//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Abhidhamma & vipassana  (Read 199830 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #510 on: 20 August 2008, 05:18:19 PM »
Uraian kedua mengenai Vipassana I

Pada waktu menerjemahkan untuk para guru meditasi yang datang berkunjung ke Indonesia, saya sering mendengar mengenai para Yogi yang setelah beberapa hari berlatih meditasi melapor demikian,
   “Waw Sayadaw, luar biasa… saya melihat cahaya terang…. wah Sayadaw… saya merasakan chi saya berputar putar…, wah Sayadaw saya bisa melihat mahluk halus…wah Sayadaw saya merasa kosong…Wah Sayadaw saya merasa hening sekali, hingga semua suara terdengar sangat jelas… dsbnya. Teman teman ini untungnya berlatih dibawah bimbingan guru meditasi Vipassana yang terlatih yang memang dianggap telah mencapai tahap pandangan terang tertentu, sehingga dapat meluruskan pandangan siswa tersebut.

Saya pernah bertanya seberapa jauh pengalaman/pengetahuan/nyana, seorang calon guru Vipassana  di Myanmar (metode Mahasi Sayadaw) sebelum mereka diijinkan mendampingi guru meditasi meng-interview para siswa? Beliau katakan minimum Sankharupekkha nana. Sedangkan saya pernah mendengar dari Y.M. U Janaka Sayadaw sendiri mengatakan siswa yang paling cepat mencapai tahap itu dibawah bimbingannya minimum memerlukan waktu satu bulan intensif, itupun siswa tersebut memang memiliki “kecerdasan batin” yang tajam (bedakan dengan kecerdasan intelektual, kecerdasan intelektual dicapai di bangku sekolah bukan di ruang meditasi).

Semua teman-teman yang memiliki pengalaman aneh tersebut berlatih Vipassana, tetapi pengalaman yang mereka alami hanya merupakan kekotoran Vipassana, bukan insight atau pandangan terang.
Tidak ada yang luar biasa pada munculnya pandangan terang, tetapi sang siswa melihat sesuatu pada jasmani atau batinnya yang selama ini tidak tampak, sesuatu  yang menimbulkan pengertian. Pengertian inilah yang disebut nyana (perhatikan: pengertian atau nyana timbul setelah mendapatkan suatu pengalaman, bukan muncul seperti mendapat ilham atau wahyu). Memang pengalaman yang muncul bisa berbeda, tetapi prinsip dari semua pengalaman itu sama bagi semua meditator, yaitu pengalaman pengalaman yang timbul pada waktu berlatih Vipassana membuat bertambah matangnya pengertian dan kebijaksanaan meditator (wisdom dan understanding) pengertian bagaimana? yaitu batin dan jasmani bersifat tidak permanen, selalu berubah, tidak menyenangkan dan tidak memuaskan, serta susah dikendalikan, tak mau menurut dan berjalan semaunya (saya tak mau memakai istilah anicca, dukkha, dan anatta karena nanti dituduh konsep dan mencari cari atau berpikir atau kontemplasi) Bila meditator setelah bermeditasi untuk jangka waktu yang lama tidak melihat anicca, dukkha dan anatta dan tidak bertambah tajam wisdom dan understandingnya maka pastilah bahwa ia tidak ber Vipassana atau ia kurang memiliki kecerdasan batin.

Batin kita tidak mau menurut, ia berkelana semaunya, oleh karena itu diperlukan usaha agar ia mau menurut dan memperhatikan, umpamanya bila mengantuk, maka diperlukan usaha agar tidak memperhatikan sambil mengantuk, bila rasa mengantuk yang diperhatikan, maka diperlukan usaha agar jangan jatuh tertidur. Lain halnya jika batin telah menurut, seperti yang terjadi pada seorang meditator yang telah sampai pada tingkatan advance. Segala sesuatunya menjadi mudah karena batinnya telah menurut dan lentur, mudah diarahkan.

Tak ada pekerjaan apapun yang bisa dilakukan tanpa usaha, untuk bisa memperhatikan tanpa usaha atau untuk bisa memperhatikan apa adanya, juga diperlukan usaha.

Dari uraian ini mudah-mudahan teman-teman mengerti bahwa usaha selalu diperlukan pada meditator agar berbagai faktor pendukung kemajuan batin jadi seimbang, ini adalah bentuk praktek yang sesungguhnya yang diajarkan Sang Buddha, sesuai dengan Tipitaka. Bisakah anda membayangkan mengerjakan sesuatu tanpa usaha? Walau menerima hadiah undianpun masih diperlukan usaha untuk mengambil hadiahnya. Usaha adalah kondisi, hanya keadaan yang terbebas dari kondisi, maka tidak diperlukan lagi usaha, nanti akan saya terangkan seperti apa batin yang terbebas dari kondisi.

Seiring bertambah majunya meditasi Vipassana yang dilakukan meditator tersebut, maka sifat batin dan jasmani semakin dikenali dan dipahami. Bila pengertian-pengertian yang berkaitan dengan sifat sifat batin dan jasmani tidak muncul, maka meditator tak akan terdorong untuk melepas…, apalagi timbul pengalaman dahsyat yang membuat mereka menganggap mereka pendapatkan suatu “pencerahan” maka ia akan melekat pada “pengalaman pencerahannya” tersebut dan lupa bahwa prinsip Vipassana adalah melihat segala sesuatu apa adanya. Apa adanya bagaimana? Melihat apa adanya bahwa batin dan jasmani bersifat tidak kekal, bersifat tidak menyenangkan dan tidak memuaskan, susah dikendalikan dan tak mau menurut.
Pengalaman sedahsyat apapun hanya dilihat sebagai suatu fenomena saja, tidak lebih.

Pada umumnya bagi meditator pemula mudah sekali terseret, dan ia menganggap bahwa inilah Vipassana, dan tanpa ia sadari ia melekat pada fenomena tersebut karena menikmati pengalaman tersebut. Umumnya meditator pemula tidak mengerti bahwa dalam Vipassana tak ada sesuatu apapun yang berharga untuk dilekati atau dikagumi dan  pada waktu kita berlatih meditasi Vipassana, segala sesuatu hanya dianggap suatu pengalaman yang menambah pengertian kita terhadap sifat sifat batin dan jasmani, tidak lebih.

Ada seorang teman yang belum berlatih secara mendalam dan belum mengerti sifat sifat sifat Vipassana, bercerita bahwa gurunya berlatih meditasi neikung dan mengatakan bahwa gurunya telah menembus cakra ke sekian…, lebih lanjut ia mengatakan bahwa apabila latihan pengendalian neikung tersebut telah sempurna maka chi (prana)nya akan sanggup menembus cakra ubun-ubun dan bila demikian yang terjadi maka ia sudah sempurna dan ia mungkin menjadi Buddha.

Betapa banyaknya orang-orang yang berlatih neikung (atau yang sejenis) yang menganggap bahwa apabila ia telah sanggup menembus cakra ubun ubun maka ia telah menjadi Buddha. Barangkali ini yang diyakini oleh orang orang yang berlatih meditasi Chikung/neikung seperti Lu Shen Yen yang menganggap dirinya telah menjadi Buddha, dan yang lebih parah lagi adalah Lie hong Zie (pemimpin Falun Gong) yang menganggap dirinya lebih tinggi dari Buddha.

Bagaimana bila orang orang seperti Lu Shen Yen dan Lie Hong Zie beranggapan bahwa cara yang mereka latih juga adalah Vipassana? Tentu percuma berdebat dengan mereka karena mereka akan bersikeras mencari pembenaran dengan mengatakan toh banyak jalan ke Roma. Ini sesuai dengan cara berpikir orang barat dan bhikkhu barat yang terbiasa berpendapat semaunya, karena salah satu prinsip demokrasi yang dianut mereka adalah freedom of speech. Kita harus menghargai prinsip yang mereka anut. Walaupun prinsip yang mereka anut juga memiliki nilai positif dan negatif.

Tulisan ini bukan dimaksudkan justifikasi apapun hanya ingin mengungkapkan kepada teman-teman netter sekalian bahwa apabila dalam berlatih Vipasssana pengertian dan kebijaksanaan tidak berkembang, maka itu bukan Vipassana, atau bisa juga disebabkan kurang memiliki kecerdasan batiniah sehingga tidak maju-maju. Sebaliknya bila pengertian dan kebijaksanaan timbul pada waktu bermeditasi Vipassana metode tertentu, maka anda telah berlatih Vipassana.

Pengertian dan kebijaksanaan yang bagaimana? Pengertian dan kebijaksanaan yang timbul dari melihat segala sesuatu apa adanya (dengan kata lain secara lebih khusus yaitu melihat semua fenomena batin dan jasmani diliputi oleh anicca, dukkha dan anatta) inilah yang dimaksud dengan bertambah matangnya pengertian anicca, dukkha dan anatta, karena bila kita melihat apa adanya maka ketiga corak (lakkhana) inilah yang selalu nampak. Bila dalam meditasi Vipassana metode tertentu dan dalam metode tersebut kita tidak melihat anicca dukkha dan anatta maka ia sebenarnya tidak berVipassana, walaupun ia mengklaim berVipassana).

Perhatikan bahwa saya menggunakan kata “melihat” karena dalam Vipassana kita tidak berpikir tetapi mengamati, dan mencatat bila pikiran timbul. Sekali lagi ini bukan mencari, bila kita bermeditasi Vipassana dengan benar maka ketiga corak inilah yang nampak semakin lama semakin jelas. Bila ketiga corak ini tidak nampak semakin jelas maka meditasi Vipassananya tidak maju atau ia tidak berlatih meditasi Vipassana dengan benar.

Berikut adalah urutan kemajuan yang dicapai seorang meditator Vipassana,

Pertama, ia melihat ada objek yang muncul silih berganti, bila ia tidak mampu melihat maka kewaspadaannya belum berkembang. Semakin lama objek yang muncul silih berganti semakin mengerucut ( semakin sedikit) dengan semakin sedikit objek yang muncul silih berganti, maka semakin jelas objek yang muncul tersebut, oleh karena objek yang muncul semakin jelas maka ia dapat melihat dengan teliti objek yang muncul tersebut, yang selalu memiliki sifat muncul berkembang dan lenyap kembali.

Karena bersifat muncul berkembang dan lenyap kembali, maka objek objek itu nampak tidak memuaskan (batin cenderung tidak menyukai perubahan, terutama batin selalu mencari cari hal yang menyenangkan dan bila mungkin hal menyenangkan tersebut tidak berubah, inilah konseptual halus yang dibentuk oleh batin kita, berdasarkan pengalaman dan persepsi yang menyebabkan batin kita menjadi keruh). Dengan kata lain bila kita melihat segala sesuatu dengan merasa tidak senang, atau merasa senang, atau rasa bosan ataupun rasa sakit dsbnya, maka kita masih melihat dengan konsep.

Haruskah kita memperhatikan bila rasa bosan timbul? …bila kita menyadari dan memperhatikan bila rasa bosan timbul tentu rasa bosan akan lebih cepat hilang, tetapi bila tidak diperhatikan atau diamati jika kita bermeditasi terus maka rasa bosan tidak akan cepat hilang, disini kita mulai menyadari bahwa proses batin sebesar apapun akan lenyap sendirinya setelah lewat beberapa waktu karena tidak permanen, inilah anicca.

Kedua, pada tahap ini objek yang muncul silih berganti tersebut semakin lama semakin cepat lenyapnya, setelah objek batin yang muncul tersebut lenyap semakin cepat, pada saat itu juga meditator mulai kehilangan konsep yang berhubungan dengan objek yang muncul tersebut. Dalam keadaan ini batinnya mulai terlepas dari kesan kesan jasmani, dan ia mulai melihat bahwa fenomena-objek yang muncul hanya merupakan sebuah fenomena, umpamanya rasa sakit di kaki muncul, ia melihat dengan jelas rasa sakit tersebut, tetapi ia tidak melihat kesan kaki, atau kaki yang sakit, ia melihat hanya suatu fenomena yang muncul dan berubah di arah tertentu, pada jarak tertentu dari perhatiannya, tetapi itu bukan lagi sakit kaki, karena konseptual indera yang disebut kaki telah lenyap.

Konsentrasinya telah bertambah kuat sehingga ia hanya melihat objek yang masih berkait dengan indera (dalam hal ini kaki), tetapi tidak nampak indera tersebut, karena meditator tidak melihat objek tersebut berkait dengan indera maka ia melihat objek tersebut dengan batin seimbang, tidak menolak dan juga tidak menerima dengan demikian ia melihat apa adanya.

Disini kemampuan melihat apa adanya meditator semakin kuat, dibarengi dengan konsentrasi yang semakin menguat dengan sendirinya. Konsentrasi yang bagaimana? Konsentrasinya dalam hal ini ia melihat suatu objek yang muncul hanya sebagai objek (memang dalam pengertian apa adanya objek yang muncul tersebut hanya sebagai fenomena, ia bukan objek kaki, dan ia bukan bagian dari kaki, menurut kebenaran mutlak, rasa sakit di kaki hanya merupakan keadaan batin yang muncul diakibatkan oleh persepsi penolakan) pada tahap ini secara otomatis ia sanggup melihat lebih lama pada objek karena tidak terganggu (inilah samadhi atau konsentrasi), karena penyebab gangguan sudah semakin tidak memiliki daya untuk mengganggu, ini disebabkan konsentrasi yang kuat, sedangkan bagi meditator yang belum kuat konsentrasinya maka ia melihat rasa sakit tersebut adalah bagian dari kaki, karena perhatiannya terhadap fenomena rasa sakit masih ter”distracted”  oleh kesan kaki. Ini disebabkan kemelekatan yang kuat terhadap persepsi (konsep) kita, yang menghubungkan rasa sakit tersebut dengan kaki kita.

pengganggu pengganggu (distraction) yang jelas muncul pada waktu kita mengamati rasa sakit tersebut yang menyebabkan kita tak mampu melihat sakit tanpa embel embel apapun umpamanya adalah: rasa bosan…, rasa enggan..., dan distraction lainnya (misalnya ingin tahu buah pikiran)…, ingin tahu kakinya patah atau tidak…, bagaimana kalau nanti kakinya lumpuh…, jangan jangan nanti urat darahnya pecah…., dan berbagai macam distraction lainnya. Disini kita juga menguji sejauh mana batin kita tidak ter “distracted”? batin yang tidak ter-distracted disebut batin yang terkonsentrasi, inilah yang disebut batin yang tidak berkelana, inilah yang dimaksud melihat apa adanya, yaitu sakit adalah sakit dan sakit tidak terkait dengan apapun, bila objek atau fenomena sakit yang muncul masih terkait dengan sesuatu, maka itu sudah bersifat konseptual, dan itu berarti ia masih belum bisa melihat apa adanya saya ulangi lagi hubungan timbal baliknya, karena masih konseptual dan tidak melihat apa adanya maka perhatiannya masih terseret, karena perhatiannya masih terseret maka ia masih merasa sakit.

Ketiga, pada tahap lebih jauh ini semakin lama semua pengganggu semakin semakin tidak nampak isinya, semua hanya terlihat sebagai suatu impuls atau denyut belaka, sehingga tidak mengganggu. Karena ia tidak melihat isinya, inilah yang sesungguhnya yang disebut batin melihat apa adanya, karena pada tahap ini batin tidak melihat isi dari objek, maka batin tidak terlibat dengan objek tersebut, sehingga batin dapat melihat, dengan kata lain batin terlepas dari objek tersebut, dan karena tidak terlibat maka batin tidak meng “konsep” kan objek tersebut.

Karena batin tidak meng “konsep” kan semua objek yang muncul dan hanya mengamati objek yang terus menerus diamatinya, maka perhatiannya hanya memusat terhadap objek yang ia perhatikan terus menerus tersebut, dan inilah yang disebut konsentrasi. Disini kita bisa melihat bahwa konsentrasi dan perhatian saling berkait. Perhatian (sati) bersifat mengarahkan pengamatan kita pada objek, sedangkan konsentrasi (samadhi) mempertahankan pengamatan kita pada objek.

Lebih jauh lagi, semua pengganggu yang tadinya telah lemah, lambat laun tidak muncul sama sekali untuk jangka waktu yang lama, katakanlah dua jam atau tiga jam, yang tersisa hanyalah objek yang diperhatikan terus menerus. Pada tahap ini meditator mulai merasakan suatu kenyaman batin, yaitu kenyamanan karena kekotoran kekotoran pengganggu telah tidak muncul.  Satu objek yang diperhatikan tersebut hanya terlihat muncul berproses dan lenyap kembali, lalu muncul kembali berproses lalu lenyap kembali.

Sebenarnya ini juga merupakan penjelasan yang lebih lengkap lagi mengenai apa yang disebut kanika samadhi. Pada tahap inilah tercapai kanika samadhi yang sesungguhnya, yang memiliki dua kondisi, yang pertama yaitu hanya mengamati satu objek terus-menerus (samadhi) dan yang kedua yaitu, objek yang diamati terus-menerus tersebut selalu muncul dan lenyap kembali (moment to moment/anicca/khanika).

Timbul pertanyaan pada orang yang katanya sudah mencapai khanika samadhi, seperti apa?
Jika perhatiannya pada rasa sakit tidak terkait dengan apapun tentu ia dapat melihat apa adanya dan batinnya tak akan terseret dan ia tak akan merasa sakit. Bila memang demikian berarti benar ia telah mencapai kanika samadhi yang sesungguhnya, dan batinnya mulai masak. Jika masih merasa sakit duduk satu jam, maka kemungkinan besar ia belum mencapai tahap khanika samadhi yang sesungguhnya.

Kanika samadhi yang sesungguhnya adalah batin yang terus-menerus memerhatikan satu objek (selalu hanya objek tersebut karena objek batin maupun jasmani yang lain telah tidak muncul, karena meditator telah kehilangan kesan persepsi terhadap ke enam indera, yaitu kesan terhadap: indera penglihatan mata (pada waktu kita menutup mata, bukan berarti telah lenyap kesan terhadap indera mata),  indera penciuman, indera pengecapan, indera sentuhan, indera pendengaran dan terakhir indera pikiran yang sering mengganggu dan paling berbahaya. Harus diingat bahwa samma samadhi ( konsentrasi yang benar berarti perhatian kita memusat pada satu objek perhatian, mengosongkan pikiran bukan samadhi yang benar !!!),. Samadhi yang benar selalu memiliki objek yang diperhatikan. Baik dalam meditasi Samatha (sesuai dengan 40 objek meditasi yang diterangkan dalam Tipitaka) maupun meditasi Vipassana, selalu ada objek yang diperhatikan..!!!
bila batin tidak memperhatikan objek berarti batinnya lengah, idle, tak ada sati…!
[/size]

berlanjut pada bagian ke II
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #511 on: 20 August 2008, 05:20:33 PM »

Uraian kedua mengenai Vipassana II

Sebenarnya awal perbedaan pendapat yang  agak tajam terjadi antara mereka yang berlatih vipasana dan mereka yang berlatih samatha… disebabkan ke tidak tepatan pernerjemahan apa itu khanika samadhi…
Khanika berasal dari kata khana yang berarti moment atau saat, siswa Abhidhamma tentu mengerti apa yang dimaksud khana (cittakhana). Kemudian khanika (kalau tidak salah bentuk plural dari khana) diartikan sebagai momentary concentration atau moment to moment concentration (perlu di mengerti bahwa penerjemah kata tersebut belum tentu seorang meditator Vipassana, atau bila yang menerjemahkan seorang meditator Vipassana, mungkin ia tidak menemukan padanan kata yang lebih tepat, mengingat Inggris bukan bahasa nativenya).

Masalah penerjemahan inilah yang akhirnya menimbulkan perbedaan pandangan diantara praktisi Vipassana dan praktisi Samatha. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti konsentrasi saat ke saat atau terjemahan yang lebih parah yaitu konsentrasi se-saat !!!.
Sehingga menurut pengertian salah tersebut meditasi Vipassana tidak memerlukan konsentrasi yang kuat, hanya perlu konsentrasi sekali-sekali (saat ke saat/moment to moment) atau hanya konsentrasi sesaat saja (momentary).


Padahal pengertian yang benar dari khanika samadhi adalah konsentrasi terhadap khana-khana, (mungkin terjemahan bahasa Inggrisnya yang lebih tepat adalah moments concentration? Atau changing moments consentration? Atau arising and passing away concentration? Nampaknya tak ada terjemahan yang memuaskan dari  khanika samadhi). Apa itu khana? Khana yaitu satu momen atau satu saat, setiap khana terdiri dari proses muncul(upada), berkembang (thiti) dan lenyap kembali (bhanga). Satu proses timbul tenggelam atau yang kita sebut khana ini nampak pada meditator sebagai satu denyut atau satu impuls (mungkin lebih cocok nampak bagai gelombang sinus pada gelombang analog). Jadi satu khana yang terdiri dari upada, thiti dan bhanga, adalah satu denyut atau satu impuls.

Kembali lagi pada objek konsentrasi yang kita perhatikan terus-terusan (objek utama), lambat laun kita tidak lagi melihat kembung kempis sebagai bagian dari perut atau badan jasmani, kita hanya melihat kembung-kempis hanya merupakan suatu proses yang terdiri dari serangkaian proses timbul tenggelam, atau serangkaian denyut atau serangkaian impuls atau serangkaian…….anicca. Secara lebih konkritnya, setiap tarikan kembung atau kempis hanya merupakan serangkaian proses gerak yang kelihatan bagai denyut yang nampak jelas terlihat oleh batin meditator. Mengapa hanya nampak bagai denyut? Karena proses timbul tenggelam (anicca) telah menjadi jelas dan ia meliputi semua fenomena yang diamati, dan ia tak terkait dengan ke enam indera. Pada tahap ini meditator telah melihat objek pada karakteristik (lakkhana)nya.

Pada tahap ini meditator semakin mampu melihat apa adanya, karena gerak hanyalah nampak sebagai gerak dan tak terkait dengan perut walaupun gerak tersebut diakibatkan oleh perut. Karena tidak terkait dengan apapun maka dapat kita katakan bahwa inilah yang disebut pengamatan tanpa konsep, inilah pengamatan apa adanya.

Bukan hanya kembung kempis yang nampak demikian, pada waktu meditasi jalanpun juga nampak demikian, yaitu hanya nampak sebagai denyut, dan tak nampak kesan kaki melangkah, karena perhatian terpusat hanya pada gerakan kaki dan tak terkait dengan kaki. Dengan demikian pada waktu melangkahpun juga, tanpa-konsep terjadi dengan sendirinya secara alami, bukan dipikirkan atau berusaha “di tanpa-konsep kan”
Bukan hanya pada kaki atau perut. Semua gerak jasmani hanya nampak bagai denyut belaka.
Perlu rekan-rekan netter berhati hati dengan istilah tanpa konsep, karena tanpa konsep adalah pengamatan yang terjadi secara alamiah sebagai akibat konsentrasi yang dan perhatian yang kuat, bila tidak disertai dengan perhatian dan konsentrasi yang kuat, maka hanya menjadi konsep “tanpa konsep”, yang berarti sebenarnya adalah sebuah konsep juga.

Tanpa konsep yang sebenarnya adalah kemampuan untuk batin melihat apa adanya yang muncul secara alamiah, itu merupakan hasil dari latihan konsentrasi dan perhatian, (disertai usaha tentunya… bagi anda yang pernah bermeditasi tentu mengerti apa dampak buruk dari rasa ngantuk yang tak teratasi yang timbul karena kurang seimbangnya antara konsentrasi dan usaha atau semangat). Bila perhatian dan konsentrasi belum kuat, maka melihat apa adanya bersifat konseptual belaka, bukan melihat apa adanya yang sesungguhnya. Mungkin boleh coba crosscheck dengan ahli meditasi Samatha atau Vipassana yang sudah berpengalaman dan juga para ahli teori Abhidhamma maupun Sutta, mereka sudah pasti akan mengiakan bahwa kedua hal ini berkaitan langsung.

Keempat, meditator semakin lepas dari persepsi indera lebih jauh lagi, bila ia telah meditasi selama 3 jam, mungkin ia hanya merasa baru bermeditasi satu jam atau setengah jam, pada saat ini batinnya telah masak, ia dapat bermeditasi untuk waktu yang lama tanpa terganggu oleh perasaan atau persepsi yang muncul. Inilah yang dikatakan batin yang telah seimbang. Apakah yang menyebabkan keseimbangan tersebut? (Keseimbangan itu disebabkan oleh batin tidak merespon fenomena yang muncul. Semua fenomena hanya dilihat sebagai suatu bentuk saja, tanpa melihat isi dari bentuk tersebut, pada tahap ini baru batin bisa melihat semua fenomena apa adanya seperti yang tertulis di dalam Bahiya sutta atau Cula Malunkyaputta sutta (catatan: saya sudah mengenal Bahiya Sutta bahkan sebelum mengenal Vipassana, dan saya pernah mencoba mempraktekkan sesuai dengan nasehat Sang Buddha kepada Y.A. Bahiya pada waktu berVipassana, tetapi menurut pengalaman saya dengan mengamati fenomena cara Bahiya Sutta, tidak membuat orang menemukan jalan pintas. Karena kematangan batin tetap berproses secara bertahap, tidak meloncati tahap tertentu.)

Karena ia tidak melihat isinya maka ia dapat melihat apa adanya yaitu: fenomena hanya fenomena tidak lebih…!!! Fenomena tidak terkait dengan indera, tidak terkait dengan perasaan dan tidak terkait dengan apapun. Bila fenomena terkait dengan batin dan jasmani, itu karena kita mengaitkannya, kita mengonsepkannya, sehingga timbul rasa malas, rasa kantuk, rasa sakit dan berbagai hal negatif lainnya. Fenomena muncul diakibatkan suatu kondisi yang mendahului. Tetapi bila kita bisa terlepas dari kondisi tersebut maka kita juga akan terlepas dari fenomena.

Pada akhir tahap ke empat ini perhatian sudah tak tergoyahkan dan melekat kuat pada objek, ia terus menerus memperhatikan objek tanpa terputus (tetapi objeknya sendiri timbul tenggelam/berdenyut/anicca) dan hampir tak ada objek yang mengganggu perhatiannya.

Tidak ada rasa senang, rasa tidak senang, rasa bosan, rasa malas, rasa ingin tahu, rasa suka, rasa tidak suka, rasa sedih, rasa gembira dsbnya. Karena tidak ada rasa negatif yang muncul maka ia tidak bosan memperhatikan objek selama 2 jam, 3 jam… bahkan seharian… Inilah yang disebut batin telah mengatasi nivarana (penghalang batin) Inilah yang disebut khanika samadhi yang sesungguhnya, yaitu pemusatan perhatian yang kuat terhadap khana-khana (yaitu terhadap proses timbul tenggelam objek yang kita amati) bila diterapkan pada objek konsentrasi, maka batin terus mengamati denyut/impuls yang terjadi pada proses kembung-kempis tanpa terputus bahkan bisa sehari semalam selalu mengamati denyut pada kembung-kempis. Mengapa bisa sehari semalam? Karena rasa enggan, rasa bosan, rasa malas, serta kondisi-kondisi batin negatif (nivarana) lainnya sebelumnya telah diatasi dengan dengan memunculkan faktor-faktor batin positif yang berlawanan, yaitu: berusaha tidak malas bila kemalasan timbul, dengan berusaha bertahan pantang menyerah bila rasa bosan timbul dsbnya.

Kelima, sesudah batin berhenti sama sekali merespon fenomena apapun yang muncul maka, fenomena batin yang muncul sama sekali kehilangan daya tariknya, karena sebenarnya dalam keadaan yang lebih halus fenomena batin hanya nampak sebagai fenomena batin, baik atau buruk ditimbulkan oleh persepsi kita. (umpamanya rasa durian adalah rasa yang positif bagi sebagian orang Asia, tetapi merupakan rasa negatif bagi sebagian orang Asia lainnya atau orang barat. Sebaliknya rasa blue cheese (sejenis keju) adalah rasa negatif bagi sebagian besar orang Asia karena baunya seperti bau keju tengik, dan memang sebenarnya sudah tengik. Tetapi bagi sebagian orang barat, malah blue cheese mereka lebih suka daripada cheese biasa. Perbandingannya kurang lebih seperti respon terhadap terasi yang berbeda antara orang barat dibandingkan orang Indonesia. Padahal bau yang dicium sama, namun mereka merespon berbeda, karena konsep kesenangan mereka berbeda, didasarkan persepsi/ingatan yang berbeda)
Batin yang tidak merespon maka tak akan menolak maupun menyukai durian, blue cheese maupun terasi. Semua itu hanya ditanggapi sebagai suatu impuls belaka, tidak lebih. Demikian juga dengan semua fenomena yang lain, juga hanya ditanggapi sebagai suatu impuls belaka.

Karena batin menanggapi hanya sebagai suatu impuls belaka maka ketertarikan terhadap objek menjadi hilang, setelah terus menerus diperhatikan, pada akhirnya mengakibatkan meditator kehilangan ketertarikan terhadap objek yang terus menerus diperhatikan tersebut, dan akhirnya objek yang terus menerus diperhatikan juga menjadi berhenti.

Dengan berhentinya objek yang terus menerus diperhatikan maka batin terbebas. Dengan terbebasnya batin maka timbul ketenangan dan kedamaian yang luar biasa, dan dari situ muncul kebahagiaan. Pada waktu batin terbebas, ia mengetahui bahwa
-   fenomena-fenomena batin dan kondisi-kondisi batin yang mendahuluinya tidak menyenangkan, karena ia membandingkan dengan keadaan setelah lenyapnya kondisi-kondisi (inilah kebenaran Ariya pertama, yaitu kondisi-kondisi yang menimbulkan fenomena tidak menyenangkan/dukkha).
-   Selanjutnya ia mengetahui bahwa penyebab ketidak bahagiaan adalah karena fenomena fenomena batin yang timbul dari kondisi-kondisi batin (inilah kebenaran Ariya kedua).
-   Dengan berhentinya kondisi-kondisi batin maka fenomena-fenomena batin akan berhenti juga (inilah kebenaran Ariya ketiga).
-   Dan yang keempat: jalan untuk menghentikan ketidak bahagiaan yang disebabkan oleh kondisi-kondisi yang menimbulkan fenomena-fenomena adalah jalan Ariya berunsur delapan. Yang telah dilaluinya.

(terjemahan mulia saya ganti dengan Ariya sebagai terjemahan alternatif)

Dari uraian diatas bisa dilihat segala sesuatu terjadi melalui proses, memang lebih mudah bagi orang yang tak mengenal prosesnya untuk mengatakan bahwa, semua terjadi secara tiba-tiba, instantly (sehingga tak perlu menjawab bagaimana prosesnya).

Sang Buddha mengatakan dalam salah satu sutta di Samyutta Nikaya yang isinya kurang lebih mengatakan bahwa Dhamma yang Beliau ajarkan tidak terjadi secara tiba-tiba, semuanya terjadi melalui proses yang bertambah lama bertambah dalam, bagai kemiringan lantai samudera (ocean slope). Mohon kalau ada para netter yang masih ingat nomer suttanya dengan tepat, mohon beritahukan kepada para netter yang lain.
Orang-orang sekaliber Y.A. Bahiya maupun Y.A. Malunkyaputta sudah memiliki kematangan batin sehingga bisa dengan cepat masuk pada keadaan penghentian.

(sekedar tambahan) Kematangan batin juga merupakan prasyarat seorang calon Bodhisatta yang akan mendapatkan penetapan dari seorang Buddha, ia juga harus memiliki persyaratan kematangan batin sebagai berikut:
1.   Ia adalah orang yang terlahir dengan akar alobha, adosa dan amoha (tihetuka puggala)
2.   Ia adalah seorang Petapa atau Bhikkhu, maksudnya adalah orang yang batinnya telah terlatih.
3.   Apabila ia mau, ia telah sanggup menghancurkan kekotoran batin hanya dengan mendengarkan empat baris syair.
Dan berbagai persyaratan lain misalnya: ia manusia, ia pria normal, dsbnya. Dengan kata lain, batin calon Bodhisatta telah matang.

Kesimpulan akhir
Tak ada suatu peristiwa yang berkenaan batin dan jasmani yang terjadi begitu saja, semuanya melalui proses yang bertambah lama tambah berkembang, tak ada peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Sebenarnya pada kebenaran mutlak, perbedaan terletak pada kecepatan pencapaian (cepat atau lambatnya),

Maksudnya begini:
Y.A. Bahiya mencapai tingkat kesucian Arahat mungkin hanya dalam waktu 5 atau 10 menit dengan melalui proses 7 stages of purification dengan cepat, bukan dengan secara mendadak tiba-tiba mencapai tingkat kesucian Arahat (sudden enlightenment) seperti mendapat wahyu, bukan demikian.
Sedangkan si A bermeditasi mencapai tingkat kesucian Arahat mungkin dengan bermeditasi selama 5 bulan. Perhatikan disini, bukan berarti si A bermeditasi harus melalui proses, sedangkan Y.A. Bahiya tidak melalui proses, bukan demikian.
Melainkan Y.A. Bahiya menyelesaikan 7 stages of purification hanya dalam waktu 5 atau 10 menit, karena pengalaman pandangan terangnya yang sudah matang (ini bagai seseorang yang sudah ahli bermain catur, dengan tutup matapun ia dapat mengalahkan pemain catur yang cukup lumayan, demikian juga dengan seseorang yang telah mahir bersepeda, walau telah puluhan tahun tak pernah bersepeda ia dengan mudah bersepeda tanpa perlu belajar) Bisa dimaklumi Y.A. Bahiya telah berlatih Vipassana puluhan ribu tahun, maka ia dengan mudah melewati berbagai rintangan batin. sedangkan si A menyelesaikan 7 stages of purification harus menghabiskan waktu selama 5 bulan karena kurangnya latihan Vipassana di kehidupan lampau.

Bila asumsi bahwa kesucian batin bisa dicapai secara tiba-tiba tanpa melalui proses, maka kita tak perlu bermeditasi, siapa tahu kita sedang melihat daun mendadak mencapai pencerahan seperti yang dialami oleh seorang Pacceka Buddha.
Bila ada peristiwa yang terjadi secara mendadak, berarti itu terjadi secara kebetulan, karena tidak melalui proses. Bila tidak melalui proses maka semua bisa terjadi begitu saja, bila bisa terjadi begitu saja maka tak ada hukum sebab-akibat, bila tak ada hukum sebab-akibat maka tak ada hukum karma.

Lantas bagaimana yang terjadi dengan Sang Pacceka Buddha? Sama saja, Mereka menyelesaikan 7 stages of purification hanya dalam waktu singkat, karena sering berlatih di kehidupan lampau.

Dari uraian saya mudah-mudahan para netter sekalian bisa mengerti bahwa kemampuan batin “melihat segala sesuatu apa adanya” atau “melihat tanpa konsep” muncul dengan sendirinya sebagai akibat dari meditasi, yaitu seiring dengan bertambah kuatnya sati (perhatian) dan samadhi (konsentrasi atau kemampuan perhatian terus bertahan pada objek)
Kita tidak perlu berusaha untuk “melihat hanya melihat, mendengar hanya mendengar”dsbnya..karena bila meditator pemula yang batinnya belum terlatih, melakukan seperti yang dinasehatkan Sang Buddha kepada Y.A. Bahiya maupun Y.A. Malunkyaputta, maka itu adalah berarti me”melihat apa adanya”kan atau meng”tanpa konsep”kan sesuatu yang sebenarnya berkonsep. Dengan kata lain batin seorang meditator yang belum terlatih akan selalu melihat segala sesuatu dengan konseptual dan ini bersifat alami dan demikianlah adanya.

Bila meditator pemula berusaha melihat segala sesuatu apa adanya atau tanpa konsep maka itu seperti menyuruh pengemudi mobil melihat melalui kaca depan dengan jelas padahal kacanya masih penuh lumpur, maka itu tidak akan terjadi, penglihatan terhadap apa yang ada di depan kaca akan menjadi jelas dengan sendirinya bila kaca tersebut telah bersih…
Dengan kata lain meditator yang “berusaha” men”tanpa konsep”kan pengamatannya atau berusaha me”melihat apa adanya”kan pengamatannya, maka ini adalah sesuatu yang dibuat-buat…tidak alami…
Pada meditasi yang alami meditator hanya selalu menyadari dan mencatat apapun yang terjadi, tidak berpikir ini dengan konsep atau ini tanpa konsep…,ia hanya mengamati… entah itu baik atau tidak baik, konsep atau tanpa konsep, suka atau tidak suka dsbnya, dengan kata lain meditasi Vipassana tidak dilandasi praduga atau judgment ini berpikir atau ini tidak berpikir.

Bila ia mengamati “ini tanpa konsep” atau “ini dengan konsep” maka meditator tersebut sebenarnya secara halus terperangkap pada bentuk pikiran yang halus, yaitu berkontemplasi mengenai konseptual atau tidak konseptual.
Pada meditator yang belum terlatih, mengamati dengan konseptual adalah sifat alami yang tak terhindarkan dan selalu terjadi, hal itu tak perlu ditolak, hanya amati saja, bila nanti batinnya telah terlatih dan bersih maka pengamatan menjadi murni dan pengamatan tanpa konsep terjadi dengan sendirinya secara alami.

Bedakan kata-kata pengamatan dengan kontemplasi.

Semoga uraian saya mengenai proses meditasi vipassana memuaskan teman-teman para netter. 

Sukhi hotu
« Last Edit: 20 August 2008, 05:41:13 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #512 on: 20 August 2008, 07:09:31 PM »
waw mantap bro :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #513 on: 20 August 2008, 08:00:03 PM »
Asli bagus banget, bener2  mudah dicerna dan pengertian yg sangat mendalam, tidak membingungkan, dan banyak hal yg baru yg dapat dipelajari dengan baik. Thanks banget bro fabian. :lotus: 
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #514 on: 21 August 2008, 11:12:57 AM »
fabian c,

Secara garis besar, saya setuju dengan uraiannya. Tapi ada hal yang saya mau tanya,

bila kita melihat segala sesuatu dengan merasa tidak senang, atau merasa senang, atau rasa bosan ataupun rasa sakit dsbnya, maka kita masih melihat dengan konsep.
...
Batin yang tidak merespon maka tak akan menolak maupun menyukai durian, blue cheese maupun terasi. Semua itu hanya ditanggapi sebagai suatu impuls belaka, tidak lebih. Demikian juga dengan semua fenomena yang lain, juga hanya ditanggapi sebagai suatu impuls belaka.
Jadi maksudnya semua ditanggapi sebagai impuls belaka, lalu tidak tidak ada reaksi lebih lanjut? Seperti robot yang dipukul juga tidak terasa sakit? Jika terasa sakit, berarti masih berkonsep?  ;D Mohon dijelaskan lebih detail!


Batin yang tidak merespon memang tidak akan menolak ataupun menyukai durian/blue cheese. Itu sama saja seperti pengendalian ketenang-seimbangan (upekkha).
Menurut pendapat saya, Batin yang mengalami pencerahan mengetahui mengapa durian/blue cheese diterima dan ditolak. Dia mengetahui sebab akibat dari pikiran yang muncul, bukan hanya sebatas pengetahuan bahwa itu hanyalah impuls-impuls yang masuk lewat kontak indera dst. Itulah sebabnya kita semua mengetahui itu semua hanya impuls belaka, tetapi masih tidak bisa mencapai Arahatta, sebab kita belum dapat menemukan "akar"-nya. Secara sederhananya, dalam meditasi, jadi orang suci, setelah "bangun" dari meditasi, tetap keluar perilaku Lobha-Dosa-Moha.
Ketika seseorang mengetahui proses bentukan pikiran sampai pada akarnya, maka dia tidak terperangkap lagi dalam konsep pikirannya. Nah, sebetulnya proses dari mengetahui -> terbebasnya konsep ini yang saya tidak bisa jelaskan bagaimana prosesnya. Mungkin dalam Vipassana ada penjelasannya?


Quote
Tidak ada yang luar biasa pada munculnya pandangan terang, tetapi sang siswa melihat sesuatu pada jasmani atau batinnya yang selama ini tidak tampak, sesuatu  yang menimbulkan pengertian
Setuju sekali. Pandangan terang adalah pengetahuan mendalam tentang apa yang sudah ada dalam kehidupan orang itu, bukan tambahan pengetahuan lain yang baru & aneh2.


Quote
Dengan kata lain meditator yang “berusaha” men”tanpa konsep”kan pengamatannya atau berusaha me”melihat apa adanya”kan pengamatannya, maka ini adalah sesuatu yang dibuat-buat…tidak alami…
Pada meditasi yang alami meditator hanya selalu menyadari dan mencatat apapun yang terjadi, tidak berpikir ini dengan konsep atau ini tanpa konsep…,ia hanya mengamati… entah itu baik atau tidak baik, konsep atau tanpa konsep, suka atau tidak suka dsbnya, dengan kata lain meditasi Vipassana tidak dilandasi praduga atau judgment ini berpikir atau ini tidak berpikir.

Demikian juga bagi yang me-"hanya menyadari & mencatat"-kan apapun yang terjadi, me-"menyadari itu hanyalah impuls2"-kan dalam meditasi. Sebetulnya, apapun metoda dan instruksinya, memang bisa mengecoh. Untuk itulah Buddha Gotama mengajarkan metoda yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan bathin masing2.



Offline gembusmetta

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 2
  • Reputasi: -1
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #515 on: 21 August 2008, 05:31:07 PM »

Tak ada pekerjaan apapun yang bisa dilakukan tanpa usaha, untuk bisa memperhatikan tanpa usaha atau untuk bisa memperhatikan apa adanya, juga diperlukan usaha.


Kentut.
Kali ini, bukan celetukan seorang Master Zen, tapi kentut beneran.

Hampir saban hari kita kentut, tapi tak pernah perlu berusaha untuk kentut, kan? Kentut adalah contoh kegiatan tanpa usaha. Sebetulnya saya ingin mencontohkan buang air besar (BAB), tapi nanti muncul sanggahan bahwa mau BAB pun orang perlu usaha untuk pergi ke toilet, buka celana, jongkok, dst. Jadi, kentut adalah contoh yang tepat.
Ketika berkentut, makluk hidup mengalami puncak spiritualitas sehari-hari. Saat itulah kita, barang sejenak, kehilangan ego. Buktinya, kita tak sayang melepaskan kentut, kita juga tak rindu ingin segera kentut kembali. Kita tak pernah mencitai kentut, kita juga tak membenci kentut. Kita tak pernah memberi predikat ada kentut yang baik, kentut yang buruk, kentut yang indah, kentut yang jelek. Kita tak pernah bahagia karena kentut, sebaliknya kita juga tak pernah merasa menderita karena kentut. Walau kentut melekat pada kita secara alami, kita tak pernah melekat pada kentut. Batin kita tak terkondisi oleh kentut.

Kita menyikapi kentut sebagaimana ajaran Sang Budha pada pertapa Bahiya: "melihat, mendengar, dst" kentut sebagaimana adanya.

Ini posting serius, bukan junk, juga bukan guyonan.

Kadang-kadang kita melupakan realita alami karena terlalu terbelenggu pada konsep muluk.
Mungkin, nibbana tak ubahnya “kentut sepanjang waktu”.

 _/\_

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #516 on: 21 August 2008, 05:36:38 PM »
ahhh...abis kentut...lega...indahnya nibbana
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #517 on: 21 August 2008, 08:04:58 PM »
Quote
1.   Ia adalah orang yang terlahir dengan akar alobha, adosa dan amoha (tihetuka puggala)
2.   Ia adalah seorang Petapa atau Bhikkhu, maksudnya adalah orang yang batinnya telah terlatih.
3.   Apabila ia mau, ia telah sanggup menghancurkan kekotoran batin hanya dengan mendengarkan empat baris syair.
kok bisa tahu Bahiya adalah tihetuka puggala?

dan juga saya agak meragukan kebenaran mengenai patisandhi citta (kesadaran kelahiran?) yg diklasifikasi ahetuka, dwihetuka & tihetuka tsb...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #518 on: 21 August 2008, 08:08:18 PM »

Tak ada pekerjaan apapun yang bisa dilakukan tanpa usaha, untuk bisa memperhatikan tanpa usaha atau untuk bisa memperhatikan apa adanya, juga diperlukan usaha.


Kentut.
Kali ini, bukan celetukan seorang Master Zen, tapi kentut beneran.

Hampir saban hari kita kentut, tapi tak pernah perlu berusaha untuk kentut, kan? Kentut adalah contoh kegiatan tanpa usaha. Sebetulnya saya ingin mencontohkan buang air besar (BAB), tapi nanti muncul sanggahan bahwa mau BAB pun orang perlu usaha untuk pergi ke toilet, buka celana, jongkok, dst. Jadi, kentut adalah contoh yang tepat.
Ketika berkentut, makluk hidup mengalami puncak spiritualitas sehari-hari. Saat itulah kita, barang sejenak, kehilangan ego. Buktinya, kita tak sayang melepaskan kentut, kita juga tak rindu ingin segera kentut kembali. Kita tak pernah mencitai kentut, kita juga tak membenci kentut. Kita tak pernah memberi predikat ada kentut yang baik, kentut yang buruk, kentut yang indah, kentut yang jelek. Kita tak pernah bahagia karena kentut, sebaliknya kita juga tak pernah merasa menderita karena kentut. Walau kentut melekat pada kita secara alami, kita tak pernah melekat pada kentut. Batin kita tak terkondisi oleh kentut.

Kita menyikapi kentut sebagaimana ajaran Sang Budha pada pertapa Bahiya: "melihat, mendengar, dst" kentut sebagaimana adanya.

Ini posting serius, bukan junk, juga bukan guyonan.

Kadang-kadang kita melupakan realita alami karena terlalu terbelenggu pada konsep muluk.
Mungkin, nibbana tak ubahnya “kentut sepanjang waktu”.

 _/\_


wah... contoh yg tepat sekali...

kentut emg ga perlu usaha...
menahan kentut & mengeraskan kentut perlu usaha...

melepas tidak perlu usaha
melekat & menolak, perlu usaha!
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #519 on: 21 August 2008, 09:02:49 PM »
Aye rasa bernafas contoh yang paling tepat lah :))


Tak ada pekerjaan apapun yang bisa dilakukan tanpa usaha, untuk bisa memperhatikan tanpa usaha atau untuk bisa memperhatikan apa adanya, juga diperlukan usaha.


Kentut.
Kali ini, bukan celetukan seorang Master Zen, tapi kentut beneran.

Hampir saban hari kita kentut, tapi tak pernah perlu berusaha untuk kentut, kan? Kentut adalah contoh kegiatan tanpa usaha. Sebetulnya saya ingin mencontohkan buang air besar (BAB), tapi nanti muncul sanggahan bahwa mau BAB pun orang perlu usaha untuk pergi ke toilet, buka celana, jongkok, dst. Jadi, kentut adalah contoh yang tepat.
Ketika berkentut, makluk hidup mengalami puncak spiritualitas sehari-hari. Saat itulah kita, barang sejenak, kehilangan ego. Buktinya, kita tak sayang melepaskan kentut, kita juga tak rindu ingin segera kentut kembali. Kita tak pernah mencitai kentut, kita juga tak membenci kentut. Kita tak pernah memberi predikat ada kentut yang baik, kentut yang buruk, kentut yang indah, kentut yang jelek. Kita tak pernah bahagia karena kentut, sebaliknya kita juga tak pernah merasa menderita karena kentut. Walau kentut melekat pada kita secara alami, kita tak pernah melekat pada kentut. Batin kita tak terkondisi oleh kentut.

Kita menyikapi kentut sebagaimana ajaran Sang Budha pada pertapa Bahiya: "melihat, mendengar, dst" kentut sebagaimana adanya.

Ini posting serius, bukan junk, juga bukan guyonan.

Kadang-kadang kita melupakan realita alami karena terlalu terbelenggu pada konsep muluk.
Mungkin, nibbana tak ubahnya “kentut sepanjang waktu”.

 _/\_


Kalo aye bahagia kalo kentut didepan umum, orang2 sekitarpun ikut bahagia tertawa (sambil marah kakakakak) :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #520 on: 22 August 2008, 08:46:30 AM »
Jangan disalahpahami bahwa ada "usaha" untuk melepas. Tidak ada yang bisa diusahakan untuk melepas langsung, juga tidak ada yang bisa diusahakan untuk melekat/menolak langsung. Silahkan coba berusaha untuk melekati sesuatu yang memang tidak disukai. Hasilnya juga sama dengan berusaha melepas sesuatu yang sudah melekat. Yang dimaksud usaha itu adalah mengkondisikan suatu pelepasan atau pelekatan/penolakan terhadap sesuatu.

Mengenai "kentut", jangan disamakan istilah usaha dalam fisika. 


Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #521 on: 22 August 2008, 09:09:58 AM »
Dengan membungkukkan badannya ia memberi hormat kepada Buddha, dan dirinya tenggelam dalam kemegahan aura Buddha, ia mendekati Bhagavà, bersujud dengan lima titik sentuhan ke tanah, menyembah dan mengusap kaki Bhagavà dengan penuh hormat, menciumnya dengan bersemangat. Ia berkata:
“Yang Mulia, sudilah Bhagavà membabarkan khotbah kepadaku. Khotbah yang dibabarkan oleh Yang Selalu Berkata Benar akan bermanfaat bagiku untuk waktu yang lama.”
Buddha berkata, “Bàhiya, sekarang bukan waktunya membabarkan khotbah. Kami sedang mengumpulkan dàna makanan di kota.”
(“Apakah Buddha mempunyai waktu yang tidak tepat untuk menyejahterakan makhluk-makhluk hidup?” Jawabannya: ‘Waktu yang tidak tepat’ di sini merujuk bukan pada Buddha tetapi kepada si penerima pesan Buddha. Adalah di luar batas kemampuan orang biasa (bahkan bagi seorang Arahanta) untuk dapat mengetahui matangnya indria seseorang sehingga mampu menerima pesan Buddha. Indria Bàhiya belum cukup matang untuk menerimanya. Tetapi adalah sia-sia untuk menjelaskan kepadanya, karena ia tidak akan memahaminya: itulah sebabnya Buddha hanya memberikan alasan, “Kami sedang mengumpulkan dàna makanan” untuk tidak membabarkan khotbah dan tidak menyebutkan tentang indria yang belum matang. Intinya adalah walaupun Buddha telah siap untuk membabarkan khotbah kepada orang yang mampu memahaminya, Buddha tahu kapan orang itu siap dan kapan orang itu belum siap. Beliau tidak akan membabarkan khotbah hingga indria si pendengar cukup matang karena hanya dengan cara itu khotbah itu akan dapat memberikan Pencerahan kepada si pendengar.)
Ketika Buddha mengatakan hal itu, Bàhiya Dàrucãriya berkata untuk kedua kalinya, “Yang Mulia, tidak mungkin aku mengetahui apakah Bhagavà akan menjumpai bahaya yang mengancam kehidupan-Nya, atau aku akan menjumpai bahaya yang mengancam kehidupanku. Karena itu sudilah Bhagavà membabarkan khotbah kepadaku. Khotbah yang dibabarkan oleh Yang Selalu Berkata Benar akan bermanfaat bagiku untuk waktu yang lama.”

Dan untuk kedua kalinya Buddha berkata, “Bàhiya, sekarang bukan waktunya membabarkan khotbah. Kami sedang mengumpulkan dàna makanan di kota.” (Jawaban ini diberikan karena indria Bàhiya masih belum matang.)
(Kekhawatiran Bàhiya akan keselamatannya adalah karena telah ditakdirkan bahwa kehidupannya saat itu adalah kehidupannya yang terakhir dan jasa masa lampaunya mendesaknya untuk mengkhawatirkan keselamatannya. Alasannya adalah bahwa seseorang yang ditakdirkan untuk menjalani kehidupan terakhirnya dalam saÿsàra tidak mungkin meninggal dunia sebelum menjadi seorang Arahanta. Buddha ingin membabarkan khotbah kepada Bàhiya dan terpaksa menolak untuk kedua kalinya karena alasan: Buddha mengetahui bahwa Bàhiya diliputi oleh kegembiraan dan kepuasan karena melihat Tathàgata di mana hal ini tidak mendukung pencapaian Pandangan Cerah; batinnya harus ditenangkan hingga pada tahap seimbang. Di samping itu, perjalanan yang dilakukan oleh Bàhiya sejauh seratus dua puluh yojanà dalam satu malam pasti membuatnya lelah secara fisik. Ia memerlukan istirahat sebelum mampu mendengarkan khotbah itu dengan baik.)
Untuk ketiga kalinya Bàhiya Dàrucãriya mengajukan permohonan kepada Buddha. Dan Buddha mengetahui:
(1) bahwa batin Bàhiya telah tenang hingga pada tahap seimbang;
(2) bahwa ia telah beristirahat dan telah mengatasi keletihannya;
(3) bahwa indrianya sudah cukup matang; dan
(4) bahaya kehidupannya sudah sangat dekat, memutuskan bahwa waktunya telah tiba untuk membabarkan khotbah. Demikianlah, Buddha membabarkan khotbah secara singkat sebagai berikut:
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #522 on: 22 August 2008, 09:11:15 AM »
“(1) Demikianlah, Bàhiya, engkau harus melatih dirimu: dalam melihat objek-objek terlihat (semua objek terlihat), menyadari bahwa melihat adalah hanya melihat; dalam mendengarkan suara, menyadari bahwa mendengar adalah hanya mendengar; demikian pula dalam mencium bau-bauan, mengecap dan menyentuh objek-objek sentuhan, menyadari bahwa mencium, mengecap, menyentuh adalah hanya mencium, mengecap dan menyentuh; dan dalam menyadari objek-objek pikiran, yaitu pikiran dan gagasan, menyadari bahwa itu hanyalah menyadari.”

“(2) Bàhiya, jika engkau mampu tetap menyadari dalam melihat, mendengar, mengalami, dan mengenali (empat kelompok) objek-indria, engkau akan menjadi seorang yang tidak berhubungan dengan keserakahan, kebencian, dan kebodohan sehubungan dengan objek-objek terlihat, suara yang terdengar, objek-objek yang dialami, atau objek pikiran yang dikenali. Dengan kata lain, engkau akan menjadi seorang yang tidak serakah, tidak membenci, dan tidak bodoh.”

“(3) Bàhiya, terhadap objek-objek terlihat, suara yang terdengar, objek-objek yang dialami, objek-objek pikiran yang dikenali, engkau tidak boleh berhubungan dengannya melalui keserakahan, kebencian atau kebodohan, yaitu, jika engkau ingin menjadi seorang yang tidak memliki keserakahan, kebencian dan kebodohan, maka, Bàhiya, engkau harus menjadi seorang yang tidak memiliki keserakahan, keangkuhan atau pandangan salah sehubungan dengan objek yang dilihat, didengar, dialami atau dikenali. Engkau tidak boleh menganggap ‘Ini milikku’ (karena keserakahan), tidak memiliki konsep ‘aku’ (karena keangkuhan), tidak mempertahankan gagasan atau konsep ‘diriku’ (karena pandangan salah).”

“(4) Bàhiya, jika engkau sungguh ingin menjadi seorang yang tidak memiliki keserakahan, keangkuhan atau pandangan salah sehubungan dengan objek yang dilihat, suara yang didengar, objek-objek nyata yang dialami, objek-pikiran yang dikenali, maka Bàhiya, (dengan tidak adanya keserakahan, keangkuhan dan pandangan salah dalam dirimu) engkau tidak akan terlahir kembali di alam manusia, juga tidak akan terlahir kembali di empat alam lainnya (yaitu, alam dewa, Niraya, binatang, dan hantu kelaparan atau peta). Selain kehidupan yang sekarang (di alam manusia) dan empat alam kelahiran kembali lainnya, tidak ada alam lainnya bagimu. Tidak-munculnya batin-dan-jasmani baru adalah akhir dari kotoran yang merupakan dukkha dan akhir dari kelahiran kembali yang merupakan dukkha.”Demikianlah Buddha membabarkan Dhamma yang memuncak pada Pelenyapan tertinggi atau Nibbàna di mana tidak ada lagi unsur-unsur kehidupan (khandha) tersisa.


(Bàhiya Dàrucãriya adalah seseorang yang lebih tepat diberikan penjelasan singkat (saÿkhittaruci-puggala). Karena itu Buddha menjelaskan enam objek indria tanpa menyebutkan seluruh enam itu secara terperinci, tetapi menggabungkan bau, rasa dan objek sentuhan sebagai ‘objek-objek nyata.’ Demikianlah objek-objek indria itu dikelompokkan dalam empat kelompok: apa yang dilihat (diññha), apa yang didengar (suta), apa yang dialami (mutta), dan apa yang disadari (vi¤¤àta).

(1) Sehubungan dengan empat langkah penjelasan di atas (1) dalam nasihat Buddha agar menyadari melihat sebagai hanya melihat, mendengar sebagai hanya mendengar, mengalami sebagai hanya mengalami, mengenali sebagai hanya mengenali saat berhubungan dengan empat kelompok objek-objek indria masing-masing yang merupakan fenomena berkondisi, mengandung arti bahwa kesadaran-mata muncul dalam melihat objek-objek terlihat, kesadaran-telinga muncul dalam mendengar suara, kesadaran-hidung muncul dalam mencium bau, kesadaran-lidah muncul dalam mengecap rasa, dan kesadaran-pikiran muncul dalam mengenali objek-pikiran, hanya ada kesadaran dan tidak ada keserakahan, kebencian, dan kebodohan di sana. (Pembaca harus memelajari sifat dari proses lima pintu-indria dan proses pintu-pikiran.)
(Kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah dan kesadaran-badan, lima jenis kesadaran ini disebut lima jenis kesadaran-indria.) Buddha menasihati Bàhiya agar ia berusaha dengan tekun untuk tidak membiarkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan merasuki impuls momen-pikiran yang mengikuti lima-pintu indria dan proses-pintu-pikiran yang muncul seketika saat munculnya lima jenis kesadaran-indria itu, dalam setiap tahapnya tidak ada keserakahan, kebencian atau kebodohan, namun hanya kesadaran-indria saja. Karena menilai objek-objek indria tersebut secara alami akan menimbulkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
(Buddha menasihati Bàhiya agar ia berusaha dengan tekun untuk tidak membiarkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan merasuki impuls momen-pikiran karena Beliau ingin Bàhiya memahami konsep keliru seperti, “Ini kekal,” “Ini bahagia,” atau “Ini memiliki inti,” yang cenderung merasuki (pikiran yang tidak terjaga) sehubungan dengan empat kelompok objek-indria tersebut. Hanya jika seseorang menganggapnya sebagai tidak kekal, menyedihkan, buruk dan tanpa-diri, maka tidak akan muncul anggapan keliru sebagai kekal, bahagia, indah dan memiliki inti; hanya akan muncul Pandangan Cerah di mana impuls baik mengikuti (proses-pikiran netral pada tahap kesadaran-indria). Buddha memperingati Bàhiya agar menjaga dari pikiran salah akan fenomena berkondisi yang mewakili empat kelompok objek-indria sebagai kekal, bahagia, indah dan memiliki inti dan memandangnya sebagaimana adanya, yaitu, tidak kekal, menyedihkan, buruk, dan tanpa-diri, dan dengan demikian melatih Pandangan Cerah agar impuls baik mengikuti (kesadaran indria).
(Dengan menunjukkan pandangan benar dalam memandang empat jenis objek indria yang merupakan fenomena berkondisi, sebagai tidak kekal, menyedihkan, buruk dan tanpa-diri, Buddha (dalam 1 di atas) mengajarkan enam tingkat rendah dari Kesucian dan sepuluh tingkat Pandangan Cerah kepada Bàhiya Dàrucãriya.)

Dalam (2), “Bàhiya, jika engkau dapat tetap waspada dalam melihat, mendengar, mengalami dan menyadari empat kelompok objek-indria yang merupakan fenomena berkondisi melalui sepuluh tahap Pandangan Cerah dan mencapai Pengetahuan Jalan, maka engkau telah melenyapkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan; engkau bukanlah seorang yang serakah, yang membenci, atau yang bodoh; dengan kata lain, engkau akan bebas dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Ini menunjukkan Empat Magga.) (Dalam (3): para Ariya saat mencapai Ariya-Phala bebas total dari pengaruh keserakahan, keangkuhan, dan pandangan salah, sehingga mereka tidak pernah menganggap segala fenomena berkondisi yang disajikan oleh empat kelompok objek-indria sebagai ‘aku’, ‘milikku’ atau ‘diriku’. Ini menunjukkan Ariya-Phala.)

(Dalam (4): Seorang Arahanta setelah saat kesadaran-kematian lenyap tidak terlahir kembali apakah di alam manusia ini atau di empat alam lainnya. Ini adalah pelenyapan total dari kelompok-kelompok batin dan jasmani, dan disebut Nibbàna tanpa meninggalkan sisa dari kelompok-kelompok kehidupan. Langkah ini menunjukkan Nibbàna tertinggi, Pelenyapan tanpa sisa.)
Bàhiya Dàrucãriya bahkan selagi mendengarkan khotbah Buddha, menyucikan empat jenis moralitas kebhikkhuan, dan menyucikan batinnya melalui konsentrasi, dan mengembangkan Pandangan Cerah yang dilakukan dalam waktu yang singkat itu hingga ia mencapai Arahatta-Phala lengkap dengan empat Pengetahuan Analitis (Pañisambhidà ¥àõa). Ia mampu menghancurkan semua àsava, kotoran moral, karena ia adalah individu yang berjenis sangat langka (karena jasa masa lampaunya) yang ditakdirkan untuk mencapai Pencerahan dalam waktu singkat, karena telah memiliki pengetahuan yang dibawa sejak lahir.
Setelah mencapai Arahatta-Phala, Yang Mulia Bàhiya Dàrucãriya, melihat dirinya sendiri dengan Pengetahuan Peninjauan (Paccavekkhaõà ¥àõa) yang terdiri dari sembilan belas faktor, merasa perlu, seperti biasanya seorang Arahanta, untuk menjadi bhikkhu dan memohon Buddha untuk menahbiskannya. Buddha bertanya, “Apakah engkau memiliki mangkuk dan jubah bhikkhu?” “Belum, Yang Mulia,” ia menjawab. “Kalau begitu,” Buddha berkata, “Pergilah cari dulu.” Setelah berkata demikian, Buddha melanjutkan menerima dàna makanan di Kota Sàvatthã.

(Bàhiya telah menjadi seorang bhikkhu pada masa ajaran Buddha Kassapa. Ia tetap menjadi bhikkhu dan berusaha mencapai Pencerahan selama dua puluh ribu tahun. Pada masa itu, jika ia menerima kebutuhan bhikkhu, ia berpikir bahwa perolehan itu ia dapatkan berkat jasa masa lampaunya sendiri dan tidak membaginya dengan bhikkhu lainnya. Karena kurangnya kedermawanan dalam memberikan jubah atau mangkuk kepada bhikkhu lainnya, ia kekurangan jasa yang dapat mendukungnya agar dapat dipanggil oleh Buddha, “Datanglah, Bhikkhu.” Ada guru-guru lain yang dengan berbeda menjelaskan tentang mengapa Buddha tidak memanggil Bàhiya dengan kata-kata “Datanglah, Bhikkhu.” Menurut mereka Bàhiya terlahir sebagai seorang perampok pada masa tidak ada Buddha yang muncul di dunia. Ia merampok seorang Pacceka Buddha, mengambil jubah dan mangkuknya dan membunuhnya dengan busur dan panahnya. Buddha mengetahui bahwa karena perbuatan jahat itu, Bàhiya Dàrucãriya tidak akan dapat memperoleh jubah dan mangkuk yang diciptakan melalui pikiran (Bahkan jika Buddha memanggilnya, “Datanglah, Bhikkhu”) (Komentar Udàna). Namun, akibat yang ditimbulkan dari perbuatan jahat ini lebih sesuai jika dihubungkan dengan kenyataan nasib Bàhiya yang tidak memiliki pakaian yang pantas selain serat-serat kayu.)

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #523 on: 22 August 2008, 09:15:15 AM »
^atas...

adalah kutipan dari buku MAHA BUDDHAVAMSA tentang thera bahiya. Kelihatannya khotbah BUDDHA kepada Thera Bahiya tidak sesingkat yang diperkirakan. Tuntunan vipasanna (kalau boleh dikatakan begitu), kelihatannya lebih mendetail di sumber ini dibandingkan dengan sumber lainnya.

Ada petunjuk untuk memurnikan moralitas dengan memutuskan keserakahan, keangkuhan dan pandangan salah. Jadi Bahiya mencapai pencerahan bukan dengan hanya "tanpa usaha", tetapi kelihatannya Bahiya berhasil untuk memurnikan moralitas dengan singkat melalui konsentrasi yang kuat dan ditunjang oleh bakat (bibit) Bahiya sendiri akibat karma karma lampaunya.

Kita lihat di bait ke (3) dari tuntunan BUDDHA kepada BAHIYA, diberikan petunjuk kepada Bahiya supaya terhadap objek-objek terlihat, suara yang terdengar, objek-objek yang dialami, objek-objek pikiran yang dikenali, tidak boleh berhubungan dengannya melalui keserakahan, kebencian atau kebodohan. (Lobha, Dosa dan Moha).

Bagaimana pendapat rekan rekan semua tentang adanya persepi bahwa Bahiya Sutta merupakan tuntunan vipasana "tanpa usaha" ??

« Last Edit: 22 August 2008, 09:24:17 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #524 on: 22 August 2008, 09:24:19 AM »
 :)  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada