Sdr Peacemind,
IMO sih kalau di situ merujuk pada nafas, tentu Sang Buddha tambahkan embel2 sankhara, tidak perlu meralat lagi setelah di sana dikatakan sabbakaya lantas kemudian diralat dengan spesifikasi kayasankhara di kalimat berikutnya. Anggaplah Sang Buddha terlewat lalu di kalimat/tahap ke-4 kayanupassana tersebut meralat lebih spesifik dengan menyebut kayasankhara. Terlepas dr Sutta mana dulu yg terlebih dibabarkan di antara ke-3 Sutta ini...
Mari lihat.. Poin pertama, 4 tahapan pertama dalam 16 tahapan Anapanasati Sutta hampir sama dengan Satipatthana Sutta hanya berbeda dalam kompleksitasnya. Dalam Satipatthana dan Mahasatipatthana Sutta, bagian kayanupassana kalimat ke-3 tersebut tetap menggunakan sabbakaya dan kalimat berikutnya menggunakan kayasankharam.
Di sini, saya melihat Sang Buddha selalu konsisten dalam ke-3 Sutta tsb menggunakan term sabbakaya, lalu kayasankhara dan tidak mengesankan sabbakaya adalah terminologi yg salah sebut atau perlu ditarik artian implisitnya. Pertanyaannya, mengapa?
Berikutnya saya lihat pengalaman 'experiencing the whole body of breath in and out' itu sebenarnya secara implisit telah dialami dalam poin 1 dan 2 sebelumnya. (setidaknya bagi saya) Apakah saat mengamati nafas keluar-masuk panjang&pendek tsb seseorang tidak mengamati keseluruhan tubuh nafas (kayasankhara) dari awal hingga akhir?
Jika jawabannya tidak, maka berarti perlu bagi Sang Buddha menambahkan satu baris kalimat yg terkesan bertele-tele.
Jika jawabannya ya, maka berarti baris tersebut berarti bukan baris yg bertele-tele tanpa pengertian lebih yg sekedar ditambahkan melainkan memiliki pengertian lain. Jika benar demikian, apa pengertian lain tsb yg berbeda dgn penjelasan komentar selama ini?
Lalu membandingkan dng kalimat ke-4 dan melihat kembali keseluruhan bagian 1-4, dan melihat bahwa kalimat 1,2 dan 4 tidak perlu dicari artian implisitnya, maka alasan kenapa kalimat ke-3 harus dicari artian implisitnya kekurangan bukti kuat. Dan sangat mungkin bahwa ke-4 kalimat dalam kayanupassana tsb telah eksplisit dan tidak perlu menarik artian implisitnya.
Atau 'mungkin' ada kemungkinan lain, bahwa yg dimaksud sabbakaya di sini adalah keseluruhan tubuh dan termasuk fabrikasi tubuh, yaitu nafas. Jadi tubuh&nafas. Tetapi jika selain tubuh yg dimaksud memang nafas, maka kembali lagi sebenarnya implikasi nafas sudah ada dalam poin 1-2.
Mettacittena,
Jika kita menerima definisi Kitab Patisambhida dan kitab2 komentar, kata sabbakāya hanya merujuk pada the whole body of breath in and out. Saya yakin bahwa banyak orang yang setuju pada pendapat ini, apalagi jika mereka melatih samatha ala Visuddhimagga yang menekankan pada fokus terhadap satu obyek tertentu saja. Jika seseorang melatih samathabhavana dalam hal ini ānāpanassati sesuai dengan tradisi Visuddhimagga, ia tidak akan mengijinkan pikiran menyadari seluruh tubuh. Ia bahkan harus melupakan tubuhnya dan fokus terhadap konsep nafas saja. Pemberian makna sabbakāya sebagai menyadari seluruh tubuh (jasmani), dalam hal ini, adalah salah.
Namun demikian, kemungkinan kebenaran yang diungkapkan oleh saudara Jerry juga bukan tidak mungkin. Sabbakāya dalam hal ini bisa jadi adalah menyadari seluruh tubuh termasuk nafas. Sebenarnya definisi kalimat "Passambhayaṃ kāyasaṅkhāran" dalam Kitab komentar dari Patisambhida yakni 'oḷārikaṃ assāsapassāsaṅkhātaṃ kāyasaṅkhāraṃ passambhento vūpasamento' menunjukkan bahwa kāyasaṅkhāra bukan hanya nafas saja, namun semua fabrikasi tubuh yang muncul dikondisikan (saṅkhata) / berkaitan dengan keluar masuknya nafas kasar. Jika kāyasaṅkhara juga diartikan sebagai semua fabrikasi / aktifitas tubuh yang dikondisikan oleh nafas, kemungkinan istilah sabbakāya juga bisa merujuk pada keseluruhan tubuh (jasmani) termasuk nafas itu sendiri. Kemudian setelah terlatih untuk menyadari seluruh tubuh pada saat menarik nafas dan menghembuskan nafas, latihan swift ke tahap selanjutnya yakni menenangkan kāyasaṅkhara yang juga merupakan semua aktifitas tubuh yang dikondisikan oleh nafas. But, this is only personal interpretation...
Ada seorang guru meditasi yang mengatakan bahwa seseorang bisa bermeditasi dengan menggunakan obyek apapun selama obyek itu masih berhubungan dengan nāma dan rūpa. Beliau mengatakan bahwa jika seseorang mau, ia pun bisa menggunakan jempol tangan sebagai obyek meditasi. Mengetahui sifat sejati jembol sebagai anicca, dukkha dan anatta, sudah cukup bagi seseorang untuk mengetahui sifat sejati seluruh dunia termasuk dirinya sendiri. Jika pendapat ini benar, maka entah seseorang fokus pada keseluruhan nafas saja atau keseluruhan tubuh termasuk nafas, semuanya akan mengarah kepada pencerahan selama melalui pengamatan terhadap obyek tersebut ia mampu melihat sifat alami dari obyek yang bersangkutan.
Be Happy.