Menjadi atau Tidak Menjadi karena Persepsi
Ada seorang gadis yang bercita-cita untuk menjadi seorang penari terkenal. Ia bermimpi untuk menjadi seorang yang tenar, yang akan menunjukkan kemampuannya didepan ribuan orang, di atas panggung yang megah. Setiap hari ia berlatih dengan keras, untuk menjadikan tariannya sempurna. Suatu saat ada sebuah perlombaan tari, gadis tersebut mengikutinya, ini merupakan sebuah kesempatan baginya untuk dapat meraih cita-citanya. Ribuan penari mengikuti perlombaan ini,namun gadis ini tidak gentar.
Ia mendapatkan nomor urut sekian ribu, setelah menunggu berjam-jam akhirnya waktu yang selama ini nantikan tiba, gadis itu berjalan menuju sebuah ruangan yang disitu sudah menunggu sesosok pria yang tidak lain adalah sang juri, yang akan menilai kemampuannya dan menentukan langkahnya. Dengan percaya diri gadis tersebut memulai tariannya, sangat luar biasa sekali, gerakannya gemulai dan lincah. Namun baru beberapa menit ia menari, sang juri meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun, sang gadis tersebut terkejut, bagai disambar petir disiang bolong, “ Begitu burukkah tarianku sampai-sampai dia mencampakkanku begitu saja, tanpa meninggalkan kata sedikitpun,” kata sang gadis dalam hati. Begitu kesalnya sang gadis, mimpinya hancur, cita-citanya musnah. Sejak saat itu sang gadis tidak pernah mau untuk menari lagi.
Beberapa tahun berlalu, Tanpa sengaja sang gadis melihat sebuah pengumunan, di kota tersebut akan diadakan pertunjukan tari, sang gadis tersebut bermaksud membawa anaknya untuk menonton pertunjukan tersebut, di pertunjukan tersebut ia bertemu dengan sesosok yang sudah tidak asing bagi dirinya, juri dalam perlombaan tari yang pernah ia ikuti beberapa waktu yang lalu, pria tersebut sudah tua, tampak dari wajahnya yang sudah keriput, rambutnya yang memutih dan kepalanya yang botak. Gadis tersebut menghampiri pria itu.
“Anda masih ingat saya?” Tanya si gadis,
“ Saya orang yang anda tinggalkan begitu saja pada perlombaan tari beberapa tahun yang lalu.” Tambah si gadis itu.
“ Ooo, kemana saja Anda selama ini?” Kata pria itu.
“ Saya menjadi penjaga toko,” Jawab sang gadis singkat.
Sang gadis pun menanyakan sebuah pertanyaan besar, yang selama ini menggangunya,
“ Kenapa waktu itu meninggalkan saya begitu saja? Begitu burukkah penampilan saya? Mungkin jika waktu itu saya diberikan kesempatan, saat ini saya yang akan ada diatas panggung itu, bukan menjadi seorang penjaga toko.”
Pria itu menjawab “ Ooo Anda menari dengan sangat hebat sekali waktu itu, tapi waktu itu saya lelah sekali, setelah beribu-ribu penari yang saya nilai, mengenai saya meninggalkanmu, saya bermaksud untuk mengambil kartu nama saya, untuk saya berikan kepada Anda dan saya berharap Anda menghubungi saya keesokan harinya. Saya benar-benar lelah, namun setelah saya kembali, Anda sudah tidak ada. Untuk mengetahui sebuah rasa masakan yang lezat, Anda tidak harus memakan semua masakan tersebut.”
Andai saja gadis itu tetap konsisten dengan apa yang ia lakukan, ia tetap konsentrasi dengan cita-citanya, ia tetap menyelesaikan tariannya hingga usai, mungkin ia sudah menjadi penari yang tenar, bukan sebagai seorang penjaga toko.
Catatan : Kadang-kadang kita terlalu mengandalkan penilaian berdasarkan persepsi pribadi, yang belum tentu benar. "Sesuatu yang berkilauan, belum tentu emas"
Semoga Bermanfaat
Paling tidak gadis penari itu bisa BERTANYA..............
1. juri mau kemana ?
2. Apakah saya nari terus ?
3. kapan juri kembali ?
4. bagaimana hasil nilai tarianku ?
5. Apakah juri kebelet kencing ?
Tidak ada salahnya bertanya sebelum membuat penilaian sendiri?
Berarti sekarang Bro Johan telah menjadi penari terkenal, karena telah mengetahui caranya ( bercanda ya,
)
Dan memang kenyataan adalah demikian kehidupan ini adalah pilihan, kadang-kadang ada yang mengatakan "kesempatan atau peluang " ini seperti seekor burung hinggap ditelapak tangan, jika tidak secara cepat dan tepat ( penilaian ), maka burung ( dibaca : peluang ) akan terbang dan tidak kembali untuk kedua kalinya. Maka pepatah yang menpunyai makna mendalam " menyesal kemudian tidak berguna " adalah sangat tepat.
Bagaimana membuat pilihan dan dilihat dari sisi yang yang bagaimana, mungkin perumpamaan dibawah ini lebih mengambarkan realita kehidupan
Ada sepasang saudara kembar, yang satu sangat periang, satunya lagi sangat pemurung. Suatu hari, ayahnya telah membeli banyak sekali mainan baru dengan beraneka warna mencolok. Anaknya yang pemurung dibiarkan bermain ditumpukan mainan itu. Sebaliknya si anak periang ditempatkan ke dalam kandang kuda yang penuh dengan kotoran. Sang ayah nampaknya ingin mengubah karakter kedua anak tersebut.
Keesokan paginya, sang ayah melihat si anak pemurung sedang menangis tersedu-sedu lantas bertanya: “Kenapa, apa tidak menyukai mainan baru itu?” Anak itu dengan lugu menjawab, “Kalau mainan kan bisa rusak.” Sang ayah menghela napas, lantas melangkah masuk ke kandang kuda, ia menemukan si anak periang itu sedang bersemangat entah mengorek-ngorek apa dari kotoran kuda. “Tahukah, papa, saya rasa di dalam tumpukan kotoran ini pasti tersembunyi seekor kuda kecil,” celoteh anak itu dengan bangganya
Sehari kemudian, sang ayah memberi kedua anak tersebut masing-masing minuman ½ botol, si anak pemurung tidak mau meminumnya, karena ia melihat hanya tinggal ½ botol saja. Sedang si anak periang mengangkatnya dengan gembira, “Sangat bagus! Masih ada ½ botol!”
Perumpaan diatas menunjukkan keduanya berbeda cara menyikapi kehidupan ( PILIHAN ), satu anak adalah periang, yang lainnya pemurung. Ini telah menunjukkan sifat perbedaan dari cara berpikir umat manusia ( penilaian ), yakni membagi segala hal menjadi dua sisi yang saling bertentangan, misalnya positif negative, periang dan pemurung, memuji satu sisi, menghujat sisi lainnya. Manusia yang bersikap periang atau optimis, pada setiap situasi dan kondisi yang runyam kebanyakan akan menemukan peluang, sedangkan manusia yang bersikap pemurung atau pesimis, pada setiap peluang malah melihat situasi dan kondisi yang runyam.
Ini dikarenakan dalam setiap sisi optimisme kebanyakan terdapat bagian yang pesimis, dalam setiap sisi pesimisme juga terdapat bagian dari optimis, segala hal adalah berpadanan dan realitis, hanya melihat manusianya mau berdiri di sisi yang mana dan inilah REALITA KEHIDUPAN yang berbeda tipis ( KACAMATA KEHIDUPAN ), dan terkadang TIDAK DISADARI oleh kita. Dan artikel dibawa ini lebih menreflesikan
REALITA KEHIDUPANSaya dapat merasakan sedikit.. mungkin sedikit saja.. Ketidak bahagiaan yang sedang kamu alami. Itu semua karena kamu tidak belajar dari pengalaman hidupmu, sehingga kamu harus mengulang pelajaran ini. Aku pun mengalaminya, dan aku tahu betapa tidak menyenangkan hal ini.
Hanya satu masukan dari saya, Apapun yang harus terjadi, tidak dapat kamu hindari. Cepat atau lambat, hal-hal tersebut akan datang, dan datang dengan kondisi yang sama bahkan lebih.
Maka itu terimalah, Apapun yang terjadi dalam hidup mu. Hidup ini tidak bisa selalu dalam sisi menyenangkan. Pelajari dan ambil hikmahnya. Pesan apa yang hendak disampaikan Hukum Alam Semesta ini kepadamu.
Belajar mendengarkan pesan ini, susah-susah gampang. Bisa juga dibilang sangat sulit, bila kita belum bersedia untuk membuka hati dan pikiran kita.
Jika kita mengalami situasi sulit, situasi yang tidak menyenangkan. Apa yang dapat kita lakukan ? Aku tidak tahu jawaban pasti. Tapi mungkin saja bagi kamu, menyimpan sebuah harapan.. harapan akan adanya Terang setelah Gelap bisa memicu untuk tetap semangat dalam menjalankan hidup ini. Habis Gelap Terbitlah Terang. Itulah kata-kata yang pernah dikumandangkan Ibu Kita, Ibu Kartini.
Tidak Ada Terang, tanpa Gelap. Tidak Ada Kesenangan, tanpa Penderitaan. Terang adalah Gelap itu sendiri. Gelap itu sendiri adalah Terang. Terang tidak berbeda dengan Gelap. Demikian Gelap tidak berbeda dengan Terang. Kesenangan adalah penderitaan itu sendiri. Penderitaan itu adalah Kesenangan. Mereka berdua tidak berbeda.
Di dunia relatif ini, kita melihat segala sesuatu dari sisi Dualitas. Padahal Dualitas adalah ILUSI . Bagi Orang yang punya kekayaan 100 miliar dollar, bisa jadi menganggap orang yang punya duit 1 milliar rupiah adalah bukan orang kaya. Bagi seorang pembantu, bisa mempunyai duit 1 milliar rupiah adalah sangat kaya. Bukankah 1 milliar rupiah itu adalah nilai yang sama ? Tetapi mengapa bisa jadi ada perbedaan ?
Bagi mereka yang punya duit 100 milliar dollar. Tiba-tiba, karena sesuatu hal, duitnya hanya tersisa 1 Milliar Rupiah. Dan mungkin saja, orang yang tadinya punya duit 100 milliar dollar, menjadi stress berat. Tetapi di sisi lain, bagi seseorang yang tidak punya 1 milliar, tiba-tiba mempunyai duit 1 milliar, mungkin dia akan kegirangan.
Dan di sisi lain yang lain, bagi mereka yang tidak ambil pusing, duit 100 milliar dollar = 1 milliar rupiah = 0 rupiah. Sehingga punya duit 100 milliar, punya duit 1 miliar, duit 0 rupiah, dia tetap tidak terganggu.
Lalu, kita termasuk yang mana diantara 3 pilihan ?
Setiap pilihan tentu memberikan konsekuensinya yang harus diterima ( sebab akibat )
Semoga Bermanfaat