PIKIRAN YANG BERGERAK MENCIPTAKAN SI AKUwah pak menarik sekali.....
ketika dalam proses hanya mengamatin batin...
tampa penilaian....hingga menyadari ada nya si 'aku'
dan mengalamin kekosongan...hening...tapi ada....
aku suka terbentur...lalu si apakah 'dia' ini
dari mana kah dia ini...karna dalam proses mengamatin itu kita bisa melihat dengan jelas fenomena kehidupan ini....kamma ataupun sebab akibat dan lain sebagainnya....
Rekan Evo, Dhamma itu memang menarik, kalau
direalisir,
disadari dalam batin sendiri ... bukan
cuma dihafalkan, yang cuma jadi
beban pikiran ...
Bukankah Sang Buddha berkata,
"Dhamma itu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, indah pada akhirnya ..."Pertanyaan Anda,
"Siapakah 'dia' yang menyadari semua ini?", adalah pertanyaan yang paling sering diajukan kepada saya dalam retret-retret MMD sampai sekarang (sekarang sudah mencapai retret ke-107).
Sebelum menjawab pertanyaan itu, marilah kita renungkan sedikit suatu peristiwa yang kita semua pernah mengalami. Yakni ketika kita menonton bioskop dan filmnya sangat bagus, sehingga
perhatian kita sepenuhnya tertarik kepada jalan cerita film itu.
Pada saat itu,
di dalam kesadaran Anda,
adakah si Evo? ...
Tidak ada, bukan. ...
Pada saat itu,
di dalam kesadaran Anda, yang ada ialah
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam cerita film itu. ... Baru beberapa lama kemudian, lalu Anda
sadar,
"wah, filmnya bagus", Anda sadar bahwa Anda tengah duduk di dalam sebuah bioskop, Anda sadar akan penonton-penonton yang lain di kiri-kanan Anda, Anda sadar akan layar di depan Anda, dan Anda sadar akan
diri Anda.
Dari peristiwa yang biasa ini, terkandung pelajaran bahwa
si aku ini muncul ketika pikiran bergerak. Ketika
pikiran diam--misalnya dalam keadaan terpukau oleh cerita film yang bagus--
si aku tidak ada. Ketika Anda berada dalam
kesadaran vipassana penuh, yang ada hanyalah tubuh ini, sensasi, perasaan, pikiran--yang begitu muncul lenyap kembali--keinginan dsb; di situ
tidak ada aku, karena
pikiran tidak sempat mendominasi. Tetapi, ketika sebuah
pikiran masuk dan ia
mendominasi, lalu ia bertanya:
"Siapa yang sadar tadi?" ...
Mengapa pikiran bertanya
"siapa"? ... Karena
pikiranlah yang menciptakan aku! (Di dalam kata-tanya
"siapa" itu sendiri sudah
terkandung suatu ASUMSI bahwa
ada suatu SUBYEK, yang
sesungguhnya tidak ada; jadi sesungguhnya pertanyaan itu sudah mengandung jawabannya sendiri.) ...
Si aku yang tadinya
tidak ada,
diciptakan oleh
pikiran yang bergerak, lalu pikiran berfilsafat dan bertanya, "Siapakah yang sadar tadi?" ... Dari situlah muncul
IDE tentang
'roh', tentang
'jiwa' dsb ... lalu dianggap 'roh'/'jiwa' itu
kekal-abadi, karena manusia melihat segala sesuatu di sekitarnya
tidak kekal (anicca), dan ia
tidak mau mengakui bahwa
dirinya sendiri juga tidak kekal. ... Sang Buddha mengatakan
'tidak ada aku', semua
IDE itu cuma
waham (delusi) saja.
*****
Sang Buddha mengajarkan bahwa
si aku ini diciptakan pikiran dalam satu sutta yang sukar, yakni
Mulapariyaya-sutta (sutta #1 dari kitab
Majjhima-nikaya; bacalah sendiri terjemahannya dalam bahasa Indonesia, tapi hati-hati, terjemahan itu malah membingungkan, seperti terjemahan Inggrisnya).
Menurut Sang Buddha,
pikiran adalah
tanggapan (respons) terhadap suatu
rangsangan (stimulus) yang masuk melalui salah satu dari
pancaindra atau
dari dalam batin kita sendiri sebagai
ingatan.
Pikiran sebagai
tanggapan ini terjadi melalui
enam langkah yang
berlangsung secepat kilat, tapi bisa terlihat dalam
meditasi/konsentrasi yang kuat. Enam langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Mula-mula ada
rangsangan masuk lewat pancaindra (atau muncul sebagai
ingatan dari
masa lampau). Contohnya: ada suatu
wujud terlihat oleh
mata. Di sini
masih belum ada tanggapan, belum ada
pikiran, belum ada
aku. Bahkan wujud itu sendiri masih
belum punya nama, belum punya
identitas. Dalam bahasa modern, ini disebut
'persepsi murni' (
pure perception).
Langkah 2:
Pikiran mulai bergerak menanggapi wujud itu. Ia mencari di dalam
database ingatannya, dan menyimpulkan bahwa wujud itu sebuah
"bunga", mungkin lebih spesifik lagi, itu
"bunga mawar", misalnya. Di sini pikiran mulai bergerak, mulai ada
pelabelan,
penamaan,
identifikasi, dan
pemilah-milahan (kategorisasi). Dalam bahasa modern, ini disebut
'konsep'.
Langkah 3:
Muncul 'aku', tapi 'aku' itu
masih menyatu dengan fenomena yang dicerap,
belum terpisah.
Langkah 4:
'Aku' memisahkan diri dari fenomena yang dicerap. Di sinilah
pertama kali muncul
'aku' sebagai
SUBYEK, yang merasa
terpisah dari &
berhadapan dengan
OBYEK ('bunga' yang dilihat). Di sinilah pertama kali muncul
DUALITAS antara
SUBYEK dan
OBYEK, antara 'aku' (subyek) dan 'bukan-aku' (berbagai obyek di sekitar kita).
Langkah 5:
'Aku' (subyek)
ber-relasi,
membentuk hubungan dengan
obyek. Kalau yang dilihat
'bunga', relasinya berbentuk
"keinginan memetik", misalnya. Tapi kalau yang dilihat
'ular', relasinya lain lagi, yakni
"mundur teratur" atau
"lari".
Langkah 6: Muncul
rasa senang (atau
tidak senang) yang menyertai
pikiran.
Begitulah Sang Buddha menjelaskan terjadinya
proses berpikir, yang di dalamnya
muncul si aku. Jadi ini
bertentangan dengan
pengertian kita sehari-hari, di mana kita berpikir:
"Akulah yang berpikir." Yang sesungguhnya terjadi ialah
'pikiranlah yang menciptakan aku'. Jadi
'aku' itu
timbul-lenyap,
tidak selalu ada: setiap kali
pikiran bergerak,
aku muncul; setiap kali
pikiran diam,
aku lenyap. Tetapi karena
dalam kehidupan sehari-hari,
pikiran kita terus bergerak, maka
rasanya aku itu selalu ada.
Itu belum selesai ... Dalam Mulapariyaya-sutta itu Sang Buddha menyarankan, bagi mereka yang
berlatih vipassana agar melatih
mengamati pikiran, sehingga akhirnya
pikiran itu tidak berfungsi lagi untuk sementara. Artinya, dari keenam langkah proses berpikir di atas, yang ada hanyalah langkah ke-1:
pencerapan dari pancaindra atau
ingatan, tapi
tidak ada langkah ke-2 dst, tidak ada
pengenalan (
recognition),
identifikasi &
penamaan (
naming, labeling) dst. ... Itulah sebabnya di dalam retret MMD tidak ada pencatatan sama sekali dari sejak awal.
Akhirnya dalam sutta itu Sang Buddha mengatakan bahwa dalam batin seorang arahat atau Buddha tidak ada lagi langkah kedua dst
selamanya.
Saya rasa, di situ yang mengambil alih fungsi kehidupan adalah
SESUATU yang dikatakan oleh Buddha
"tak dilahirkan", "tak terbentuk", "bukan makhluk", "tak terkondisi" (ajatam, akatam, abhutam, asankhatam).KESIMPULAN: Jawaban terhadap pertanyaan Anda adalah:
"yang ada hanyalah kesadaran, tidak ada 'dia'/subyek yang menyadari."Mengertikah Anda sekarang akan syair dalam kitab Visuddhi-magga:
"Ada dukkha, tapi tidak ada yang menderita,
Ada Jalan Suci, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada Nibbana (pembebasan), tapi tidak ada yang mencapainya."*****
Rekan Evo, Anda mengatakan "menarik sekali". Padahal yang Anda baca baru
uraian saya, yang tentu jauh berbeda dengan
apa yang ada sebenarnya (
yathabutam). Kalau Anda
mengalami sendiri semua itu, tentu jauh "lebih indah" lagi. Dan Anda hanya bisa mengalaminya dalam
keheningan yang mendalam. Kata YM Buddhadasa Mahathera,
"Dalam keheningan yang mendalam, di mana tidak ada pikiran, tidak ada aku lagi, Anda mencicipi nibbana." Nah, saran saya,
ikutilah retret MMD (atau retret vipassana tradisional yang dibimbing oleh para bhante, kalau Anda mau).
Hanya di situ Anda bisa mengalami semua ini.Promosi dikit, ni yee.
Salam,
hudoyo