//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!  (Read 77470 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #60 on: 16 June 2010, 11:10:33 AM »
Anda memang sering sekali mengatakan tidak setuju dengan cara Pak Hudoyo menjelaskan suatu hal. Saya pikir Anda juga setuju kalau apa yang Pak Hudoyo jelaskan ini tidak sesuai dengan Buddhisme Theravada.
Pada bahasan yang menjadi TS, menurut saya memang sudah sedikit keluar jalur.

Quote
Bisakah Bro Kainyn memberi referensi Sutta atau komentar mengenai penjelasan "mannati" dalam Buddhisme Theravada? Saya ingin mendalaminya dahulu sebelum berkomentar lebih jauh.
Majjhima Nikaya, 1.  Mulapariyaya Sutta.

Quote
Kalau untuk hal ini, kita perlu referensi jelas mengenai definisi "pikiran berhenti" di MMD. Kalau saya tidak punya referensinya, jadi sebatas intepretasi dari apa yang pernah saya baca. Dan saya sendiri sudah lupa di mana referensi yang pernah saya baca itu. Jadi kalau kita belum punya referensi faktual mengenai "pikiran berhenti" di MMD, kita sulit melanjutkan pembahasan yang satu ini.
Hal ini pernah dibahas di DC dalam salah satu thread. Tapi karena sebegitu banyak thread mengenai MMD, saya jujur enggan untuk mencarinya. Saya juga malas untuk memperpanjang pembahasan mengenai ini, hanya menyinggungnya saja karena saya pikir Bro Upasaka belum sempat baca penjelasan "pikiran" itu.

Quote
Pandangan antar sesama "Buddhist Theravada" maupun antar guru meditasi mungkin saling berbeda. Namun fondasinya tetap Buddhisme Theravada. Sedangkan MMD yang diajarkan Pak Hudoyo adalah metode yang berbasis pandangan Khrisnamurti, kemudian dikembangkan dengan intepretasi pribadi seorang Bapak Hudoyo Hupudio, dan menggunakan beberapa penggalan metode meditasi Buddhisme Theravada yang disadur ulang oleh Bapak Hudoyo sendiri dengan berbagai cara.
Sejauh yang saya lihat sesuai dengan Ajaran Buddha, akan saya katakan demikian. Tidak lebih, tidak kurang. Demikian pula sikap saya terhadap semua orang.

Quote
Buat saya, selama orang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha, apapun metodenya, seberapa pun kekurangannya, bagaimanapun pandangan salahnya, saya menghargainya sebagai "bhikkhu". Tetapi saya tidak menganggap semua orang yang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Mengapa? Sebab saya pikir Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambala, Pakudha Kaccayana, Nigantha Nataputta, Sanjaya Vellathaputta, para petapa Jainisme, pemeluk Agama Hindu, serta Jiddu Khrisnamurti; bukanlah siswa Sang Buddha meskipun mereka memiliki niat untuk lepas dari dukkha.
Betul. Saya koreksi, jika seseorang berusaha melepaskan diri dari dukkha dengan panduan dari Ajaran Buddha, saya sebut siswa Buddha. Selama Pak Hudoyo memegang teguh Bahiya Sutta & Mulapariyaya Sutta tanpa diubah-ubah, saya anggap sebagai siswa Buddha. Mengenai aplikasinya apakah terpengaruh ajaran lain (J.K./Tao/lainnya), selama tidak manganulir inti dari Ajaran Buddha, saya pikir itu hanya keterkondisian saja. 

Quote
Tentu semua hal jika dibandingkan masing-masing memiliki persamaan dan perbedaannya. Karena itu kita tidak bisa melihat secara garis besar, tapi kita harus melihat dan membandingkannya dari skala yang paling fundamental.

Penjelasan Sang Buddha bahwa akar kejahatan adalah LDM itu bukan keliru. Jika ada siswa yang malah jadi melekat untuk mengikis LDM, itu adalah kesalahan pandangannya. Penjelasan Pak Hudoyo bahwa akar kejahatan adalah "aku" itu tidak masalah, asalkan jangan dinyatakan bahwa inilah makna sesungguhnya di Buddhisme (Theravada). Maksudnya, kalau Pak Hudoyo mau membuat term baru, silakan saja. Tetapi jangan mengklaim seolah-olah inilah makna di Buddhisme sesungguhnya, dan LDM itu buatan oknum Buddhisme.
Betul. Karena dengan mengatakan hal tersebut, seolah-olah pengajar Theravada lain yang mengajarkan dengan term berbeda adalah salah.

Quote
Kembali ke masalah "akar kejahatan adalah aku", penjelasan itu pun sebenarnya keliru dalam pandangan Buddhisme. Bagaimana mungkin di satu sisi Buddhisme mengusung doktrin anatta, namun di sisi lain mengusung bahwa ada "aku". Ujung-ujungnya pasti kontradiktif. Kecuali Pak Hudoyo menghapus doktrin anatta dalam pengajarannya agar tidak berbau kontradiksi. Tetapi dengan mengambil langkah ini, justru muncullah bau kontroversi. Dengan kata lain, Pak Hudoyo barusan membongkar-pasang Buddhisme untuk kemudian mempopulerkan ajarannya sendiri yang diklaim sebagai Ajaran Buddhisme Universal yang sesungguhnya.
Bila ada orang yang mendapat manfaat dengan penjelasan "aku adalah akar kejahatan" setelah sekian lama tersesat karena LDM, maka itu baik. Tapi saya ragu dia bisa menembus Dhamma. Perlu diingat, setiap kemajuan (progesivitas) tidak selalu maju ke arah keberhasilan. Sebab ada kalanya jalan di depan pun ujungnya adalah "gang buntu".
Seperti pernah saya sarankan pada Bro bond, saya sarankan Bro Upasaka untuk berdiskusi atau setidaknya menghadiri pembabaran dhamma oleh Bhante Pannavaro karena Bhante menggunakan istilah seperti di MMD, termasuk "aku". Biasanya Bhante menjelaskan dengan baik definisi "aku" di sana.

Quote
Mungkin ini sudah terlalu panjang... Sebagai sedikit renungan, Sang Buddha selalu mengajarkan "ada dukkha". Andaikan saja ada orang begitu melekat dengan "ada dukkha" ini, kemudian dia pun menjadi terobsesi untuk menggenggam pandangan "hidup ini dukkha" setiap saat. Kemudian suatu hari, saya menjadi seorang penceramah dan mengajarkan ajaran baru yang saya namakan Buddhisme Universal Versi 2.2. Saya mengajarkan bahwa "ada kebahagiaan yang tertunda". Lalu orang tersebut tersadarkan dan akhirnya cocok dengan pandangan saya, sehingga dia menggenggam bahwa "hidup ini adalah kebahagiaan yang tertunda" setiap saat. Menurut Anda, apakah "kemajuan" yang dia dapatkan akan membawanya lebih dekat pada perealisasian akhir?
Saya tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Saya juga tidak bisa menilai kemajuan bathin orang lain. Jadi saya tidak bisa jawab. Kadang Buddha bilang "hidup adalah dukkha", kadang pula "mengiming-imingi" "nibbana adalah kebahagiaan tertinggi". Sebentar seolah-olah meninggalkan dukkha, sebentar seolah-olah mengejar kebahagiaan. Yang sejatinya memahami fenomena tersebut secara pasti, saya percaya hanyalah seorang Samma-Sambuddha.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #61 on: 16 June 2010, 11:25:32 AM »
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #62 on: 16 June 2010, 12:06:25 PM »
Quote from: Kainyn_Kutho
Pada bahasan yang menjadi TS, menurut saya memang sudah sedikit keluar jalur.
Demikianlah.


Quote from: Kainyn_Kutho
Majjhima Nikaya, 1.  Mulapariyaya Sutta.
Sutta-nya panjang, tidak? Kalau berkenan, tolong dipostingkan di sini, Bro. Supaya teman-teman juga bisa membacanya.


Quote from: Kainyn_Kutho
Hal ini pernah dibahas di DC dalam salah satu thread. Tapi karena sebegitu banyak thread mengenai MMD, saya jujur enggan untuk mencarinya. Saya juga malas untuk memperpanjang pembahasan mengenai ini, hanya menyinggungnya saja karena saya pikir Bro Upasaka belum sempat baca penjelasan "pikiran" itu.
Ya, sudah.


Quote from: Kainyn_Kutho
Sejauh yang saya lihat sesuai dengan Ajaran Buddha, akan saya katakan demikian. Tidak lebih, tidak kurang. Demikian pula sikap saya terhadap semua orang.
MMD mengajarkan kita untuk terlepas dari penderitaan; Ajaran Sang Buddha juga mengajarkan kita untuk terlepas dari penderitaan. MMD menyatakan penderitaan adalah pikiran yang belum berhenti; Ajaran Sang Buddha menyatakan penderitaan adalah karekteristik dari segala sesuatu yang bersyarat.

Jadi apa yang Anda lihat dari hal ini?


Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Saya koreksi, jika seseorang berusaha melepaskan diri dari dukkha dengan panduan dari Ajaran Buddha, saya sebut siswa Buddha. Selama Pak Hudoyo memegang teguh Bahiya Sutta & Mulapariyaya Sutta tanpa diubah-ubah, saya anggap sebagai siswa Buddha. Mengenai aplikasinya apakah terpengaruh ajaran lain (J.K./Tao/lainnya), selama tidak manganulir inti dari Ajaran Buddha, saya pikir itu hanya keterkondisian saja.
Saya setuju, orang yang menerapkan panduan Ajaran Sang Buddha untuk lepas dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Namun jika panduannya dimodifikasi agar selaras dengan panduan dari ajaran guru lain; menurut saya ini namanya "kreativitas".


Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Karena dengan mengatakan hal tersebut, seolah-olah pengajar Theravada lain yang mengajarkan dengan term berbeda adalah salah.
Demikianlah yang dimaksud oleh Pak Hudoyo: "Yang lain salah, hanya MMD yang universal dan benar".


Quote from: Kainyn_Kutho
Seperti pernah saya sarankan pada Bro bond, saya sarankan Bro Upasaka untuk berdiskusi atau setidaknya menghadiri pembabaran dhamma oleh Bhante Pannavaro karena Bhante menggunakan istilah seperti di MMD, termasuk "aku". Biasanya Bhante menjelaskan dengan baik definisi "aku" di sana.
Terimakasih atas sarannya. Saya sudah pernah mendengar ceramah beliau, dan seingat saya; saya pun tidak terlalu setuju dengan penjelasan beliau. Terlalu ambigu.


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Saya juga tidak bisa menilai kemajuan bathin orang lain. Jadi saya tidak bisa jawab. Kadang Buddha bilang "hidup adalah dukkha", kadang pula "mengiming-imingi" "nibbana adalah kebahagiaan tertinggi". Sebentar seolah-olah meninggalkan dukkha, sebentar seolah-olah mengejar kebahagiaan. Yang sejatinya memahami fenomena tersebut secara pasti, saya percaya hanyalah seorang Samma-Sambuddha.
Saya juga tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Tetapi saya bisa menggunakan akal sehat untuk menimbangnya. Kalau saya tidak menimbang ajaran-ajaran yang ada, saya tidak mungkin memakai nick upasaka.

Menggunakan argumen "tidak mampu menilai suatu ajaran lewat kulitnya" hanya akan membuat kita meyakini semua ajaran adalah benar. Sebab jika kita tidak bisa melihat kesalahan yang ada di setiap ajaran, kita hanya bisa menilai semuanya mungkin benar.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #63 on: 16 June 2010, 12:06:31 PM »
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.

Ini pembahasan klise. Oleh karena itu, akan saya ulangi lagi di sini... Ketika melaksanakan meditasi untuk mencapai Pencerahan, tentu saja yang harus dilakukan adalah mengamati segala fenomena (timbul-berlangsung-tenggelam). Ketika melaksanakan meditasi, maka yang dilakukan adalah bermeditasi.

Daya-upaya Benar memiliki definisi mengembangkan hal yang bermanfaat dan mengikis hal yang tidak bermanfaat. Belakangan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "mengembangkan hal yang baik, dan mengikis hal yang buruk". Ini salah penerjemahan. Menjalankan Daya-upaya Benar bisa dilaksanakan di luar meditasi; juga bisa dilakukan saat bermeditasi. Mengembangkan jhana untuk memudahkan pencapaian meditatif merupakan salah satu hal bermanfaat yang dikembangkan. Mengikis kekotoran batin dengan cara menyadari timbul-berlangsung-tenggelamnya nafsu itu merupakan salah satu praktik mengikis hal yang tidak bermanfaat. Lalu di mana irelevansinya?

Saya juga tahu maksud pertanyaan Anda pada Bro Fabian...

Anda mengatakan a-LDM juga tidak kekal. Ini a-LDM yang mana? Apakah a-LDM sebagai lawan dari kondisi batin LDM? Iya, saya juga setuju. Tapi kalau maksudnya a-LDM adalah kondisi batin yang tidak diliputi a-LDM, saya tidak setuju kalau dinyatakan tidak kekal.

Banyak pendapat seputar paradoks dualitas antara LDM dan a-LDM. Menurut saya, LDM memang anicca. Kondisi batin putthujana juga bisa dalam keadaan a-LDM, tapi juga anicca. Namun para Arahanta yang sudah lepas dari kondisi LDM, jelas berada dalam kondisi a-LDM; dan keadaannya bukan anicca. Sebab LDM bisa muncul disebabkan oleh avijja. Jika penyebabnya sudah tidak ada, LDM pun tidak akan muncul lagi. Tidak ada penyebab, maka tidak akan ada akibat. Jika tidak ada penyebab, maka tidak akan terbentuk, tidak mengalami perubahan, dan tidak akan musnah. Dengan kata lain, a-LDM ini bukan anicca.

Mengetahui bahwa segala sesuatu yang bersyarat (timbul-berlangsung-tenggelam) adalah tidak kekal, dan karena tidak kekal akan membawa ketidak-puasan; sehingga tidak layak untuk dilekati sebagai "aku" atau "diriku"; maka itulah yang disebut dengan Pencerahan. Karena tidak ada lagi nafsu keinginan dan kemelekatan pada segala sesuatu, maka tidak akan ada sankhara lagi. Karena tidak ada sankhara, maka itulah padamnya nafsu keinginan. Ketika nafsu keinginan padam, maka tidak akan ada suka maupun duka di batin. Dan itulah Nibbana = Kebahagiaan Tertinggi; yang saya pahami.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #64 on: 16 June 2010, 12:11:56 PM »
Memperdebatkan bagaimana Nibbana itu sesungguhnya, tentu saja masing2 pihak hanya bisa mengira2 berdasarkan logika masing2 dari sutta2 yg ada...

Usaha begini menurut sy cukup melelahkan dan malah akan menjauhkan kita dari kebenaran yg sesungguhnya.

Debat yg disusul dengan debat, apalagi jika sampai mengatakan jalan yg lain sia2 atau jalan yg lain adalah salah, sampai emosian segala, padahal yg dibahas adalah 'Nibbana', yg dibahas adalah 'padamnya LDM, runtuhnya si Aku, berhentinya gerak-gerik pikiran, kesadaran murni', . Namun pembahasannya sungguh kontras dgn yg didebatkan. Debat2 semacam itu, yg terus menerus mengingat kelemahan lawan, membawa terus kekesalan terhadap lawan diskusi sampai bertahun2, tidak meninggalkan dan menanggalkannya... malah akan menimbulkan pesimisme yg semakin mendalam terhadap sosok yg mengajarkan 'jalan kebenaran' tsb dan tentu saja, akan pesimis, terhadap teori2 yg dipertahankannya tsb...

Sy pikir, soal Nibbana, untuk selanjutnya, lebih baik tidak dibahas lagi, atau, kalaupun hendak dibahas, janganlah mengatakan jalan yg diajarkan pihak lain akan sia-sia..

Karena masing2 pihak dapat memilih yg mana jalan yg cocok bagi dirinya sendiri.. Selama kita masih berpikiran jalan yg lain salah, sia2, dan terus menerus menyimpan kekesalan tsb, akan menutup mata batin kita untuk perkembangan diri kita sendiri, akan menjauhkan diri kita sendiri dari tujuan. Terlepas dari jalan yg lain tsb benar atau salah, yg pasti ada kesalahan dalam diri kita pada saat itu...


::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #65 on: 16 June 2010, 12:30:45 PM »
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.


betul sekali, sy setuju apa yg disampaikan, krn logikanya memang begitu.

Sy juga tidak heran bahwa Bhante Panna juga menggunakan istilah Aku yg sama dengan istilah yg digunakan Pak Hud. Krn, tidak ada yg salah dengan pemikiran bahwa si Aku ini / ego lah yg menjadi sumber putaran samsara kita.

Namun, menyadari kebenaran ini, bukan berarti jalan yg ditawarkan juga PASTI betul, menjadi satu2nya cara dan jalan yg lain adalah konyol.

Apapun istilah yg digunakan untuk menggambarkan Nibbana: Padamnya LDM, Runtuhnya si Aku, Melihat sebagaimana adanya, Berhentinya Pikiran, dsbnya - hanyalah sekedar istilah. Karena kondisi mental tiap orang berbeda, sehingga membutuhkan pendekatan yg berbeda untuk dapat merealisasi Nibbana ini.

Itulah sebabnya mengapa Buddha tidak hanya mengajarkan satu jurus saja, namun bersusah payah berkeliling selama 45 tahun yg jika dihitung2 telah menelorkan 84.000 jurus.

Satu macam realisasi, namun beragam cara...

::

 
« Last Edit: 16 June 2010, 12:32:25 PM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #66 on: 16 June 2010, 01:03:04 PM »
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

yg keliru adalah yg di bold biru (no-joking)
Jadi itu kutipan dari mana, Bro tesla?

maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #67 on: 16 June 2010, 01:59:26 PM »
Quote
maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.

maklum bro tesla, yang namanya HH 'kepalang top' apalagi HH adalah seorang pandita(Romo) diseantoro dunia Dhamma jadi tingkah laku HH pasti dapat sorotan. Kebetulan HH suka mengeluarkan pernyataan yang aneh2 (baik sengaja atau tidak sengaja utk mencari perhatian dan sensasi ) sehingga para member DC senang untuk ajak berdiskusi.  :))
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #68 on: 16 June 2010, 02:35:28 PM »
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline pemula

  • Teman
  • **
  • Posts: 89
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Semoga segala sesuatunya menjadi lebih baik.
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #69 on: 16 June 2010, 03:03:37 PM »
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?
:P
Jadi masalah jika di permasalahkan.
tidak jadi masalah jika tidak di permasalahkan.  _/\_ AMITABHA....

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #70 on: 16 June 2010, 03:37:40 PM »
Sutta-nya panjang, tidak? Kalau berkenan, tolong dipostingkan di sini, Bro. Supaya teman-teman juga bisa membacanya.
Cukup panjang. Saya kutipkan sebagian saja.

Pada bagian orang awam:
"Here, bhikkhus, the not learned ordinary man, not seeing Great Men, not clever and not trained in the noble Teaching , perceives earth, thinking(maññati) it’s earth, becomes earth, thinks it is mine, delights. What is the reason: I call it not knowing thoroughly.
Perceives water...fire... wind ... beings ... ... nothingness ... neither perception nor non-perception ... seen ... heard ... ... nibbana perceives nibbana, thinking it’s nibbana, becomes nibbana, thinks it is mine, delights."

Pada bagian orang yang berlatih, "perceives earth, should not think (mā maññi) it's earth."
Pada bagian orang yang telah bebas, "perceives earth, does not think (na maññati) it's earth."
Dalam terjemahan lain, "think" diganti dengan "conceive".


Quote
Saya juga tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Tetapi saya bisa menggunakan akal sehat untuk menimbangnya. Kalau saya tidak menimbang ajaran-ajaran yang ada, saya tidak mungkin memakai nick upasaka.
Apakah berarti yang tidak sepaham dengan Bro Upasaka = akalnya kurang sehat atau bagaimana?


Quote
Menggunakan argumen "tidak mampu menilai suatu ajaran lewat kulitnya" hanya akan membuat kita meyakini semua ajaran adalah benar. Sebab jika kita tidak bisa melihat kesalahan yang ada di setiap ajaran, kita hanya bisa menilai semuanya mungkin benar.
Untuk kasus saya, terbalik. Saya menggunakan praduga "semua ajaran meragukan". Lalu bagaimana memilihnya? Selidiki satu per satu. Dalam penyelidikan, tentu sebatas kemampuan kita sendiri. Namun kalau kita menyelidiki dengan benar, seksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), akan mampu melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif.


Ini pembahasan klise. Oleh karena itu, akan saya ulangi lagi di sini... Ketika melaksanakan meditasi untuk mencapai Pencerahan, tentu saja yang harus dilakukan adalah mengamati segala fenomena (timbul-berlangsung-tenggelam). Ketika melaksanakan meditasi, maka yang dilakukan adalah bermeditasi.

Daya-upaya Benar memiliki definisi mengembangkan hal yang bermanfaat dan mengikis hal yang tidak bermanfaat. Belakangan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "mengembangkan hal yang baik, dan mengikis hal yang buruk". Ini salah penerjemahan. Menjalankan Daya-upaya Benar bisa dilaksanakan di luar meditasi; juga bisa dilakukan saat bermeditasi. Mengembangkan jhana untuk memudahkan pencapaian meditatif merupakan salah satu hal bermanfaat yang dikembangkan. Mengikis kekotoran batin dengan cara menyadari timbul-berlangsung-tenggelamnya nafsu itu merupakan salah satu praktik mengikis hal yang tidak bermanfaat. Lalu di mana irelevansinya?
Jadi Bro Upasaka tetap menyatakan usaha benar ada di dalam vipassana? Yah tidak apa. Saya tidak akan melanjutkan.
Saya tetap berpegang pada "kamma bukan gelap bukan terang, berakibat bukan gelap bukan terang yang menuju pada lenyapnya kamma." (Kammaṃ akaṇhaasukkaṃ akaṇhaasukkavipākaṃ kammakkhayāya saṃvattati.)


Quote
Saya juga tahu maksud pertanyaan Anda pada Bro Fabian...

Anda mengatakan a-LDM juga tidak kekal. Ini a-LDM yang mana? Apakah a-LDM sebagai lawan dari kondisi batin LDM? Iya, saya juga setuju. Tapi kalau maksudnya a-LDM adalah kondisi batin yang tidak diliputi a-LDM, saya tidak setuju kalau dinyatakan tidak kekal.

Banyak pendapat seputar paradoks dualitas antara LDM dan a-LDM. Menurut saya, LDM memang anicca. Kondisi batin putthujana juga bisa dalam keadaan a-LDM, tapi juga anicca. Namun para Arahanta yang sudah lepas dari kondisi LDM, jelas berada dalam kondisi a-LDM; dan keadaannya bukan anicca. Sebab LDM bisa muncul disebabkan oleh avijja. Jika penyebabnya sudah tidak ada, LDM pun tidak akan muncul lagi. Tidak ada penyebab, maka tidak akan ada akibat. Jika tidak ada penyebab, maka tidak akan terbentuk, tidak mengalami perubahan, dan tidak akan musnah. Dengan kata lain, a-LDM ini bukan anicca.

Mengetahui bahwa segala sesuatu yang bersyarat (timbul-berlangsung-tenggelam) adalah tidak kekal, dan karena tidak kekal akan membawa ketidak-puasan; sehingga tidak layak untuk dilekati sebagai "aku" atau "diriku"; maka itulah yang disebut dengan Pencerahan. Karena tidak ada lagi nafsu keinginan dan kemelekatan pada segala sesuatu, maka tidak akan ada sankhara lagi. Karena tidak ada sankhara, maka itulah padamnya nafsu keinginan. Ketika nafsu keinginan padam, maka tidak akan ada suka maupun duka di batin. Dan itulah Nibbana = Kebahagiaan Tertinggi; yang saya pahami.
Berarti memang kita tidak sependapat. Mungkin Bro Upasaka mengatakan Arahat senantiasa melakukan kusala karena yang akusala sudah hilang. Bagi saya, Arahat tidak melakukan lagi baik kusala maupun akusala. Meminjam istilah Bhante Uttamo, "seperti bunga mekar demi mekarnya itu sendiri, bukan demi apa pun."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #71 on: 16 June 2010, 03:48:52 PM »
maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.
Oh begitu maksudnya.
Mungkin orang yang tidak tahu berpikir saya simpatisan MMD atau kenalan Pak Hudoyo. Kalau member lama pasti tahu dulu jauh sebelum DC ini ribut dengan MMD, saya sudah ribut duluan dengan Pak Hudoyo di salah satu thread. Salah satu sikap baik Pak Hudoyo yang hampir tidak bisa ditemukan di DC ini adalah berdiskusi dengan "musuh" dengan objektif. :)


Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #72 on: 16 June 2010, 04:48:22 PM »
Quote from: Kainyn_Kutho
Cukup panjang. Saya kutipkan sebagian saja.

Pada bagian orang awam:
"Here, bhikkhus, the not learned ordinary man, not seeing Great Men, not clever and not trained in the noble Teaching , perceives earth, thinking(maññati) it’s earth, becomes earth, thinks it is mine, delights. What is the reason: I call it not knowing thoroughly.
Perceives water...fire... wind ... beings ... ... nothingness ... neither perception nor non-perception ... seen ... heard ... ... nibbana perceives nibbana, thinking it’s nibbana, becomes nibbana, thinks it is mine, delights."

Pada bagian orang yang berlatih, "perceives earth, should not think (mā maññi) it's earth."
Pada bagian orang yang telah bebas, "perceives earth, does not think (na maññati) it's earth."
Dalam terjemahan lain, "think" diganti dengan "conceive".
Betul, saya menemukan petikan Sutta yang menggunakan istilah "conceive" di ATI:

The Blessed One said: "There is the case, monks, where an uninstructed run-of-the-mill person — who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma — perceives earth as earth. Perceiving earth as earth, he conceives [things] about earth, he conceives  [things] in earth, he conceives [things] coming out of earth, he conceives earth as 'mine,' he delights in earth. Why is that? Because he has not comprehended it, I tell you.

Sedangkan dalam referensi ini => http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727, saya menemukan bahwa Pak Hudoyo kurang lebih menyatakan bahwa "mannati adalah proses pembentukan atta (aku); membentuk atta (aku)".

Dan "conceive" ini saya pikir lebih tepat jika diartikan sebagai "menganggap" atau "membayangkan"; bukan "berpikir" atau "memikirkan".


Quote from: Kainyn_Kutho
Apakah berarti yang tidak sepaham dengan Bro Upasaka = akalnya kurang sehat atau bagaimana?
Berarti akal sehat saya dan orang lain itu berbeda.


Quote from: Kainyn_Kutho
Untuk kasus saya, terbalik. Saya menggunakan praduga "semua ajaran meragukan". Lalu bagaimana memilihnya? Selidiki satu per satu. Dalam penyelidikan, tentu sebatas kemampuan kita sendiri. Namun kalau kita menyelidiki dengan benar, seksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), akan mampu melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif.
Saya juga setuju dengan pendapat Anda yang berhuruf cetak tebal di atas. Lalu apakah Anda yakin kalau Anda sudah menyelidiki semua hal dengan benar, saksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), sehingga melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif?


Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi Bro Upasaka tetap menyatakan usaha benar ada di dalam vipassana? Yah tidak apa. Saya tidak akan melanjutkan.
Saya tetap berpegang pada "kamma bukan gelap bukan terang, berakibat bukan gelap bukan terang yang menuju pada lenyapnya kamma." (Kammaṃ akaṇhaasukkaṃ akaṇhaasukkavipākaṃ kammakkhayāya saṃvattati.)
Saya tidak menyatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. :) Apakah menurut Anda: Mengembangkan hal yang bermanfaat apakah selalu disebut kusala kamma?


Quote from: Kainyn_Kutho
Berarti memang kita tidak sependapat. Mungkin Bro Upasaka mengatakan Arahat senantiasa melakukan kusala karena yang akusala sudah hilang. Bagi saya, Arahat tidak melakukan lagi baik kusala maupun akusala. Meminjam istilah Bhante Uttamo, "seperti bunga mekar demi mekarnya itu sendiri, bukan demi apa pun."

Saya tidak mengatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. Menurut saya, seorang Arahanta tidak melakukan kusala kamma maupun akusala kamma lagi. Seorang Arahanta juga tidak melakukan "kusala kiriya" maupun "akusala kiriya".

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #73 on: 16 June 2010, 05:02:06 PM »
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?

PASTI MASALAH BRO RYU !!!!!!!

tapi saya tidak mau kesalahan orang lain bertolak belakang dengan bro Ryu (only joke) :))
biarin saja, resiko tanggung sendiri =))

 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
« Reply #74 on: 16 June 2010, 05:48:59 PM »
Betul, saya menemukan petikan Sutta yang menggunakan istilah "conceive" di ATI:

The Blessed One said: "There is the case, monks, where an uninstructed run-of-the-mill person — who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma — perceives earth as earth. Perceiving earth as earth, he conceives [things] about earth, he conceives  [things] in earth, he conceives [things] coming out of earth, he conceives earth as 'mine,' he delights in earth. Why is that? Because he has not comprehended it, I tell you.

Sedangkan dalam referensi ini => http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727, saya menemukan bahwa Pak Hudoyo kurang lebih menyatakan bahwa "mannati adalah proses pembentukan atta (aku); membentuk atta (aku)".
Di sini secara terperinci, saya memang punya pemahaman yang sedikit berbeda. Menurut saya, maññati ini yang membentuk bentukan-pikiran. Apakah nantinya berkembang jadi konsep "aku", "bukan-aku", keabadian, nihilisme, nibbana, semua sama saja. Karena itu saya lebih cocok menyebutnya secara keseluruhan sebagai Avijja/Moha. Tetapi kalau memang Pak Hudoyo fokus pada konsep "aku", saya lihat tidak masalah, sama saja.

Quote
Dan "conceive" ini saya pikir lebih tepat jika diartikan sebagai "menganggap" atau "membayangkan"; bukan "berpikir" atau "memikirkan".
Begitu juga dengan penggunaan istilah "pikiran" atau lainnya. Tanpa menyelidiki maksud di balik Mulapariyaya Sutta, tidak ada istilah yang tepat menggambarkannya. Saya sendiri mengartikannya sebagai "memahami".


Quote
Berarti akal sehat saya dan orang lain itu berbeda.
Mengetahui akal sehat diri sendiri dan orang lain bisa berbeda, apakah kita akan menganggap jalan yang tidak sesuai dengan akal sehat diri sendiri, pasti tidak sesuai dengan orang lain?


Quote
Saya juga setuju dengan pendapat Anda yang berhuruf cetak tebal di atas. Lalu apakah Anda yakin kalau Anda sudah menyelidiki semua hal dengan benar, saksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), sehingga melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif?
Tidak yakin, maka saya selalu mengujinya sepanjang waktu. Bahkan jika suatu saat ternyata Ajaran Buddha terbukti salah menurut penyelidikan saya, sudah pasti akan saya tinggalkan.


Quote
Saya tidak menyatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. :) Apakah menurut Anda: Mengembangkan hal yang bermanfaat apakah selalu disebut kusala kamma?
:) Betul. Ditinjau dari segi manfaat, hanya ada 4 jenis kamma.


Quote
Saya tidak mengatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. Menurut saya, seorang Arahanta tidak melakukan kusala kamma maupun akusala kamma lagi. Seorang Arahanta juga tidak melakukan "kusala kiriya" maupun "akusala kiriya".
Jika memang demikian, saya sebetulnya bingung bagaimana Bro Upasaka tidak menyetujui pendapat saya bahwa tidak adanya pengembangan dan penghancuran dalam vipassana.

Kemudian mengenai bathin (dan khanda lain) dari Arahat yang telah bebas (yang Bro Upasaka sebut sebagai A-LDM yang lain), tetap saja mengalami perubahan (Anicca) karena masih terkondisi. Ketika parinibbana, barulah padam sepenuhnya.

 

anything