyatakan bahwa Sang Buddha tidak selalu mendeskripsikan lingkaran Paticcasamuppada di dalam satu bentuk tetap (dari awal hingga akhir seperti di atas). Format seperti di atas digunakan dalam kasus ketika Sang Buddha sedang menjelaskan prinsip Paticca Samuppada secara umum, namun ketika Beliau sedang menjelaskan masalah yang lebih khusus, Beliau sering menjelaskannya dalam urutan yang terbalik, atau bahkan Beliau juga dapat memulainya dari faktor tengah, tergantung dari masalah yang berkaitan. Karena itu marilah kita mendalami Paticcasamuppada yang dilihat dari sudut pandang lainnya, dimulai dari Tiga Periode (Tayo Addha) dan Empat Bagian (Catusankhepa).

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/WheelofLifeSamsara.jpg)
Gambar siklus Paticca Samuppada - 12 Nidana
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:05:58 AM
B.  Tiga Periode (Tayo Addha)
Lingkaran Paticca Samuppada ini dapat dilihat sebagai Lingkaran Tiga Periode yang antara lain :
1) Kehidupan lampau → avijja dan sankhara
2) Kehidupan kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, vedana, tanha, upadana dan bhava
3) Kehidupan mendatang → jati dan jara-marana
Di antara ketiga periode ini, periode yang di tengah (periode kehidupan kini) adalah fondasi kita. Dari pandangan ini, kita melihat hubungan antara bagian lampau sebagai sebab yang mengakibatkan pada bagian kini, dan bagian kini pun menjadi sebab yang mengakibatkan pada bagian yang mendatang. Dari pembahasan ini, kita dapat mengkategorikan peninjauan keseluruhan lingkaran Paticca Samuppada menjadi empat bagian lagi.

C.  Empat Bagian (Catusankhepa)
Empat Bagian (Catusankhepa) antara lain :
1) Sebab lampau → avijja dan sankhara
2) Akibat di masa kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana
3) Sebab kini → tanha, upadana dan bhava
4) Akibat di masa mendatang → jati dan jara-marana

Beberapa dari hubungan dalam lingkaran Paticca Samuppada ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Avijja dan sankhara
    Dari timbulnya avijja muncul pula tanha (hasrat rendah) dan upadana (kemelekatan, khususnya kemelekatan pada “keakuan”). Dengan kata lain, dengan munculnya ketidaktahuan (avijja) maka muncul pula kegelapan batin (kamasava-kekotoran batin yang berupa nafsu indera, bhavasava-kekotoran batin yang berupa hasrat untuk menjadi dan ditthasava-kekotoran batin yang berupa kemelekatan terhadap pandangan keliru). Artinya, ketika istilah avijja digunakan, maka mencakup pula hasrat rendah (tanha) dan kemelekatan (upadana). Dalam hal ini, avijja merupakan sebab lampau, sedangkan tanha dan upadana sebagai sebab di masa kini, mengandung arti yang sama. Namun avijja diklasifikasikan sebagi penentu dari yang lampau, sedangkan tanha dan upadana diklasifikasikan sebagai penentu dari masa kini, untuk menujukkan setiap faktor tersebut berperan di dalam keterkaitannya dengan faktor lain pada Paticca Samuppada.

2) Sankhara dan bhava
    Sankhara muncul di dalam periode kehidupan lampau, sedangkan bhava muncul di dalam periode kehidupan kini, namun masing-masing memainkan peran penting di dalam proses menjadi dalam alam kehidupan, kehidupan yang akan muncul kemudian. Dengan kata lain sankhara dan bhava memiliki arti yang serupa, hanya berbeda dalam penekanannya. Sankhara menunjukkan secara unik untuk faktor batin “kehendak” (cetana) , yang merupakan faktor utama dalam kreasi kamma (perbuatan). Bhava memiliki arti yang lebih luas, yakni mencakup kammabhava dan upapattibhava. Kammabhava seperti sankhara, memiliki kehendak sebagai kekuatan dasar motivasi, namun itu berbeda dari sankhara, di mana itu mencakup semua proses pembentukkan perbuatan. Upapattibhava menunjukkan lima kelompok kegemaran (pancakkhandha) yang muncul sebagai akibat dari kammabhava.

3) Vinnana sampai vedana, serta jati dan jara-marana
    Bagian lingkaran dari vinnana sampai vedana di dalam kehidupan ini, dideskripsikan satu demi satu untuk mengilustrasikan hubungan sebab-akibat dari semua faktor yang terlibat. Kelahiran (jati) bersama dengan kelapukan dan kematian (jara-marana) adalah hasil di masa mendatang. Lingkaran pada titik ini mengatakan bahwa sebab di masa kini pasti mengkondisikan hasil di masa mendatang Ini merupakan pengulangan, sebuah bentuk sederhana dari bagian kesadaran (vinnana) hingga perasaan (vedana) dari lingkaran Paticca Samuppada, yang menunjukkan kemunculan dan kepadaman dukkha. Kelapukan dan kematian juga bertindak sebagai titik penghubung dari sebuah lingkaran baru. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa bagian dari vinnana hingga vedana, dan dari kelahiran hingga kelapukan dan kematian, secara virtual adalah sama.


D.  Empat Fase Lima Sebab-Akibat (Visatakara)
Dengan menyimak ketiga segmen yang mirip di dalam makna di atas, maka dikombinasikan dengan empat bagian dan tiga periode yang telah dibahas tersebut, maka dapatlah kita membagi lingkaran Paticcasamuppada ke dalam empat fase lima sebab-akibat sebagai berikut :
1) Lima sebab masa lampau → avijja, sankhara, tanha, upadana dan bhava
2) Lima akibat masa kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana (jati dan jara-marana)
3) Lima sebab masa kini → tanha, upadana, bhava, avijja dan sankhara
4) Lima akibat masa depan → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana (jati dan jara-marana)

E.  Tiga Lingkaran (Tini Vattani)
(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/untitled-3.jpg)
Keterangan :
Lingkaran pertama adalah lingkaran kekotoran batin (kilesa) → avijja, tanha dan upadana
Lingkaran kedua adalah lingkaran tindakan (kamma) → sankhara dan bhava
Lingkaran ketiga adalah lingkaran akibat (vipaka) → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana

Setiap kali kilesa muncul, hal ini akan berpengaruh terhadap tindakan (kamma) yang dilakukan, dan selanjutnya akan berdampak kepada hasil (vipaka) yang dialami para makhluk. Setiap hasil (vipaka) yang dialami akan disusul oleh respon batin. Bila respon batin ini kotor (diliputi oleh kekotoran batin / kilesa), maka siklus lingkaran tersebut akan bergulir terus-menerus. Dengan demikian lingkaran Paticca Samuppada akan berputar terus, tumimbal lahir akan terus berlangsung, dan dukkha pun terus bergulir.


F.  Tiga Hubungan (Ti Sandhi)
1) Hubungan pertama terjadi antara sankhara dengan vinnana
    Merupakan hubungan antara kammavatta dan vipakavatta yang terjadi pada saat tumimbal lahir. Hubungan ini sudah terjadi ketika konsepsi di rahim ibu kita.
2) Hubungan kedua terjadi antara vedana dengan tanha
    Merupakan hubungan antara vipakavatta dan kilesavatta yang terjadi pada kehidupan kini. Karena terjadi pada periode masa kini, maka hubungan ini dapat diputus.
3) Hubungan ketiga terjadi antara kammabhava dengan upapattibhava
    Merupakan hubungan antara kammabhava dengan upapattibhava yang terjadi di periode kehidupan mendatang berdasarkan hasil (vipaka) yang berupa  tumimbal lahir bersama dengan segala konsekuensi kehidupan yaitu kelapukan, sakit, duka-cita, keluh-kesah, ratap-tangis, kesedihan dan kematian. Dengan demikian, jelaslah bahwa siklus ketiga hubungan ini dapat diputus.

Lalu bagaimana cara untuk memutuskan siklus tersebut? Marilah kita pelajari pembahasan berikut :

Mari kita tinjau proses yang terjadi pada hubungan kedua terlebih dahulu. Sebagai contoh, misalnya seseorang melihat makanan yang lezat. Orang tersebut adalah “makhluk” yang sejatinya adalah perpaduan dari unsur jasmani dan unsur batin. Ketika landasan indera mata mengadakan kontak dengan dunia luar dengan makanan lezat tersebut sebagai objeknya, maka perasaan (vedana) pun muncul. Bila tidak ada perhatian murni dan kewaspadaan, maka hasrat rendah atau nafsu (tanha) pun muncul. Apabila hal ini terjadi, maka proses ini telah lengkap dan selanjutnya akan membawa kita menuju siklus berikutnya. Selanjutnya tanha akan mengakibatkan upadana (kemelekatan), dan pada akhirnya adalah dukkha. Dengan melatih perhatian murni (melihat objek tersebut sebagaimana adanya) dan kewaspadaan (waspada pada pergerakan pikiran yang bergerak secara alami / otomatis), maka tanha akan sulit untuk muncul, dan dalam tingkat batin yang lebih berkualitas, maka nafsu (tanha) ini tidak akan muncul kembali.

Bagaimana dengan hubungan ketiga? Hubungan ini merupakan hubungan antara perbuatan masa kini dengan akibat di kehidupan mendatang. Maksudnya kondisi pada kelahiran dan kehidupan kita di masa mendatang dipengaruhi oleh semua perbuatan kita di hidup ini. Dengan mengikis avijja (ketidaktahuan) serta membasmi dosa (kebencian), lobha (keserakahan) dan moha (kegelapan batin), serta menyelami Dhamma (kebenaran abadi), maka hubungan ini dapat diputus. Dengan terputusnya hubungan ketiga ini, maka tidak akan ada lagi hubungan pertama (yang memang tidak dapat diputuskan pada saat kita berada dalam siluks tersebut). Dengan terputusnya hubungan pertama maka tidak ada lagi hubungan kedua, dan demikian pula tidak akan ada lagi hubungan ketiga.

Demikianlah fenomena penghidupan yang semuanya saling bergantung dalam Hukum Sebab-Akibat. Semuanya timbul karena dikondisikan, dan dapat lenyap karena tidak ada kondisi yang mengkondisikan.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:06:36 AM
Tiga Corak Umum Kehidupan

Tiga Corak Umum Kehidupan adalah 3 sifat universal yang berlaku di dalam Alam Semesta ini. Tidak ada yang dapat terlepas dari ketentuan ini. Tiga corak ini antara lain adalah :

1. Sabbe Sankhara Anicca
Artinya adalah segala sesuatu yang terdiri dari paduan unsur-unsur adalah tidak kekal.
   
Jika kita meneliti tentang semua kondisi yang ada di Alam Semesta ini, maka kita akan menemukan fakta bahwa itu semua adalah relatif, saling bergantung, dan merupakan paduan dari berbagai unsur. Dari satu kalimat tadi, kita seharusnya dapat menyimpulkan bahwa seiisi Alam Semesta ini memang ditakdirkan untuk selalu bergerak, berubah, dan tidak akan abadi. Namun jika kita meneliti tentang makna yang terkandung dalam kalimat-kalimat tadi, kita juga dapat menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang bukan merupakan paduan unsur-unsur adalah mungkin kekal, atau memang sama sekali kekal! Namun apakah memang ada sesuatu di Alam Semesta ini yang dapat berdiri sendiri (absolut) dan tidak bergantung pada faktor lainnya? Tentu saja jawabnya tidak ada di Alam Semesta ini. Karena kehidupan kita berada di dalam Alam Semesta, maka seluruh isi yang terkandungnya pun tidak akan dapat bertahan sampai selamanya. Kita dapat melihat contoh kehidupan seperti semua makhluk pasti akan mati, ia tidak akan mungkin dapat hidup selamanya. Demikian pula dengan berbagai keadaan di dunia ini, seperti keberhasilan tidaklah selamanya; karena kelak kita akan jatuh dalam kegagalan. Sang Buddha memang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang merupakan paduan unsur-unsur ini adalah tidak kekal, namun ada ‘sesuatu’ yang memang mutlak dan terlepas dari segala unsur tersebut. Jadi apakah yang tidak merupakan paduan unsur-unsur? Itu adalah Nibbana, Pembebasan Mutlak.


2. Sabbe Sankhara Dukkha
Artinya adalah segala sesuatu yang merupakan paduan unsur-unsur adalah dukkha.

Jika kita meneliti kembali tentang pemahaman pada poin pertama tentang anicca (tidak kekal), maka berarti semuanya itu adalah dukkha (penderitaan). Segala sesuatu yang memang ditakdirkan untuk bergerak, berubah, tidak kekal, semuanya itu hanyalah mengakibatkan dukkha (kehampaan, tidak memuaskan dan sebatas fatamorgana). Karena semua adalah anicca dan dukkha, oleh karena itu Sang Buddha mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun hal di dunia ini yang pantas untuk dilekati.


3. Sabbe Dhamma Anatta
Artinya adalah semua dhamma adalah tanpa substansi inti; Aku (Jiwa atau Roh).

Kalau kita meneliti lagi tentang tiga point tersebut, maka istilah sankhara (paduan unsur-unsur yang saling bergantung) dipakai pada poin pertama dan poin kedua. Namun pada poin ketiga, dipakailah istilah dhamma. Mengapa dipakai istilah dhamma dan bukannya sankhara? Di sinilah letak perbedaannya. Istilah sankhara hanya mencakup semua hal-hal dan benda-benda yang saling bergantung, baik fisik maupun mental. Kalau pada point ketiga istilah “sankhara” ini digunakan, maka mungkin orang akan berpendapat bahwa Roh (Jiwa) adalah sesuatu yang terlepas dari keadaan yang saling bergantung tersebut. Maka untuk mencegah salah penafsiran ini, Sang Buddha menggunakan istilah “dhamma”.

Istilah “dhamma” mempunyai arti yang sangat luas. Tidak terdapat istilah dalam tata-kata Buddhis yang mempunyai artian lebih luas dari dhamma. Dhamma tidak hanya mencakup benda / keadaan yang saling bergantung, tetapi juga pada yang tidak saling bergantung, misalnya Yang Mutlak, yaitu Nibbana. Tidak ada sesuatu di dalam Alam Semesta ini maupun di luar Alam Semesta ini yang tidak tercakup dalam istilah ini. Oleh karena itu, dengan penggunaan istilah dhamma ini, jelaslah bahwa memang dijelaskan bahwa tidak ada sesuatu benda atau keadaan apa pun yang mempunyai Roh atau Jiwa atau Aku atau substansi inti

Kata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak. Tidak ada substansi inti yang bersifat absolut. Pada syair sabbe sankhara anicca dan sabbe sankhara dukkha dengan jelas dinyatakan bahwa segala hal dan benda di Alam Semesta ini bisa ada karena merupakan paduan unsur-unsur. Ini berarti semua hal dan benda di Alam Semesta adalah tidak permanen, penuh ketidakpuasan (fatamorgana) dan tanpa substansi inti.

Kenapa kata "Dhamma" tidak digunakan pada syair tentang "Anicca" dan "Dukkha"? Karena anicca dan dukkha itu hanya berlaku dalam segala hal dan benda yang merupakan paduan unsur. Paduan unsur-unsur adalah bersyarat. Bersyarat adalah terkondisikan dan mengkondisikan, karenanya anicca dan dukkha akan selalu ditemukan di dalamnya.

Kata "Dhamma" mencakup segala hal dan benda baik yang bersyarat (sankhata dhamma) maupun yang tidak bersyarat (asankhata dhamma). Apakah yang tidak bersyarat itu? Itu adalah padamnya hawa nafsu (ragakkhayo), padamnya kebencian (dosakkhayo) dan padamnya kegelapan batin (mohakkhayo). Harus dilihat dengan jelas, bahwa hawa nafsu, kebencian dan kegelapan batin adalah paduan unsur-unsur; di mana mereka akan muncul ketika kita sendiri yang menciptakannya. Karena itulah dengan terhentinya dari aktivitas menciptakan ini, maka keadaan ini berada di atas hidup dan mati; berada di atas sebab dan akibat; dan berada di luar jangkauan anicca dan dukkha.
   
Mungkin Anda perlu merenungkannya sendiri. Kalau sekiranya memang ada Teori Attavada, maka Beliau sudah tentu menerangkannya atau bahkan menyuruh semua pengikut-Nya untuk menjalankan teori tersebut guna menghentikan dukkha. Namun ternyata memang tidak ada teori seperti itu. Teori Attavada bagaimanapun juga coraknya dan bagaimanapun halus dan sempurna pembabarannya, adalah palsu dan merupakan khayalan belaka yang akan menciptakan berbagai macam persoalan, serta membawa serta penderitaan, ratap-tangis, kesedihan dan berbagai kesulitan lainnya. Sang Buddha bersabda :

“Terimalah satu “teori tentang Roh, Jiwa atau Aku yang kekal abadi” (Attavada), apabila dengan menerimanya maka tidak akan lagi timbul kekecewaan, ratap-tangis, penderitaan, kesedihan dan kemalangan.”

“Banyak orang yang menganggap Roh atau Jiwa atau Aku (Atta, dalam Bahasa Pali) adalah sama dengan “batin” atau “kesadaran”.  Namun lebih baik mereka menganggap badan jasmani itu sebagai Roh atau Jiwa atau Aku. Sebab badan jasmani itu padat, dapat dilihat dan disentuh, sedangkan batin, pikiran dan kesadaran (ctta, mano, vinnana) terus-menerus berubah dan dalam tempo yang lebih cepat dari perubahan yang terjadi pada badan jasmani.”

Jika kita ingin sedikit membuktikan akan keberadaan dari Atta (Aku atau Roh atau Jiwa), kita dapat mempraktekannya sekarang juga. Kita memiliki badan jasmani yang memang dapat bergerak sesuai dengan yang kita kehendaki. Dan begitu pula pada batin kita, kita dapat menggerakkan pikiran kita. Namun apakah kita dapat menggerakkan “Roh” kita? Ternyata tidak bisa, dan karena memang tidak ada Roh atau Jiwa atau Aku (Atta) yang ada. Mungkin ada pendapat yang mengatakan bahwa Roh itu berada di luar kita (badan jasmani dan batin), dan dialah yang menggerakkan “kita”. Sekali lagi kita dapat membuktikan bahwa hal itu salah. Jika memang begitu keadaannya, berarti pendapat itu mengatakan bahwa pikiran itu dikendalikan oleh Roh. Namun darimana Roh itu dapat berpikir? Jika memang Roh itu adalah pribadi yang berbeda dari kita (badan jasmani dan batin), maka siapakah Roh dan siapakah kita (badan jasmani dan batin)? Apakah keduanya berbeda? Jika memang berbeda, mengapa kita (badan jasmani dan batin) tidak bisa merasakan Roh? Apakah Roh dapat merasakan kita (badan jasmani dan batin)? Kalau begitu berarti Roh-lah yang bertanggungjawab atas semua perbuatan kita, karena semua kehendak berasal darinya. Lalu mengapa kita (badan jasmani dan batin) yang berbahagia dan yang menderita ketika sesuatu hal atau keadaan terjadi pada kita? Apa yang dirasakan Roh? Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat memojokkan tentang Teori Attavada (Teori Adanya Roh atau Aku yang Kekal). Namun kita tidaklah perlu berbelat-belit dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Kita dapat mengurungkan niat kita untuk berargumen tentang pertanyaan-pertanyaan itu, dengan kembali menengok tentang makna dari Sabbe Sankhara Anicca. Jelaslah konyol jika kita menganggap ada sesuatu yang kekal di dalam yang tidak kekal.

Menurut Sang Buddha, berpegangan kepada anggapan bahwa “aku tidak mempunyai Atta” (teori pemusnahan diri), atau memegang anggapan tentang “aku mempunyai Atta” (teori kelangsungan abadi) adalah kesalahan. Karena keduanya timbul dari ide yang menyesatkan tentang adanya “Sang Aku” itu. Pendirian yang benar mengenai Doktrin Anatta (Tanpa Aku) adalah jangan memegang anggapan atau pandangan apa pun juga, melainkan melihat benda-benda secara objektif dan menurut keadaan yang sebenarnya; tanpa proyeksi-proyeksi mental melihat apa yang dinamakan “Aku” atau “makhluk” sebagai paduan dari unsur-unsur fisik dan mental, yang bekerjasama dan saling bergantungan dan satu arus dari perubahan-perubahan dari saat ke saat di dalam hukum sebab-akibat; tidak ada sesuatu yang kekal, berlangsung terus, dan segala sesuatunya pasti berubah.

Namun dari pandangan ini, mungkin akan ada pertanyaan siapa yang akan menerima hasil kamma. Tidak ada “siapa” yang akan menerimanya. Namun hasil perbuatan atau kamma (act, dalam Bahasa Inggris) yang dilakukan oleh sesuatu atau makhluk (yang merupakan paduan berbagai unsur), akan memberi dampak yang berakibat pada paduan unsur tersebut kelak. Doktrin Anatta (Tanpa Aku) ini janganlah dilihat sebagai pandangan negatif atau pesimis. Namun hal ini adalah kenyataan yang sesungguhnya, dan tidak dibuat-buat atau ditutup-tutupi. Dengan kebijaksanaan seharusnya kita dapat memahaminya, bahwa memang begitulah hakekat kehidupan. Ajaran pesimis dan ajaran optimis hanya akan merusak kebijaksanaan. Orang yang memegang ajaran tersebut adalah orang yang membutakan jalan kehidupannya dalam meraih kebenaran. Oleh karena itu, Anatta merupakan satu fakta (Nairatmyastita).
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 March 2009, 12:07:00 AM
Pergilah kalian,
demi kesejahteraan semua makhluk,
demi kebahagiaan semua makhluk,
atas dasar belas kasih kepada dunia,
demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

Janganlah pergi berdua dalam satu jalan,
babarkanlah Dhamma ini,
yang indah pada awalnya,
indah pada pertengahannya,
dan indah pada akhirnya.


(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/peace.jpg)
Buddha Gotama

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: m1ch43l on 14 March 2009, 01:39:15 AM
thanx buat moderator yg baru  _/\_
semoga bs menambah pengetahuan saya walaupun agak pusing2 bacanya  ;D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: tula on 14 March 2009, 04:10:39 PM
lo .. masi lanjut to ... sip2 .. tar tula lanjut baca .. ta kira dari yg kemaren uda abis .. (uda cetak ;D)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: naviscope on 14 March 2009, 04:16:04 PM
butuh waktu nech, untuk mencerna.

:jempol:
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: tula on 15 March 2009, 03:27:05 PM
Quote
Menurut Jangka Waktu
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu :
     a. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya-kamma)
     b. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya-kamma)
     c. Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan berikutnya (aparapariya-vedaniya-kamma)
     d. Kamma yang tidak berbuah karena tertimbun kamma yang lainnya (ahosi-kamma)

Bisa tula mohon nanya ttg yg d. kamma yg tidak berbuah karna tertimbun kamma yg lainnya ? ini contohnya seperti apa ya ?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 15 March 2009, 08:40:42 PM
Q : Bisa tula mohon nanya ttg yg d. kamma yg tidak berbuah karna tertimbun kamma yg lainnya (ahosi kamma) ? ini contohnya seperti apa ya ?
A : Ahosi Kamma adalah kamma (perbuatan) yang tidak memunculkan vipaka (akibat), karena tertimbun oleh kamma lain (Upaghataka Kamma). Setiap kamma cenderung akan menimbulkan vipaka, baik segera ataupun kelak. Vipaka akan muncul apabila semua syarat-syaratnya terpenuhi. Seperti benih yang ditanam, dapat tumbuh apabila syarat-syarat seperti tanah yang subur, air, temperatur, dll. menyokong pertumbuhannya. Bila tidak ada unsur-unsur pendukung; dan justru ada Upaghataka Kamma yang muncul, maka kamma itu tidak akan berbuah (menjadi Ahosi Kamma).

Sebagai contoh : Angulimala yang sudah banyak membunuh orang akan menerima vipaka buruknya, yaitu berupa kelahiran di alam rendah. Namun karena Angulimala menjalani kehidupan suci, banyak vipaka buruk yang menjadi ahosi. Salah satunya adalah Angulimala tidak terlahir di alam rendah, karena sudah merealisasi Nibbana.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 18 March 2009, 09:43:31 PM
opaaaaaaaaa, anumodana opaaaaa\ ;D / _/\_ _/\_ _/\_
bisa nambah pengetahuan wnya nih...\ ;D /\ ;D /\ ;D /
thanksss opaaaaa\ ;D /\ ;D /\ ;D / _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 18 March 2009, 09:45:14 PM
[at] Citta Devi

:)
Belajar yang rajin yah, supaya nilai ujian-ujiannya bagus.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 20 March 2009, 12:29:19 AM
[at] Citta Devi

:)
Belajar yang rajin yah, supaya nilai ujian-ujiannya bagus.
yoo opaa :yes: :yes: :yes:

wnya suka kisah waktu sang Buddha masih jadi pertapa, lalu bertemu dengan raja Bimbisara itu punya.... ;D ;D ;D
waktu itu pertapa Gotama sedang menuju ke Rajagaha, dalam perjalanan Beliau, Beliau melihat ada pengembala domba dan domba2nya, lalu Pertapa Gotama melihat ada Domba yang ketinggalan.
Domba tersebut tertinggal jauh dengan kawanannya karena kakinya terluka....
Lalu Samana Gotama melihatnya, dan kemudian menggendong si domba hingga ke tempat rombongannya...
Kemudian Beliau bertanya kepada penggembala domba, mau dibawa ke mana domba2nya...
dan Si penggembala pun menjawab akan dibawa ke kerajaan untuk dijagal dalam upacara yagna...
Lalu samana Gotama menanyakan kepada si penggembala, " Bolehkah saya ikut?"
dan penggembala pun mengiyakannya...
    Setiba di sana, ketika Domba akan dijagal(catatan: Upacaranya dilakukan secara terbuka), samana gotama berdiri di atas panggung, dan menghentikannya, Dan bertanya kepada yang hadir:
    " Jika diberikan pilihan, Hidup atau mati, apa yang akan anda sekalian pilih?"
Tentunya semuanya bakal memilih untuk hidup.
    " Lantas demikian juga dengan domba-domba ini, mereka juga tidak menginginkan kematian, hanya saja mereka tak dapat mengutarakannya. "
Lalu, setelah mendengar perkataan-perkataan samana gotama, perlahan-lahan upacara yagna mulai tidak dilakukan lagi....\ ;D /\ ;D /\ ;D /

W sukanya waktu Samana Gotama menggendong domba yang terluka itu menuju ke gerombolannya... ;D ;D ;D ;D wnya bayangin Sang Buddha gendongin si Domba, dibelakangNya lalu berjalan mengikuti gerombolan domba lainnya\<^0^>/ ;D ;D ;D
trus w juga suka, waktu Samana Gotama mengatakan bahwa Domba2 nya juga pengen hidup\<^^>/

W bayangin ceritanya waktu guru wnya ceritain, w suka cerita yg ini punya...... ;D ;D ;D
Coba bayangin samana gotama menggendong domba yang terluka itu dipundakNya, lalu mengikuti gerombolan domba yang lain\ ;D /\ ;D /
kayaknya berkesan amat bagian yang ini bagi wnya nih...^^
hanya sekedar share aja nih... unik lhe.... :P :P :P

Metta Cittena,
Citta ;D _/\_



   

 


Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: chubby on 21 March 2009, 12:04:57 PM
mod upasaka
mau tanya jadi maksudnya karma kita tuh dapat di ubah ya???
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 21 March 2009, 11:40:25 PM
[at] chubby

Kamma atau karma itu adalah "perbuatan" / "action". Landasan dari perbuatan atau aksi ini adalah kehendak (cetana).

Kalau maksud Anda ; "Apakah kamma dapat ditanggulangi?"... Maka jawabannya adalah "A BIG YES".
Semua perbuatan pada umumnya akan memunculkan akibat. Akibat ini dapat ditanggulangi dengan perbuatan-perbuatan yang lain.


Punya hobi menanggulangi kamma buruk,
upasaka
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: chubby on 22 March 2009, 07:53:19 PM
hooh maksudnya misalakan kita emang nasibnya buruk terus kita ubah gitu...
gimana caranya menanggukanginya????
hal apa aja yang harus dilakukan biar kita bisa merasakan hasilnya segera?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 22 March 2009, 08:13:57 PM
[at] chubby

Cara pandang terhadap suatu hal menjadi dasar pikiran. Pikiran yang diamalkan menjadi perbuatan. Perbuatan yang sering dilakukan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terpelihara menjadi sifat. Sifat yang dijalani akan memunculkan kejadian yang relatif sama. Paduan kejadian adalah nasib.

Jadi, sudah tahu 'kan apa yang harus dilakukan untuk merubah nasib?


paranormal mode on,
upasaka
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: chubby on 22 March 2009, 08:39:40 PM
haduh bro upasaka kenapa sih kalo ngmg selalu belibet banget
aku dari dulu baca tulisanmu suka binggung
ini aja dah baca berkali2 masi binggung maklum aku rada lola
yang aku tangkep tuh ya..
cara pandang kita itu yang menetukan nasib kita gitu?
bener gak bro mohon penjelasannya sekali lagi  _/\_ _/\_ _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 22 March 2009, 08:45:35 PM
haduh bro upasaka kenapa sih kalo ngmg selalu belibet banget
aku dari dulu baca tulisanmu suka binggung
ini aja dah baca berkali2 masi binggung maklum aku rada lola
yang aku tangkep tuh ya..
cara pandang kita itu yang menetukan nasib kita gitu?
bener gak bro mohon penjelasannya sekali lagi  _/\_ _/\_ _/\_

Peringatan kepada Mod Upasaka...SP1
"Jangan bikin orang bingung"
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 22 March 2009, 08:49:08 PM
[at] chubby

Oke... :)

Maksudnya kalau kita pingin merubah nasib, kita harus mengubah cara pikir kita dulu. Nanti semuanya kebawa secara otomatis. Kalau cara pikir kita jadi lebih baik, kita akan banyak berbuat hal yang baik. Jadinya nasib kita bisa berubah lebih baik.


Di dunia nyata gak ribet,
upasaka
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 22 March 2009, 08:49:31 PM
[at] Indra

SP1 accepted.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: chubby on 22 March 2009, 09:11:31 PM
nah gitu dunk bro...
to the point jadinya gak bikin binggung.. :) :)
hehe sori tapi jadinya bro kena sp1
tapi thanks bgt baut penjelasannya
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: johan3000 on 22 March 2009, 11:20:49 PM
[at] chubby

Cara pandang terhadap suatu hal menjadi dasar pikiran. Pikiran yang diamalkan menjadi perbuatan. Perbuatan yang sering dilakukan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terpelihara menjadi sifat. Sifat yang dijalani akan memunculkan kejadian yang relatif sama. Paduan kejadian adalah nasib.

Jadi, sudah tahu 'kan apa yang harus dilakukan untuk merubah nasib?


paranormal mode on,
upasaka


Selain kita dpt memperdalam ilmu pengetahuan (jenjang pendidikan), menambah kekayaan dgn berdagang, ada juga cara memperbanyak keberuntungan.

Apa yg harus dilakukan utk merubah nasib? (maksudnya nasib baik atau buruk)?
jadi pertanyaan diatas maksunya kira2...

Bagaimana menambah keberuntungan dlm hidup kita?

Ada 4 hal yg bila dilakukan akan memperbanyak keberuntungan kita.

1. Memperbanyak kesempatan

Bergaulah sebanyak teman2 yg baik dan mengontak mereka2 dgn eMail, sms, dll. Selain teman2 lama dirawat, perbanyaklah teman2 baru! Buatlah rencana berapa teman baru yg akan bertambah tiap bulan, tiap tahun, dll... Anda juga dpt memperbanyak teman dgn sebagi Magnet Sosial, spt penulis, penyanyi, MOD di forum, dll, dll

2. Gunakan insting anda..
Utk mendapatkan keberuntungan, kita harus dpt membuat keputusan yg tepat dan benar. Maka org2 yg memiliki insting baik lebih beruntung dari yg tidak. Dengan meditasi, dan pikiran yg jernih kita akan memiliki insting yg lebih baik dari yg tidak (pikiran jahat, ngamun, dll)

3. Bersyukurlah dan mengharapkan rejeki baik
Orang yg bershykur dan selalu mengharapkan rejeki baik akan mendapatkan rejeki baik yg lebih banyak lagi. Mulailah hari2 anda dgn bersyukur dan mengharapkan rejeki baik! Katakanlah pada teman anda... bahwa ini hari anda sangat rejeni... karna jalan tidak macet. Hargainlah setiap kejadian yg baik dan mengharapkan lebih banyak lagi.

4. Merubah kejadian buruk menjadi peluang yg baik
Org yg memiliki rejeki baik tidak terpuruk pada kejadian yg buruk. Mereka selalu dgn cepat dan sigap dapat melihat peluang baik didalam kejadian buruk tsb. Mereka tidak mengeluh dan menyesal atas kejadian tsb. Malah dgn cermat mengamati peluang2 yg ada dibalik kejadian buruk tsb.

Mobil anda mogok di jalan dan tidak ada yg membantu :
Bagaimana menerapkan strategis No.4 ?
Spoiler: ShowHide

Wahhh kelihatannya business mobil gerek peluang yg baik, utk mengatasin masalah mobil mogok di jalan!



Demikianlah 4 hal tsb bisa dicoba!...

Menurut saya penjelasan bro Upasaka tidak jelimet...mungkin tanggapan org lain berbeda....
Biasanya jawaban2 bro Upasaka sangat bisa diandalkan koq... (begitu juga yg ITU)...

bagaimana menurut yg lain?

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 22 March 2009, 11:44:04 PM
:)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: chubby on 23 March 2009, 09:15:20 AM
wah bro johan makasi buat penjelasan lanjutanya...
hehe mungkin menurut  bro jelas tapi menurut saya belibet harap di maklumin soalny saya eamng agak lola.. hehe :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: johan3000 on 23 March 2009, 09:47:14 AM
 :backtotopic:

Dalam perjalanan Gautama menjadi Buddha...

setelah Gautama menjadi Buddha, menurut info...
Buddha hanya cukup tidur SATU jam per hari...

Saya baru baca info tsb beberapa hari yg lalu...
Apakah bener hal tsb? soalnya gw belum pernah mendengarnya!

Apakah bener manusia tidak perlu banyak tidur?

thanks!  :whistle:
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: markosprawira on 23 March 2009, 12:06:41 PM
[at] chubby

Cara pandang terhadap suatu hal menjadi dasar pikiran. Pikiran yang diamalkan menjadi perbuatan. Perbuatan yang sering dilakukan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terpelihara menjadi sifat. Sifat yang dijalani akan memunculkan kejadian yang relatif sama. Paduan kejadian adalah nasib.

Jadi, sudah tahu 'kan apa yang harus dilakukan untuk merubah nasib?


paranormal mode on,
upasaka


Selain kita dpt memperdalam ilmu pengetahuan (jenjang pendidikan), menambah kekayaan dgn berdagang, ada juga cara memperbanyak keberuntungan.

Apa yg harus dilakukan utk merubah nasib? (maksudnya nasib baik atau buruk)?
jadi pertanyaan diatas maksunya kira2...

Bagaimana menambah keberuntungan dlm hidup kita?

Ada 4 hal yg bila dilakukan akan memperbanyak keberuntungan kita.

1. Memperbanyak kesempatan

Bergaulah sebanyak teman2 yg baik dan mengontak mereka2 dgn eMail, sms, dll. Selain teman2 lama dirawat, perbanyaklah teman2 baru! Buatlah rencana berapa teman baru yg akan bertambah tiap bulan, tiap tahun, dll... Anda juga dpt memperbanyak teman dgn sebagi Magnet Sosial, spt penulis, penyanyi, MOD di forum, dll, dll

2. Gunakan insting anda..
Utk mendapatkan keberuntungan, kita harus dpt membuat keputusan yg tepat dan benar. Maka org2 yg memiliki insting baik lebih beruntung dari yg tidak. Dengan meditasi, dan pikiran yg jernih kita akan memiliki insting yg lebih baik dari yg tidak (pikiran jahat, ngamun, dll)

3. Bersyukurlah dan mengharapkan rejeki baik
Orang yg bershykur dan selalu mengharapkan rejeki baik akan mendapatkan rejeki baik yg lebih banyak lagi. Mulailah hari2 anda dgn bersyukur dan mengharapkan rejeki baik! Katakanlah pada teman anda... bahwa ini hari anda sangat rejeni... karna jalan tidak macet. Hargainlah setiap kejadian yg baik dan mengharapkan lebih banyak lagi.

4. Merubah kejadian buruk menjadi peluang yg baik
Org yg memiliki rejeki baik tidak terpuruk pada kejadian yg buruk. Mereka selalu dgn cepat dan sigap dapat melihat peluang baik didalam kejadian buruk tsb. Mereka tidak mengeluh dan menyesal atas kejadian tsb. Malah dgn cermat mengamati peluang2 yg ada dibalik kejadian buruk tsb.

Mobil anda mogok di jalan dan tidak ada yg membantu :
Bagaimana menerapkan strategis No.4 ?
Spoiler: ShowHide

Wahhh kelihatannya business mobil gerek peluang yg baik, utk mengatasin masalah mobil mogok di jalan!



Demikianlah 4 hal tsb bisa dicoba!...

Menurut saya penjelasan bro Upasaka tidak jelimet...mungkin tanggapan org lain berbeda....
Biasanya jawaban2 bro Upasaka sangat bisa diandalkan koq... (begitu juga yg ITU)...

bagaimana menurut yg lain?



dear bro johan,

setahu saya, mengharap keberuntungan itu adalah pamrih, yg notabene merupakan pemupukan Lobha

bisa terlihat dari no 1 dimana seharusnya memperluas pergaulan adl utk berbuat lebih bagi org lain, bukan utk kepentingan diri sendiri

apa kesemuanya tidak membuat kita semakin jauh dari pengikisan dosa, lobha dan moha?

bukankah buddhism justru mengajarkan utk memahami bhw semua hal adl anicca, dukkha dan antta sehingga jika terjadi masalah/vipaka buruk, batin kita bisa menganggap sebagai 1 kewajaran dan justru membuat kita terpacu utk mengurangi perbuatan buruk kita?

metta
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: markosprawira on 23 March 2009, 12:08:30 PM
:backtotopic:

Dalam perjalanan Gautama menjadi Buddha...

setelah Gautama menjadi Buddha, menurut info...
Buddha hanya cukup tidur SATU jam per hari...

Saya baru baca info tsb beberapa hari yg lalu...
Apakah bener hal tsb? soalnya gw belum pernah mendengarnya!

Apakah bener manusia tidak perlu banyak tidur?

thanks!  :whistle:

jangankan manusia yg sempurna spt Buddha, manusia biasa yg sudah uzur saja, tidak perlu tidur sebanyak mereka yg masih muda kok

lama tidur bayi berkisar 20 - 22 jam
org dewasa 6 - 8 jam

dari sini saja makin terlihat bhw semakin tua seseorg, wkt tidurnya akan makin sedikit
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 23 March 2009, 09:40:09 PM
kualitas istirahat dalam jhana jauh lebih baik daripada kualitas tidur, karena dalam jhana, batin dan jasmani istirahat total, sedangkan pada tidur hanya jasmani yg istirahat. jadi bagi yg sering masuk jhana, tidur tidak lagi diperlukan.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Hendra Susanto on 23 March 2009, 09:44:27 PM
cerita dikit ahh...

suatu hari aku pernah tidak tidur seharian, hanya menjaga kesadaran dan besoknya tetap menjalani aktifitas seperti biasa tanpa ada rasa lelah maupun ngantuk...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 23 March 2009, 09:56:21 PM
cerita dikit ahh...

suatu hari aku pernah tidak tidur seharian, hanya menjaga kesadaran dan besoknya tetap menjalani aktifitas seperti biasa tanpa ada rasa lelah maupun ngantuk...

pamer kesaktian
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Hendra Susanto on 23 March 2009, 09:59:48 PM
;D sekilas inpo...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: N1AR on 23 March 2009, 10:10:29 PM
sekilas info..
saya pernah hampir 1 minggu tidak tidur , main game online terus tanpa jeda. wkkkkkkkk
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: cristiano on 01 June 2009, 03:26:25 PM
Untuk infomasi,seorang Pertapa bernama Asita (yang juga dikenal sebagai Kaladevala) yang sedang bermeditasi di Gunung Himalaya, diberitahukan oleh para Dewa dari Alam Tavatimsa, bahwa telah lahir seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Buddha. Maka pada hari itu juga, Pertapa Asita pun berkunjung ke istana Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut. Setelah melihat sang bayi, Pertapa Asita melihat adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa (orang besar).
__________________________
****
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: wiithink on 12 July 2009, 11:07:19 PM
gw tau cerita nyaaa... gw tau dari komik BUDDHA.. keren bangett.. dari situ gw tau kisah hidup dan asal muasal agama BUDDHA dan memutuskan ntuk memperdalam ajaran BUDDHA yang sesungguhnyaa
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Peacemind on 03 November 2009, 10:04:48 AM
Saudara Upasaka...really great explanation!

Mau nambah dikit.. Di Sutta2 saya belum pernah membaca bahwa Udaka Ramaputta adalah guru pertapa Gotama sebelum mencapai kebuddhaan. Namun di kalangan agama Buddha saat ini, banyak yang masih beranggapan bahwa pertapa Udaka ini guru Sang Buddha sewaktu masih sebagai seorang Bodhisatta. Jika ada teman2 di sini yang pernah menemukan referensi di sutta2 yang menyebutkan Udaka Ramaputta merupakan guru pertapa Gotama, mohon untuk mengirimnya di thread ini. Thanks.

                                          May you all be happy
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 03 November 2009, 10:15:08 AM
gw tau cerita nyaaa... gw tau dari komik BUDDHA.. keren bangett.. dari situ gw tau kisah hidup dan asal muasal agama BUDDHA dan memutuskan ntuk memperdalam ajaran BUDDHA yang sesungguhnyaa
Apakah yang dimaksud adalah komik karangan Osamu Tezuka? Itu komik ngawur. Kalau memang dari komik itu, buang jauh-jauh yang sudah didapat dari komik itu dan mulai mempelajari dari naskah-naskah Dhamma. Lebih baik dari Riwayat Agung Para Buddha yang ada di website ini
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 03 November 2009, 10:39:23 AM
Saudara Upasaka...really great explanation!

Mau nambah dikit.. Di Sutta2 saya belum pernah membaca bahwa Udaka Ramaputta adalah guru pertapa Gotama sebelum mencapai kebuddhaan. Namun di kalangan agama Buddha saat ini, banyak yang masih beranggapan bahwa pertapa Udaka ini guru Sang Buddha sewaktu masih sebagai seorang Bodhisatta. Jika ada teman2 di sini yang pernah menemukan referensi di sutta2 yang menyebutkan Udaka Ramaputta merupakan guru pertapa Gotama, mohon untuk mengirimnya di thread ini. Thanks.

                                          May you all be happy

Semoga bermanfaat. :)

Saya juga masih mencari referensi yang akurat mengenai keberadaan Udaka Ramaputta di Sutta. Mungkin ada teman-teman lain yang bisa membantu...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 03 November 2009, 10:47:49 AM
salah duanya MAJJHIMA NIKâYA II, II. 5. 10. Sangàravasuttaü, (100) To the Brahmin Sangàrava

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima2/100-sangarava-e1.html

Majjhima Nikàya I, 3. 6 Ariyapariyesanasuttaü, (26) The Noble Search

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima1/026-ariyapariyesana-sutta-e1.html


0.15 detik tanya sama mbah google
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 03 November 2009, 10:55:08 AM
salah satunya MAJJHIMA NIKâYA II, II. 5. 10. Sangàravasuttaü, (100) To the Brahmin Sangàrava

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima2/100-sangarava-e1.html

0.15 detik tanya sama mbah google

Pantas saja, MN. (...) ^-^
Anyway, Thanks.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Peacemind on 03 November 2009, 12:06:08 PM
Justru itu yang menjadi masalah saya. Dalam Sutta2 yang anda sebutkan, pertapa Gotama menganggap Udaka Ramaputta hanya sebagai teman dalam kehidupan Brahmacari, dan bukan sebagai guru. Sebagai contoh, dalam Ariyapariyesanasutta dari Majjhimanikāya, Sang Buddha memberikan pernyataan berbeda ketika mengacu kepada dua guru meditasi ini. Setelah pertapa Gotama mencapai landasan kekosongan (ākiñcaññāyatana) dan diminta Āḷāro Kālāma untuk bersama-sama membimbing murid2nya, dalam ungkapannya, beliau mengatakan, “Iti kho, bhikkhave, āḷāro kālāmo ācariyo me samāno antevāsiṃ maṃ samānaṃ attanā samasamaṃ ṭhapesi….” yang bisa diterjemahkan “Demikianlah, para bhikkhu, sebagai guruku, Āḷāro Kālāma menempatkan posisi saya sebagai seorang murid sejajar dengannnya”. Di pernyataan di sini, Sang Buddha jelas-jelas menerima bahwa beliau telah menjadi murid Āḷāro Kālāma sewaktu masih sebagai Bodhisatta. Akan tetapi, pernyataan yang dilontarkan Sang Buddha kepada Udaka Ramaputta berbeda. Setelah beliau mencapai landasan tanpa pencerapan dan bukan-bukan pencerapan (nevasaññānāsaññāyatana) dan diminta Udakaramaputta untuk membimbing mereka yang belajar di pertapaan tersebut, Sang mengatakan, “Iti kho, bhikkhave, udako rāmaputto sabrahmacārī me samāno ācariyaṭṭhāne maṃ ṭhapesi” yang bisa diterjemkan, “Demikianlah, para bhikkhu, sebagai teman yang bersama-sama berlatih kehidupan suci (Brahmacari), Udaka Rāmaputta menempatkan saya sebagai seorang guru”. Di sini, Sang Buddha menjelaskan bahwa Udaka Rāmaputta bukan guru beliau, namun hanya sekedar teman yang bersama2 menjalankan kehidupan Brahmacari.

Ada perbedaan statement yang bisa dilihat di sini khususnya di sutta seperti Ariyapariyesanasutta:

1.   – Kepada Āḷāra Kalama, Sang Buddha menyebutnya sebagai - ācariyo me samāno (being my teacher – sebagai guruku)
-   Kepada Udaka Rāmaputta, Sang Buddha menyebutnya sebagai - sabrahmacārī me samāno (being my fellow holy life – sebagai teman yang menjalankan kehidupan suci).
2.   - Āḷāra Kalama, ketika meminta Pertapa gotama untuk memimbing murid2 di situ, mengatakan, “Ehi dāni, āvuso, ubhova santā imaṃ gaṇaṃ pariharāmā’ti (Sekarang, mari kawanku, mari kita berdua bersama-sama membimbing kelompok (pertapa) ini ).
-   Udaka Rāmaputta, ketika meminta Pertapa gotama untuk memimbing murid2 di situ, mengatakan, “Ehi dāni, āvuso, tuvaṃ imaṃ gaṇaṃ pariharā’ti (Sekarang, mari kawanku, kamu bimbinglah kelompok (pertapa) ini).

Fakta di atas sangat jelas menunjukkan bahwa status Udaka Rāmaputta bukan guru pertapa Gotama.

Jika kawan2 di sini pernah benar2 menemukan satu referensi di sutta2 atau literatur2 lain mengenai status Udaka Rāmaputta sebagai guru pertapa Gotama, alangkah lebih baiknya untuk mengirimkan ke thread ini. Ini bisa dijadikan bahan komparatif studi.

Thanks…
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: char101 on 03 November 2009, 01:16:23 PM
- Ajaran nevasananasannayatana itu ajaran dari Rama, ayahnya Udaka Ramaputta jadi mungkin Pangerang Sidhatta lebih menganggap Rama sebagai gurunya (walaupun Rama sudah meninggal)
- Waktu Pangeran Siddhatta mencapai nevasannayatana itu Udaka Ramaputta sendiri belum mencapainya

http://www.dhammawiki.com/index.php?title=Udaka_Ramaputta
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Peacemind on 03 November 2009, 02:01:15 PM
Kedua pendapat anda di atas kemungkinan benar juga.

Sebenarnya nama asli dari guru meditasi ini hanya sekedar Udaka.  Ramaputta berarti anak rama (son of Rama). Mungkin apa yang anda simpulkan benar bahwa Rama adalah ayah Udaka. Namun, bisa juga disimpulkan bahwa Udaka hanya sekedar murid Rama yang tidak mempunyai hubungan darah dengannya. Kasus ini bisa dilihat ketika para bhikkhu murid2 Sang Buddha juga disebut sebagai Sakyaputta (sons of Sakya) meskipun mereka bukan anak sesungguhnya Sang Buddha atau banyak dari mereka bukan berasal dari suku sakya.

Be happy.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Pinguin on 23 November 2009, 07:05:21 PM
bs critain ngak ttg Sang Buddha mengumpulkan 1250 arahat  dan Sang Buddha bertemu dengan Devata.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Pinguin on 10 December 2009, 09:34:42 PM
 _/\_ Ko Upasaka sy boleh
 nambahin sedikit y !
Mohon bimbingannya...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Pinguin on 10 December 2009, 09:35:44 PM
EMPAT PULUH LIMA TAHUN MEMBABARKAN DHAMMA
 
Setelah Sang Bhagava mengutus keenam puluh siswaNya, Beliau sendiri tetap melanjutkan pembabaran Dhamma tanpa kenal lelah selama empat puluh lima tahun. Selama dua puluh tahun pertama masa pembabaran Dhamma ini, Sang Bhagava melewatkan masa berdiam musim hujan di berbagai tempat. Namun, selama dua puluh lima tahun terakhir, Ia melewatkan sebagian besar masa berdiam-Nya di Savatthi. Berikut adalah kronologi pembabaran Dhamma oleh Buddha selama empat puluh lima tahun.
Tahun Pertama (588 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Migadaya (Taman Rusa), Isipatana, di dekat Baranasi.
Peristiwa utama:
Buddha membabarkan sutta pertama Dhammacakkappavattana Sutta, Anattalakkhana Sutta, dan Adittapariyaya Sutta; mengalihyakinkan kelima petapa (Pancavaggiya); mendirikan Persamuhan (Sangha) Bhikkhu dan Tiga Pernaungan (Tisarana); mengalihyakinkan Yasa dan kelima puluh empat sahabatnya; mengutus para misionari pertama; mengalihyakinkan ketiga puluh pangeran Bhaddavaggiya mengalihyakinkan ketiga Kassapa bersaudara beserta seribu orang pengikut mereka.
Tahun Kedua Sampai Keempat (587 - 585 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Veluvanarama (Vihara Hutan Bambu), di dekat Rajagaha.
Peristiwa utama:
Buddha memenuhi janji kepada Raja Bimbisara; menerima Vihara Veluvana sebagai pemberian dana; menyabdakan Ovada Patimokkha; menunjuk Sariputta dan Moggallana sebagai siswa bhikkhu utama (agga savaka); mengunjungi Kapilavatthu; mempertunjukkan mukjizat ganda (yamaka patihariya); menahbiskan Pangeran Rahula dan Pangeran Nanda; mengukuhkan Raja Suddhodana, Ratu Mahapajapati Gotami, serta Yasodhara ke dalam arus kesucian; menahbiskan keenam pangeran Sakya; bertemu dengan Anathapindika; menerima Vihara Jetavana sebagai pemberian dana; bertemu dengan Raja Pasenadi dari Kosala, mendamaikan sengketa antara suku Sakya dan Koliya; membabarkan Mahasamaya Sutta.
Tahun Kelima (584 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Kutagarasala (Balairung Puncak), Mahavana, di dekat Vesali.
Peristiwa utama:
Wafatnya Raja Suddhodana; Sang Bhagava mengizinkan Ratu Mahapajapati Gotami bersama kelima ratus putri untuk menjadi bhikkhuni; mendirikan Sangha Bhikkhuni; membabarkan Dakkhinavibanga Sutta.
Tahun Keenam (583 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Mankulapabbata (Bukit Mankula), di dekat Kosambi.
Peristiwa utama:
Ratu Khema menjadi bhikkhuni dan kemudian ditunjuk sebagai salah satu dari kedua siswi bhikkhuni utama dengan Uppalavanna; Sang Bhagava melarang mempertunjukkan mukjizat demi keuntungan pribadi dan harga diri mereka sendiri; melakukan mukjizat ganda.
Tahun Ketujuh (582 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Surga Tavatimsa.
Peristiwa utama:
Buddha melakukan mukjizat; membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa; Sang Bhagava difitnah oleh Cincamanavika.
Tahun Kedelapan (581 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Bhesakalavana (Hutan Bhesakala), di dekat Surmsumaragiri, Distrik Bhagga.
Peristiwa utama:
Pangeran Bodhirajakumara mengundang Sang Bhagava ke Kokanada, istana barunya, untuk menerima dana makanan; Sang Bhagava membabarkan Punnovada Sutta; Punna mengunjungi Sunaparanta.
Tahun Kesembilan (580 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Ghositarãma (Wihar2 Ghosita), Kosambi.
Peristiwa utama:
Magandiya membalas dendam; sengketa para bhikkhu di Kosambi.
Tahun kesepuluh (579 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Hutan Rakkhita, di dekat Desa Parileyyaka.
Peristiwa utama:
Karena terjadi sengketa yang berkepanjangan di antara para bhikkhu di Kosambi, Sang Bhagava akhirnya menyendiri di Hutan Rakkhita, di dekat Desa Parileyyaka, ditemani oleh gajah Parileyyaka. Pada penghujung kediaman musim hujan tersebut Ananda, atas nama para warga Savatthi, mengundang Sang Bhagava untuk kembali ke Savatthi. Para bhikkhu Kosambi yang bersengketa tersebut kemudian memohon maaf kepada Sang Bhagava dan kemudian menyelesaikan sengketa mereka.
Tahun Kesebelas (578 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Dakkhinagiri, desa tempat tinggal Brahmin Ekanala.
Peristiwa utama:
Buddha mengalihyakinkan Brahmin Kasi Bharadvaja; menuju ke Kammasadamma di Negeri Kuru serta membabarkan Mahasatipatthana Sutta dan Mahanidana Sutta.
Tahun Kedua Belas (577 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Veranja.
Peristiwa utama:
Sang Bhagava memenuhi undangan seorang brahmin di Veranja untuk melewatkan kediaman musim hujan sana. Sayangnya, waktu itu terjadi bencana kelaparan di sana. Akibatnya, Sang Bhagava dan para siswa-Nya hanya memperoleh makanan mentah yang biasanya diberikan kepada kuda yang dipersembahkan oleh sekelompok pedagang kuda.
Tahun Ketiga Belas (576 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Caliyapabbata (Batu Cadas Caliya).
Peristiwa utama:
Setelah melewati kediaman musim hujan, Sang Bhagava menuju ke Bhaddiya untuk mengalihyakinkan sang hartawan Mendaka beserta istrinya yaitu Candapaduma, putranya yaitu Dhananjaya, menantunya yaitu Sumanadevi, pembantunya yaitu Punna, serta Visakha – cucu putrinya yang berumur tujuh tahun; mengalihyakinkan Siha, seorang panglima di Vesali yang sekaligus merupakan pengikut Nigantha Nataputta; membabarkan Maha Rahulovada Sutta.
Tahun Keempat Belas (575 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Vihara Jetavana, Savatthi.
Peristiwa utama:
Rahula, putra dari Pangeran Siddhattha yang kini menjadi Buddha, menerima penahbisan lanjut; Sang Bhagava membabarkan Cula Rahulovada Sutta, Vammika Sutta, dan Suciloma Sutta.
Tahun Kelima Belas (574 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Nigrodharama Nigrodha (Taman Nigrodha), Kapilavatthu.
Peristiwa utama:
Wafatnya Raja Suppabuddha, ayah-mertua Pangeran Siddhattha (Sang Buddha).
Tahun Keenam Belas (573 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Kota Alavi.
Peristiwa utama:
Sang Bhagava mengalihyakinkan Yaksa Alavaka.
Tahun Ketujuh Belas (572 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Veluvanarama, Kalandakanivapa (suaka alam tempat memberi makan tupai hitam), di dekat Rajagaha.
Peristiwa utama:
Buddha membabarkan Singalovada Sutta kepada perumah tangga muda Singalaka.
Tahun Kedelapan Belas Sampai Kesembilan Belas (571 - 570 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Caliyapabbata (Batu Cadas Caliya).
Peristiwa utama:
Sang Bhagava memberikan khotbah kepada seorang gadis penenun beserta ayahnya; Sang Bhagava mengalihyakinkan Kukkutamitta, sang pemburu dan keluarganya.
Tahun Kedua Puluh (569 S.M)
Tempat kediaman musint hujan:
Veluvanarama, di dekat Rajagaha.
Peristiwa utama:
Buddha menetapkan aturan-aturan Parajika; menunjuk Ananda sebagai pengiring tetap; pertemuan pertama dengan Jivaka; mengalihyakinkan Angulimala; Sang Bhagava dituduh atas pembunuhan Sundari; meluruskan pandangan salah Brahma Baka; menundukkan Nandopananda.
Tahun Kedua Puluh Satu Sampai Keempat Puluh Empat (568-545 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Vihara Jetavana dan Vihan Pubbarama, Savatthi.
Peristiwa utama:
Kisah mengenai Raja Pukkusati; Sang Bhagava membabarkan Ambattha Sutta; penyerahan Vihara Pubbarama sebagai dana; wafatnya Raja Bimbisara; Bhikkhu Devadatta berusaha membunuh Sang Bhagava; menjinakkan Gajah Nalagiri; Bhikkhu Devadatta menciptakan perpecahan di dalam Sangha; meninggalnya Bhikkhu Devadatta; mengalihyakinkan Raja Ajatasattu; wafatnya Raja Pasenadi dari Kosala; membabarkan Sakka Pañha Sutta.
Tahun Keempat Puluh Lima (544 S.M)
Tempat kediaman musim hujan:
Beluvagamaka, di dekat Vesa1i.
Peristiwa utama:
Buddha mengalihyakinkan Upali, siswa utama Nigantha Nataputta; membabarkan ketujuh kondisi kesejahteraan bagi para penguasa dunia dan para bhikkhu; menyampaikan ceramah Cermin Dhamma; menerima hutan mangga dan Ambapali sebagai persembahan dana; wafatnya Sariputta dan Moggallana; membabarkan Empat Narasumber Utama (Mahapadesa); menyantap sukaramaddava; menerima petapa kelana Subhadda sebagai siswa terakhir; Sang Bhagava mencapai Mahaparinibbana.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 11 December 2009, 12:17:50 AM
[at] Pinguin

Boleh nambahin kok. :)
Mengenai kisah berkumpulnya 1.250 Arahanta, begini kisahnya...

------------------------------------

(http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs186.snc3/19371_277209736940_263212646940_3255324_6875377_n.jpg)
Sang Buddha dihormati oleh manusia, deva, brahma, makhluk halus; dan bahkan juga oleh hewan sekalipun

Setelah Sang Buddha mengutus para siswa-Nya yang berjumlah 60 orang Arahanta pergi membabarkan Dhamma, Sang Buddha juga pergi mengembara sendirian untuk membabarkan Dhamma. Dalam mengemban tugas misionaris ini, para siswa Sang Buddha seringkali menyadarkan orang-orang yang memiliki sedikit debu di matanya, sehingga banyak orang yang juga berminat untuk menjalani penghidupan suci sebagai bhikkhu. Untuk menahbiskan seseorang menjadi bhikkhu, pada awalnya calon bhikkhu itu diajak oleh siswa Sang Buddha untuk menemui Sang Buddha. Setelah bertemu dengan Sang Buddha, kemudian Beliau menahbiskan mereka menjadi bhikkhu dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!" (artinya: "Marilah, bhikkhu!"; ucapan sambutan kepada bhikkhu yang baru saja bergabung dalam penghidupan suci di bawah Ajaran dan Disiplin). Begitulah pada awalnya Sang Buddha sendiri yang menahbiskan bhikkhu-bhikkhu baru dalam masa misionaris ini.

Suatu hari ketika Sang Buddha mengembara dan berdiam di Hutan Kappasika, ada serombongan pangeran Bhaddavaggiya beserta istri mereka yang melewati daerah itu. Salah satu pangeran tidak memiliki istri, makanya ia membawa seorang wanita penghibur untuk ikut bersamanya. Namun wanita penghibur itu membuat serombongan pangeran Bhaddavaggiya dan istri mereka mabuk dan terlelap. Di saat inilah, wanita penghibur itu mengambil semua harta dan perhiasan mereka, lalu kabur tanpa meninggalkan bekas. Ketika serombongan pangeran Bhaddavaffiya dan istri mereka tersadar, keributan terjadi di antara mereka. Mereka sibuk menyalahkan satu sama lain, dan kalang-kabut mencari wanita penghibur itu.

Dalam kondisi ini, mereka melihat Sang Buddha yang sedang bermeditasi di bawah pohon. Mereka pun menyapa dan bertanya kepada Sang Buddha apakah melihat wanita penghibur itu. Menanggapi hal ini, Sang Buddha justru bertanya kepada mereka semua; "Mana yang lebih penting; mencari wanita penghibur itu atau mencari jati diri sendiri?". Tiga puluh pangeran Bhaddavaggiya pun menjawab bahwa lebih penting untuk mencari jati diri sendiri. Karena itu, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah Dhamma kepada mereka semua. Dan di akhir khotbah ini, mereka mencapai berbagai tingkat kesucian, seperti Sotapanna, Sakadagami dan Anagami. Sejak itu, mereka semua ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Sang Buddha; juga dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".

Suatu waktu Sang Buddha mengembara dan sampai di daerah kediaman Petapa Uruvela Kassapa. Uruvela Kassapa adalah seorang petapa yang sangat tersohor kala itu, dan banyak orang yang percaya bahwa dia adalah seorang petapa suci (Arahanta). Sang Buddha meminta izin untuk bermalam di gubuknya, dan Uruvela Kassapa pun mengizinkannya. Di dalam gubuk itu, ada seekor naga yang ganas. Pada malam harinya, naga itu menyerang Sang Buddha dengan semburan api. Namun Sang Buddha bisa menjinakkan naga itu.

Pada keesokan harinya, petapa Uruvela Kassapa terkejut melihat bahwa Sang Buddha masih hidup meskipun tinggal di dalam gubuk itu. Melihat naga itu mampu dijinakkan oleh Sang Buddha, maka Uruvela Kassapa mengizinkan Sang Buddha untuk tinggal di tempatnya. Sang Buddha berdiam di daerah kediaman Uruvela Kassapa ini selama kurang lebih 3 bulan. Selama jangka waktu ini, Sang Buddha seringkali menunjukkan berbagai kesaktian untuk menanggalkan kesombongan yang ada di dalam diri Uruvela Kassapa. Pada suatu hari yang tepat, Sang Buddha dengan tegas menyatakan secara empat mata kepada Uruvela Kassapa, bahwa petapa Uruvela Kassapa bukanlah seorang Arahanta. Menyadari hal ini, petapa Uruvela Kassapa pun mengakuinya dan memohon ditahbiskan menjadi bhikkhu. Sang Buddha menghimbaunya untuk memikirkannya matang-matang, sebelum memutuskan untuk menjadi siswa-Nya. Setelah berdiskusi dengan 500 muridnya, maka petapa Uruvela Kassapa dan seluruh muridnya akhirnya memutuskan untuk menjadi bhikkhu di bawah Sang Buddha. Mereka semua mencukur rambut dan janggut, lalu membuang semua pelengkapan ritual penyembahan api ke Sungai Neranjara. Kemudian semuanya pun ditahbiskan dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!" oleh Sang Buddha.

Nadi Kassapa, adik pertama dari Uruvela Kassapa, yang tinggal di bagian hilir Sungai Neranjara melihat banyak perlengkapan ritual penyembahan api yang hanyut. Ia pun bergegas ke tempat kediaman kakaknya, Uruvela Kassapa. Melihat bahwa kakaknya sudah menjadi bhikkhu, Nadi Kassapa pun bertanya tentang manfaat menjadi bhikkhu kepada kakaknya. Setelah mendapat penjelasan dari Uruvela Kassapa, maka Nadi Kassapa dan 300 muridnya juga ikut bergabung menjadi bhikkhu dan ditahbiskan langsung oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!". Melihat kedua kakaknya telah menjadi bhikkhu, adik bungsu dari Uruvela Kassapa yang bernama Gaya Kassapa, juga menyusul jejak kedua kakaknya. Gaya Kassapa dan 200 muridnya juga ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".

Setelah Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu lain berkumpul, Sang Buddha mengajak mereka semua pergi ke Gayasisa. Di sana Sang Buddha membabarkan khotbah Dhamma - Adittapariyaya Sutta kepada para bhikkhu. Di akhir khotbah ini, Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu pun mencapai Pembebasan dan menjadi Arahanta.

(http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs166.snc3/19371_277209646940_263212646940_3255315_6216737_n.jpg)
Uruvela Kassapa dan pengikutnya beralih-keyakinan menjadi murid Sang Buddha; kemudian disusul pula oleh Nadi Kassapa dan Gaya Kassapa beserta semua pengikutnya


Setelah membimbing Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu mencapai tingkat Arahat, Sang Buddha mengajak mereka semua pergi ke Rajagaha. Sesuai janji yang pernah dibuat dahulu, kini setelah mencapai Pencerahan Sempurna maka Sang Buddha akan mengunjungi kembali Raja Bimbisara. Mengetahui bahwa Sang Buddha dan para bhikkhu telah sampai di Rajagaha dan berdiam di hutan, maka Raja Bimbisara bersama dengan ribuan brahmana di seluruh penjuru Kota Rajagaha mendatangi Sang Buddha. Suasana kala itu penuh keramaian, karena semua orang sedang membicarakan tentang Uruvela Kassapa yang tersohor itu yang kini sudah menjadi bhikkhu. Memahami bahwa para brahmana itu meragukan Sang Buddha dan Uruvela Kassapa, maka Beliau memanggil Uruvela Kassapa dan memintanya untuk menjelaskan mengapa ia menjadi bhikkhu; dan apa manfaatnya setelah menjadi bhikkhu. Uruvela Kassapa menjelaskan dengan rinci bahwa ia menjadi bhikkhu karena melihat bahwa noda batin akan mengakibatkan penderitaan; dan manfaatnya yaitu menikmati kedamaian Nibbana. Setelah mengandaskan keraguan para brahmana, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah Dhamma. Pada akhir khotbah, Raja Bimbisara dan seluruh brahmana itu mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Raja Bimbisara pun banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan pembabaran Dhamma. Salah satunya adalah mendanakan vihara di Hutan Veluvana kepada Sangha.

Demikianlah Sang Buddha mengembara membabarkan Dhamma. Dhamma diterima oleh banyak kalangan dan berbagai kasta. Dalam waktu yang singkat, popularitas Sang Buddha meningkat drastis. Dan semakin banyak orang yang mengagumi dan menghormati Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha).

Pada suatu ketika, sepasang murid dari petapa Sanjaya, yakni Upatissa dan Kolita mengunjungi Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu, dan Sang Buddha pun meluluskannya dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!". Upatissa kemudian lebih dikenal dengan nama Sariputta, dan Kolita lebih dikenal dengan nama Maha Moggalana. Keduanya pun berhasil menjadi Arahanta. Sariputta dan Maha Moggalana sebelumnya juga mampu menarik banyak murid dari petapa Sanjaya untuk menjadi bhikkhu di bawah Sang Buddha. Kesemuanya juga ditahbiskan oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".

Suatu malam pada saat Bulan Purnama di Bulan Magha, Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di dalam Hutan Veluvana (hutan bambu). Pada saat itu, 1.250 bhikkhu datang berkumpul menuju Sang Buddha. Peristiwa ini dinamakan Caturangga-sannipata, yaitu pertemuan besar para Arahanta yang terberkahi dengan empat faktor. Empat faktor itu adalah:
1) 1.250 bhikkhu datang berkumpul menuju Sang Buddha tanpa mendapat pemberitahuan terlebih dahulu.
2) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya adalah Arahanta.
3) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya memiliki 6 abhinna (enam jenis kekuatan batin).
4) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya ditahbiskan langsung oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!"

1.250 bhikkhu itu berkumpul untuk memberi hormat kepada Sang Buddha dan sekembalinya mereka dari tugas menyebarkan Dhamma, dan melaporkan hasil penyebaran Dhamma (misionaris) yang telah mereka lakukan itu. Momen peristiwa ini dikenal dengan nama "Magha Puja". Peristiwa ini terjadi setelah 9 bulan sejak malam Pencerahan Sang Buddha.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Buddha19.jpg)
Sang Buddha dan 1.250 bhikkhu berkumpul di Hutan Veluvana (hutan bambu) di Rajagaha, Ibukota Kerajaan Magadha

Pada peristiwa itu Sang Buddha membabarkan prinsip Ajaran-Nya kepada para bhikkhu, yang disebut dengan Ovada Patimokkha. Syair Ovada Patimokkha (Dhammapada XIV : 183-185) yaitu:

"Tidak berbuat kejahatan,
Kembangkan perbuatan baik,
Sucikan pikiran,
Inilah ajaran Para Buddha."

"Kesabaran adalah praktik tapa yang paling tinggi,
Nibbana adalah yang paling tinggi, begitulah yang dinyatakan oleh Para Buddha,
Seseorang yang masih menyakiti orang lain,
Sesungguhnya bukanlah seorang petapa."
 
"Tidak menghina, tidak menyakiti,
Mengendalikan diri sesuai dengan moralitas,
Makan secukupnya
Hidup di tempat yang sunyi,
Serta bersemangat dalam mengembangkan pikiran yang mulia,
Inilah ajaran Para Buddha."


Pada peristiwa malam itu juga, Sang Buddha mengangkat Sariputta dan Maha Moggallana sebagai siswa utama (Aggasavaka) dalam Sangha.

(http://i448.photobucket.com/albums/qq202/notalunas/Buddha20.jpg)
Sariputta dan Maha Moggallana diangkat menjadi siswa utama Sang Buddha (Aggasavaka)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 05:59:28 PM
Setelah meninggal dunia, Kanthaka pun terlahir di Alam Dewa Tusita

Apa yang dimaksud dengan alam dewa tusita?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 06:03:01 PM
Ada berapa banyak alam dewa dan ada berapakah tingkatnya?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Pinguin on 10 January 2010, 06:05:45 PM
ini yang saya tahu :
Tusita dalam agama Buddha merupakan alam dewa tingkat ke 4 di atas alam dewa 33. Alam dewa dalam sudut pandang Buddhis merupakan alam yang masih terkena hukum perubahan dan tidak kekal. Usia dewa di alam Tusita adalah 4000 tahun. 1 hari di alam dewa itu sama dengan 400 tahun di alam manusia. Jadi total usia dewa alam Tusita adalah 1600000 tahun.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Pinguin on 10 January 2010, 06:06:15 PM
KEGIATAN SEHARI-HARI SANG BHAGAVA
Selama empat puluh lima tahun Sang Bhagava membabarkan Dhamma dengan semangat. Dan setiap hari Ia melakukan kegiatan rutin-Nya tanpa mengenal jenuh.
Kegiatan harian yang dilakukan Sang Bhagava bisa dibagi ke dalam lima sesi, yaitu: (1) kegiatan pagi (purebhatta kicca), (2) kegiatan siang (pacchabhatta kicca), (3) kegiatan waktu jaga pertama malam (purimayama kicca), (4) kegiatan waktu jaga pertengahan malam (majjhimayama kicca), dan (5) kegiatan waktu jaga terakhir malam (pacchimayama kicca).
Kegiatan Pagi (sekitar pukul 06.00 – 12.00)
Sang Bhagava bangun pukul 04.00, kemudian setelah mandi Ia bermeditasi selama satu jam. Setelah itu pada pukul 05.00, Beliau memindai dunia dengan Mata Buddha-Nya untuk melihat siapa yang bisa Ia bantu. Pukul 06.00, Sang Bhagava menata jubah bawah, mengencangkan ikat pinggang, mengenakan jubah atas, membawa mangkuk dana-Nya, lalu pergi menuju ke desa terdekat untuk menerima dana makanan. Terkadang Sang Bhagava melakukan perjalanan untuk menuntun beberapa orang ke jalan yang benar dengan kebijaksanaan-Nya. Setelah menyelesaikan makan sebelum tengah hari, Sang Bhagava akan membabarkan khotbah singkat; Ia akan mengukuhkan sebagian pendengar dalam Tiga Pernaungan. Kadang Ia memberikan penahbisan bagi mereka yang ingin memasuki Persamuhan.
Kegiatan Siang (sekitar pukul 12.00 – 18.00)
Pada waktu ini, biasanya digunakan oleh Sang Bhagava untuk memberikan petunjuk kepada para bhikkhu dan untuk menjawab pertanyaan dari para bhikkhu. Setelah itu Sang Bhagava akan kembali ke bilik-Nya untuk beristirahat dan memindai seisi dunia untuk melihat siapa yang memerlukan pertolongan-Nya. Lalu, menjelang senja, Sang Bhagava menerima para penduduk kota dan desa setempat di aula pembabaran serta membabarkan khotbah kepada mereka. Saat Sang Bhagava membabarkan Dhamma, masing-masing pendengar, walaupun memiliki perangai yang berlainan, berpikir bahwa khotbah Sang Bhagava ditujukan secara khusus kepada dirinya. Demikianlah cara Sang Bhagava membabarkan Dhamma, yang sesuai dengan waktu dan keadaannya. Ajaran luhur dari Sang Bhagava terasa menarik, baik bagi khalayak ramai maupun kaum cendekia.
Kegiatan Waktu Jaga Pertama Malam (sekitar pukul 18.00 – 22.00)
Setelah para umat awam pulang, Sang Bhagava bangkit dari duduk-Nya pergi mandi. Setelah mandi, Sang Bhagava mengenakan jubah-Nya dengan baik dan berdiam sejenak seorang diri di bilik-Nya. Sementara itu, para bhikkhu akan datang dari tempat berdiamnya masing-masing dan berkmpul untuk memberikan penghormatan kepada Sang Bhagava. Kali ini, para bhikkhu bebas mendekati Sang Bhagava untuk menghilangkan keraguan mereka, ntuk meminta nasihat-Nya mengenai kepelikan Dhamma, untuk mendapatkan objek meditasi yang sesuai, dan untuk mendengarkan ajaran-Nya.
Kegiatan Waktu Jaga Pertengahan Malam (sekitar pukul 22.00 – 02.00)
Rentang waktu ini disediakan khusus bagi para makhluk surgawi seperti para dewa dan brahma dari sepuluh ribu tata dunia. Mereka mendekati Sang Bhagava untuk bertanya mengenai Dhamma yang selama ini tengah mereka pikirkan. Sang Bhagava melewatkan tengah malam itu sepenuhnya untuk menyelesaikan semua masalah dan kebingungan mereka.
Kegiatan Waktu Jaga Terakhir Malam (sekitar pukul 02.00 – 06.00)
Rentang waktu ini dipergunakan sepenuhnya untuk Sang Bhagava sendiri. Pukul 02.00 sampai 03.00, Sang Bhagava berjalan-jalan untk mengurangi penat tubuh-Nya yang menjadi kaku karena duduk sejak fajar. Pukul 03.00 sampai 04.00, dengan perhatian murni, Ia tidur di sisi kanan-Nya di dalam Bilik Harum-Nya. Pada pukul 04.00 sampai 05.00, Sang Bhagava bangkit dari tidur, duduk bersilang kaki dan bermeditasi menikmati Nibbana.
Demikianlah kegiatan harian yang dilakukan oleh Sang Bhagava, yang Ia lakukan sepanjang hidup-Nya.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 06:27:59 PM

ini yang saya tahu :
Tusita dalam agama Buddha merupakan alam dewa tingkat ke 4 di atas alam dewa 33. Alam dewa dalam sudut pandang Buddhis merupakan alam yang masih terkena hukum perubahan dan tidak kekal. Usia dewa di alam Tusita adalah 4000 tahun. 1 hari di alam dewa itu sama dengan 400 tahun di alam manusia. Jadi total usia dewa alam Tusita adalah 1600000 tahun.
[/quote]

Trims atas jawabannya.Apa penyebab atau yang membedakan seseorang atau sesuatu itu lahir dialam dewa atau manusia?dan ada berapa alamkah didunia ini?kalau bisa tolong informasikan alam yang paling tinggi sampai rendah menurut agama buddha.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 10 January 2010, 06:55:42 PM
beberapa faktor :
- sila (pebuatan)
- Kebijaksanaan
- Karma masa lampau (kehidupan2 sebelumnya)
- karena pemusatan pikiran

alam2 dalam agama buddha: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,6525.msg159483.html#msg159483  (ada di halaman 4)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 10 January 2010, 07:02:52 PM
Ada berapa banyak alam dewa dan ada berapakah tingkatnya?

Ada 6 alam dewa. Masing-masing alam dewa ini adalah dihitung berdasarkan tingkatannya; sesuai dengan tingkatan keadaan dan kenyamanan hidup di alamnya.


Quote
ini yang saya tahu :
Tusita dalam agama Buddha merupakan alam dewa tingkat ke 4 di atas alam dewa 33. Alam dewa dalam sudut pandang Buddhis merupakan alam yang masih terkena hukum perubahan dan tidak kekal. Usia dewa di alam Tusita adalah 4000 tahun. 1 hari di alam dewa itu sama dengan 400 tahun di alam manusia. Jadi total usia dewa alam Tusita adalah 1600000 tahun.

Trims atas jawabannya.Apa penyebab atau yang membedakan seseorang atau sesuatu itu lahir dialam dewa atau manusia?dan ada berapa alamkah didunia ini?kalau bisa tolong informasikan alam yang paling tinggi sampai rendah menurut agama buddha.

Saya tambahkan sedikit...

Alam Deva Tusita adalah alam dewa tingkat ke-4; setelah Alam Deva Catummaharajika, Alam Deva Tavatimsa (alam 33 dewa), Alam Deva Yama. Makhluk yang hidup di alam ini juga disebut sebagai makhluk deva (dewa). Sang Bodhisatta pernah hidup di alam ini, sembari menunggu saat yang tepat untuk terlahir menjadi seorang manusia yang kelak akan menjadi Sang Buddha.

Penyebab untuk terlahir di alam dewa adalah dengan mengembangkan sila (moralitas) dan samadhi (konsentrasi); yang tentu juga didukung oleh kondisi kamma. Penyebab untuk terlahir di alam manusia adalah dengan mengembangkan sila (moralitas); yang tentu juga didukung oleh kondisi kamma.

Menurut terminologi Buddhisme, ada 3 jenis alam kehidupan di dunia ini berdasarkan wujudnya. 3 jenis alam itu adalah alam kehidupan tanpa bentuk (arupa loka), alam kehidupan berbentuk (rupa loka), dan alam kehidupan yang bernafsu (kama loka).

Alam kehidupan tanpa bentuk (arupa loka) ini terdiri dari 4 alam kehidupan brahma. Alam kehidupan berbentuk (rupa loka) terdiri dari 4 kualitas alam, yang secara garis besar keempatnya dapat dibagi menjadi 16 alam kehidupan brahma. Alam kehidupan yang bernafsu (kama loka) dapat dibagi menjadi alam bahagia dan alam menderita. Alam bahagia terdiri dari 6 alam kehidupan sebagai deva dan 1 alam kehidupan sebagai manusia. Alam menderita terdiri dari 1 alam kehidupan sebagai makhluk halus, 1 alam kehidupan sebagai hewan, 1 alam kehidupan sebagai hantu, dan 1 alam kehidupan sebagai makhluk yang berdiam di neraka. Sehingga total ada 31 alam kehidupan.

Daftar 31 Alam Kehidupan (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9554.msg223115.html#msg223115)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 07:23:13 PM
)
    a. N’eva Sanna N’asannayatana
    b. Akincannayatana
    c. Vinnanancayatana
    d. Akasanancayatana

dimanakah saya bisa membaca lebih detail tentang 31 alam didunia?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 10 January 2010, 09:07:14 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1657.0
http://www.indonesiaindonesia.com/f/34617-31-alam-kehidupan-agama-buddha/

hmmm..apakah membantu?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 09:54:48 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1657.0
http://www.indonesiaindonesia.com/f/34617-31-alam-kehidupan-agama-buddha/

hmmm..apakah membantu?

Ok...thank's!!sangat membantu dan lebih jelas seperti yang saya inginkan
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 10 January 2010, 11:53:58 PM
Di kerajaan itulah, mereka menikah di antara sesama saudara, kecuali Putri yang tertua menikah dengan Raja dari Devadha.

Ada yang saya ingin tanyakan.apakah menikah dengan saudara itu dosa??????????
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Jerry on 11 January 2010, 12:14:07 AM
Tergantung perkembangan sistem etika pada jaman tsb. Apakah manusia purba tidak berpakaian adalah dosa? ;D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 01:12:50 AM
Tergantung perkembangan sistem etika pada jaman tsb. Apakah manusia purba tidak berpakaian adalah dosa? ;D

makasih udah ngasih pendapat.pertanyaan saya selanjutnya.apakah dosa itu diukur dari etika?berarti pada jaman dahulu itu dibenarkan pernikahan saudara?saya minta infonya yang bisa saya baca,mana tau ada diajarkan oleh sang buddha.maklum,saya belum tau apa-apa soal buddha...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 11 January 2010, 07:10:57 AM
tidak, dosa di ukur dari niat, hmm perasaan gak ada sutta yg mengajarkan kawinlah dgn saudara mu ..

tentang pola berpakaian..adalah presepsi manusia ttg dosa... presepsi tsb berdasarkan kebiasaan, jika semua org melakukan hal yg sama..maka hal itu adalah benar... tapi bukan cara mengetahui mana dosa dan mana yg bukan dosa
yg mendasari dosa , adalah niat buruk..., baik karena iri hari, serakah, marah , benci , napsu, dll
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 11 January 2010, 12:50:39 PM
Di kerajaan itulah, mereka menikah di antara sesama saudara, kecuali Putri yang tertua menikah dengan Raja dari Devadha.

Ada yang saya ingin tanyakan.apakah menikah dengan saudara itu dosa??????????

Tergantung perkembangan sistem etika pada jaman tsb. Apakah manusia purba tidak berpakaian adalah dosa? ;D

makasih udah ngasih pendapat.pertanyaan saya selanjutnya.apakah dosa itu diukur dari etika?berarti pada jaman dahulu itu dibenarkan pernikahan saudara?saya minta infonya yang bisa saya baca,mana tau ada diajarkan oleh sang buddha.maklum,saya belum tau apa-apa soal buddha...

Pertama-tama, ada pemahaman yang berbeda antara Agama Buddha dengan agama lain mengenai istilah "dosa". Dalam agama lain, "dosa" berarti perbuatan jahat, perbuatan najis, ataupun hal kotor yang dilarang oleh Tuhan. Sedangkan dalam Agama Buddha, "dosa" adalah kosakata dari Bahasa Pali yang mengandung arti sebagai "kebencian"; termasuk pula mencakup semua aktivitas menolak. Membenci orang lain, membenci suatu negara; dalam pandangan Agama Buddha merupakan bentuk dari dosa. Tidak menyukai pelajaran Matematika, tidak senang karena hujan turun; dalam pandangan Agama Buddha juga merupakan bentuk dari dosa.

Menikah antar sesama saudara kandung bukan merupakan perbuatan tercela. Di bawah ikatan pernikahan, sepasang suami-istri bersikap sebagai pasangan hidup; hubungan mereka bisa dikatakan sebagai interaksi antar saudara. Bahkan ketika sepasang pria dan wanita menikah; secara ikatan keluarga, mereka juga "mendapatkan" orangtua yang baru (ayah dan ibu mertua). Ini menunjukkan bahwa sepasang suami-istri bisa dikatakan sebagai "saudara". Tanyakanlah pada teman Anda yang sudah berkeluarga. Jika mereka adalah pasangan yang harmonis, mereka akan bersikap atau pernah berkomentar bahwa dalam keseharian, mereka sudah seperti saudara dekat.

Berangkat dari pemahaman ini, bisa kita lihat bahwa pernikahan antar saudara kandung pun sebenarnya tidak bermasalah. Tetapi dari segi biologi, pernikahan sedarah rentang menyebabkan kelainan genetik pada keturunannya. Meskipun ada juga beberapa kasus yang tidak mendapat dampak dari resiko kelainan genetik ini. Selain itu, secara etika masyarakat, pernikahan sedarah dilihat sebagai perbuatan tercela. Apalagi pengaruh dari agama lain yang mendiskreditkan pernikahan sedarah. Di India pada masa itu, pernikahan antar saudara biasa hanya dilakukan oleh kaum bangsawan. Dengan tujuan untuk menjaga kemurnian darah biru dan menjaga tahta kerajaan di dalam silsilah keluarga. Tentunya tradisi seperti ini sudah mulai ditinggalkan pada masa kini.

Dalam Agama Buddha, suatu perbuatan disebut terpuji atau tercela berdasarkan niatnya. Jika suatu perbuatan didasari niat buruk, maka sekecil apapun keburukan yang dilakukan; tetaplah dilihat sebagai perbuatan tercela. Sebaliknya jika suatu perbuatan didasari niat baik, maka sekecil apapun kebaikan yang dilakukan; tetaplah dilihat sebagai perbuatan terpuji.

Sang Buddha tidak pernah menganjurkan menikah antar sesama saudara. Sang Buddha lebih menaruh konsentrasi pengajaran-Nya ke bidang spiritual, yakni realitas kehidupan dan jalan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi. Mengenai Kebenaran, Sang Buddha menjelaskan 2 jenis Kebenaran, yaitu:

1) Kebenaran relatif (Sammuti Sacca)
Yaitu kebenaran yang terkondisikan oleh keadaan waktu, tempat dan persepsi masyarakat. Misalnya: di suatu negeri, membunuh orang yang memberontak adalah benar. Tapi di negeri yang lain, kebenaran itu bisa saja dinyatakan sebagai kesalahan.

2) Kebenaran sejati (Paramattha Sacca)
Yaitu kebenaran yang sifatnya sejati dan tidak akan berubah kapan pun, di mana pun dan oleh siapa pun. Misalnya: fakta bahwa dunia ini adalah tidak kekal (anicca), tidak memuaskan (dukkha) dan tanpa substansi inti (anatta).
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 06:40:11 PM
Terima kasih atas jawabannya.Saya jadi lebih memahami.Dan jangan bosan yah kalau saya banyak bertanya.Karena selama ini dalam hidup saya.Banyak sekali pertanyaan yg tidak dapat jawabannya.Saya udah berusaha mencari dan bertanya dengan berbagai teman bahkan yang berbeda agama.Baik yang mendalami(yang khusus membagi warta dll) atau tidak mendalami.Mereka semua pasti memberikan jawaban.Tapi dihati dan pikiran saya merasa tidak klop.seperti ada yang kurang.dan hati ini tetap mencari jawaban terus.Contoh:ada yang berkata kepada saya,pindahlah agama.jika kamu masuk maka semua dosamu akan dihapuskan.dan saat akhir nanti kamu akan diselamatkan.saya cuma berpikir bahwa semua agama itu sama.semuanya hampir mirip.cuma cara menyembahnya aja yang beda.dan yang saya cari jawaban dan kebenaran yang mungkin cocok dihati saya.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 06:51:44 PM
saya pernah bertanya,kalau pernikahan saudara itu dosa.bagaimana dengan anak adam?bagaimana mereka berkembang biak sampai kita menjadi turunannya?tentu nikah dengan saudara kandung sendiri?jawaban yang paling sering saya dengar kalau udah makin rumit yang saya tanyakan,kita ini hanya manusia yang terbatas.jadi terkadang ada hal-hal yang memang jadi misteri Tuhan.Intinya:jangan banyak tanya,jalani aja apa yang diperintahkan oleh kita sebagai umatnya.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 11 January 2010, 07:00:01 PM
saya pernah bertanya,kalau pernikahan saudara itu dosa.bagaimana dengan anak adam?bagaimana mereka berkembang biak sampai kita menjadi turunannya?tentu nikah dengan saudara kandung sendiri?jawaban yang paling sering saya dengar kalau udah makin rumit yang saya tanyakan,kita ini hanya manusia yang terbatas.jadi terkadang ada hal-hal yang memang jadi misteri Tuhan.Intinya:jangan banyak tanya,jalani aja apa yang diperintahkan oleh kita sebagai umatnya.

jawaban org yg malas mikir...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 02:05:10 AM
sekarang saya ingin mengetahui tentang takdir atau nasib menurut pandangan buddha?apakah ada hubungannya dalam karma?dalam cerita diatas ada yang meramal atau melihat masa depan pangeran siddhattha.kalau dia tidak jadi raja di raja maka dia akan jadi sang buddha.kesan yang saya dapat,berarti jalan hidupnya udah ditentukan atau udah digariskan.

dulu sedari kecil,saya udah biasa mendengar perkataan udah nasib kita hidup begini.emang udah takdir.atau sering juga ibu saya mengeluh:apalah dosanya sampai dia harus jalani seperti ini?saya mempercayai itu semua.dan jika ketemu rintangan maka ikutlah kebiasaan perkataan ibu.cuma saya lebih parah bicaranya,saya malah menyalahkan Tuhan.Tuhan,engkau sungguh tidak adil.

dan saya tidak bisa menerima bahwa memang ini takdir saya.saya tidak mau percaya dengan ramalan.bahkan saya tidak ingin mendengar ramalan.makin bertambah umur dan banyak yang dijalani dalam hidup.tentu terjadi proses perubahan dalam cara berpikir.

saya terkadang membaca buku-buku yang menurut saya menarik untuk dipelajari.dan saya coba jalani dan praktekkan.terutama tentang keyakinan.banyak yang terjadi dalam perubahan hidup saya.

dan saya sering bicara dengan orang-orang yang sering mengeluhkan tentang hidupnya kepada saya terutama dalam ekonomi.Tuhan ga akan bisa merubah nasibmu,Dia adil kok dan selalu membantu kita tapi melalui orang lain,melalui keadaan disekeliling kita.dan ada cara-caranya.Tapi kita harus jeli melihat peluang yang datang padamu.......dan banyak lagi kata saya yang lainnya.yang kalau diketik,bisa jadi ceramah yang membosankan buat yang baca..he..he..

saya sekarang lebih sering berpikir bahwa hidup itu pilihan.tidak benar kalau kita emang diberi nasib buruk atau baik.kalau kita menghadapi masalah,saya lebih sering berpikir itu emang rintangan.kalau kita bisa lewati rintangan itu,baru kita layak menerima yang ingin kita capai.
karena emang ada hukum alam yang tidak bisa dibantah dan harus diikuti.contoh:semua yang dilempar ke atas pasti jatuh kebawah.contoh lain:orang yang bisa angkat besi 100kg,dia pasti harus melewati tahap demi tahap sehingga ototnya berkembang dan sampailah pada bentuk dan kekuatan otot untuk angkat 100kg.
 
biasanya saya cuma bertanya,tapi sekarang saya sekaligus mengungkapkan pikiran saya.jadi saya bisa sekalian mendengar dimana yang kurang tepat dalam prinsip saya.saya tunggu masukkannya...
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 12 January 2010, 01:21:27 PM
sekarang saya ingin mengetahui tentang takdir atau nasib menurut pandangan buddha?apakah ada hubungannya dalam karma?dalam cerita diatas ada yang meramal atau melihat masa depan pangeran siddhattha.kalau dia tidak jadi raja di raja maka dia akan jadi sang buddha.kesan yang saya dapat,berarti jalan hidupnya udah ditentukan atau udah digariskan.

dulu sedari kecil,saya udah biasa mendengar perkataan udah nasib kita hidup begini.emang udah takdir.atau sering juga ibu saya mengeluh:apalah dosanya sampai dia harus jalani seperti ini?saya mempercayai itu semua.dan jika ketemu rintangan maka ikutlah kebiasaan perkataan ibu.cuma saya lebih parah bicaranya,saya malah menyalahkan Tuhan.Tuhan,engkau sungguh tidak adil.

dan saya tidak bisa menerima bahwa memang ini takdir saya.saya tidak mau percaya dengan ramalan.bahkan saya tidak ingin mendengar ramalan.makin bertambah umur dan banyak yang dijalani dalam hidup.tentu terjadi proses perubahan dalam cara berpikir.

saya terkadang membaca buku-buku yang menurut saya menarik untuk dipelajari.dan saya coba jalani dan praktekkan.terutama tentang keyakinan.banyak yang terjadi dalam perubahan hidup saya.

dan saya sering bicara dengan orang-orang yang sering mengeluhkan tentang hidupnya kepada saya terutama dalam ekonomi.Tuhan ga akan bisa merubah nasibmu,Dia adil kok dan selalu membantu kita tapi melalui orang lain,melalui keadaan disekeliling kita.dan ada cara-caranya.Tapi kita harus jeli melihat peluang yang datang padamu.......dan banyak lagi kata saya yang lainnya.yang kalau diketik,bisa jadi ceramah yang membosankan buat yang baca..he..he..

saya sekarang lebih sering berpikir bahwa hidup itu pilihan.tidak benar kalau kita emang diberi nasib buruk atau baik.kalau kita menghadapi masalah,saya lebih sering berpikir itu emang rintangan.kalau kita bisa lewati rintangan itu,baru kita layak menerima yang ingin kita capai.
karena emang ada hukum alam yang tidak bisa dibantah dan harus diikuti.contoh:semua yang dilempar ke atas pasti jatuh kebawah.contoh lain:orang yang bisa angkat besi 100kg,dia pasti harus melewati tahap demi tahap sehingga ototnya berkembang dan sampailah pada bentuk dan kekuatan otot untuk angkat 100kg.
 
biasanya saya cuma bertanya,tapi sekarang saya sekaligus mengungkapkan pikiran saya.jadi saya bisa sekalian mendengar dimana yang kurang tepat dalam prinsip saya.saya tunggu masukkannya...

Dalam pandangan Buddhisme, setiap manusia adalah sang arsitek bagi nasibnya sendiri. Sebelum terlahir menjadi Siddhattha Gotama, beliau telah melewati banyak kelahiran menjadi orang-orang besar. Beliau telah melakukan banyak perbuatan bajik, mengembangkan kebijaksanaan; sehingga semua kualitas ini membawanya ke kehidupan yang mulia. Beliau telah menyusun nasib hidupnya sendiri, sehingga pada suatu waktu beliau terlahir menjadi Siddhattha Gotama.

Dalam pandangan Buddhisme, semua kamma (perbuatan) yang pernah ditanam cenderung akan berbuah. Semua perbuatan mulianya dahulu telah mengakibatkan beliau mendapat takdir untuk terlahir sebagai seorang pangeran. Tidak hanya itu, kualitas kebajikan dan kebijaksanaan yang dikembangkannya membuat jalan hidupnya menjadi terarah. Siddhattha Gotama terlahir dengan 32 tanda manusia luar biasa. Orang yang memiliki 32 tanda ini, memiliki jalan hidup yang pasti. Bila orang ini ingin hidup di duniawi, maka orang yang memiliki 32 tanda ini akan menjadi raja dari semua raja di dunia ini (Cakkavati). Namun bila orang yang memiliki 32 tanda ini meninggalkan kehidupan duniawi, maka beliau akan menjadi seorang Sammasambuddha (orang yang tercerahkan melalui usahanya sendiri, dan kemudian akan membabarkan ajarannya kepada khalayak ramai).

Dalam pandangan Buddhisme, ada beberapa hal yang akan terjadi dan tidak bisa ditolak kehadirannya. Hal ini dikarenakan kematangan kamma, sehingga membuahkan akibat (vipaka) yang tak bisa dihindari. Misalnya seseorang telah membunuh kedua orangtuanya. Karena perbuatan ini, orang ini akan ke neraka setelah meninggal dunia. Setelah kehidupan di alam neraka berakhir, dia akan mengarungi kehidupan sebagai makhluk lainnya. Suatu waktu ketika dia terlahir menjadi manusia, dia berhasil menjadi orang sukses dan baik hati. Namun sayang, orang ini sudah memiliki perjalanan kehidupan (nasib) yang suram pada akhirnya. Dan dia tidak bisa menghindarinya. Meski orang ini baik hati, namun orang ini mati mengenaskan di tangan para perampok. Dalam pandangan Buddhisme, kematian mengenaskan ini bisa saja dikarenakan perbuatan buruknya di masa lampau. Salah satu penyebabnya adalah karena dahulu dia pernah membunuh kedua orangtuanya.

Namun bukan berarti nasib tidak bisa diperbaiki. Beberapa akibat perbuatan (vipaka) yang tidak terlalu berat, bisa ditanggulangi dengan menambah perbuatan baik. Sehingga nasib kita pun bergerak lebih cerah, dan bencana pun tidak mendatangi kita. Sang Buddha memberikan perumpamaan yang baik untuk hal ini:

"Anggap saja hidup kita adalah sebuah kolam. Jika kita berbuat kebajikan, maka anggaplah kita menuangkan air ke dalam kolam. Jika kita berbuat keburukan, maka anggaplah kita menaburkan garam ke dalam kolam. Orang yang banyak berbuat kebajikan, akan menikmati kebahagiaan. Sedangkan orang yang banyak berbuat keburukan, akan mendapatkan kemalangan. Bila kita menambah kebajikan (air), maka garam di dalam kolam itu tidak akan terasa asin lagi. Namun bila kita terus menambah keburukan (garam), maka air di dalam kolam itu akan terasa asin".
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 12 January 2010, 01:21:32 PM
Terima kasih atas jawabannya.Saya jadi lebih memahami.Dan jangan bosan yah kalau saya banyak bertanya.Karena selama ini dalam hidup saya.Banyak sekali pertanyaan yg tidak dapat jawabannya.Saya udah berusaha mencari dan bertanya dengan berbagai teman bahkan yang berbeda agama.Baik yang mendalami(yang khusus membagi warta dll) atau tidak mendalami.Mereka semua pasti memberikan jawaban.Tapi dihati dan pikiran saya merasa tidak klop.seperti ada yang kurang.dan hati ini tetap mencari jawaban terus.Contoh:ada yang berkata kepada saya,pindahlah agama.jika kamu masuk maka semua dosamu akan dihapuskan.dan saat akhir nanti kamu akan diselamatkan.saya cuma berpikir bahwa semua agama itu sama.semuanya hampir mirip.cuma cara menyembahnya aja yang beda.dan yang saya cari jawaban dan kebenaran yang mungkin cocok dihati saya.

Tidak apa-apa. Semoga Anda bisa mendapat banyak jawaban dari Forum DhammaCitta ini. :)

Kalau semua agama sama; kenapa ada agama yang menyatakan bahwa jalan keselamatan hanya ada di agamanya saja, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa Tuhan mengizinkan umatnya untuk membunuh orang lain yang keluar dari agamanya, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa agama lain adalah agama berhala. :)

Kalau semua agama adalah sama, seharusnya pola pikir, ajaran, tujuan, dan konsep yang disajikan juga sama. Tetapi Anda bisa melihat bahwa setiap agama pasti berbeda. Satu agama saja bisa melahirkan banyak aliran. Karena itu, bila Anda ingin mempelajari suatu agama; pelajarilah isi kitab agamanya. Jangan hanya percaya dari apa yang dikatakan cendekiawan atau umat dari agama tersebut.

Bila Anda ingin mencari jawaban yang pas dengan akal sehat Anda, maka Anda harus berangkat dari pola pikir bebas. Anggap saja Anda tidak terikat oleh konsep agama apa pun. Tugas Anda sekarang adalah mencoba menganalisa konsep-konsep agama yang diwejangkan. Dalam konteks ini adalah Anda menganalisa Agama Buddha. Semoga Anda bisa mendapatkan banyak jawaban yang memuaskan.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 12 January 2010, 01:21:38 PM
saya pernah bertanya,kalau pernikahan saudara itu dosa.bagaimana dengan anak adam?bagaimana mereka berkembang biak sampai kita menjadi turunannya?tentu nikah dengan saudara kandung sendiri?jawaban yang paling sering saya dengar kalau udah makin rumit yang saya tanyakan,kita ini hanya manusia yang terbatas.jadi terkadang ada hal-hal yang memang jadi misteri Tuhan.Intinya:jangan banyak tanya,jalani aja apa yang diperintahkan oleh kita sebagai umatnya.

Jika selama ini Anda menelan dogma secara bulat-bulat, maka cobalah untuk melepaskan semua itu. Anda harus berpikir sebagai seorang pemikir bebas (free thinker), tidak terkungkung oleh suatu konsep agama apa pun. Dengan demikian Anda memiliki kans untuk mengenal realita sesuai akal sehat.

Biasa orang pada umumnya selalu memakai pola pikir tautologisme. Yaitu pola pikir analisa yang melompat ke ujung tanpa ada korelasi yang sistematis. Seperti pertanyaan: "Kenapa pernikahan sedarah itu dilarang oleh agama x?" Jawabannya: "Karena Tuhan yang menyatakannya". Dan pertanyaan pun selesai. Pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang menghambat tumbuhnya kebijaksanaan seseorang. Jika segala sesuatu selalu diberikan ultimatum bahwa ini adalah pernyataan Tuhan, maka selamanya orang itu tidak akan berani melihat dunia. Hidupnya selalu di bawah bayang-bayang dogma.

Belajarlah untuk meneliti realita dari setiap kata. Jika ada orang yang menyatakan: "Itu semua perintah Tuhan"... Maka Anda perlu menganalisa setiap katanya.

Apa itu artinya "itu"? Seperti apa "itu"?
Apa artinya "semua"? Bagaimanakah "semua" itu?
Apa itu "perintah"? Apakah kriterian dari "perintah" itu ?
Siapa itu "Tuhan"? Apakah "Tuhan" memang seperti yang dikisahkan kitab-kitab?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: exam on 12 January 2010, 01:24:33 PM
saya pernah bertanya,kalau pernikahan saudara itu dosa.bagaimana dengan anak adam?bagaimana mereka berkembang biak sampai kita menjadi turunannya?tentu nikah dengan saudara kandung sendiri?jawaban yang paling sering saya dengar kalau udah makin rumit yang saya tanyakan,kita ini hanya manusia yang terbatas.jadi terkadang ada hal-hal yang memang jadi misteri Tuhan.Intinya:jangan banyak tanya,jalani aja apa yang diperintahkan oleh kita sebagai umatnya.

Jika selama ini Anda menelan dogma secara bulat-bulat, maka cobalah untuk melepaskan semua itu. Anda harus berpikir sebagai seorang pemikir bebas (free thinker), tidak terkungkung oleh suatu konsep agama apa pun. Dengan demikian Anda memiliki kans untuk mengenal realita sesuai akal sehat.

Biasa orang pada umumnya selalu memakai pola pikir tautologisme. Yaitu pola pikir analisa yang melompat ke ujung tanpa ada korelasi yang sistematis. Seperti pertanyaan: "Kenapa pernikahan sedarah itu dilarang oleh agama x?" Jawabannya: "Karena Tuhan yang menyatakannya". Dan pertanyaan pun selesai. Pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang menghambat tumbuhnya kebijaksanaan seseorang. Jika segala sesuatu selalu diberikan ultimatum bahwa ini adalah pernyataan Tuhan, maka selamanya orang itu tidak akan berani melihat dunia. Hidupnya selalu di bawah bayang-bayang dogma.

Belajarlah untuk meneliti realita dari setiap kata. Jika ada orang yang menyatakan: "Itu semua perintah Tuhan"... Maka Anda perlu menganalisa setiap katanya.

Apa itu artinya "itu"? Seperti apa "itu"?
Apa artinya "semua"? Bagaimanakah "semua" itu?
Apa itu "perintah"? Apakah kriterian dari "perintah" itu ?
Siapa itu "Tuhan"? Apakah "Tuhan" memang seperti yang dikisahkan kitab-kitab?

AGREEEEE
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: exam on 12 January 2010, 01:28:30 PM
tidak, dosa di ukur dari niat, hmm perasaan gak ada sutta yg mengajarkan kawinlah dgn saudara mu ..

tentang pola berpakaian..adalah presepsi manusia ttg dosa... presepsi tsb berdasarkan kebiasaan, jika semua org melakukan hal yg sama..maka hal itu adalah benar... tapi bukan cara mengetahui mana dosa dan mana yg bukan dosa
yg mendasari dosa , adalah niat buruk..., baik karena iri hari, serakah, marah , benci , napsu, dll


Kalau di jaman dulu
dimana seorang masyarakat mengorbankan anak2 utk dewa mereka
apakah tidak dosa, krn mereka tidak berniat buruk ?  :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 03:50:31 PM
yah menurut org jaman dulu seh ga dosa..soalnya mungkin biasa
tp sebenarnya dosa..karena melakukan pembunuhan

ohh.. tentang niatnya... yah?
jelas niatnya salah... yg mengorbankan ingin keselamatan, kekayaan, kejayaan, kemakmuran, bagi dia..tp tidak bagi anaknya
serakah kali yah  di tambah kebodohan.. apa lagi yah dasarnya??
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 04:58:02 PM
Terima kasih atas jawabannya.Saya jadi lebih memahami.Dan jangan bosan yah kalau saya banyak bertanya.Karena selama ini dalam hidup saya.Banyak sekali pertanyaan yg tidak dapat jawabannya.Saya udah berusaha mencari dan bertanya dengan berbagai teman bahkan yang berbeda agama.Baik yang mendalami(yang khusus membagi warta dll) atau tidak mendalami.Mereka semua pasti memberikan jawaban.Tapi dihati dan pikiran saya merasa tidak klop.seperti ada yang kurang.dan hati ini tetap mencari jawaban terus.Contoh:ada yang berkata kepada saya,pindahlah agama.jika kamu masuk maka semua dosamu akan dihapuskan.dan saat akhir nanti kamu akan diselamatkan.saya cuma berpikir bahwa semua agama itu sama.semuanya hampir mirip.cuma cara menyembahnya aja yang beda.dan yang saya cari jawaban dan kebenaran yang mungkin cocok dihati saya.

Tidak apa-apa. Semoga Anda bisa mendapat banyak jawaban dari Forum DhammaCitta ini. :)

Kalau semua agama sama; kenapa ada agama yang menyatakan bahwa jalan keselamatan hanya ada di agamanya saja, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa Tuhan mengizinkan umatnya untuk membunuh orang lain yang keluar dari agamanya, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa agama lain adalah agama berhala. :)

Kalau semua agama adalah sama, seharusnya pola pikir, ajaran, tujuan, dan konsep yang disajikan juga sama. Tetapi Anda bisa melihat bahwa setiap agama pasti berbeda. Satu agama saja bisa melahirkan banyak aliran. Karena itu, bila Anda ingin mempelajari suatu agama; pelajarilah isi kitab agamanya. Jangan hanya percaya dari apa yang dikatakan cendekiawan atau umat dari agama tersebut.

Bila Anda ingin mencari jawaban yang pas dengan akal sehat Anda, maka Anda harus berangkat dari pola pikir bebas. Anggap saja Anda tidak terikat oleh konsep agama apa pun. Tugas Anda sekarang adalah mencoba menganalisa konsep-konsep agama yang diwejangkan. Dalam konteks ini adalah Anda menganalisa Agama Buddha. Semoga Anda bisa mendapatkan banyak jawaban yang memuaskan.

Benar sekali kata anda.
Tapi dalam kamus saya,semua agama itu sama dan itu untuk saya pribadi.Mungkin kata-kata saya diatas kurang lengkap.

Kenapa bagi saya sama tapi menurut anda atau orang lain tidak?karena tiap orang punya pandangan berbeda dalam mengartikan sesuatu atau mengambil hikmah dalam satu hal dan satu kejadian dll.saya yakin anda SANGAT TAHU itu.saya juga yakin anda juga tau maksud kata-kata saya ketika mengatakan semua agama sama.dan saya heran kenapa anda berkata atau membalikkan pertanyaan seperti itu kepada saya?yang saya yakin juga anda udah punya jawabannya.kejutan buat saya pada hari ini.untung saya tidak kena serangan jantung..he..he...

Saya akan coba menjelaskan.Disaat saya mengetahui sesuatu,prosesnya berikutnya pasti dipikirkan.Dalam berpikir itu terjadi pemilahan yang menurut saya benar atau tidak.Jika menurut saya tidak,maka yang saya dengar itu masuk dalam tong sampah.tapi kalau menurut saya benar berikutnya diproses di hati nurani(ini istilah bagi saya sendiri).Apakah hati saya menentang atau menerima hal itu?kalau hati saya menerima maka itu udah klop.tapi kalau hati menolak maka saya jadi bingung.dan khusus untuk hal yang membingungkan itu masuk dalam daftar menunggu.yang begitu ada kesempatan akan saya cari lagi jawabannya.

Contohnya Sering terdengar seperti aksi meledakkan diri dan membuat banyak korban yang tak bersalah meninggal. mereka berdalih itu demi membela kebenaran.karena membela agama.Dan umumnya yang dikomentari pasti agamanya.Kalau saya berpikir bukan agamanya yang menyuruh.Bukan ajarannya yang salah.Tapi umatnya yang terkadang memanfaatkan untuk suatu kepentingan.Bisa politik dan banyak lainnya.Terkadang agama juga seperti parpol.Mencari pengikut terbanyak.Dan ajaran itu mungkin saja udah tidak asli lagi seperti awalnya.Mungkin juga udah ada dirubah karena suatu kepentingan pribadi pada waktu dulunya.Atau kr hal lainnya.

Aliran dan agama yang benar,tidak pernah memberikan perintah.Bunuhlah sesamamu manusia.Tapi emang ada juga aliran sesat.Bahkan sembahyangpun disuruh bugil.Dan itu bersembahyang dengan cara berkumpul bersama antara pria dan wanita.Supaya kita dalam keadaan bersih spt kita baru lahir.Mereka mengalasankan bahwa Tuhan Maha Penyayang.Kita adalah anak Tuhan.Apakah mungkin Tuhan itu menyakiti anaknya sendiri?Sedangkan kita saja tidak mau menyakiti anak kita.Apalagi Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Penyayang.Jadi neraka itu tidak ada.

Kalau secara logika itu masuk akal.Tapi dihati atau batin saya tidak bisa menerima.Sebenarnya itu aliran yang menyenangkan.Tapi saya ga tau kenapa batin saya menolak,saya merasa bukan ini yang saya cari
dan kenapa batin saya selalu berkata bahwa kita terlahir pasti punya 1tujuan.dan itu menjadi pertanyaan terpenting bagi saya.dan terus saya cari.bukankah itu yang pertama saya tanyakan pada anda(mod upasaka)

Dalam keseharian,banyak yang saya lihat abu-abu.Bisa jadi hitam dan bisa jadi putih.Jadi yah harus pandai-pandailah.

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 05:08:15 PM
Bila Anda ingin mencari jawaban yang pas dengan akal sehat Anda, maka Anda harus berangkat dari pola pikir bebas. Anggap saja Anda tidak terikat oleh konsep agama apa pun. Tugas Anda sekarang adalah mencoba menganalisa konsep-konsep agama yang diwejangkan. Dalam konteks ini adalah Anda menganalisa Agama Buddha. Semoga Anda bisa mendapatkan banyak jawaban yang memuaskan.

Mod upasaka yang baik,kalau ditanya kepada saya.Agama mana yang kamu yakini.Saya tidak bs menjawab seprti orang lain.Saya lahir dengan ortu beragama B.Dan sejak mulai SD saya belajar agama K.Dan setelah tamat sekolah banyak bergaul bahkan punya pacar beragama I.Mungkin benar pandangan anda tentang saya terikat konsep.Kalau saya terikat berarti ,banyak konsep.Dan saya bukan ingin jadi peneliti agama atau memperbandingkan.Tapi saya ingin mencari jawaban-jawaban buat diri saya.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: William_phang on 12 January 2010, 05:09:14 PM
Terima kasih atas jawabannya.Saya jadi lebih memahami.Dan jangan bosan yah kalau saya banyak bertanya.Karena selama ini dalam hidup saya.Banyak sekali pertanyaan yg tidak dapat jawabannya.Saya udah berusaha mencari dan bertanya dengan berbagai teman bahkan yang berbeda agama.Baik yang mendalami(yang khusus membagi warta dll) atau tidak mendalami.Mereka semua pasti memberikan jawaban.Tapi dihati dan pikiran saya merasa tidak klop.seperti ada yang kurang.dan hati ini tetap mencari jawaban terus.Contoh:ada yang berkata kepada saya,pindahlah agama.jika kamu masuk maka semua dosamu akan dihapuskan.dan saat akhir nanti kamu akan diselamatkan.saya cuma berpikir bahwa semua agama itu sama.semuanya hampir mirip.cuma cara menyembahnya aja yang beda.dan yang saya cari jawaban dan kebenaran yang mungkin cocok dihati saya.

Tidak apa-apa. Semoga Anda bisa mendapat banyak jawaban dari Forum DhammaCitta ini. :)

Kalau semua agama sama; kenapa ada agama yang menyatakan bahwa jalan keselamatan hanya ada di agamanya saja, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa Tuhan mengizinkan umatnya untuk membunuh orang lain yang keluar dari agamanya, kenapa ada agama yang menyatakan bahwa agama lain adalah agama berhala. :)

Kalau semua agama adalah sama, seharusnya pola pikir, ajaran, tujuan, dan konsep yang disajikan juga sama. Tetapi Anda bisa melihat bahwa setiap agama pasti berbeda. Satu agama saja bisa melahirkan banyak aliran. Karena itu, bila Anda ingin mempelajari suatu agama; pelajarilah isi kitab agamanya. Jangan hanya percaya dari apa yang dikatakan cendekiawan atau umat dari agama tersebut.

Bila Anda ingin mencari jawaban yang pas dengan akal sehat Anda, maka Anda harus berangkat dari pola pikir bebas. Anggap saja Anda tidak terikat oleh konsep agama apa pun. Tugas Anda sekarang adalah mencoba menganalisa konsep-konsep agama yang diwejangkan. Dalam konteks ini adalah Anda menganalisa Agama Buddha. Semoga Anda bisa mendapatkan banyak jawaban yang memuaskan.

Benar sekali kata anda.
Tapi dalam kamus saya,semua agama itu sama dan itu untuk saya pribadi.Mungkin kata-kata saya diatas kurang lengkap.

Kenapa bagi saya sama tapi menurut anda atau orang lain tidak?karena tiap orang punya pandangan berbeda dalam mengartikan sesuatu atau mengambil hikmah dalam satu hal dan satu kejadian dll.saya yakin anda SANGAT TAHU itu.saya juga yakin anda juga tau maksud kata-kata saya ketika mengatakan semua agama sama.dan saya heran kenapa anda berkata atau membalikkan pertanyaan seperti itu kepada saya?yang saya yakin juga anda udah punya jawabannya.kejutan buat saya pada hari ini.untung saya tidak kena serangan jantung..he..he...

Saya akan coba menjelaskan.Disaat saya mengetahui sesuatu,prosesnya berikutnya pasti dipikirkan.Dalam berpikir itu terjadi pemilahan yang menurut saya benar atau tidak.Jika menurut saya tidak,maka yang saya dengar itu masuk dalam tong sampah.tapi kalau menurut saya benar berikutnya diproses di hati nurani(ini istilah bagi saya sendiri).Apakah hati saya menentang atau menerima hal itu?kalau hati saya menerima maka itu udah klop.tapi kalau hati menolak maka saya jadi bingung.dan khusus untuk hal yang membingungkan itu masuk dalam daftar menunggu.yang begitu ada kesempatan akan saya cari lagi jawabannya.

Contohnya Sering terdengar seperti aksi meledakkan diri dan membuat banyak korban yang tak bersalah meninggal. mereka berdalih itu demi membela kebenaran.karena membela agama.Dan umumnya yang dikomentari pasti agamanya.Kalau saya berpikir bukan agamanya yang menyuruh.Bukan ajarannya yang salah.Tapi umatnya yang terkadang memanfaatkan untuk suatu kepentingan.Bisa politik dan banyak lainnya.Terkadang agama juga seperti parpol.Mencari pengikut terbanyak.Dan ajaran itu mungkin saja udah tidak asli lagi seperti awalnya.Mungkin juga udah ada dirubah karena suatu kepentingan pribadi pada waktu dulunya.Atau kr hal lainnya.

Aliran dan agama yang benar,tidak pernah memberikan perintah.Bunuhlah sesamamu manusia.Tapi emang ada juga aliran sesat.Bahkan sembahyangpun disuruh bugil.Dan itu bersembahyang dengan cara berkumpul bersama antara pria dan wanita.Supaya kita dalam keadaan bersih spt kita baru lahir.Mereka mengalasankan bahwa Tuhan Maha Penyayang.Kita adalah anak Tuhan.Apakah mungkin Tuhan itu menyakiti anaknya sendiri?Sedangkan kita saja tidak mau menyakiti anak kita.Apalagi Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Penyayang.Jadi neraka itu tidak ada.

Kalau secara logika itu masuk akal.Tapi dihati atau batin saya tidak bisa menerima.Sebenarnya itu aliran yang menyenangkan.Tapi saya ga tau kenapa batin saya menolak,saya merasa bukan ini yang saya cari
dan kenapa batin saya selalu berkata bahwa kita terlahir pasti punya 1tujuan.dan itu menjadi pertanyaan terpenting bagi saya.dan terus saya cari.bukankah itu yang pertama saya tanyakan pada anda(mod upasaka)

Dalam keseharian,banyak yang saya lihat abu-abu.Bisa jadi hitam dan bisa jadi putih.Jadi yah harus pandai-pandailah.



Apakah Tuhan itu ada ato tidak pun tidak ada yang bisa memastikan...hahhaa.... bisa saja Tuhan itu ciptaan pikiran manusia atas ketakutan didalam hidupnya... krn manusia butuh pegangan jd diciptakanlah Tuhan...hahhaa
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 12 January 2010, 05:34:38 PM
Benar sekali kata anda.
Tapi dalam kamus saya,semua agama itu sama dan itu untuk saya pribadi.Mungkin kata-kata saya diatas kurang lengkap.

Kenapa bagi saya sama tapi menurut anda atau orang lain tidak?karena tiap orang punya pandangan berbeda dalam mengartikan sesuatu atau mengambil hikmah dalam satu hal dan satu kejadian dll.saya yakin anda SANGAT TAHU itu.saya juga yakin anda juga tau maksud kata-kata saya ketika mengatakan semua agama sama.dan saya heran kenapa anda berkata atau membalikkan pertanyaan seperti itu kepada saya?yang saya yakin juga anda udah punya jawabannya.kejutan buat saya pada hari ini.untung saya tidak kena serangan jantung..he..he...

Saya akan coba menjelaskan.Disaat saya mengetahui sesuatu,prosesnya berikutnya pasti dipikirkan.Dalam berpikir itu terjadi pemilahan yang menurut saya benar atau tidak.Jika menurut saya tidak,maka yang saya dengar itu masuk dalam tong sampah.tapi kalau menurut saya benar berikutnya diproses di hati nurani(ini istilah bagi saya sendiri).Apakah hati saya menentang atau menerima hal itu?kalau hati saya menerima maka itu udah klop.tapi kalau hati menolak maka saya jadi bingung.dan khusus untuk hal yang membingungkan itu masuk dalam daftar menunggu.yang begitu ada kesempatan akan saya cari lagi jawabannya.

Contohnya Sering terdengar seperti aksi meledakkan diri dan membuat banyak korban yang tak bersalah meninggal. mereka berdalih itu demi membela kebenaran.karena membela agama.Dan umumnya yang dikomentari pasti agamanya.Kalau saya berpikir bukan agamanya yang menyuruh.Bukan ajarannya yang salah.Tapi umatnya yang terkadang memanfaatkan untuk suatu kepentingan.Bisa politik dan banyak lainnya.Terkadang agama juga seperti parpol.Mencari pengikut terbanyak.Dan ajaran itu mungkin saja udah tidak asli lagi seperti awalnya.Mungkin juga udah ada dirubah karena suatu kepentingan pribadi pada waktu dulunya.Atau kr hal lainnya.

Aliran dan agama yang benar,tidak pernah memberikan perintah.Bunuhlah sesamamu manusia.Tapi emang ada juga aliran sesat.Bahkan sembahyangpun disuruh bugil.Dan itu bersembahyang dengan cara berkumpul bersama antara pria dan wanita.Supaya kita dalam keadaan bersih spt kita baru lahir.Mereka mengalasankan bahwa Tuhan Maha Penyayang.Kita adalah anak Tuhan.Apakah mungkin Tuhan itu menyakiti anaknya sendiri?Sedangkan kita saja tidak mau menyakiti anak kita.Apalagi Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Penyayang.Jadi neraka itu tidak ada.

Kalau secara logika itu masuk akal.Tapi dihati atau batin saya tidak bisa menerima.Sebenarnya itu aliran yang menyenangkan.Tapi saya ga tau kenapa batin saya menolak,saya merasa bukan ini yang saya cari
dan kenapa batin saya selalu berkata bahwa kita terlahir pasti punya 1tujuan.dan itu menjadi pertanyaan terpenting bagi saya.dan terus saya cari.bukankah itu yang pertama saya tanyakan pada anda(mod upasaka)

Dalam keseharian,banyak yang saya lihat abu-abu.Bisa jadi hitam dan bisa jadi putih.Jadi yah harus pandai-pandailah.

:)

Segala sesuatu memiliki kesamaan dan perbedaan. Tetapi dengan kebijaksanaan, kita bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan memilah sesuatu sesuai dengan manfaatnya, maka kita bisa dengan tegas menyatakan perbedaan antar 2 hal meskipun banyak terdapat kesamaan di keduanya.

Apel, jeruk, anggur adalah sama. Mereka semua adalah buah. Tetapi kita tidak bisa menyamakan mereka sebagai benda yang sama. Untuk dapat kita sepakati sebagai "buah", mereka semua harus memiliki kriteria yang sama. Tetapi dari peninjauan lanjut, kita bisa melihat apel sebagai apel, jeruk sebagai jeruk, dan anggur sebagai anggur.

Setiap agama mengajarkan kebaikan. Tetapi konsep kebaikan antar satu agama dengan agama yang lain itu sendiri adalah berbeda. Pernahkah Anda menganalisa hal ini? Jika Anda belum percaya, silakan Anda analisa sendiri.

Saya tahu Anda adalah orang baik. Saya mengenal karakter seperti Anda. Anda berusaha menjadi orang yang melihat dunia ini dengan positif. Sedangkan saya mengajak Anda untuk melihat dunia secara realistis.

Mari kita bahas konsep Tuhan sesuai pandangan semitisme. Bila Tuhan menyayangi manusia seperti anak-Nya, seharusnya Tuhan tidak memerintahkan umat-Nya untuk membunuh "orang sesat". Saya sependapat dengan Anda. Tapi jika demikian, maka Tuhan seharusnya tidak pilih kasih terhadap bangsa mana pun. Tuhan juga seharusnya tidak perlu mengusir Adam dan Hawa dari Taman Eden. Bukankah jika kita melihat anak kita nakal, kita hanya perlu menegurnya; dan tidak perlu mengusirnya dari rumah kita? Lalu kenapa Tuhan yang diagungkan banyak orang itu malah tega mengusir anak-Nya? :)

Manusia cenderung memilih agama untuk menunjang kenyamanan hidupnya. Kalau saya justru menganjurkan orang-orang untuk memilih agama yang menunjukkan betapa tidak nyamannya dunia. Semua hanya tergantung pada kemauan berpikir. Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Jika Anda memikirkan sesuatu yang bisa memuaskan pikiran Anda, maka akan ada banyak sekali pandangan yang bisa membuat Anda merasa nyaman. Tetapi kalau Anda memikirkan sesuatu pandangan yang bisa membantu Anda melihat hidup sewajarnya, maka seharusnya Anda menemukan satu pandangan realistis yang memperlihatkan betapa tidak nyamannya kehidupan ini.

Pandangan adalah masalah kepantasan. Jika pikiran Anda memantaskan ke arah x, maka pantaslah kalau pandangan x memberi kenyamanan dalam hidup Anda. Hanya sesederhana itu saja.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 12 January 2010, 05:44:57 PM
Mod upasaka yang baik,kalau ditanya kepada saya.Agama mana yang kamu yakini.Saya tidak bs menjawab seprti orang lain.Saya lahir dengan ortu beragama B.Dan sejak mulai SD saya belajar agama K.Dan setelah tamat sekolah banyak bergaul bahkan punya pacar beragama I.Mungkin benar pandangan anda tentang saya terikat konsep.Kalau saya terikat berarti ,banyak konsep.Dan saya bukan ingin jadi peneliti agama atau memperbandingkan.Tapi saya ingin mencari jawaban-jawaban buat diri saya.

Baik sekali, sriyeklina. :)

Tujuan Anda bertanya adalah untuk mendapatkan motivasi dalam menjalani hidup. Tujuan saya dan teman-teman di sini dalam menjawab juga untuk membantu Anda.

Ketika Anda menjadi orang yang lebih baik, maka itu merupakan manfaat dari motivasi. Itu jugalah manfaat dari agama yang benar.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 14 January 2010, 03:20:09 AM
kalau manusia meninggal ada yang menuju alam dewa.kalau sidharta kemana?apa maksud kebebasan tertinggi/sempurna?apa karena tidak lahir lagi kedunia?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 14 January 2010, 11:18:16 PM
kalau manusia meninggal ada yang menuju alam dewa.kalau sidharta kemana?apa maksud kebebasan tertinggi/sempurna?apa karena tidak lahir lagi kedunia?

Siddhattha Gotama sudah merealisasi Nibbana; sudah mencapai Pencerahan. Dengan demikian Beliau tidak lagi mengalami tumimbal lahir. Setealh memasuki Parinibbana (mangkat), Beliau tidak lagi terlahir di mana pun.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 12:03:27 AM
lenyap???????????
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 15 January 2010, 01:04:17 AM
[at] sriyeklina
untuk memahami silakan baca dulu 31 alam kehidupan ..... Nibbana diluar dari 31 alam kehidupan

31 alam kehidupan dalam agama Buddha



31 alam kehidupan terdiri dari:

A. 11 Kamma Bhumi yaitu 11 alam kehidupan dimana makhluk-makhluknya masih senang dengan nafsu-nafsu indera dan terikat dengan panca indera

B. 16 Rupa Bhumi yaitu 16 alam kehidupan yg makhluk-makhluknya mempunyai Rupa Jhana

C. 4 Arupa Bhumi yaitu 4 alam kehidupan yg makhluk-makhluknya mempunyai Arupa Jhana

------------------------------
A. 11 Kamma Bhumi terdiri dari:

1. Apaya-Bhumi 4 (4 alam kehidupan yg menyedihkan) yaitu:

a. Niraya Bhumi (alam neraka) terbagi menjadi beberapa kelompok di antaranya ada yg disebut kelompok Maha Neraka 8 (sanjiva neraka, kalasutta neraka, sanghata neraka, roruva neraka, maharoruva neraka, tapana neraka, mahatapana neraka, avici neraka).

b. Tiracchana Bhumi (alam binatang). Binatang berkaki terbagi menjadi 4 kelompok yaitu:
1) Apadatiracchana yaitu kelompok binatang yg tidak mempunyai kaki
2) Dvipadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki 2
3) Catupadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki 4
4) Bahuppadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki banyak

c. Peta Bhumi (alam setan) terdiri dari beberapa kelompok yg disebut peta 4, peta 12 dan peta 21(dibahas tersendiri)

d. Asurakaya Bhumi (alam raksasa) terdiri dari:
1) Deva asura yaitu kelompok dewa yg disebut asura
2) Peta asura yaitu kelompok setan yg disebut asura
3) Niraya asura yaitu kelompok makhluk neraka yg disebut asura

2. Kamasugati Bhumi 7 (7 alam kehidupan nafsu yg menyenangkan) yaitu:

a. Manussa Bhumi (alam manusia)

b. Catummaharajika Bhumi (alam 4 raja dewa: Dhatarattha, Virulaka, Virupakkha & Kuvera) terbagi dalam 3 kelompok yaitu:

1) Bhumamattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas tanah (di gunung, sungai, laut, rumah, vihara,dll)

2) Rukakkhattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas pohon

3) Akasattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di angkasa (di bulan, bintang,dll)

c. Tavatimsa Bhumi (alam 33 dewa). Disebut alam 33 dewa karena dahulu kala ada sekelompok pria yg berjumlah 33 orang yg selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan. Sewaktu mereka meninggal dunia semuanya terlahir dalam satu alam dewa.

d. Yama Bhumi (alam dewa Yama). Para dewa di alam ini terbebas dari kesulitan, yg ada hanya kesenangan.

e. Tusita Bhumi (alam kenikmatan). Para dewa di alam ini terbebas dari "kepanasan hati", yg ada hanya kesenangan dan kenikmatan

f. Nimmanarati Bhumi (alam yg menikmati ciptaannya). Para dewa di alam ini menikmati kesenangan panca inderanya dari hasil ciptaannya sendiri.

g. Paranimmitavasavatti Bhumi (alam dewa yg menyempurnakan ciptaan dewa lain). Para dewa di alam ini di samping menikmati kesenangan panca indera juga mampu membantu menyempurnakan ciptaan dewa2 lainnya.

B. 16 Rupa Bhumi terdiri dari:

1. Pathama Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana pertama) yaitu:

a. Brahma Parissaja Bhumi (alam pengikut2nya Brahma)
b. Brahma Purohita Bhumi (alam para menterinya Brahma)
c. Maha Brahma Bhumi (alam Brahma yg besar)

2. Dutiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana kedua) yaitu:
a. Brahma Parittabha Bhumi (alam para brahma yg kurang cahaya)
b. Brahma Appamanabha Bhumi (alam para Brahma yg tak terbatas cahayanya)
c. Brahma Abhassara Bhumi (alam para Brahma yg gemerlap cahayanya)

3. Tatiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana ketiga) yaitu:
a. Brahma Parittasubha Bhumi (alam para Brahma yg kurang auranya)
b. Brahma Appamanasubha Bhumi (alam para Brahma yg tak terbatas auranya)
c. Brahma Sibhakinha Bhumi (alam para Brahma yg auranya penuh & tetap)

4. Catuttha Jhana Bhumi 7 (7 alam kehidupan Jhana keempat) yaitu:

a. Brahma Vehapphala Bhumi (alam para Brahma yg besar pahalanya)

b. Brahma Asannasatta Bhumi (alam para Brahma yg kosong dari kesadaran)

c. Alam Suddhavasa 5 (5 alam kediaman yg murni) terdiri dari:

1) Brahma Aviha Bhumi (alam para Brahma yg tidak bergerak atau alam bagi Anagami yg kuat dalam keyakinan/saddhindriya)

2) Brahma Atappa Bhumi (alam para Brahma yg suci atau alam bagi Anagami yg kuat dalam usaha/viriyindriya)

3) Brahma Sudassa Bhumi (alam para Brahma yg indah atau alam bagi Anagami yg kuat dalamkesadaran/satindriya)

4) Brahma Sudassi Bhumi (alam para Brahma yg berpandangan terang atau alam bagi Anagami yg kuat dalam konsentrasi/samadindriya)

5) Brahma Akanittha Bhumi (alam para Brahma yg luhur atau alam bagi Anagami yg kuat dalam kebijaksanaan/pannindriya)


C. 4 Arupa Bhumi terdiri dari:

1. Akasanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi ruangan tanpa batas)
2. Vinnanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kesadaran tanpa batas)
3. Akincannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kekosongan)
4. Nevasannanasannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan)

Tambahan:
Rupa Brahma berarti Brahma bermateri yaitu Brahma yg mempunyai pancakhanda. Sedangkan Arupa Brahma berarti Brahma tak bermateri yaitu Brahma yg hanya mempunyai Nama Khanda (batin), tidak mempunyai Rupa Khanda (jasmani).


=========================
Makhluk Setan ini terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya terdapat kelompok-kelompok setan yang disebut PETA 4, PETA 12 dan PETA 21 sebagai tertulis di bawah ini :

PETA 4 (terdapat dalam Kitab Petavatthu-Atthakatha)

1. Paradattupajivika-Peta :
Setan yang memelihara hidupnya dengan memakan makanan yang disuguhkan orang dalam upacara sembahyang.

2. Khupapipasika-Peta:
Setan yang selalu lapar dan haus.

3. Nijjhamatanhika-Peta:
Setan yang selalu kepanasan.

4. Kalakancika-Peta:
Setan yang sejenis Asura.

Penjelasan :

Hanya Paradattupajivika-Peta saja yang dapat menerima makanan yang diberikan orang dalam upacara sembahyang serta kiriman jasa dari keluarga. Para Bodhisattva, jika terlahir menjadi setan, akan menjadi Paradattupajivika-Peta, dan tidak akan menjadi setan (peta) yang lain.

PETA 12 (terdapat dalam Kitab Gambhilokapannatti).

1. Vantasa-Peta: Setan yang makan air ludah, dahak dan muntah.

2. Kunapasa-Peta : Setan yang makan mayat manusia dan binatang.

3. Guthakhadaka-Peta: Setan yang makan berbagai kotoran.

4. Aggijalamukha-Peta : Setan yang dimulutnya selalu ada api.

5. Sucimuja-Peta : Setan yang mulutnya sekecil lobang jarum.

6. Tanhattika-Peta: Setan yang dikendalikan oleh napsu keinginan rendah sehingga lapar dan haus.

7. Sunijjhamaka-Peta : Setan yang berbulu hitam seperti arang.

8. Suttanga-Peta : Setan yang mempunyai kuku tangan kaki yang panjang dan tajam seperti pisau.

9. Pabbatanga-Peta: Setan yang bertubuh setinggi gunung.

10. Ajagaranga-Peta : Setan yang bertubuh seperti ular.

11. Vemanika-Peta : Setan yang menderita pada waktu siang, dan senang pada waktu malam dalam kahyangan.

12. Mahidadhika-Peta: Setan yang mempunyai ilmu gaib.

PETA 21 (terdapat dalam Kitab Suci Vinaya dan Lakkhanasanyutta).

1. Attisankhasika-Peta : Setan yang mempunyai tulang bersambungan, tetapi tidak mempunyai daging.

2. Mansapesika-Peta : Setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai tulang.

3. Mansapinada-Peta : Setan yang mempunyai daging berkeping-keping.

4. Nicachaviparisa-Peta : Setan yang tidak mempunyai kulit.

5. Asiloma-Peta: Setan yang berbulu tajam.

6. Sattiloma-Peta : Setan yang berbulu seperti tombak.

7. Usuloma-Peta : Setan yang berbulu panjang seperti anak panah.

8. Suciloma-Peta: Setan yang berbulu sepertijarum.

9. Dutiyasuciloma-Peta: Setan yang berbulu seperti jarum kedua (lebih tajam).

10. Kumabhanda-Peta : Setan yang mempunyai kemaluan sangat besar.

11. Guthakupanimugga-Peta : Setan yang bergelimangan dengan kotoran.

12. Guthakhadaka-Peta: Setan yang makan berbagai macam kotoran.

13. Nicachavitaka-Peta: Setan perempuan yang tidak mempunyai kulit.

14. Dugagandha-Peta : Setan yang baunya sangat busuk.

15. Ogilini-Peta: Setan yang badannya seperti bara api.

16. Asisa-Peta: Setan yang tidak mempunyai kepala.

17.Bhikkhu-Peta : Setan yang berbadan seperti bhikkhu. .

18. Bhikkhuni-Peta : Setan yang berbadan seperti bhikkhuni.

19. Sikkhamana-Peta: Setan yang berbadan seperti Setan yang berbulu seperti pelajar wanita atau calon bhikkhuni.

20. Samanera-Peta : Setan yang berbadan seperti samanera.

21. Samaneri-Peta : Setan yang berbadan seperti samaneri.


31 alam kehidupan tersebut adalah tidak kekal



Sekedar mengingatkan kembali, Sang Buddha menyebutkan adanya tiga sistem dunia :

1. Sahassi Culanika Lokadhatu , yaitu Seribu ( 1.000 ) tata-surya kecil. Didalam Sahassi Culanika Lokadhatu terdapat seribu ( 1.000 ) matahari, seribu ( 1.000 ) bulan, seribu ( 1.000 ) Sineru, seribu ( 1.000 ) Jambudipa, dll.

2. Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu, yaitu seribu kali Sahassi Culanika Lokadhatu. Dalam Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 tata surya kecil = 1.000.000 tata surya kecil. Terdapat 1.000 x 1.000 matahari = 1.000.000 matahari, terdapat pula 1.000 x 1.000 bulan = 1.000.000 bulan, dan seterusnya.

3. Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1.000.000 X 1.000 = 1.000.000.000 tata surya. Terdapat 1.000.000 x 1.000 matahari = 1.000.000.000 matahari, dan seterusnya.

Sesungguhnya, maksud dari Sabda Sang Buddha tersebut, jumlah tata-surya melampaui dari sekedar satu-milyar ( 1.000.000.000 ) tata-surya saja. Namun karena Sang Buddha mengajarkannya dengan menggunakan bahasa manusia ( saat Beliau hidup kala itu ), maka menggunakan kisaran angka ribuan, jutaan, milyaran. Ingat , seperti Sang Buddha sendiri pernah mengisyaratkan, bahwa bahasa manusia tidak mampu melukiskan sesuatu yang Transenden , “bagaikan jari menunjuk bulan, bukan bulan itu sendiri”.


Jadi tidak ada hal yang aneh dalam Buddha Dhamma kalau sekarang banyak ditemukan planet-planet yang baru atau tata surya yang lainnya.


 _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 01:40:19 AM
iya..saya udah baca tentang 31 alam.sebelumnya saya udah pernah tanya tentang alam.tapi sang budha tidak berada pada 1 alam disana kan?dia ga terlahir dimana pun?jadi kemana dia??apa jadi udara atau apa??atau emang hilang begitu aja..
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 15 January 2010, 10:32:05 AM
iya..saya udah baca tentang 31 alam.sebelumnya saya udah pernah tanya tentang alam.tapi sang budha tidak berada pada 1 alam disana kan?dia ga terlahir dimana pun?jadi kemana dia??apa jadi udara atau apa??atau emang hilang begitu aja..

Saya pakai analogi ini...

Api lilin tetap menyala karena ada batang lilin, ada sumbu lilin, ada ruang, ada oksigen di ruang itu. Bila salah satu faktor, atau seluruh faktor itu tidak mendukung; maka api itu akan padam. Sekarang setelah kita mengetahui faktor-faktor (penyebab) yang memunculkan api, mari kita cabut penyebabnya. Setelah kita cabut penyebabnya (faktor tersebut), api itu kemudian padam.

Menurut Anda, apakah api itu masih ada di dunia ini? Apakah api itu menyala di alam lain? Kemana api itu pergi? Apakah api itu jadi udara atau apa? Atau memang api itu hilang begitu saja?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: marcedes on 15 January 2010, 10:34:31 AM
lenyap???????????
kalau menurut Theravada, memang dikatakan lenyap, hilang...seperti api yg padam...kemanakah apinya?
apinya ke udara? apinya ke tanah?....ga tuh...cuma "padam" saja.


sedangkan menurut mahayana, Buddha masih ada entah di mana...disitu akan beremansipasi lagi entah juga ke kalpa mana....lalu berpura-pura(upaya kausalya) menjadi boddhistva lalu disitu menjadi Buddha lagi.
istilah kasarnya " ber-akting dari kembali jadi manusia awam dan mengumpulkan parami lalu menjadi buddha "

kalay sy pribadi menganut paham theravada.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: exam on 15 January 2010, 03:42:40 PM
lenyap???????????
kalau menurut Theravada, memang dikatakan lenyap, hilang...seperti api yg padam...kemanakah apinya?
apinya ke udara? apinya ke tanah?....ga tuh...cuma "padam" saja.


sedangkan menurut mahayana, Buddha masih ada entah di mana...disitu akan beremansipasi lagi entah juga ke kalpa mana....lalu berpura-pura(upaya kausalya) menjadi boddhistva lalu disitu menjadi Buddha lagi.
istilah kasarnya " ber-akting dari kembali jadi manusia awam dan mengumpulkan parami lalu menjadi buddha "

kalay sy pribadi menganut paham theravada.


udah gak ada kesadaran mungkin
kayak waktu kita tidur, gak tahu apa2 kan
gak merasakan apapun
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 05:08:34 PM
iya..saya udah baca tentang 31 alam.sebelumnya saya udah pernah tanya tentang alam.tapi sang budha tidak berada pada 1 alam disana kan?dia ga terlahir dimana pun?jadi kemana dia??apa jadi udara atau apa??atau emang hilang begitu aja..

Saya pakai analogi ini...

Api lilin tetap menyala karena ada batang lilin, ada sumbu lilin, ada ruang, ada oksigen di ruang itu. Bila salah satu faktor, atau seluruh faktor itu tidak mendukung; maka api itu akan padam. Sekarang setelah kita mengetahui faktor-faktor (penyebab) yang memunculkan api, mari kita cabut penyebabnya. Setelah kita cabut penyebabnya (faktor tersebut), api itu kemudian padam.

Menurut Anda, apakah api itu masih ada di dunia ini? Apakah api itu menyala di alam lain? Kemana api itu pergi? Apakah api itu jadi udara atau apa? Atau memang api itu hilang begitu saja?

Saya bisa mengerti dengan jawaban ini.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 05:12:01 PM
dari awal jawab begitu kan langsung ngerti....:)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 15 January 2010, 05:17:45 PM
iya..saya udah baca tentang 31 alam.sebelumnya saya udah pernah tanya tentang alam.tapi sang budha tidak berada pada 1 alam disana kan?dia ga terlahir dimana pun?jadi kemana dia??apa jadi udara atau apa??atau emang hilang begitu aja..

Saya pakai analogi ini...

Api lilin tetap menyala karena ada batang lilin, ada sumbu lilin, ada ruang, ada oksigen di ruang itu. Bila salah satu faktor, atau seluruh faktor itu tidak mendukung; maka api itu akan padam. Sekarang setelah kita mengetahui faktor-faktor (penyebab) yang memunculkan api, mari kita cabut penyebabnya. Setelah kita cabut penyebabnya (faktor tersebut), api itu kemudian padam.

Menurut Anda, apakah api itu masih ada di dunia ini? Apakah api itu menyala di alam lain? Kemana api itu pergi? Apakah api itu jadi udara atau apa? Atau memang api itu hilang begitu saja?

Saya bisa mengerti dengan jawaban ini.

dari awal jawab begitu kan langsung ngerti....:)

Sekarang saya yang ingin bertanya... :)
Coba jelaskan apa yang Anda mengerti!
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 05:52:31 PM
Sekarang saya yang ingin bertanya... Smiley
Coba jelaskan apa yang Anda mengerti!

Yahhhhhhhhh...tuh kan???????kumat deh.Saya coba jawab.Tp tata bahasa saya jangan terlalu di periksa kali.Saya belum semahir anda dalam mengungkapkan isi pikiran dengan ketikan.Pikirannya lebih cepat daripada jarinya.

Api ga akan bisa nyala kalau ga ada oksigen.Apa yah istilah IPA nya dulu???????saya lupa.
Jadi sama dengan manusia.Kita ada  karena ada beberapa faktor pendukung yang membuat kita ada.Salah satunya yah kemelekatan,faktor karma.
Dan itu semua yang buat kita masuk dalam proses tumimbal .....(lupa)
Lahir..mati..lahir..mati...gitulah kira-kira..kehidupan yang berulang-ulang.
Jadi sang budha menemukan cara nya,dengan menghilangkan salah satu faktor penyebab yang bisa buat kita ada itu.
Mungkin ini yg disebut kosong tapi isi.isi tapi kosong...salah yah???????
Sang budha dibilang ada tapi tidak ada.dibilang tidak ada tapi ada.ibarat molekul yang udah terurai jadi ion-ion.

aduh....kaya ujian aja.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 15 January 2010, 05:56:20 PM
Quote from: upasaka
Sekarang saya yang ingin bertanya... :)
Coba jelaskan apa yang Anda mengerti!

Yahhhhhhhhh...tuh kan???????kumat deh.Saya coba jawab.Tp tata bahasa saya jangan terlalu di periksa kali.Saya belum semahir anda dalam mengungkapkan isi pikiran dengan ketikan.Pikirannya lebih cepat daripada jarinya.

Api ga akan bisa nyala kalau ga ada oksigen.Apa yah istilah IPA nya dulu???????saya lupa.
Jadi sama dengan manusia.Kita ada  karena ada beberapa faktor pendukung yang membuat kita ada.Salah satunya yah kemelekatan,faktor karma.
Dan itu semua yang buat kita masuk dalam proses tumimbal .....(lupa)
Lahir..mati..lahir..mati...gitulah kira-kira..kehidupan yang berulang-ulang.
Jadi sang budha menemukan cara nya,dengan menghilangkan salah satu faktor penyebab yang bisa buat kita ada itu.
Mungkin ini yg disebut kosong tapi isi.isi tapi kosong...salah yah???????
Sang budha dibilang ada tapi tidak ada.dibilang tidak ada tapi ada.ibarat molekul yang udah terurai jadi ion-ion.

aduh....kaya ujian aja.

Benar. Salah satu faktor (penyebab) yang membuat kita berputar dalam lingkaran samsara adalah kemelekatan. Dari kemelekatan dan faktor lainnya inilah, maka kita terus masuk dalam proses tumimbal lahir.

Sang Buddha menemukan jalan untuk mengakhiri proses tumimbal lahir ini. Yaitu dengan cara mencabut faktor-faktor yang menyebabkan kita memasuki proses ini. Dengan lenyapnya proses ini, maka tidak akan ada kelahiran berikutnya. Dengan tiadanya kelahiran berikutnya, maka tidak akan ada usia tua, sakit, mati, ratap-tangis, dan kesedihan lainnya.

Konsep "isi adalah kosong, dan kosong adalah isi" merupakan konsep Aliran Mahayana. Konsep ini menjelaskan tentang doktrin sunyata. Saya sendiri bukan seorang penganut Aliran Mahayana, oleh karena itu saya tidak ingin menjelaskan lebih lanjut perihal ini. Sejauh ini, saya menanggapi pertanyaan dan komentar Anda berdasarkan sudut pandang Aliran Theravada.

Anda cepat mengerti.
Saya turut berbahagia. :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 06:07:34 PM
iya..terima kasih.tapi anda hobi buat yang mutar-mutar..bikin kening berkerut.dan jawabnya pasti udah siap juga tuh.apa yah kira-kira jawabnya????????

belajar itu butuh proses.jadi bagus mutar-mutar dulu jadi bisa melihat,menilai sendiri.dan bukan menerima aja bulat-bulat.
:(

Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 15 January 2010, 10:42:41 PM
[at] sriyeklina

Setuju, jangan langsung menerima sesuatu ajaran bulat-bulat  ;D
Dalam Kalama Sutta sudah dijelaskan ......  _/\_

Pada masa Sang Buddha, telah ada banyak aktivitas intelektual besar di India. Beberapa orang terpandai yang diketahui oleh dunia telah berkecimpung di dalam kontroversi keagamaan besar sepanjang masa.

Apakah ada Sang Pencipta? Tidak adakah Sang Pencipta? Adakah jiwa itu? Tidak adakah jiwa itu? Apakah dunia tanpa awal? Apakah ada awal permulaan?

Ini merupakan beberapa topik yang hangat diperdebatkan sepanjang waktu. Dan tentu saja, seperti saat ini, semua mengklaim bahwa hanya dialah yang memiliki semua jawaban dan siapapun yang tidak mengikutinya akan dikutuk dan dimasukkan ke dalam neraka! Sebenarnya, semua pencarian keras atas kebenaran ini hanya akan menghasilkan lebih banyak lagi kebingungan.

Sekelompok pemuda yang saleh dari suku Kalama pergi menghadap Sang Buddha untuk menyampaikan kebingungan mereka. Mereka bertanya kepadaNya apa yang seseorang harus lakukan sebelum menerima atau menolak suatu ajaran.


1. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata

Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta adalah untuk tidak menerima apapun berdasarkan pada berita, tradisi, kabar angin semata. Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka. Kebanyakan orang jarang sekali mengambil resiko untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang disebut sebagai pemuda berpendidikan  hanya menggunakan emosi atau ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal (bebas) kepada sekelompok pemuda dalam menerima suatu agama secara rasional. Ketika orang-orang muda ini tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang sesuai, mereka menghadap kepada Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatNya. Mereka mengatakan kepadaNya bahwa semenjak berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara, mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka menemukan suatu agama yang sesuai dimana dengannya mereka dapat menemukan kebenaran.

Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Dhamma (ajaranNya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru Beliau memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan. Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama hanya melalui iman (faith) semata tetapi Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias (praduga/menyimpang). Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa agama yang berdasarkan pada ajaranNya sering digambarkan sebagai agama rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan beralasan (religion of freedom and reason). Kita seharusnya tidak menerima apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama. Kita seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan diterima.

Orang dapat membuat berbagai macam klaiman mengenai agama mereka dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus membaca apa yang tertulis secara analitis dengan menggunakan akal sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat, tradisi, atau kabar angin semata. Orang mempraktikkan tradisi-tradisi tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi setelah beberapa periode waktu. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin, halilintar, guntur dan halilintar, hujan dan gempa bumi, berdasarkan pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut sebagai tuhan-tuhan (dewa) atau perbuatan-perbuatan tuhan dan kekuatan-kekuatan supernatural.


2. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata

Dengan pengetahuan kita yang telah maju, kita dapat menjelaskan fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adanya. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, “Janganlah menerima dengan segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi kami dan kita harus menerimanya.” Kita seharusnya tidak percaya begitu saja kepada takhayul ataupun dogma agama karena orang yang dituakan melakukan hal yang sama. Ini bukan berarti kita tidak menghormati para sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan dapat hidup dengan lebih baik.

Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich menyatakan sebuah kalimat, “Tuhan dari celah“ (God of the gaps) untuk menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan atribut tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang, kekuatan tuhan pun berkurang secara bersamaan.


3. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata

Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya dan membesar-besarkan hal yang kecilnya. Ia akan menambahkan “garam dan bumbu” untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang. Ketika Anda membaca beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.

Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Literatur Buddhis merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu hanyalah cerita. Kita harus tidak mempercayainya seperti seolah-olah cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi, bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan mereka. Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah miskin. Hanya beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian ada perkataan lain, ”Jack  si mata satu dapat menjadi raja dikerajaan orang buta.” Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menjelaskan kebenaran mutlak ini kepada mereka.


4. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan Semata

Selanjutnya Sang Buddha memperingati kita untuk tidak mempercayai apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan secara langsung oleh tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau. Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu saja?  Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu. Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah seluruh dunia!

Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, kita tidak seharusnya menerima ajaranNya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama manapun.

Cara yang terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau menolak segala sesuatu. Mempelajari, berpikir, menyelidiki sampai Anda menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.  


5. Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja

“Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi saja” merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk menggunakan penalaran. Benar, dengan menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal menggunakan pikirannya. Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman. Tetapi penalaran ini berbeda berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Sekali lagi, penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu. Identitas seseorang atau pengenalan akan konsep-konsep juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa terakhir atau kebenaran mutlak. Karena kita tidak memiliki pilihan lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras sampai kita mendapatkan pemahaman yang sebenarnya. Tujuan kita seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita pada cara berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita mengembangkan pemahaman kita atas diri kita sendiri dan dunia di sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Justru, Beliau menggunakan penalaranNya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Penerangan Agung, Beliau tidak pernah marah atau mengancam siapapun yang tidak setuju dengan ajaranNya.

Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun kita berpikir bahwa suatu hal tertentu dapat kita terima, kita mengatakan hal itu adalah logika. Sebenarnya, seni logika merupakan alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain. Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka lebih baik dari agama-agama yang lainnya. Argumen-argumen mereka berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Inilah sifat dasar dari argumen. Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen, secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu, seseorang seharusnya tidak memperkenalkan kebenaran agama melalui argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.  


6. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata

Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap batin ini menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan batin. Semua orang menderita yang diakibatkan dari kebodohan batin dan ilusi. Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil sebuah kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita tetapi untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan. Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati hak-hak orang lain untuk memegang pandangan yang berbeda.

-bersambung-
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 15 January 2010, 10:44:34 PM
7. Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar

Nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun yang kelihatannya benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran hakikinya.

Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis (Doktrin of Analysis). Hanya dengan melalui analisa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan menghilang. Jika Anda menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir, ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya, ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka. Umat Buddha tidaklah terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakir. Tidak ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan pada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. “Mereka yang tidak mengkhawatikan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa depan, maka mereka hidup dalam ketenangan” (Sang Buddha). Ketika kita mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang begitu menakutkan dan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.


8. Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.

Sang Buddha kemudian memperingati para pengikutnya untuk tidak bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya. Dalam kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak membuat kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan. Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran. Keputusan yang kita ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan sendiri mengenai apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.

Kita terbutakan oleh kekotoran batin kita. Inilah mengapa kita tidak dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.


9. Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang

Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah karena kita terkesan oleh kemampuan mengesankan seseorang merupakan nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada orang-orang muda yang disebut dengan suku Kalama. Seberapa orang memiliki kemampuan yang mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta gigi merek tertentu?  Tentu tidak.Anda tidak akan menerima apa yang ia katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya. Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang “kebenaran” mereka. Mereka mungkin berbicara mengenai beragam guru-guru agama, guru-guru, dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin. Anda dapat mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.

Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaranNya. “Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta. Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Tetapi tujuan mereka mungkin bukan berkepentingan untuk menyatakan kebenaran.”


10. Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa “Inilah Guru Kami”

Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa “Inilah guru kami”, merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah Anda mendengar guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata seperti ini? Yang lainnya semua mengatakan, “Sayalah satu-satunya guru terhebat, Saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah padaku, jika tidak kau tidak akan memiliki keselamatan.” Mereka juga mengatakan, “Janganlah kau menyembah tuhan lain atau guru lain.” Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan, “Kau seharusnya tidak bergantung secara membuta kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau guru yang terkenal, tetapi meskipun demikian kau tidak seharusnya mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun.”

Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan kehendak bebasnya tanpa bergantung pada orang lain. Sang Buddha mengatakan, “Kau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri.” Sang Buddha tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliau-lah satu-satunya Guru Yang Tercerahkan dimana para pengikutnya tidak diperkenankan untuk memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau mencapai Nibbana jika mereka memujaNya secara membuta. Jika kita mempraktikkan agama begitu saja dengan bergantung kepada seorang guru, kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan mendiskriminasikan guru yang lain.

Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain dalam penyelamatan diri kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama manapun yang sungguh dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat mengatakan kepada kita bagaimana untuk meraih keselamatan kita, tetapi seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.

“Tidak ada orang lain yang menyelamatkan kita selain diri kita. Sang Buddha hanyalah menunjukkan jalannya.”

Dapatkah Anda pikiran guru agama manapun yang pernah mengatakan hal ini? Inilah kebebasan yang kita miliki dalam Buddhisme.

Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana untuk memutuskan mana agama yang benar.

Nasihat Beliau adalah: “Janganlah mementingkan diri sendiri dan janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan pihak lain.” Beliau mengatakan kepada suku Kalama agar mereka dapat memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk pertimbangan sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu agama berdasarkan pada pendirian diri sendiri.

Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu sampai di pinggiran sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup penih kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa mengganggu atau mengecam agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.


-end-


 _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 10:44:36 AM
[at]Virya

thx info dan masukkannya.kok baru kepikiran sekarang ngasihnya??
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: waliagung on 16 January 2010, 11:17:05 AM
EHIPASIKO,,,,,,bro,.,.,..,
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 16 January 2010, 09:31:02 PM
[at] sriyeklina

baru kepikiran  ;D .....
karna liat post u yg berprinsip tidak mao menerima suatu ajaran bulat-bulat
itu sesuai dengan Kalama Sutta

 _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 09:36:05 PM
[at] virya

;p
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Tong Sam Cong on 27 January 2010, 08:22:29 PM
nice story bro
sangat detail dan menguggah ;))
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: dewi_go on 27 January 2010, 08:52:50 PM
to Virya
sip komplit penjelasannya
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: flamestarer on 05 March 2010, 01:57:10 AM

[/mantap...tengs]
  _/\_ :lotus:
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Trick or Treat on 06 June 2011, 07:49:55 PM
Thx.. postingannya cukup membantu saya mengenal ajaran Buddha..  :)

(saya diarahkan oleh user DC yg namanya The Ronald untuk bertanya disini)
kalau boleh tanya,
1. adakah seseorang yg mencapai pencerahan sebelum Siddhattha? bagaimanakah pengajarannya?
2. apakah Buddha sebelumnya mencapai titik pencerahan dengan konsep yang sama dengan Siddhata?

terimaksih. :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 06 June 2011, 08:09:43 PM
Thx.. postingannya cukup membantu saya mengenal ajaran Buddha..  :)

(saya diarahkan oleh user DC yg namanya The Ronald untuk bertanya disini)
kalau boleh tanya,
1. adakah seseorang yg mencapai pencerahan sebelum Siddhattha? bagaimanakah pengajarannya?
2. apakah Buddha sebelumnya mencapai titik pencerahan dengan konsep yang sama dengan Siddhata?

terimaksih. :)

1. Tidak terhitung banyaknya makhluk tercerahkan sebelum Siddhattha, yaitu para Sammasambuddha masa lampau dan para Paccekabuddha dan para Arahant masa lampau.

2. menurut literatur2 yg ada, perjalanan kehidupan para Sammasambuddha adalah serupa dan ajaran dari para buddha itu juga serupa.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: wang ai lie on 06 June 2011, 10:45:58 PM
1. Tidak terhitung banyaknya makhluk tercerahkan sebelum Siddhattha, yaitu para Sammasambuddha masa lampau dan para Paccekabuddha dan para Arahant masa lampau.

2. menurut literatur2 yg ada, perjalanan kehidupan para Sammasambuddha adalah serupa dan ajaran dari para buddha itu juga serupa.

yang membedakan itu mungkin cara penyampaian dhammanya ya bro  _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Trick or Treat on 07 June 2011, 03:40:38 PM
1. Tidak terhitung banyaknya makhluk tercerahkan sebelum Siddhattha, yaitu para Sammasambuddha masa lampau dan para Paccekabuddha dan para Arahant masa lampau.

2. menurut literatur2 yg ada, perjalanan kehidupan para Sammasambuddha adalah serupa dan ajaran dari para buddha itu juga serupa.

Thx bro Indra, berarti ajaran itu konsisten y... apakah dengan mengikuti seluruh ajaran Buddha kita pasti akan mendapat pencerahan? atau kita tetap harus menemukan pencerahan itu sendiri seperti sang Buddha? (ajaran Buddha hanya membimbing-mengarahkan menuju pencerahan).

terimaksih.  :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: The Ronald on 07 June 2011, 05:54:39 PM
Thx bro Indra, berarti ajaran itu konsisten y... apakah dengan mengikuti seluruh ajaran Buddha kita pasti akan mendapat pencerahan? atau kita tetap harus menemukan pencerahan itu sendiri seperti sang Buddha? (ajaran Buddha hanya membimbing-mengarahkan menuju pencerahan).

terimaksih.  :)

ada 3 jenis Buddha yg terdapat di alam ini  :
1. Sammasambuddha ... org yg mencapai pencerahan dgn usahanya sendiri, dan mengajarkannya ...  cthnya seperti Buddha Gotama
2. Pacceka Buddha , org yg mencapai pencerahan dgn usahanya sendiri, dan tidak mengajarkannya
3. Savaka Buddha , org yg mencapai pencerahan dgn mempelajari apa yg di temukan oleh sang Buddha ( Sammasambuddha)... mereka juga di sebut dgn nama siswa2 Budhha

ya dgn mengikuti apa yg telah di ajarkan..seseorg dpt mencapai pencerahan..org yg demikian di sebut Savaka Buddha ( tp kebanyakan dlm keseharian di sebut Arahat)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: hemayanti on 18 June 2011, 02:47:44 PM
 _/\_ om upaa... ijin copas boleh ya..  :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 18 June 2011, 02:57:23 PM
Thx bro Indra, berarti ajaran itu konsisten y... apakah dengan mengikuti seluruh ajaran Buddha kita pasti akan mendapat pencerahan? atau kita tetap harus menemukan pencerahan itu sendiri seperti sang Buddha? (ajaran Buddha hanya membimbing-mengarahkan menuju pencerahan).

terimaksih.  :)

bahkan tidak perlu mengikuti "seluruh", dalam mahasatipatthana sutta, Sang Buddha menjanjikan bahwa siapa pun yg melatih ajaran dalam sutta itu selama paling cepat 7 hari akan dapat mencapai pencerahan.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: adi lim on 18 June 2011, 04:35:11 PM
^^
paling cepat 7 hari
paling lama tidak bisa diukur
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 18 June 2011, 10:31:08 PM
_/\_ om upaa... ijin copas boleh ya..  :)

Boleh kok. Apa sih yang gak boleh buat nona hema? >:D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: hemayanti on 18 June 2011, 10:46:45 PM
Boleh kok. Apa sih yang gak boleh buat nona hema? >:D
>:D makasih ya om....
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Jerry on 19 June 2011, 11:25:12 PM
R*****aaa.. ada yg ngegombal di siniiii..!!! >:D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 19 June 2011, 11:44:30 PM
kayaknya liburan cuti bisa pindah niiee ...
dari Medan ke Makassar  ;D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:11:13 AM
R*****aaa.. ada yg ngegombal di siniiii..!!! >:D

Bukan ngegombal. Cuma sebagai tuan rumah yang menyambut hangat tamu dari Makassar. >:D
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:12:35 AM
kayaknya liburan cuti bisa pindah niiee ...
dari Medan ke Makassar  ;D

^ Kalau orang beken memang hidupnya selalu diliputi gosip. Kalimat di atas adalah salah satu gosip yang berterbangan pada hari ini. LOL.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: adi lim on 20 June 2011, 05:55:15 AM
Bukan ngegombal. Cuma sebagai tuan rumah yang menyambut hangat tamu dari Makassar. >:D

memang benar di sutta mengatakan, Tamu harus dilayani dengan baik  :))
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: ryu on 20 June 2011, 07:37:35 AM
wahhhhhhhhhhhhhh ada gosip baru nihhhhhh =)) =))
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Nevada on 20 June 2011, 10:19:55 AM
wahhhhhhhhhhhhhh ada gosip baru nihhhhhh =)) =))

:hammer:
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: icykalimu on 01 July 2011, 06:27:46 PM
^^
paling cepat 7 hari
paling lama tidak bisa diukur

paling lama 7 tahun. tapi harus menjalankannya tiap hari dengan benar.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 07 July 2011, 11:24:10 PM
Saya ingin bertanya nih. Mohon maaf kalau sudah pernah dibahas  :)

1. Apakah Gautama sedang mencapai nirwana--keterlepasan dari penderitaan--itu saat dia memperoleh pencerahan?
2. Apakah Gautama tidak pernah mengalami penderitaan lagi sejak mendapat pencerahan?

Terima kasih  :)
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 07 July 2011, 11:30:36 PM
Saya ingin bertanya nih. Mohon maaf kalau sudah pernah dibahas  :)

1. Apakah Gautama sedang mencapai nirwana--keterlepasan dari penderitaan--itu saat dia memperoleh pencerahan?
2. Apakah Gautama tidak pernah mengalami penderitaan lagi sejak mendapat pencerahan?

Terima kasih  :)
1. kata mencapai tidak bisa dipasangkan dengan "sedang", contoh kalimat, "apakah anda sedang mencapai jakarta? ini kalimat yg lucu, kalimat normal adalah "apakah anda sudah mencapai jakarta?"

2. ketika masih hidup, penderitaan fisik dalam arti merasa letih, terserang penyakit, masih ada, tapi batinnya tidak terganggu oleh penderitaan fisik itu. setelah wafat, maka baik penderitaan fisik maupun penderitaan batin sudah tidak ada lagi.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 08:41:41 AM
1. Ada seorang yang mengatakan pada saya bahwa gautama berhasil mencapai nirwana tersebut ketika dia mendapat pencerahan itu. Ada juga yang mengatakan bahwa saat pencerahan tsb, gautama hanya sekedar melihat nirwana saja. Yang mana yang benar?

2. Begitu? Setahu saya, gautama mengajarkan bahwa nirwana itu bisa dicapai saat kita masih hidup, karena nirwana bukanlah surga. Ada yang mengatakan bahwa gautama sudah mencapai nirwana itu saat dia masih hidup. Jadi mana yang benar?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: andry on 08 July 2011, 08:52:30 AM
1. Ada seorang yang mengatakan pada saya bahwa gautama berhasil mencapai nirwana tersebut ketika dia mendapat pencerahan itu. Ada juga yang mengatakan bahwa saat pencerahan tsb, gautama hanya sekedar melihat nirwana saja. Yang mana yang benar?

2. Begitu? Setahu saya, gautama mengajarkan bahwa nirwana itu bisa dicapai saat kita masih hidup, karena nirwana bukanlah surga. Ada yang mengatakan bahwa gautama sudah mencapai nirwana itu saat dia masih hidup. Jadi mana yang benar?
1. esensi nya bukan pada "mendapat" atau "melihat", tp apa itu nibbana? ataw how to achieve that?
2. yang benar adalah, bahwa kelahiran sbg manusia ini sgt sulit. Jd lbh baik giat2 praktik
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 08 July 2011, 08:54:45 AM
1. Ada seorang yang mengatakan pada saya bahwa gautama berhasil mencapai nirwana tersebut ketika dia mendapat pencerahan itu. Ada juga yang mengatakan bahwa saat pencerahan tsb, gautama hanya sekedar melihat nirwana saja. Yang mana yang benar?

mendapat pencerahan adalah sebutan lain untuk mencapai nibbana (nirwanan), jadi ya ketika mendapat pencerahan, maka Gautama menjadi BUddha dan mencapai nibbana.

Quote
2. Begitu? Setahu saya, gautama mengajarkan bahwa nirwana itu bisa dicapai saat kita masih hidup, karena nirwana bukanlah surga. Ada yang mengatakan bahwa gautama sudah mencapai nirwana itu saat dia masih hidup. Jadi mana yang benar?

ada 2 jenis nibbana, yaitu sa-upadisesa nibbana, yaitu nibbana yg dicapai ketika masih hidup, dan anupadisesa nibbana, yg dicapai setelah wafat.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 02:12:36 PM
1. Berarti gautama sudah mencapai nibbana ketika masih hidup? Kalau begitu kenapa dia masih mengalami penderitaan fisik?

2. Apa bedanya antara nirwana yang dicapai ketika masih hidup dengan nirwana yang dicapai setelah wafat?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: adi lim on 08 July 2011, 02:45:11 PM
1. Berarti gautama sudah mencapai nibbana ketika masih hidup? Kalau begitu kenapa dia masih mengalami penderitaan fisik?

Demikianlah Sang Bhagava yang Maha Suci, Yang Telah mencapai Penerangan Sempurna (Nibbana) ..........

Karena status masih makhluk hidup, Walaupun sudah mencapai penerangan sempurna, Sang Buddha tetap akan mengalami sakit fisik/jasmani (diatas sudah dijelaskan oleh Bro Indra),
tapi biarpun fisik/jasmani sakit, tapi Batin seorang Buddha atau Arahat tidak akan ikut sakit

Quote
2. Apa bedanya antara nirwana yang dicapai ketika masih hidup dengan nirwana yang dicapai setelah wafat?

Didalam Buddha Dhamma ada istilah Batin dan Rupa

mencapai Nibbana (anupadisesa nibbana) ketika masih hidup artinya mencapai Nibbana tapi masih ada sisa yaitu Rupa (istilah bahasa Pali), bahasa gaul badan/jasmani

mencapai Nibbana setelah wafat (anupadisesa nibbana) artinya Nibbana yang sudah tidak menyisakan Rupa(fisik sudah mati)

dan orang yang sudah mencapai Nibbana dan tidak akan terlahir lagi menjadi makhluk hidup (TAMAT)

 _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 08:23:34 PM
Hmm....
Jadi pada saat Gautama masih hidup, dia mencapai nirwana namun masih mengalami penderitaan fisik.
Kemudian setelah dia mati, barulah dia mencapai "nirwana setelah wafat". nirwana yang ini tidak menyisakan rupa (fisik sudah mati), begitukah?

Berarti, agama Buddha ini tidak memberikan solusi atas penderitaan fisik dong?
Pada saat hidup, penderitaan yang hilang cuma penderitaan batin doang.
Pada saat mati, barulah penderitaan fisiknya hilang, ya tentu saja hilang, karena fisiknya sudah mati. Tanpa perlu belajar agama Buddha pun penderitaan fisik pasti hilang kalau fisiknya mati.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: No Pain No Gain on 08 July 2011, 08:44:09 PM
Hmm....
Jadi pada saat Gautama masih hidup, dia mencapai nirwana namun masih mengalami penderitaan fisik.
Kemudian setelah dia mati, barulah dia mencapai "nirwana setelah wafat". nirwana yang ini tidak menyisakan rupa (fisik sudah mati), begitukah?

Berarti, agama Buddha ini tidak memberikan solusi atas penderitaan fisik dong?
Pada saat hidup, penderitaan yang hilang cuma penderitaan batin doang.
Pada saat mati, barulah penderitaan fisiknya hilang, ya tentu saja hilang, karena fisiknya sudah mati. Tanpa perlu belajar agama Buddha pun penderitaan fisik pasti hilang kalau fisiknya mati.

kl mau penderitaan fisik hilang, ya ga usah lahir lg..jd ga punya fisik...loh bgmn nih toh anda?

kl anda sakit, ya anda mesti nyari dokter dong..bukan nyari tokoh agama
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 09:02:28 PM
Lho jadi agama Buddha itu tidak memberikan solusi apa-apa terkait masalah penderitaan fisik?
Padahal yang saya tau, justru Gautama itu mengembara sampai mendapat pencerahan karena ingin mencari solusi atas penderitaan fisik manusia, bukan penderitaan batin doang.
Bukankah yang membuat Gautama tersentuh antara lain: melihat para pembajak yang kelelahan membajak sawah, dan melihat orang-orang yang miskin dan kena penyakit? Jelas bahwa itu semua merupakan penderitaan fisik.
Berarti Gautama tidak mendapatkan solusi apapun atas masalah yang paling dia gumulkan?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 08 July 2011, 09:11:12 PM
Kenali dulu musuh anda sebelum anda menyerang agar tdk mempermalukan anda.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 09:19:01 PM
lho lho  :o
yang menyerang tuh siapa toh  :-?
Saya benar-benar bermaksud bertanya dan sungguh-sungguh tidak ada maksud apa-apa selain itu.... beneran....  :'(
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: No Pain No Gain on 08 July 2011, 09:30:48 PM
Lho jadi agama Buddha itu tidak memberikan solusi apa-apa terkait masalah penderitaan fisik?
Padahal yang saya tau, justru Gautama itu mengembara sampai mendapat pencerahan karena ingin mencari solusi atas penderitaan fisik manusia, bukan penderitaan batin doang.
Bukankah yang membuat Gautama tersentuh antara lain: melihat para pembajak yang kelelahan membajak sawah, dan melihat orang-orang yang miskin dan kena penyakit? Jelas bahwa itu semua merupakan penderitaan fisik.
Berarti Gautama tidak mendapatkan solusi apapun atas masalah yang paling dia gumulkan?
kl mau penderitaan fisik hilang, ya ga usah lahir lg..jd ga punya fisik...loh bgmn nih toh anda?

kl anda sakit, ya anda mesti nyari dokter dong..bukan nyari tokoh agama
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 08 July 2011, 09:36:33 PM
Ada seorang berkepala botak yg berjualan obat penumbuh rambut. Menurut anda dmana letak otak dari para pembeli obat penumbuh rambut itu?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 08 July 2011, 09:50:08 PM


Gak ngerti nih saya.....  :(
Jadi maksudnya satu-satunya cara untuk melenyapkan penderitaan fisik itu adalah dengan mati dan gak usah lahir lagi?
Jadi bagaimana dengan orang-orang di seluruh dunia ini yang begitu banyak menderita (seperti yang telah disaksikan Gautama), bagaimana caranya melepaskan mereka dari penderitaan itu? Apakah dengan membunuh mereka semua supaya fisiknya mati?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: stephen chow on 08 July 2011, 10:40:10 PM
Gak ngerti nih saya.....  :(
Jadi maksudnya satu-satunya cara untuk melenyapkan penderitaan fisik itu adalah dengan mati dan gak usah lahir lagi?
Jadi bagaimana dengan orang-orang di seluruh dunia ini yang begitu banyak menderita (seperti yang telah disaksikan Gautama), bagaimana caranya melepaskan mereka dari penderitaan itu? Apakah dengan membunuh mereka semua supaya fisiknya mati?

penderitaan fisik kan bisa di hilangkan rasanya dengan kebahagian yg di ajarkan Buddha dalam ajarannya..
jika bahagia maka penderitan fisikpun bisa tidak terasa sakit..
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: rooney on 08 July 2011, 10:55:25 PM
Gak ngerti nih saya.....  :(
Jadi maksudnya satu-satunya cara untuk melenyapkan penderitaan fisik itu adalah dengan mati dan gak usah lahir lagi?
Jadi bagaimana dengan orang-orang di seluruh dunia ini yang begitu banyak menderita (seperti yang telah disaksikan Gautama), bagaimana caranya melepaskan mereka dari penderitaan itu? Apakah dengan membunuh mereka semua supaya fisiknya mati?

Simpel, tentu saja dengan mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk melepaskan diri dari samsara  :D

Bukannya malah dibunuh  :))
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Kelana on 08 July 2011, 11:06:15 PM
Lho jadi agama Buddha itu tidak memberikan solusi apa-apa terkait masalah penderitaan fisik?
Padahal yang saya tau, justru Gautama itu mengembara sampai mendapat pencerahan karena ingin mencari solusi atas penderitaan fisik manusia, bukan penderitaan batin doang.
Bukankah yang membuat Gautama tersentuh antara lain: melihat para pembajak yang kelelahan membajak sawah, dan melihat orang-orang yang miskin dan kena penyakit? Jelas bahwa itu semua merupakan penderitaan fisik.
Berarti Gautama tidak mendapatkan solusi apapun atas masalah yang paling dia gumulkan?

Ada solusinya, salah satunya yaitu dengan mengajarkan untuk memahami hukum sebab akibat. Untuk menghilangkan, mengatasi sesuatu, seseorang perlu tahu apa sesuatu itu, kemudian perlu tahu apa penyebabnya, dengan demikian dapat mengambil langkah-langkah selanjutnya untuk mengatasinya. Tanpa mengetahui apa dan penyebabnya bagaimana seseorang bisa mengatasinya? Jika seseorang tidak pernah tahu apa itu rumput ilalang, bagaimana ia bisa menemukan dan mencabutnya dari dalam kebun yang penuh aneka bunga? Bisa-bisa anggrek yang ia cabut. Jika seseorang tidak pernah tahu penyebab ilalang itu muncul terus yaitu akarnya, bagaimana ia bisa membasmi ilalang tesebut dari kebun tersebut?

Begitu juga penderitaan fisik. Seseorang perlu tahu apa itu penderitaan fisik kemudian perlu tahu apa penyebab dari penderitaan fisik tersebut.
Menurut anda, apa dan apa penyebab dari penderitaan fisik yang dialami manusia di dunia ini?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: andry on 08 July 2011, 11:22:31 PM
Sdr paulus yg baik, jika anda benar2 ingin mengetahui hilang/lepas nya penderitaan fisik yg berhubungan dgn badan jasmani ini, anda tidak cukup hanya dengan bertanya "setelah sang buddha mendapatkan pencerahan, berarti ia tdk akan menderita scr fisik dong"

Jika Pun, oleh kawan2 di jawab, hal itu hanya akan memuaskan "rasa" , "perasaan" akan eksistensi jawaban/ sebuah jawaban. Hal tersebut tidak akan mendukung anda, ke arah yg lebih, dalam hal pengembangan batin/rohani.

Jika anda memang, ingin benar2 mengetahui, ketahuilah inti nya. bukan berputar2.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Indra on 09 July 2011, 12:03:03 AM
 [at]  Paulus teguh,

ada baiknya anda baca2 dulu tulisan dari sejawat anda si petrus (http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=profile;u=1211) sebelum anda memutuskan untuk melanjutkan perjuangan rekan anda.
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: adi lim on 09 July 2011, 05:34:09 AM
at. Paulus Teguh

model kayak anda dialam DC, udah biasa.
anda boleh ulangi 'projek' teman2 seperguruan ^-^
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: anggadi88 on 10 July 2011, 09:26:45 AM
setuju dgn saudara Rooney..dengan melepaskan diri dari samsara maka dengan sendirinya penderitaan fisik bisa hilang..

sepertinya Tuhan saudara Petrus yg tidak bisa menghilangkan penderitaan fisik...
coba pikirkan..!!
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Paulus Teguh on 11 July 2011, 07:51:21 PM
 :'( :'(

aduh sudahlah... saya akan mengundurkan diri dari forum ini....

Saya katakan ini dari lubuk hati dan kejujuran terdalam saya:
Saya sama sekali tidak ada maksud menyerang agama buddha ataupun menunjukkan kesalahan agama buddha. Saya bertanya di sini murni karena keingintahuan saya dan benar-benar tidak ada maksud lain selain itu. Saya tertarik dengan ajaran agama buddha dan saya berusaha mendalaminya, dan seorang kawan saya merekomendasikan forum ini untuk bertanya-tanya. Saya membenci konflik antar agama, justru saya datang ke forum ini karena saya menghargai ajaran Buddha dan ingin mendalaminya.

Tapi kalau malah saya disalahpahami dan dituduh berbagai macam  seperti ini ya sudahlah.....  saya keluar dari forum ini deh... :'(
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: rooney on 11 July 2011, 07:59:23 PM
:'( :'(

aduh sudahlah... saya akan mengundurkan diri dari forum ini....

Saya katakan ini dari lubuk hati dan kejujuran terdalam saya:
Saya sama sekali tidak ada maksud menyerang agama buddha ataupun menunjukkan kesalahan agama buddha. Saya bertanya di sini murni karena keingintahuan saya dan benar-benar tidak ada maksud lain selain itu. Saya tertarik dengan ajaran agama buddha dan saya berusaha mendalaminya, dan seorang kawan saya merekomendasikan forum ini untuk bertanya-tanya. Saya membenci konflik antar agama, justru saya datang ke forum ini karena saya menghargai ajaran Buddha dan ingin mendalaminya.

Tapi kalau malah saya disalahpahami dan dituduh berbagai macam  seperti ini ya sudahlah.....  saya keluar dari forum ini deh... :'(

Hehehe... Soalnya sudah pernah kejadian beberapa penginjil kemari dan hasilnya NIHIL. Mereka datang kemari bukan untuk belajar namun justru mau mencari domba-domba yang hilang  ;D

Bagaimana dengan bro ?   :-?
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: Adhitthana on 11 July 2011, 11:00:52 PM
:'( :'(

aduh sudahlah... saya akan mengundurkan diri dari forum ini....

Saya katakan ini dari lubuk hati dan kejujuran terdalam saya:
Saya sama sekali tidak ada maksud menyerang agama buddha ataupun menunjukkan kesalahan agama buddha. Saya bertanya di sini murni karena keingintahuan saya dan benar-benar tidak ada maksud lain selain itu. Saya tertarik dengan ajaran agama buddha dan saya berusaha mendalaminya, dan seorang kawan saya merekomendasikan forum ini untuk bertanya-tanya. Saya membenci konflik antar agama, justru saya datang ke forum ini karena saya menghargai ajaran Buddha dan ingin mendalaminya.

Tapi kalau malah saya disalahpahami dan dituduh berbagai macam  seperti ini ya sudahlah.....  saya keluar dari forum ini deh... :'(
Yaa sudahlaah .... kalo benar2 mao memahami ajaran Buddha
Silakan baca2 dan dengar ceramah  ;D
http://bhagavant.com/home.php
http://www.ceramahdhamma.com/contents/category/ceramah-pandita/cornelis-wowor
http://dhammacitta.org/perpustakaan/
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: CintaViolet on 17 April 2013, 01:00:23 PM
Jika selama ini Anda menelan dogma secara bulat-bulat, maka cobalah untuk melepaskan semua itu. Anda harus berpikir sebagai seorang pemikir bebas (free thinker), tidak terkungkung oleh suatu konsep agama apa pun. Dengan demikian Anda memiliki kans untuk mengenal realita sesuai akal sehat.

Biasa orang pada umumnya selalu memakai pola pikir tautologisme. Yaitu pola pikir analisa yang melompat ke ujung tanpa ada korelasi yang sistematis. Seperti pertanyaan: "Kenapa pernikahan sedarah itu dilarang oleh agama x?" Jawabannya: "Karena Tuhan yang menyatakannya". Dan pertanyaan pun selesai. Pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang menghambat tumbuhnya kebijaksanaan seseorang. Jika segala sesuatu selalu diberikan ultimatum bahwa ini adalah pernyataan Tuhan, maka selamanya orang itu tidak akan berani melihat dunia. Hidupnya selalu di bawah bayang-bayang dogma.

Belajarlah untuk meneliti realita dari setiap kata. Jika ada orang yang menyatakan: "Itu semua perintah Tuhan"... Maka Anda perlu menganalisa setiap katanya.

Apa itu artinya "itu"? Seperti apa "itu"?
Apa artinya "semua"? Bagaimanakah "semua" itu?
Apa itu "perintah"? Apakah kriterian dari "perintah" itu ?
Siapa itu "Tuhan"? Apakah "Tuhan" memang seperti yang dikisahkan kitab-kitab?

yang agak sulit, karena saya sudah terbiasa berpikir bahwa sesuatunya karena Tuhan, berdoa/meminta/berterimakasih kepada Tuhan.. berbuat salah berarti berdosa kepada Tuhan..
dan ya, akhirnya saya pun mempertanyakan siapa Tuhan? kenapa Tuhan bisa ada sebagai satu-satunya pencipta jagad raya ini? berarti sebelum ada Tuhan, bagaimana? dan bagaimana proses terciptanya Tuhan? *nah, bingung deh..*

jadi bagaimana menghilangkan kebiasaan berkeTuhanan itu yah?
atau seiring berjalan waktu?
karena suka jadi serba salah..

terima kasih atas pencerahannya.. nambah pengetahuan lagi dari thread ini.. walau belum semua cerita nya habis dibaca..  ;D *mesti pelan-pelan*
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: UNAGI on 17 April 2013, 01:04:46 PM
yang agak sulit, karena saya sudah terbiasa berpikir bahwa sesuatunya karena Tuhan, berdoa/meminta/berterimakasih kepada Tuhan.. berbuat salah berarti berdosa kepada Tuhan..
dan ya, akhirnya saya pun mempertanyakan siapa Tuhan? kenapa Tuhan bisa ada sebagai satu-satunya pencipta jagad raya ini? berarti sebelum ada Tuhan, bagaimana? dan bagaimana proses terciptanya Tuhan? *nah, bingung deh..*

jadi bagaimana menghilangkan kebiasaan berkeTuhanan itu yah?
atau seiring berjalan waktu?
karena suka jadi serba salah..

terima kasih atas pencerahannya.. nambah pengetahuan lagi dari thread ini.. walau belum semua cerita nya habis dibaca..  ;D *mesti pelan-pelan*

Tidak ada yang perlu disesalkan dari tindakan Anda
Tuhan hanyalah persepsi yang hanya memuaskan pengharapan Anda terhadap berbagai persoalan hidup
Salam  _/\_
Title: Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
Post by: hemayanti on 19 April 2013, 07:55:17 AM
yang agak sulit, karena saya sudah terbiasa berpikir bahwa sesuatunya karena Tuhan, berdoa/meminta/berterimakasih kepada Tuhan.. berbuat salah berarti berdosa kepada Tuhan..
dan ya, akhirnya saya pun mempertanyakan siapa Tuhan? kenapa Tuhan bisa ada sebagai satu-satunya pencipta jagad raya ini? berarti sebelum ada Tuhan, bagaimana? dan bagaimana proses terciptanya Tuhan? *nah, bingung deh..*

jadi bagaimana menghilangkan kebiasaan berkeTuhanan itu yah?
atau seiring berjalan waktu?
karena suka jadi serba salah..

terima kasih atas pencerahannya.. nambah pengetahuan lagi dari thread ini.. walau belum semua cerita nya habis dibaca..  ;D *mesti pelan-pelan*
kalo cc udah menemukan jawaban atau segala pertanyaannya tentang Tuhan, mungkin itu bisa membantu untuk menghilangkan kebiasaan berketuhanan.
jangan merasa serba salah.
terus cari tau aja, terus belajar.