//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 587617 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #390 on: 20 January 2010, 04:54:25 PM »
apakah kasusnya bisa disamakan seperti ini ? :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,6988.msg126992.html#msg126992

Maksudnya "kelihatan jelek untuk mengajarkan yang sebenarnya" yah? Dari sisi mengajarnya memang bisa disamakan seperti itu.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #391 on: 20 January 2010, 04:55:01 PM »
kalau soal tidak mampu saya bisa maklumi, memang semuanya kembali ke diri sendiri apa itu bisa membawa manfaat atau tidak seperti kasus Buddha yang menemukan jalan oleh diri sendiri karena gurunya tidak mampu memberikan jalan yang di cari.

Ya, jadi kira-kira begitu. Juga guru2 yang baik biasanya mengetahui kekurangan dirinya sendiri. Salah satu guru terbaik saya ahli dalam berbagai bidang, berpengalaman dan boleh dibilang sukses. Dalam mengajar, ia bilang boleh mengikuti jejaknya yang baik-baik, tapi jangan yang jelek (misalnya ia kecanduan rokok) dan menghimbau untuk jangan sekadar "menjadi dirinya" namun "melebihi dirinya".

Kalo kecanduan posting gimana tuh ? Jelek gak ? :))
Kecanduan sih, apa pun bentuknya juga kurang bagus. :D

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #392 on: 21 January 2010, 01:01:15 AM »
Quote
rombongan 5 orang bhikkhu dan 3 meici dari Thailand.

meici itu apa ya? dari bahasa mana?

thanks
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #393 on: 21 January 2010, 10:41:31 AM »
Menjadi atau Tidak Menjadi karena Persepsi

Ada seorang gadis yang bercita-cita untuk menjadi seorang penari terkenal. Ia bermimpi untuk menjadi seorang yang tenar, yang akan menunjukkan kemampuannya didepan ribuan orang, di atas panggung yang megah. Setiap hari ia berlatih dengan keras, untuk menjadikan tariannya sempurna. Suatu saat ada sebuah perlombaan tari, gadis tersebut mengikutinya, ini merupakan sebuah kesempatan baginya untuk dapat meraih cita-citanya. Ribuan penari mengikuti perlombaan ini,namun gadis ini tidak gentar.

Ia mendapatkan nomor urut sekian ribu, setelah menunggu berjam-jam akhirnya waktu yang selama ini nantikan tiba, gadis itu berjalan menuju sebuah ruangan yang disitu sudah menunggu sesosok pria yang tidak lain adalah sang juri, yang akan menilai kemampuannya dan menentukan langkahnya. Dengan percaya diri gadis tersebut memulai tariannya, sangat luar biasa sekali, gerakannya gemulai dan lincah. Namun baru beberapa menit ia menari, sang juri meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun, sang gadis tersebut terkejut, bagai disambar petir disiang bolong, “ Begitu burukkah tarianku sampai-sampai dia mencampakkanku begitu saja, tanpa meninggalkan kata sedikitpun,” kata sang gadis dalam hati. Begitu kesalnya sang gadis, mimpinya hancur, cita-citanya musnah. Sejak saat itu sang gadis tidak pernah mau untuk menari lagi.

Beberapa tahun berlalu, Tanpa sengaja sang gadis melihat sebuah pengumunan, di kota tersebut akan diadakan pertunjukan tari, sang gadis tersebut bermaksud membawa anaknya untuk menonton pertunjukan tersebut, di pertunjukan tersebut ia bertemu dengan sesosok yang sudah tidak asing bagi dirinya, juri dalam perlombaan tari yang pernah ia ikuti beberapa waktu yang lalu, pria tersebut sudah tua, tampak dari wajahnya yang sudah keriput, rambutnya yang memutih dan kepalanya yang botak. Gadis tersebut menghampiri pria itu.

“Anda masih ingat saya?” Tanya si gadis,

“ Saya orang yang anda tinggalkan begitu saja pada perlombaan tari beberapa tahun yang lalu.” Tambah si gadis itu.

“ Ooo, kemana saja Anda selama ini?” Kata pria itu.

“ Saya menjadi penjaga toko,” Jawab sang gadis singkat.

Sang gadis pun menanyakan sebuah pertanyaan besar, yang selama ini menggangunya,

“ Kenapa waktu itu meninggalkan saya begitu saja? Begitu burukkah penampilan saya? Mungkin jika waktu itu saya diberikan kesempatan, saat ini saya yang akan ada diatas panggung itu, bukan menjadi seorang penjaga toko.”

Pria itu menjawab “ Ooo Anda menari dengan sangat hebat sekali waktu itu, tapi waktu itu saya lelah sekali, setelah beribu-ribu penari yang saya nilai, mengenai saya meninggalkanmu, saya bermaksud untuk mengambil kartu nama saya, untuk saya berikan kepada Anda dan saya berharap Anda menghubungi saya keesokan harinya. Saya benar-benar lelah, namun setelah saya kembali, Anda sudah tidak ada. Untuk mengetahui sebuah rasa masakan yang lezat, Anda tidak harus memakan semua masakan tersebut.”

Andai saja gadis itu tetap konsisten dengan apa yang ia lakukan, ia tetap konsentrasi dengan cita-citanya, ia tetap menyelesaikan tariannya hingga usai, mungkin ia sudah menjadi penari yang tenar, bukan sebagai seorang penjaga toko.

Catatan : Kadang-kadang kita terlalu mengandalkan penilaian berdasarkan persepsi pribadi, yang belum tentu benar. "Sesuatu yang berkilauan, belum tentu emas"

Semoga Bermanfaat

 _/\_

Paling tidak gadis penari itu bisa BERTANYA..............

1. juri mau kemana ?
2. Apakah saya nari terus ?
3. kapan juri kembali ?
4. bagaimana hasil nilai tarianku ?
5. Apakah juri kebelet kencing ?

Tidak ada salahnya bertanya sebelum membuat penilaian sendiri?

Berarti sekarang Bro Johan telah menjadi penari terkenal, karena telah mengetahui caranya ( bercanda ya,  :)) :)) :)) )

Dan memang kenyataan adalah demikian kehidupan ini adalah pilihan, kadang-kadang ada yang mengatakan "kesempatan atau peluang " ini seperti seekor burung hinggap ditelapak tangan, jika tidak secara cepat dan tepat ( penilaian ), maka burung ( dibaca : peluang ) akan terbang dan tidak kembali untuk kedua kalinya. Maka pepatah yang menpunyai makna mendalam " menyesal kemudian tidak berguna " adalah sangat tepat.

Bagaimana membuat pilihan dan dilihat dari sisi yang yang bagaimana, mungkin perumpamaan dibawah ini lebih mengambarkan realita kehidupan
 
Ada sepasang saudara kembar, yang satu sangat periang, satunya lagi sangat pemurung. Suatu hari, ayahnya telah membeli banyak sekali mainan baru dengan beraneka warna mencolok. Anaknya yang pemurung dibiarkan bermain ditumpukan mainan itu. Sebaliknya si anak periang ditempatkan ke dalam kandang kuda yang penuh dengan kotoran. Sang ayah nampaknya ingin mengubah karakter kedua anak tersebut.

Keesokan paginya, sang ayah melihat si anak pemurung sedang menangis tersedu-sedu lantas bertanya: “Kenapa, apa tidak menyukai mainan baru itu?” Anak itu dengan lugu menjawab, “Kalau mainan kan bisa rusak.” Sang ayah menghela napas, lantas melangkah masuk ke kandang kuda, ia menemukan si anak periang itu sedang bersemangat entah mengorek-ngorek apa dari kotoran kuda. “Tahukah, papa, saya rasa di dalam tumpukan kotoran ini pasti tersembunyi seekor kuda kecil,” celoteh anak itu dengan bangganya

Sehari kemudian, sang ayah memberi kedua anak tersebut masing-masing minuman ½ botol, si anak pemurung tidak mau meminumnya, karena ia melihat hanya tinggal ½ botol saja. Sedang si anak periang mengangkatnya dengan gembira, “Sangat bagus! Masih ada ½ botol!”

Perumpaan diatas menunjukkan keduanya berbeda cara menyikapi kehidupan ( PILIHAN ), satu anak adalah periang, yang lainnya pemurung. Ini telah menunjukkan sifat perbedaan dari cara berpikir umat manusia ( penilaian ), yakni membagi segala hal menjadi dua sisi yang saling bertentangan, misalnya positif negative, periang dan pemurung, memuji satu sisi, menghujat sisi lainnya. Manusia yang bersikap periang atau optimis, pada setiap situasi dan kondisi yang runyam kebanyakan akan menemukan peluang, sedangkan manusia yang bersikap pemurung atau pesimis, pada setiap peluang malah melihat situasi dan kondisi yang runyam.

Ini dikarenakan dalam setiap sisi optimisme kebanyakan terdapat bagian yang pesimis, dalam setiap sisi pesimisme juga terdapat bagian dari optimis, segala hal adalah berpadanan dan realitis, hanya melihat manusianya mau berdiri di sisi yang mana dan inilah REALITA KEHIDUPAN  yang berbeda tipis ( KACAMATA KEHIDUPAN ), dan terkadang TIDAK DISADARI oleh kita. Dan artikel dibawa ini lebih menreflesikan


REALITA KEHIDUPAN

Saya dapat merasakan sedikit.. mungkin sedikit saja.. Ketidak bahagiaan yang sedang kamu alami. Itu semua karena kamu tidak belajar dari pengalaman hidupmu, sehingga kamu harus mengulang pelajaran ini. Aku pun mengalaminya, dan aku tahu betapa tidak menyenangkan hal ini.

Hanya satu masukan dari saya, Apapun yang harus terjadi, tidak dapat kamu hindari. Cepat atau lambat, hal-hal tersebut akan datang, dan datang dengan kondisi yang sama bahkan lebih.

Maka itu terimalah, Apapun yang terjadi dalam hidup mu. Hidup ini tidak bisa selalu dalam sisi menyenangkan. Pelajari dan ambil hikmahnya. Pesan apa yang hendak disampaikan Hukum Alam Semesta ini kepadamu.

Belajar mendengarkan pesan ini, susah-susah gampang. Bisa juga dibilang sangat sulit, bila kita belum bersedia untuk membuka hati dan pikiran kita.

Jika kita mengalami situasi sulit, situasi yang tidak menyenangkan. Apa yang dapat kita lakukan ? Aku tidak tahu jawaban pasti. Tapi mungkin saja bagi kamu, menyimpan sebuah harapan.. harapan akan adanya Terang setelah Gelap bisa memicu untuk tetap semangat dalam menjalankan hidup ini. Habis Gelap Terbitlah Terang. Itulah kata-kata yang pernah dikumandangkan Ibu Kita, Ibu Kartini.

Tidak Ada Terang, tanpa Gelap. Tidak Ada Kesenangan, tanpa Penderitaan. Terang adalah Gelap itu sendiri. Gelap itu sendiri adalah Terang. Terang tidak berbeda dengan Gelap. Demikian Gelap tidak berbeda dengan Terang. Kesenangan adalah penderitaan itu sendiri. Penderitaan itu adalah Kesenangan. Mereka berdua tidak berbeda.

Di dunia relatif ini, kita melihat segala sesuatu dari sisi Dualitas. Padahal Dualitas adalah ILUSI . Bagi Orang yang punya kekayaan 100 miliar dollar, bisa jadi menganggap orang yang punya duit 1 milliar rupiah adalah bukan orang kaya. Bagi seorang pembantu, bisa mempunyai duit 1 milliar rupiah adalah sangat kaya. Bukankah 1 milliar rupiah itu adalah nilai yang sama ? Tetapi mengapa bisa jadi ada perbedaan ?

Bagi mereka yang punya duit 100 milliar dollar. Tiba-tiba, karena sesuatu hal, duitnya hanya tersisa 1 Milliar Rupiah. Dan mungkin saja, orang yang tadinya punya duit 100 milliar dollar, menjadi stress berat. Tetapi di sisi lain, bagi seseorang yang tidak punya 1 milliar, tiba-tiba mempunyai duit 1 milliar, mungkin dia akan kegirangan.

Dan di sisi lain yang lain, bagi mereka yang tidak ambil pusing, duit 100 milliar dollar = 1 milliar rupiah = 0 rupiah. Sehingga punya duit 100 milliar, punya duit 1 miliar, duit 0 rupiah, dia tetap tidak terganggu.

Lalu, kita termasuk yang mana diantara 3 pilihan ?
Setiap pilihan tentu memberikan konsekuensinya yang harus diterima ( sebab akibat )

Semoga Bermanfaat

 _/\_
 
« Last Edit: 21 January 2010, 10:44:50 AM by CHANGE »

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #394 on: 21 January 2010, 10:50:33 AM »
^ Nah, kalo begitu, buat yang milih pilihan ketiga, harap catat no. Rek. DC yah ... biar proyek-proyeknya bisa jalan lancar banget ... :))

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #395 on: 22 January 2010, 02:34:52 PM »
^ Nah, kalo begitu, buat yang milih pilihan ketiga, harap catat no. Rek. DC yah ... biar proyek-proyeknya bisa jalan lancar banget ... :))

Gak pilih yg manapun dehhhhh (lagi males milih)... cuma menikmatin cerita2
yg inspiratif dan menghibur dari bro Change....(terutama kotoran kuda itu...
hahahaaa )

Tadi siang dengar radio......reporter mengatakan bahwa...
jalan layang turun ke Sidoarjo rusak (lubang besar) dan telah memakan korban kemarin (meninggal),
saat itu obnum yg mengurusin jalan di telp langsung..........ditanya apakah udah diperbaikin.. katanya sebagian udah tapi yg ITU belum... trus kapan diperbaikin.... katanya oknum tsb harus nunggu oknum yg di departemen lain.....

Menurut Buddhist, Bukankah itu juga JELAS2 salah satu pembunuhan yg disengajakan ? (ada suatu keadaan yg bisa membunuh koq dibiarkan) ? seberapa besar karma jelek yg diterima oleh oknum yg tidak segera memperbaikin jalan tsb ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #396 on: 22 January 2010, 03:18:28 PM »
Mengenai kisah 2 anak kembar, sebetulnya baik sikap pesimis dan optimis menghalangi perhitungan objektif. Tetapi entah mengapa, kebanyakan dari kisah-kisah yang beredar, biasanya "pesimis" yang jadi antagonis dan salah perhitungan, sedangkan si "optimis" yang jadi jagoan dan berhasil.

Sekarang saya beri cerita dari sudut pandang lain. :)
2 orang berangkat bersama naik mobil untuk perjalanan jauh yang melewati daerah terpencil. Si pesimis bilang, "isi bensin dulu, udah TINGGAL setengah." Si optimis, "ga usah, MASIH ada setengah." Akhirnya mobil mogok di daerah terpencil dan harus jalan ke SPBU terdekat yaitu 60 KM. Si pesimis ngoceh, "jauh sekali!" Si optimis bilang, "ah, cuma 60 KM doang..." Setelah jalan 3 jam, akhirnya di tengah jalan ada mobil lewat dan membantu mereka. Si pesimis bilang, "kenapa lama sekali baru lewat?!" Si optimis bilang, "untung baru lewat 3 jam!"

Pesimis meninggal terlahir di Tavatimsa: "yah... CUMA Tavatimsa..."
Optimis meninggal terlahir di alam Peta: "UNTUNG bukan Avici..."

Entahlah dengan rekan-rekan lain di sini, tapi saya pribadi tidak ingin dan tidak menganjurkan orang lain menjadi salah satu dari mereka.
-----

Dalam perumpamaan "ilusi dualisme," yang diambil Rp. 1 Milyar. Coba kalau Variablenya "Gaji Rp. 1.000.000,- per bulan."
Orang pertama, tinggal sendiri, gaya hidup "setengah petapa". Gaji 1 juta/bln = berlebihan.
Orang ke dua, tinggal bersama orang tua yang sakit, jadi tulang punggung keluarga membantu menyekolahkan adik-adiknya. Gaji 1 juta/bln = sangat kurang.

Apakah ini juga ilusi dualitas? Jika bukan, apa batasan "ilusi" tersebut?



Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #397 on: 22 January 2010, 04:30:26 PM »
Mengenai kisah 2 anak kembar, sebetulnya baik sikap pesimis dan optimis menghalangi perhitungan objektif. Tetapi entah mengapa, kebanyakan dari kisah-kisah yang beredar, biasanya "pesimis" yang jadi antagonis dan salah perhitungan, sedangkan si "optimis" yang jadi jagoan dan berhasil.

Sekarang saya beri cerita dari sudut pandang lain. :)
2 orang berangkat bersama naik mobil untuk perjalanan jauh yang melewati daerah terpencil. Si pesimis bilang, "isi bensin dulu, udah TINGGAL setengah." Si optimis, "ga usah, MASIH ada setengah." Akhirnya mobil mogok di daerah terpencil dan harus jalan ke SPBU terdekat yaitu 60 KM. Si pesimis ngoceh, "jauh sekali!" Si optimis bilang, "ah, cuma 60 KM doang..." Setelah jalan 3 jam, akhirnya di tengah jalan ada mobil lewat dan membantu mereka. Si pesimis bilang, "kenapa lama sekali baru lewat?!" Si optimis bilang, "untung baru lewat 3 jam!"

Pesimis meninggal terlahir di Tavatimsa: "yah... CUMA Tavatimsa..."
Optimis meninggal terlahir di alam Peta: "UNTUNG bukan Avici..."

Entahlah dengan rekan-rekan lain di sini, tapi saya pribadi tidak ingin dan tidak menganjurkan orang lain menjadi salah satu dari mereka.
-----

Dalam perumpamaan "ilusi dualisme," yang diambil Rp. 1 Milyar. Coba kalau Variablenya "Gaji Rp. 1.000.000,- per bulan."
Orang pertama, tinggal sendiri, gaya hidup "setengah petapa". Gaji 1 juta/bln = berlebihan.
Orang ke dua, tinggal bersama orang tua yang sakit, jadi tulang punggung keluarga membantu menyekolahkan adik-adiknya. Gaji 1 juta/bln = sangat kurang.

Apakah ini juga ilusi dualitas? Jika bukan, apa batasan "ilusi" tersebut?




Mengenai optimis dan pesimis, menurut saya pribadi hanya suatu kondisi " menghibur " diri sendiri, dalam arti 'semangat" selalu muncul karena pengkondisian karena berpikir positif, sama seperti konsep " untung ". Makanya saya katakan beda tipis, karena suatu peristiwa yang dapat dikatakan sebagai baik dan buruk selalu berdasarkan sudut pandang. Karena yang perlu diperhatikan adalah realita kehidupan.

-----------
Bagaimana pandangan Bro Kainyn mengenai batasan "ilusi" ini ? Karena secara duniawi, semuanya adalah relatif.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #398 on: 22 January 2010, 05:18:06 PM »
Mengenai optimis dan pesimis, menurut saya pribadi hanya suatu kondisi " menghibur " diri sendiri, dalam arti 'semangat" selalu muncul karena pengkondisian karena berpikir positif, sama seperti konsep " untung ". Makanya saya katakan beda tipis, karena suatu peristiwa yang dapat dikatakan sebagai baik dan buruk selalu berdasarkan sudut pandang. Karena yang perlu diperhatikan adalah realita kehidupan.
Dalam hidup, ada hal-hal yang bisa diperkirakan dan ada yang tidak bisa. Sebaiknya kita selalu berpegang pada yang bisa diperkirakan, namun tidak menutup diri dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak terduga. Orang pesimis itu cenderung mengecilkan keuntungan yang ada dan otomatis membesar-besarkan kerugian yang sebetulnya belum tentu ada. Sebaliknya orang optimis cenderung mengecilkan kerugian yang ada dan membesar-besarkan keuntungan yang sebetulnya belum tentu ada.

Kalau kebanyakan motivator mendorong kita berpikir dari sudut pandang positif, saya menganjurkan kita berpikir dari sudut pandang netral, selalu berusaha melihat hal-hal positif dan negatif apa adanya. Yang positif, walaupun diusahakan, kadang tidak berhasil. Begitu juga yang negatif, walaupun dihindari, kadang tetap terjadi juga. Namun yang terpenting adalah kita telah mengambil keputusan dengan pertimbangan, bukan tanpa dasar. Pikiran positif tidak akan mengisi gelas setengah kosong, sebagaimana pikiran negatif juga tidak akan mengosongkan gelas setengah terisi. Yang terbaik adalah mengetahui kapan harus mengisi yang setengah kosong, dan kapan harus menggunakan yang setengah terisi.


Mengenai "menghibur diri," saya pikir adalah baik jika kita menyadari suatu kesedihan sebagai kesedihan, karena dengan menyadarinya, kita bisa menghentikan "akar permasalahan" dan memperbaiki diri. Menghibur diri justru mengalihkan kita dari kenyataan kesedihan yang kita alami. Misalnya putus dengan pacar dan merasa sedih. Alangkah baiknya kita menyadari kesedihan yang terjadi karena kemelekatan kita. Bukan berarti kita besok jadi bhikkhu, tetapi agar kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
Penghiburan diri seperti "saya akan bertemu yang lebih baik" ataupun "nanti kami pasti akan dipersatukan lagi" adalah sebuah gambaran harapan dan pelarian kita dari masalah sebab kita pada hakekatnya ingin mencari bahagia dan tidak mau menerima kenyataan. Dengan menghibur diri, maka fokus kita lari dari akar permasalahan yang ada.



Quote
Bagaimana pandangan Bro Kainyn mengenai batasan "ilusi" ini ? Karena secara duniawi, semuanya adalah relatif.
Kalau pandangan saya, diukur dari kebutuhan yang nyata, dan kebutuhan yang sebetulnya tidak nyata bagi orang tersebut.
Dan untuk ini juga tidak ada rumus sama buat semua orang.

Misalnya baju, pada hakekatnya baju sekadar melindungi tubuh. Baju mahal adalah kebutuhan "tidak nyata" buat kebanyakan orang, tetapi untuk performer (misalnya entertainer) bisa menjadi kebutuhan nyata (kalau bajunya butut, ga ada yang mau kasih kerjaan untuk tampil).


Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #399 on: 23 January 2010, 09:56:20 AM »
 [at]  Kainyn

Saya setuju dengan pandangan anda, dan saya ingin mengatakan pandangan anda adalah sangat mendalam dalam hal untuk memahaminya, jika seseorang yang tidak pernah mengalami pasang surut kehidupan, maka menurut saya, tidak mudah untuk mencernanya. Dan mungkin mudah bagi yang telah memahami dhamma ( spekulasi) tidak berkata demikian.

Menurut saya pribadi berpikir positif ‘HANYA’ sebagai dasar untuk memicu niat atau kehendak secara berkesinambungan untuk mengikuti proses yang berlangsung dengan semangat, sehingga tidak putus asa. Karena kita tahu bahwa positif-negatif ( relative ) tidak muncul berbarengan dalam pola pikir. Sehingga berpikir positif menekan yang negative. Dan biasanya ini dilakukan oleh rata-rata setiap manusia ( yang tidak mengenal Dhamma ) dalam menghadapi masalah. Sehingga metode berpikir positif sebagai awal bahkan sangat awal bagi kita untuk belajar lebih jauh untuk mendalami proses kehidupan. Tentu cara pandang yang Buddhistik yang anda sajikan lebih mengena dan benar.


Ada satu hal yang sangat menarik mengenai Yin-Yang dan lima elemen kayu, api, tanah, logam dan air yang membahas keseimbangan dan selalu dalam bentuk dualisme atau ilusi.Yin Yang merupakan perlambangan dari Tao dengan bulatan yang dibagi menjadi dua garis lengkung warna hitam dan putih , Yin (sisi warna hitam dengan titik putih) membawa arti konotasi kejahatan, lemah, negatif, wanita. Sedangkan Yang (sisi warna putih dengan titik hitam) membawa arti konotasi kebaikan, kuat, positif, lelaki. Dalam dunia ini tidak ada kebenaran mutlak, dalam kebenaran ada kesalahan begitu juga sebaliknya dalam kejahatan ada kebaikan yang dikandung. Berarti suatu keseimbangan duniawi selalu terjadi karena adanya sisi positif  dan sisi negative.

Dan dikatakan ( kutipan ) :
 Yin mutlak bila sampai terjadi sama bahayanya dengan Yang mutlak. Contohnya, seorang laki-laki seyogyanya dilahirkan dengan lebih banyak sifat Yang (maskulin) dari pada Yin. Namun bila ia tidak memiliki sedikitpun sifat Yin ia tidak memiliki daya imbang dan ini akan sangat merugikannya .

Sebaliknya, Yin dan Yang tidak boleh pula mencapai titik imbang (equilibrium) karena sesuatu yang terlalu seimbang tidak mendatangkan perubahan atau kemajuan. Equilibrium = stagnant = tidak ada kegairahan = kematian .

contoh ; seperti yang anda katakan dithread lain. jika terjadi keseimbangan, maka tidak akan terjadi evolusi dari setiap makhluk ( jika saya tidak salah ingat )

Bagaimana pandangan Buddha Dhamma mengenai dualism Yin Yang ini ?
 
« Last Edit: 23 January 2010, 09:59:58 AM by CHANGE »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #400 on: 23 January 2010, 10:48:55 PM »
mohon jangan diskusi mengenai kepercayaan lain di diskusi umum.
kebijakannya adalah diskusi umum membahas mengenai apa yang dipercaya seorang pengikut ajaran Sang Buddha berdasarkan tiga mazhab besar.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline platinumbyakko

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 31
  • Reputasi: 1
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #401 on: 25 January 2010, 09:40:25 AM »
mau tanya tadi meditasi
ada tanda2 kayak gini :
- tubuh seperti ditekan sampai gepeng
- tubuh bergetar hebat kayak digoncang gempa
- keluar air mata
ini maksudnya apa yah

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #402 on: 25 January 2010, 09:45:25 AM »
mohon jangan diskusi mengenai kepercayaan lain di diskusi umum.
kebijakannya adalah diskusi umum membahas mengenai apa yang dipercaya seorang pengikut ajaran Sang Buddha berdasarkan tiga mazhab besar.

Terima Kasih anda telah mengingatkan.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #403 on: 25 January 2010, 10:16:18 AM »
[at]  Kainyn

Saya setuju dengan pandangan anda, dan saya ingin mengatakan pandangan anda adalah sangat mendalam dalam hal untuk memahaminya, jika seseorang yang tidak pernah mengalami pasang surut kehidupan, maka menurut saya, tidak mudah untuk mencernanya. Dan mungkin mudah bagi yang telah memahami dhamma ( spekulasi) tidak berkata demikian.

Menurut saya pribadi berpikir positif ‘HANYA’ sebagai dasar untuk memicu niat atau kehendak secara berkesinambungan untuk mengikuti proses yang berlangsung dengan semangat, sehingga tidak putus asa. Karena kita tahu bahwa positif-negatif ( relative ) tidak muncul berbarengan dalam pola pikir. Sehingga berpikir positif menekan yang negative. Dan biasanya ini dilakukan oleh rata-rata setiap manusia ( yang tidak mengenal Dhamma ) dalam menghadapi masalah. Sehingga metode berpikir positif sebagai awal bahkan sangat awal bagi kita untuk belajar lebih jauh untuk mendalami proses kehidupan. Tentu cara pandang yang Buddhistik yang anda sajikan lebih mengena dan benar.


Ada satu hal yang sangat menarik mengenai Yin-Yang dan lima elemen kayu, api, tanah, logam dan air yang membahas keseimbangan dan selalu dalam bentuk dualisme atau ilusi.Yin Yang merupakan perlambangan dari Tao dengan bulatan yang dibagi menjadi dua garis lengkung warna hitam dan putih , Yin (sisi warna hitam dengan titik putih) membawa arti konotasi kejahatan, lemah, negatif, wanita. Sedangkan Yang (sisi warna putih dengan titik hitam) membawa arti konotasi kebaikan, kuat, positif, lelaki. Dalam dunia ini tidak ada kebenaran mutlak, dalam kebenaran ada kesalahan begitu juga sebaliknya dalam kejahatan ada kebaikan yang dikandung. Berarti suatu keseimbangan duniawi selalu terjadi karena adanya sisi positif  dan sisi negative.

Dan dikatakan ( kutipan ) :
 Yin mutlak bila sampai terjadi sama bahayanya dengan Yang mutlak. Contohnya, seorang laki-laki seyogyanya dilahirkan dengan lebih banyak sifat Yang (maskulin) dari pada Yin. Namun bila ia tidak memiliki sedikitpun sifat Yin ia tidak memiliki daya imbang dan ini akan sangat merugikannya .

Sebaliknya, Yin dan Yang tidak boleh pula mencapai titik imbang (equilibrium) karena sesuatu yang terlalu seimbang tidak mendatangkan perubahan atau kemajuan. Equilibrium = stagnant = tidak ada kegairahan = kematian .

contoh ; seperti yang anda katakan dithread lain. jika terjadi keseimbangan, maka tidak akan terjadi evolusi dari setiap makhluk ( jika saya tidak salah ingat )

Bagaimana pandangan Buddha Dhamma mengenai dualism Yin Yang ini ?
 


Unsur-unsur alam adalah hal yang universal. Buddhisme juga menggunakan pembagian 4 elemen dalam alam yaitu tanah (kepadatan), air (fluida), angin (pergerakan), dan api (panas) yang membentuk fenomena. Makhluk, memiliki tambahan unsur yaitu bathin yang adalah kesadaran, pikiran, ingatan, dan perasaan. Sepertinya fakta yang memang ada di alam memang bukan milik kelompok tertentu, apakah Buddhist, Taoist, dsb. Hanya saja setiap ajaran mungkin menyikapinya dengan sudut pandang berbeda.

Mengenai dualisme "Yin-Yang", saya sendiri tidak tahu detailnya.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #404 on: 25 January 2010, 10:16:29 AM »
mohon jangan diskusi mengenai kepercayaan lain di diskusi umum.
kebijakannya adalah diskusi umum membahas mengenai apa yang dipercaya seorang pengikut ajaran Sang Buddha berdasarkan tiga mazhab besar.

Tadinya saya buat thread ini untuk bicara dengan topik bebas dengan saya sendiri, tetapi sepertinya memang bisa melebar ke mana-mana. Bisa tolong bantu pindahkan ke board yang cocok? Kafe jongkok, barangkali?

 

anything