Sutta-nya panjang, tidak? Kalau berkenan, tolong dipostingkan di sini, Bro. Supaya teman-teman juga bisa membacanya.
Cukup panjang. Saya kutipkan sebagian saja.
Pada bagian orang awam:
"Here, bhikkhus, the not learned ordinary man, not seeing Great Men, not clever and not trained in the noble Teaching , perceives earth,
thinking(maññati) it’s earth, becomes earth, thinks it is mine, delights. What is the reason: I call it not knowing thoroughly.
Perceives water...fire... wind ... beings ... ... nothingness ... neither perception nor non-perception ... seen ... heard ... ... nibbana perceives nibbana, thinking it’s nibbana, becomes nibbana, thinks it is mine, delights."
Pada bagian orang yang berlatih, "perceives earth,
should not think (mā maññi) it's earth."
Pada bagian orang yang telah bebas, "perceives earth,
does not think (na maññati) it's earth."
Dalam terjemahan lain, "think" diganti dengan "conceive".
Saya juga tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Tetapi saya bisa menggunakan akal sehat untuk menimbangnya. Kalau saya tidak menimbang ajaran-ajaran yang ada, saya tidak mungkin memakai nick upasaka.
Apakah berarti yang tidak sepaham dengan Bro Upasaka = akalnya kurang sehat atau bagaimana?
Menggunakan argumen "tidak mampu menilai suatu ajaran lewat kulitnya" hanya akan membuat kita meyakini semua ajaran adalah benar. Sebab jika kita tidak bisa melihat kesalahan yang ada di setiap ajaran, kita hanya bisa menilai semuanya mungkin benar.
Untuk kasus saya, terbalik.
Saya menggunakan praduga "semua ajaran meragukan". Lalu bagaimana memilihnya? Selidiki satu per satu. Dalam penyelidikan, tentu sebatas kemampuan kita sendiri. Namun kalau kita menyelidiki dengan benar, seksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), akan mampu melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif.
Ini pembahasan klise. Oleh karena itu, akan saya ulangi lagi di sini... Ketika melaksanakan meditasi untuk mencapai Pencerahan, tentu saja yang harus dilakukan adalah mengamati segala fenomena (timbul-berlangsung-tenggelam). Ketika melaksanakan meditasi, maka yang dilakukan adalah bermeditasi.
Daya-upaya Benar memiliki definisi mengembangkan hal yang bermanfaat dan mengikis hal yang tidak bermanfaat. Belakangan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "mengembangkan hal yang baik, dan mengikis hal yang buruk". Ini salah penerjemahan. Menjalankan Daya-upaya Benar bisa dilaksanakan di luar meditasi; juga bisa dilakukan saat bermeditasi. Mengembangkan jhana untuk memudahkan pencapaian meditatif merupakan salah satu hal bermanfaat yang dikembangkan. Mengikis kekotoran batin dengan cara menyadari timbul-berlangsung-tenggelamnya nafsu itu merupakan salah satu praktik mengikis hal yang tidak bermanfaat. Lalu di mana irelevansinya?
Jadi Bro Upasaka tetap menyatakan usaha benar ada di dalam vipassana? Yah tidak apa. Saya tidak akan melanjutkan.
Saya tetap berpegang pada "kamma bukan gelap bukan terang, berakibat bukan gelap bukan terang yang menuju pada lenyapnya kamma." (Kammaṃ akaṇhaasukkaṃ akaṇhaasukkavipākaṃ kammakkhayāya saṃvattati.)
Saya juga tahu maksud pertanyaan Anda pada Bro Fabian...
Anda mengatakan a-LDM juga tidak kekal. Ini a-LDM yang mana? Apakah a-LDM sebagai lawan dari kondisi batin LDM? Iya, saya juga setuju. Tapi kalau maksudnya a-LDM adalah kondisi batin yang tidak diliputi a-LDM, saya tidak setuju kalau dinyatakan tidak kekal.
Banyak pendapat seputar paradoks dualitas antara LDM dan a-LDM. Menurut saya, LDM memang anicca. Kondisi batin putthujana juga bisa dalam keadaan a-LDM, tapi juga anicca. Namun para Arahanta yang sudah lepas dari kondisi LDM, jelas berada dalam kondisi a-LDM; dan keadaannya bukan anicca. Sebab LDM bisa muncul disebabkan oleh avijja. Jika penyebabnya sudah tidak ada, LDM pun tidak akan muncul lagi. Tidak ada penyebab, maka tidak akan ada akibat. Jika tidak ada penyebab, maka tidak akan terbentuk, tidak mengalami perubahan, dan tidak akan musnah. Dengan kata lain, a-LDM ini bukan anicca.
Mengetahui bahwa segala sesuatu yang bersyarat (timbul-berlangsung-tenggelam) adalah tidak kekal, dan karena tidak kekal akan membawa ketidak-puasan; sehingga tidak layak untuk dilekati sebagai "aku" atau "diriku"; maka itulah yang disebut dengan Pencerahan. Karena tidak ada lagi nafsu keinginan dan kemelekatan pada segala sesuatu, maka tidak akan ada sankhara lagi. Karena tidak ada sankhara, maka itulah padamnya nafsu keinginan. Ketika nafsu keinginan padam, maka tidak akan ada suka maupun duka di batin. Dan itulah Nibbana = Kebahagiaan Tertinggi; yang saya pahami.
Berarti memang kita tidak sependapat. Mungkin Bro Upasaka mengatakan Arahat senantiasa melakukan kusala karena yang akusala sudah hilang. Bagi saya, Arahat tidak melakukan lagi baik kusala maupun akusala. Meminjam istilah Bhante Uttamo, "seperti bunga mekar demi mekarnya itu sendiri, bukan demi apa pun."