Yang perlu diperhatikan menurut saya yang masih belajar ini, adalah mengerti mengapa kata aku menimbulkan penderitaan. kita dapat mengatakan tidak ada aku, tidak ada kemelekatan. pertanyaannya adalah kenapa kalau tidak ada aku maka tidak ada kemelekatan, kalau tidak ada kemelakatan maka penderitaan dapat dihindari.
Bro finalwind yang baik,
<kenapa kalau tidak ada aku maka tidak ada kemelekatan?>
Apa benar bahwa semua kemelekatan disebabkan oleh persepsi "Aku" ?
<kalau tidak ada kemelakatan maka penderitaan dapat dihindari.>
Saya setuju
.
----------------------------------
Pada dasarnya memang sankhara yang diliputi avijja memiliki sifat alami laten keserakahan, kebencian dan kebodohan (Lobha, Dosa, Moha). Begitu Namarupa dan Vinnana yang saling menopang mengkondisi timbulnya 6 Indera, lalu 6 indera memungkinkan kontak dengan objek indera, persepsi atau gagasan mengenai adanya "Diri, Diriku, Milikku" timbul. Timbulnya persepsi mengenai adanya "Diri, Diriku, Milikku" juga dipengaruhi oleh perasaan menyenangkan (somanassa vedana) yang terpesona oleh jasmani, terpesona oleh perasaan, terpesona oleh persepsi, terpesona oleh bentuk-bentuk batin, terpesona oleh kesadaran, terpesona oleh 6 indera dan objek-objeknya dan timbul keinginan atau nafsu keserakahan (Tanha -> Lobha) padanya.
"Wow, apakah gerangan ini? Apakah gerangan itu? Ah, mempesona sekali?...."
Timbulah persepsi dan pemikiran, timbul gagasan "Ini ada si sini, Perasaan ini ada di sini. Ini diriku, Ini aku, Ini milikku..."
Melalui latihan Vipassana, akan terlihat bahwa walupun banyak konflik/penderitaaan disebabkan oleh gagasan "Aku", lebih banyak lagi konflik/penderitaaan yang disebabkan oleh nafsu keserakahan dasar, laten atau alamiah (tanha) yang bukan disebabkan oleh gagasan "Aku". Sang Buddha dalam
MN 109PTS: M iii 15
Maha-punnama Sutta, mengatakan asal mula penyebab kemelekatan pada jasmani, kemelekatan pada perasaan, kemelekatan pada persepsi (termasuk pada persepsi "ini aku, diriku, milikku"), kemelekatan pada bentuk-bentuk pikiran, kemelekatan pada kesadaran, adalah Tanha. Dalam
AN 10.58 PTS: A v 106 Mula Sutta, Beliau mengatakan bahwa segala fenomena (pancakhandha) berakar dari nafsu keserakahan
(All phenomena are rooted in desire).
NOTE:
1.
"Apakah sumber dari penderitaan? Keinginan (tanha) yang tiada hentinya, dan disertai kegembiraan dan nafsu menyukai ini dan itu, inilah yang dinamakan:
1. Keinginan terhadap nafsu indra (kama tanha)
2. Keinginan untuk menjadi kembali (bhava tanha)
3. Keinginan untuk tidak menjadi kembali (vibhava tanha)
Inilah asal mula dari penderitaan (dukkha samudaya)"
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kemelekatan (upadana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kemelekatan, apakah sebabnya dari kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan untuk melenyapkan kemelekatan? Ada 4 (empat) jenis kemelekatan, yaitu:
1. Kemelekatan terhadap nafsu indera (Kamupadana)
2. Kemelekatan terhadap pandangan salah (Ditthupadana)
3. Kemelekatan terhadap upacara-upacara agama (Silabbatupadana)
4. Kemelekatan terhadap adanya diri (atta) yang kekal (Attavadupadana).
Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah kemelekatan (upadana).
Jalan untuk melenyapkan kemelekatan (upadana) hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar."
(Sammaditthi Sutta)
2.
Penyelewengan Persepsi
Para bhikkhu, ada empat penyelewengan persepsi, empat penyelewengan buah-pikir dan empat penyelewengan pandangan. Apakah yang empat itu?
- Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada kekekalan: ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Berpegang bahwa di dalam penderitaan ada kebahagiaan: ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Berpegang bahwa di dalam apa yang tanpa-diri ada suatu diri: ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Berpegang bahwa di dalam hal-hal yang menjijikkan ada keindahan: ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Para bhikkhu, inilah empat penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Para bhikkhu, ada empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan. Apakah yang empat itu?
Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada ketidakkekalan ... bahwa di dalam penderitaan ada penderitaan ... bahwa di dalam apa yang tanpa-diri tidak ada diri ... bahwa di dalam apa yang menjijikkan ada sifat menjijikkan - inilah empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
Mereka yang memahami apa yang berubah sebagai kekal,
Penderitaan sebagai suka-cita, diri di dalam tanpa-diri,
Dan yang melihat tanda keindahan di dalam hal yang menjijikkan -
Orang ini berpegang pada pandangan yang terselewengkan,
Secara mental kacau, terkena ilusi.
Terperangkap oleh Mara, tidak bebas dari belenggu,
Mereka masih jauh dari keadaan yang aman.
Makhluk-makhluk itu berkelana melalui lingkaran yang menyakitkan
Dan pergi berulang-ulang dari kelahiran menuju kematian.
Tetapi ketika Para Buddha muncul di dunia,
Pembuat cahaya di pekatnya kegelapan,
Mereka mengungkapkan Ajaran ini, Dhamma nan agung,
Yang membimbing menuju akhir penderitaan.
Ketika orang-orang yang bijaksana mendengarkannya,
Mereka akhirnya memperoleh kewarasan lagi.
Mereka melihat yang tidak kekal sebagai tidak kekal,
Mereka melihat penderitaan semata-mata sebagai penderitaan.
Mereka melihat tanpa-diri sebagai kosongnya diri,
Dan di dalam yang menjijikkan mereka melihat sifat menjijikkan.
Dengan menerima pandangan benar ini,
Mereka mengatasi semua penderitaan.
(ANGUTTARA NIKAYA IV, 49)