//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 584293 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #975 on: 01 November 2011, 04:51:37 PM »
Penopang disini maksudnya adalah pemuasan indera ?
Bukan pemuasan indera, tapi khanda yang memungkinkan proses itu terjadi.
Saya ambil contoh sederhana, misalnya kita melihat gagasan warna merah, apakah ada/tidak, apakah termasuk/terpisah (dari spektrum), dan lain sebagainya. Bagaimanapun kita melihat gagasan itu, adalah terkondisi oleh persepsi indera mata dengan objek, serta pikiran dengan bentukan pikiran (yang timbul dari ditangkapnya persepsi oleh kesadaran mata). Ketika tidak ada kesadaran mata, maka gagasan pikiran mengenai persepsi warna tersebut, apakah dari sudut pandang dualisme maupun non-dualisme, tidak lagi ada.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #976 on: 01 November 2011, 04:57:47 PM »
Kalau saya pribadi, tidak menganut hal seperti di advaita vedanta, dan melihat Suññatā secara berbeda. Apapun yang dipersepsi oleh pikiran, baik itu gagasan dualisme maupun non-dualisme, adalah berkondisi dari landasan kesadaran dan indera. Ketika penopang dari kondisi tersebut tidak ada, maka apakah ada, tidak ada, sebagian, menyeluruh, hampa, isi, semua gagasan itu tidak lagi timbul.

Sedangkan Suññatā, saya memahaminya begini: objek pikiran apapun (termasuk objek dalam jhana), ketika muncul, jika objek tersebut adalah 'menyenangkan', maka pikiran berdiam di sana dalam damai. Para mulia memahami bahwa kedamaian tersebut juga adalah hal yang berkondisi oleh khanda. Maka ketika pikirannya tidak lagi melekati apapun, bahkan persepsi yang paling halus (arupa jhana bukan persepsi, bukan non-persepsi), ia dikatakan berada dalam kekosongan (Suññatā) tersebut. Di situlah ada kebahagiaan yang tak terkondisi oleh khanda dan merupakan akhir dari dukkha.

Yang di paragraf 1 itu menjelaskan tentang apa ya ?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #977 on: 01 November 2011, 05:34:14 PM »
Yang di paragraf 1 itu menjelaskan tentang apa ya ?
Yang di paragraf 1 itu saya menjelaskan bahwa 'dualisme' dan 'non-dualisme', keduanya adalah dalam ranah gagasan, berkutat pada 'ada/tidak ada/ada dan tidak ada/bukan ada, bukan tidak ada', ditopang oleh khanda, terkondisi oleh khanda, dan bukanlah berkenaan dengan Suññatā.


Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #978 on: 10 November 2011, 03:24:50 PM »
"People must begin with a strong solid self in order to move to the next developmental step of seeing it as an illusion"

atau bahasa lainnya

you have to be somebody before you can be nobody.”


^
Bagaimana ide di atas menurut bro kainyn ?  ;D

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #979 on: 10 November 2011, 05:41:36 PM »
"People must begin with a strong solid self in order to move to the next developmental step of seeing it as an illusion"

atau bahasa lainnya

you have to be somebody before you can be nobody.”


^
Bagaimana ide di atas menurut bro kainyn ?  ;D
Dalam konteks 'anatta', kalau dibilang 'must' atau 'have to', saya tidak setuju. Do you have to strongly believe in Santa Claus before you see it as an illusion?

Setiap orang punya ilusinya sendiri tentang diri, dan secara berbeda pula ilusi itu membentuk pola pikirnya. Misalnya bagi orang yang banyak terkondisi oleh interaksi sosialnya, menjadi figur publik yang berbaur dalam keragaman pribadi, maka adalah perlu untuk menetapkan suatu 'persona' yang solid dan memberikan impresi kuat. Keadaan ini akan merangsang 'kehausan' akan kualitas unik yang (kalau bisa) superior sehingga keberadaannya dalam masyarakat menjadi kokoh, berbeda dengan yang lain.

Tapi bagi orang yang tidak terkondisi seperti itu, menjadi orang biasa (ordinary people), mungkin sudah cukup. Tidak ada dorongan kuat untuk meneguhkan satu 'persona' yang solid, hanya menjalani hidup seadanya saja secara sederhana. 

Dari kedua itu, apakah bisa dibilang yang pertama lebih 'terilusi' oleh pandangan diri? Menurut saya, belum tentu. Pandangan 'diri' itu bisa 'menjelma' ke dalam hal-hal kasar seperti di contoh pertama, atau contoh sehari-hari di mana orang pakai '84H454 4L4y' hanya agar tampil beda; juga bisa dalam hal-hal yang sangat halus, seperti misalnya kemelekatan (bukan kecocokan) pada objek meditasi yang disenanginya.

Cara 'mengukuhkan diri sebelum menuju tahap selanjutnya' itu menurut saya, adalah seperti meng-kasar-kan apa yang halus, agar terlihat jelas, namun tergantung kasusnya, itu belum tentu membantu. Ketika dikasarkan, maka kita memang lebih mudah untuk melihatnya. Namun dengan melihat yang kasar, belum tentu otomatis kita bisa melihat yang halus. Jadi menurut saya, 'you do not have to be somebody before you can be nobody; in fact, you do not have to be nobody. You just have to see "you" just as they are, be it "somebody" or "nobody".'


Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #980 on: 11 November 2011, 09:04:49 AM »
juga bisa dalam hal-hal yang sangat halus, seperti misalnya kemelekatan (bukan kecocokan) pada objek meditasi yang disenanginya.

Kalau misalnya seseorang stick dengan satu metode meditasi sampai jangka waktu yang agak lama sebelum pindah ke metode lain, apakah ini bisa dibilang kemelekatan yang halus ?

Trus misalnya seseorang sedang gundah gulana trus dia bermeditasi untuk menenangkan perasaannya itu, apakah bisa dibilang ini adalah pelarian ? Yah, mungkin yang sering membaca materi tentang meditasi, rata-rata tau bahwa kontemplasi seharusnya dilakukan pada setiap jengkal akktivitas yang berarti kewaspadaan harus dijaga setiap saat. Namun, pada umat awam dan perumah tangga hal ini tentu sulit untuk dilakukan sehingga pastinya kewaspadaan selalu naik turun. Pada waktu mengalami suatu perasaan yang tidak mengenakkan, mereka cenderung melakukan meditasi untuk meredakannya. Pada taraf ini, meditasi mungkin terlihat sebagai pelarian dan bukan lagi pengamatan yang berkesinambungan.  :-?
« Last Edit: 11 November 2011, 09:23:29 AM by rooney »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #981 on: 11 November 2011, 09:32:02 AM »
interupsi, sekedar menyelingi dengan informasi yg mungkin penting,

kemelekatan yg harus dijauhi menurut ajaran Sang Buddha adalah:

"Ananda, terdapat lima utas kenikmatan indria. Apakah lima ini? bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … Bau-bauan yang dikenali oleh hidung … Rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … Obyek sentuhan yang dikenali oleh badan, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Ini adalah lima utas kenikmatan indria: ini disebut kenikmatan indria."

perhatikan: hanya lima utas, apakah kemelekatan pada meditasi termasuk dalam lima utas ini?

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #982 on: 11 November 2011, 09:34:03 AM »
interupsi, sekedar menyelingi dengan informasi yg mungkin penting,

kemelekatan yg harus dijauhi menurut ajaran Sang Buddha adalah:

"Ananda, terdapat lima utas kenikmatan indria. Apakah lima ini? bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … Bau-bauan yang dikenali oleh hidung … Rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … Obyek sentuhan yang dikenali oleh badan, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Ini adalah lima utas kenikmatan indria: ini disebut kenikmatan indria."

perhatikan: hanya lima utas, apakah kemelekatan pada meditasi termasuk dalam lima utas ini?

Itu kan indria bro indra, kalo yang khanda gimana ?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #983 on: 11 November 2011, 09:38:44 AM »
Itu kan indria bro indra, kalo yang khanda gimana ?

kemelekatan khanda juga objeknya pada lima utas yg sama ini kan? jasmani tunduk pada kenikmatan lima utas ini, perasaan tunduk pada lima utas ini, ...dst

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #984 on: 11 November 2011, 10:15:23 AM »
Kalau misalnya seseorang stick dengan satu metode meditasi sampai jangka waktu yang agak lama sebelum pindah ke metode lain, apakah ini bisa dibilang kemelekatan yang halus ?
Ini hanya bisa dijawab oleh orang tersebut dengan menyelidiki bathinnya.
Kalau menurut saya, belum tentu. Seseorang berkutat dengan satu metode bisa karena memang cocok dengan kecenderungannya, bisa juga karena tekadnya untuk belajar di situ, bisa juga karena mengikuti instruksi guru, dan bisa juga kemelekatan halus pada objek meditasi, yang berakar pada identifikasi interaksi 'objek' dan 'aku'.
Kendatipun demikian, menurut saya tidak perlu ditolak, tapi disadari, dan teruskan saja latihannya, karena lebih baik 'melekat' pada meditasi daripada pemuasan indriah.


Quote
Trus misalnya seseorang sedang gundah gulana trus dia bermeditasi untuk menenangkan perasaannya itu, apakah bisa dibilang ini adalah pelarian ? Yah, mungkin yang sering membaca materi tentang meditasi, rata-rata tau bahwa kontemplasi seharusnya dilakukan pada setiap jengkal akktivitas yang berarti kewaspadaan harus dijaga setiap saat. Namun, pada umat awam dan perumah tangga hal ini tentu sulit untuk dilakukan sehingga pastinya kewaspadaan selalu naik turun. Pada waktu mengalami suatu perasaan yang tidak mengenakkan, mereka cenderung melakukan meditasi untuk meredakannya. Pada taraf ini, meditasi mungkin terlihat sebagai pelarian dan bukan lagi pengamatan yang berkesinambungan.  :-?
Sebetulnya bagi saya tidak masalah itu disebut pelarian atau apa, tapi kalau ditinjau dari manfaatnya, itu tidak akan bermanfaat banyak. Bathin itu bukan sesuatu yang bisa dibentuk secara instant, tapi melalui proses panjang. Seperti juga misalnya kita melatih tubuh dan otot kita dalam hidup sehari-hari, maka ketika ada beban berat yang harus diangkat, tubuh kita sudah terlatih dan terbiasa. Kalau tidak pernah melatihnya, maka begitu ada beban berat, walaupun dengan metode kuda-kuda ini-itu, dengan hitungan tuas-pengungkit segala macam, tetap saja tidak ada daya untuk mengangkat.
Begitu juga meditasi yang menempa bathin, itu harus dilakukan berkesinambungan dan dalam jangka waktu panjang. Tidak bisa ketika ada masalah baru meditasi, mengharapkan bathin seimbang.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #985 on: 11 November 2011, 10:21:37 AM »
interupsi, sekedar menyelingi dengan informasi yg mungkin penting,

kemelekatan yg harus dijauhi menurut ajaran Sang Buddha adalah:

"Ananda, terdapat lima utas kenikmatan indria. Apakah lima ini? bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … Bau-bauan yang dikenali oleh hidung … Rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … Obyek sentuhan yang dikenali oleh badan, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Ini adalah lima utas kenikmatan indria: ini disebut kenikmatan indria."

perhatikan: hanya lima utas, apakah kemelekatan pada meditasi termasuk dalam lima utas ini?
Sepertinya disebutkan lima utas dalam konteks nafsu (kama). Menghindari lima ini, maka kita bisa 'maju' ke jhana.
Tapi kalau dalam konteks salayatana, kesenangan pada objek pikiran apa pun, bahkan kesadaran dalam jhana yang paling halus sekalipun, tetap adalah kemelekatan di mana 'pandangan diri' muncul dan berdiam di sana, maka tetap membelenggu seseorang pada kelahiran kembali.


Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #986 on: 02 December 2011, 08:16:40 PM »
 _/\_ om kainyn, mau tanya..
berbuat kammakah kita ketika sedang bermimpi??  ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #987 on: 03 December 2011, 11:11:04 AM »
_/\_ om kainyn, mau tanya..
berbuat kammakah kita ketika sedang bermimpi??  ;D
Menurut saya, ya, kita juga menanam kamma. Tapi karena perbedaan kondisi kesadarannya, saya rasa 'kadar' menanamnya juga berbeda. Saya lihat bagaimanapun itu mirip dengan kita menonton film, ada gambaran2 dalam pikiran dan kita meresponnya, kadang dengan suka atau tidak suka. Mungkin hema sering lihat orang nonton sambil memaki 'bego amat sih!' atau 'nih orang jahat banget!'. Itu jelas sudah menanam kamma (pikiran). Serupa dalam mimpi juga kita melihat gambaran (hasil dari olahan memori kita yang campur aduk), dan kita bisa bereaksi dan meniatkan sesuatu, maka di situ ada kamma tertanam.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #988 on: 04 December 2011, 01:57:26 PM »
Menurut saya, ya, kita juga menanam kamma. Tapi karena perbedaan kondisi kesadarannya, saya rasa 'kadar' menanamnya juga berbeda. Saya lihat bagaimanapun itu mirip dengan kita menonton film, ada gambaran2 dalam pikiran dan kita meresponnya, kadang dengan suka atau tidak suka. Mungkin hema sering lihat orang nonton sambil memaki 'bego amat sih!' atau 'nih orang jahat banget!'. Itu jelas sudah menanam kamma (pikiran). Serupa dalam mimpi juga kita melihat gambaran (hasil dari olahan memori kita yang campur aduk), dan kita bisa bereaksi dan meniatkan sesuatu, maka di situ ada kamma tertanam.
iya om kainyn, selain pernah melihat saya juga mengalami sendiri.  ;D
iya, kadang memang kita bisa melakukan apa yang memang kita inginkan di dalam mimpi, tapi lebih banyak g bisanya, beda dengan dunia nyata.
tapi kadang mimpi itu muncul sebagai gambaran pengulangan dari kejadian yang pernah kita alami, walau tidak sepenuhnya mirip tapi kondisi di mimpi itu menyerupai dengan kejadian nyata yang pernah terjadi. tapi kadang rasanya kita g bisa apa2 begitu, seperti hanya menjalankan sesuai apa yang ditulis oleh sutradara.  ;D
apakah ketidakberdayaan kita dalam mimpi itu karena perhatian kita yang lemah atau yang kurang terlatih, om kainyn?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #989 on: 05 December 2011, 10:28:09 AM »
iya om kainyn, selain pernah melihat saya juga mengalami sendiri.  ;D
iya, kadang memang kita bisa melakukan apa yang memang kita inginkan di dalam mimpi, tapi lebih banyak g bisanya, beda dengan dunia nyata.
tapi kadang mimpi itu muncul sebagai gambaran pengulangan dari kejadian yang pernah kita alami, walau tidak sepenuhnya mirip tapi kondisi di mimpi itu menyerupai dengan kejadian nyata yang pernah terjadi. tapi kadang rasanya kita g bisa apa2 begitu, seperti hanya menjalankan sesuai apa yang ditulis oleh sutradara.  ;D
apakah ketidakberdayaan kita dalam mimpi itu karena perhatian kita yang lemah atau yang kurang terlatih, om kainyn?
Ketahuan nih, sering maki-maki orang di film yah?
Iya, kadang kalau kita terlalu menginginkan sesuatu yang belum kesampaian, bisa terjadi dalam mimpi. Lalu begitu bangun rasanya menyesal sekali. ;D Kalau kita membenci sesuatu juga bisa muncul dalam mimpi, jadi saya pikir sepertinnya apapun yang sering kita pikirkan, berpotensi jadi plot utama dalam cerita. Lalu latarnya, orang2nya itu adalah berdasarkan proses pengalaman yang acak, makanya background dan kejadiannyanya juga bisa kacau (seperti bhikkhu sholat di Gereja).

Memang di mimpi tiba-tiba sudah begitu saja terjadi. Tapi kalau pengalaman saya, kadang kita juga bisa usahakan, ga selalu harus ikut si sutradara. Hanya saja, sepertinya itu bukan soal sadar/tidak, tapi masalah ke-kepala-batu-an aja kali yah, jangan terlalu pasrah sama sutradara. ;D Saya belum paham tentang pikiran sejauh itu, tapi kalau spekulasi saya, jika perhatian kita kuat, cenderung pada menyadari itu adalah mimpi, dan biasanya terbangun tidak lama kemudian.