Sampai sejauh ini, jelas bahwa di thread ini ada dua pendapat yang berbeda: (1) kebijakan Ajahn Brahm membolak-balik 4KM itu tidak apa-apa, dan (2) kebijakan itu patut disesalkan. Masing-masing pihak sudah mengemukakan dasar-dasar pertimbangannya secara panjang lebar.
Ada lagi yang mau dikemukakan?
Salam,
Hudoyo
Sejak saya menulis yang di atas, kemudian saya tinggal ke Malang, telah muncul beberapa posting baru; tetapi saya tidak melihat ada hal-hal baru yang dikemukakan, baik oleh pihak yang menerima kebijakan Ajahn Brahm maupun yang menolaknya.
Hanya saja saya melihat diskusi memusat pada suatu pepatah: "Nibbanam paramam sukham." ("Nibbanam adalah kebahagiaan tertinggi.") - Pepatah ini dipakai oleh Ajahn Brahm sendiri untuk menjustifikasikan kebijakan beliau mengubah rumusan "Lenyapnya Dukkha" menjadi "Kebahagiaan Tertinggi," lalu membolak-balik urutan 4 Kebenaran Suci.
Betul, ada pepatah bahwa Nibbana adalah "Kebahagiaan Tertinggi". Tetapi Sang Buddha tidak mengajarkan "paramam sukham"; Sang Buddha mengajarkan "dukkha-nirodha". Mengapa? Oleh karena, "paramam sukham" TIDAK MUNGKIN DIPAHAMI DENGAN BENAR selama orang tidak memahami DUKKHA. Untuk sampai pada "paramam sukham" orang harus memahami DUKKHA lebih dulu dan memahami DUKKHA-SAMUDAYA lebih dulu.
Mengajarkan "paramam sukham" TANPA mengajarkan DUKKHA lebih dulu--dengan dalih untuk menarik perhatian orang, dengan harapan bahwa belakangan orang itu akan belajar DUKKHA--itulah yang saya namakan MENJUNGKIRBALIKKAN Buddha Dhamma di atas kepalanya sendiri.
*****
Tentang ASUMSI bahwa orang tertarik kepada Buddha Dhamma karena menjanjikan "paramam sukham" kemudian akan belajar Buddha Dhamma lebih dalam, kita harus melihat lebih jauh lagi. Sampai sekarang itu baru asumsi. … Memang benar barangkali bahwa lebih banyak orang datang ke kebaktian, lebih banyak orang membaca buku-buku Buddha-dhamma, lebih banyak orang berdiskusi tentang Dhamma, dsb. Tapi …
Bagi saya, memahami Buddha Dhamma berarti melakukan 8 Jalan Mulia, dan itu tidak bisa tanpa meditasi. Jadi 8 Jalan Mulia HANYA DAPAT DITEMBUS sepenuhnya apabila orang bermeditasi, bukan cuma menjalankan SILA saja. Meditasi yang dimaksud di sini adalah vipassana bhavana. Tanpa bermeditasi vipassana orang tidak bisa memahami ajaran Buddha sepenuhnya, betapa pun ia hafal isi kitab suci Tipitaka.
Jadi pertanyaannya adalah: apakah orang-orang yang semula tertarik kepada "Agama Buddha" karena janji "paramam sukham" lalu bermeditasi vipassana? -- Silakan lihat di kanan-kiri Anda.
Saya kok meragukan itu. Umat Buddha saja, yang memahami Dhamma dengan baik, bahkan menguasai Abhidhamma sepenuhnya, tidak banyak yang benar-benar melakukan vipassana-bhavana sepanjang hidupnya … apalagi orang yang masuk Agama Buddha dengan iming-iming “kebahagiaan tertinggi”.
*****
Selanjutnya, saya setuju dibuka thread baru: "Dhamma-tainment". Di situ kita bisa bicara lebih luas daripada sekadar kebijakan Ajahn Brahm.
Salam,
hudoyo