//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ahetuka Citta : rootless citta  (Read 7745 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Ahetuka Citta : rootless citta
« on: 17 April 2010, 10:51:08 PM »
Dear friends,



Setiap citta/pikiran mengalami objek. Tidak hanya ada 1 citta saja namun banyak sekali citta yang mengalami obyek. Jika kita ingin tahu siapa diri kita, kita seharusnya tidak hanya sekedar tahu citta akusala atau kusala saja melainkan juga ada momen citta lainnya.

Kusala dan akusala citta adalah citta yang menjadi sebab, yang dapat menimbulkan kamma baik ataupun buruk yang kemudian akan menimbulkan akibat di kemudian waktu. Kusala dan akusala citta muncul berbarengan dengan cetasika yang disertai dengan sebab/akar/hetu.

Tiga sebab/akar ini disebut dengan hetu . Ada 3 akusala hetu yaitu ; lobha (attachment), dosa (aversion) dan moha (ignorance).
serta ada 3 sobhana (indah) hetu yaitu : alobha (greedlessness or generosity), adosa (non-hate or loving kindness) and amoha (paññå or wisdom).

Citta atau cetasika yang disertai dengan hetu disebut sahetuka (``sa'' means ``with'').
Misalnya dosa-múla-citta, citta yang bersumber dari dosa, adalah sahetuka; moha dan dosa adalah hetu yang muncul pada dosa-múla-citta.

Namun ada juga citta yang tidak mempunyai sebab atau ahetuka. Banyak ahetuka citta yang muncul setiap hari

Misalnya melihat, mendengar, mencium bau, merasakan serta pengalaman bersentuhan dengan obyek merupakan ahetuka vipaka citta. Tidak ada sebab yang bisa membuat mengalami obyek, itu hanyalah akibat dari kamma lampau. Kamma buruk akan menghasilkan akusala vipaka, demikian juga kamma baik akan menghasilkan kusala vipaka citta. Melihat sebagai akusala vipaka citta akan mengalamai obyek yang tidak menyenangkan dan sebagai kusala vipaka citta akan mengalami obyek yang menyenangkan

Jadi secara singkat, ada 2 jenis ahetuka vipaka citta yang mengalami obyek melalui 5 pintu indera yaitu akusala vipaka dan kusala vipaka. Jadi ada 5 pasang ahetuka vipaka citta yang muncul pada 5 pintu indera sehingga disebut dengan dvi-pa~nca-vi~n~naa.na (two times five vi~n~naa.na).

Sewaktu obyek bertumbukan dengan indera mata, kesadaran melihat hanya mengalami apa yang muncul di mata, tidak ada senang atau tidak senang terhadap obyek. Ingat bahwa kesadaran melihat adalah ahetuka vipaa citta. Sedangkan citta yang senang atau tidak senang muncul belakangan karena merupakan sahetuka citta

Melihat tidaklah sama dengan berpikira apa yang terlihat. Saat seseorang menggunakan kata "melihat", yang dimaksud adalah memperhatikan bentuk dari sesuatu dan tahu bahwa apa itu, apakah itu orang, atau benda tertentu. Namun saat melihat, sesungguhnya ada citta yang semata-mata hanya mengalami obyek yang terlihat, dan jenis citta ini tidak tahu apa-apa lagi. Jadi apa yang terlihat dapat disebut "obyek yang terlihat" atau "warna", sesungguhnya adalah apa yang muncul di indera mata.

Jadi obyek yang muncul di indera penglihatan, pendengaran dan sebagainya adalah ahetuka vipaka citta yang muncul sebelum ada kusala atau akusala citta (sahetuka citta)
Dengan demikian jelas bahwa dvi-pa~nca-vi~n~naa.na seperti melihat atau mendengar tidaklah terjadi bersamaan dengan senang atau tidak senang terhadap objek, yang berbeda dengan apa yang selama ini dipegang oleh orang kebanyakan

Citta yang berbeda muncul pada berbagai momen dan perasaan yang muncul pun akan berbeda juga, kenyataan ini muncul karena ada kondisi yang berbeda-beda, dan itu bukanlah "atta"

******
Nina.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #1 on: 18 April 2010, 10:40:16 AM »
Penjelasan Abhidhamma di atas juga bisa ditelusuri di Suttapitaka pula. Salah satunya adalah Madhupuṇḍikasutta dari Majjhimanikāya. Dikatakan bahwa, 'Cakkhuñca paṭicca rūpe uppajjati cakkhuviññāṇaṃ. Tiṇṇaṃ saṅghati phasso. Phassapaccaya vedana. Yaṃ vedeti taṃ sañjānati. Yaṃ sañjānati taṃ vitakketi....' yang bisa diartikan, 'Dengan adanya mata dan bentuk-bentuk, di sana muncullah kesadaran mata. Dengan bergabungnya tiga hal ini, di sana muncullah kontak. Dikondisikan oleh kontak, di sana muncullah perasaan. Apapun yang seseorang rasakan, itulah yang ia persepsikan. Apapun yang seseorang persepsikan, itulah yang ia pikirkan..'. Proses ini juga terjadi melalui cara yang sama pada lima indria lainnya tergantung pada obyek-obyek mereka masing-masing.

Dalam proses pikiran di atas, kita melihat bahwa kesadaran mata (cakkhuviññāṇa) muncul secara natural di mana di sana belum ada perasaan senang dan tidak senang (vedana kata benda dari vedeti), belum ada persepsi (saññā kata benda dari sañjānati) dan juga belum ada pemikiran (vitakka kata benda dari vitakketi). Dalam konteks ini, cakkhuviññāṇa bisa dikatakan sebagai ahetuka citta (rootless consciousnesss).

Sesungguhnya dalam praktik vipassana / pandangan terang, kita dituntun untuk melihat ahetuka citta ini saja atau dalam kata lain hanya mengalami akibat kamma semata tanpa melanjutkan pikiran untuk bereaksi. Reaksi pikiran dalam proses Abhidhamma tampak pada kesadaran yang muncul disertai oleh hetu atau sebab. Sementara itu, reaksi pikiran dalam Madhūpiṇḍikasutta mulai tampak pada ketika kesadaran telah membentuk perasaan, persepsi, pikiran, dst. Namun demikian, karena perasaan, persepsi, pikiran dan bentuk2 mental lain juga merupakan obyek pikiran (mano) yang nantinya membentuk kesadaran pikiran (manoviññāṇā), mereka pun seseungguhnya hanya sekedar akibat kamma dan akan berhenti ketika kemudian seseorang tidak bereaksi dengan obyek2 pikiran ini.

Melatih diri untuk melihat setiap pengalaman sebagai ahetuka citta bisa dilihat dalam Bāhiyasutta ketika Sang Buddha mengatakan, 'Diṭṭhe diṭṭhamattaṃ bhavissati, sute sutamattaṃ bhavissati, mute muttamattaṃ bhavissati, viññāte viññātamattaṃ bhavissati - ketika melihat, ini hanya sekedar penglihatan; ketika mendengar, ini hanya sekedar pendengaran; ketika mengalami, ini hanya sekedar pengalaman; ketika berpikir, ini hanya sekedar pikiran'.

Be happy.

Offline maya devi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 159
  • Reputasi: 16
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #2 on: 18 April 2010, 02:55:32 PM »
Samanera tidak berkomentar dalam hati terhadap objek yang kita terima apakah itu ahetuka citta juga?

terima kasih


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #3 on: 18 April 2010, 03:32:50 PM »
Samanera tidak berkomentar dalam hati terhadap objek yang kita terima apakah itu ahetuka citta juga?

terima kasih



Sebenarnya ahetuka citta bukan terletak pada obyek yang diterima oleh indria kita termasuk indria pikiran (mano). Ahetuka citta mengacu kepada pengalaman kesadaran (citta / viññāṇā) terhadap obyek, namun pengalam kesadaran yang belum dibumbui oleh pertimbangan2 pikiran, konsep2 atau pemikiran2. Di atas saya menyebutkan bahwa kesadaran terhadap obyek2 pikiran seperti perasaan, persepsi dan juga pemikiran2 tertentu  juga bisa menjadi sekedar ahetuka citta jika seseorang mampu menyadarinya dan tidak terpengaruh oleh obyek2 batin ini. Poin ini ada dalam  Bahiyasutta terutama pada statemen, 'viññāte viññātamattaṃ bhavissati - dalam kesadaran, ini hanya sekedar kesadaran'.

Sekali lagi, ahetuka citta bukan terletak pada obyeknya termasuk bukan pada obyek2 pikiran, melainkan pada pengalaman kesadaran yang belum terkontaminasi oleh reaksi pikiran.

Be happy.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #4 on: 18 April 2010, 05:06:49 PM »
Penjelasan Abhidhamma di atas juga bisa ditelusuri di Suttapitaka pula. Salah satunya adalah Madhupuṇḍikasutta dari Majjhimanikāya. Dikatakan bahwa, 'Cakkhuñca paṭicca rūpe uppajjati cakkhuviññāṇaṃ. Tiṇṇaṃ saṅghati phasso. Phassapaccaya vedana. Yaṃ vedeti taṃ sañjānati. Yaṃ sañjānati taṃ vitakketi....' yang bisa diartikan, 'Dengan adanya mata dan bentuk-bentuk, di sana muncullah kesadaran mata. Dengan bergabungnya tiga hal ini, di sana muncullah kontak. Dikondisikan oleh kontak, di sana muncullah perasaan. Apapun yang seseorang rasakan, itulah yang ia persepsikan. Apapun yang seseorang persepsikan, itulah yang ia pikirkan..'. Proses ini juga terjadi melalui cara yang sama pada lima indria lainnya tergantung pada obyek-obyek mereka masing-masing.

Dalam proses pikiran di atas, kita melihat bahwa kesadaran mata (cakkhuviññāṇa) muncul secara natural di mana di sana belum ada perasaan senang dan tidak senang (vedana kata benda dari vedeti), belum ada persepsi (saññā kata benda dari sañjānati) dan juga belum ada pemikiran (vitakka kata benda dari vitakketi). Dalam konteks ini, cakkhuviññāṇa bisa dikatakan sebagai ahetuka citta (rootless consciousnesss).

Sesungguhnya dalam praktik vipassana / pandangan terang, kita dituntun untuk melihat ahetuka citta ini saja atau dalam kata lain hanya mengalami akibat kamma semata tanpa melanjutkan pikiran untuk bereaksi. Reaksi pikiran dalam proses Abhidhamma tampak pada kesadaran yang muncul disertai oleh hetu atau sebab. Sementara itu, reaksi pikiran dalam Madhūpiṇḍikasutta mulai tampak pada ketika kesadaran telah membentuk perasaan, persepsi, pikiran, dst. Namun demikian, karena perasaan, persepsi, pikiran dan bentuk2 mental lain juga merupakan obyek pikiran (mano) yang nantinya membentuk kesadaran pikiran (manoviññāṇā), mereka pun seseungguhnya hanya sekedar akibat kamma dan akan berhenti ketika kemudian seseorang tidak bereaksi dengan obyek2 pikiran ini.

Melatih diri untuk melihat setiap pengalaman sebagai ahetuka citta bisa dilihat dalam Bāhiyasutta ketika Sang Buddha mengatakan, 'Diṭṭhe diṭṭhamattaṃ bhavissati, sute sutamattaṃ bhavissati, mute muttamattaṃ bhavissati, viññāte viññātamattaṃ bhavissati - ketika melihat, ini hanya sekedar penglihatan; ketika mendengar, ini hanya sekedar pendengaran; ketika mengalami, ini hanya sekedar pengalaman; ketika berpikir, ini hanya sekedar pikiran'.

Be happy.

pls accept my deepest respect to u Rev,
may u always be well n happy

yg bertanda bold biru, memang telah amat sering di diskusikan di forum ini, dan selalu hasilnya diskusi memang demikian. tapi sy akui dalam praktek kadang berbeda sering didalam hati sy walau sekuat apapun sy tekan utk tidak bereaksi dg reaksi pikiran sy, toh tetap ada (istilah orang kita membathin di dalam bathin, susah ya bhs indonesia yg benar, tolong donk koreksinya  ^-^) berarti tetap jalan khan kamma nya. susah juga ya....sebaik apapun pikiran kita, senetral apapun hati kita, tetap membathin dlm bathin pasti ada, mohon info adakah trik utk tidak bereaksi sama sekali, bukan tahap mencatat dan mengenali yg sy maksud disini, tp membathin dlm bathin. thx b4.

may all beings be happy

mettacittena,

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #5 on: 18 April 2010, 05:46:44 PM »
tapi sy akui dalam praktek kadang berbeda sering didalam hati sy walau sekuat apapun sy tekan utk tidak bereaksi dg reaksi pikiran sy, toh tetap ada (istilah orang kita membathin di dalam bathin, susah ya bhs indonesia yg benar, tolong donk koreksinya  ^-^) berarti tetap jalan khan kamma nya. susah juga ya....sebaik apapun pikiran kita, senetral apapun hati kita, tetap membathin dlm bathin pasti ada, mohon info adakah trik utk tidak bereaksi sama sekali, bukan tahap mencatat dan mengenali yg sy maksud disini, tp membathin dlm bathin. thx b4.

may all beings be happy

mettacittena,

Menerima fenomena tanpa reaksi pikiran bukan menekan pikiran supaya tidak bereaksi. Ketika anda menekan pikiran untuk diam, justru itu merupakan reaksi pikiran. Tidak bereaksi artinya ia melihat sebagaimana adanya fenomena tanpa menekannya ataupun terbawa oleh arus pikiran tersebut. Ketika melihat mereka sebagaimana adanya di sana yang ada hanya muncul dan lenyapnya fenomena. Ketika anda membatin / berpikir, sesungguhnya anda telah menyimpang dari praktik kesadaran. Anda harus segera menyadari pikiran membatin ini dan melihatnya sebagai mana adanya. Latihan ini memang sulit karena pikiran kita telah terbiasa berpikir di kehidupan yang tidak terhitung lamanya. Pikiran kita selalu dipengaruhi oleh kecenderungan laten (anusaya) yang tertanam dan berakar kuat dalam pikiran. Namun kalau kita terus melatih pikiran sadar dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, setahap demi setahap, kita mulai merasakan manfaat kesadaran (sati) dan kita mulai tahu mana yang Jalan dan mana yang Bukan Jalan.

Be happy.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #6 on: 18 April 2010, 11:19:41 PM »
bagaimana dengan pernyataan lain bahwa tidak ada penyebab tunggal atau tanpa penyebab, melainkan ada beberapa penyebab? bukankah hal ini bertentangan?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #7 on: 18 April 2010, 11:27:22 PM »
bagaimana dengan pernyataan lain bahwa tidak ada penyebab tunggal atau tanpa penyebab, melainkan ada beberapa penyebab? bukankah hal ini bertentangan?

Kaitannya dengan topik yang dibicarakan apa? Bisa dijelaskan lebih jelas maksud pertanyaanya?

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #8 on: 18 April 2010, 11:32:40 PM »
bukankah Buddha mengatakan sesuatu yang muncul bukan ahetuka atau ekahetuka?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #9 on: 18 April 2010, 11:46:54 PM »

Menerima fenomena tanpa reaksi pikiran bukan menekan pikiran supaya tidak bereaksi. Ketika anda menekan pikiran untuk diam, justru itu merupakan reaksi pikiran. Tidak bereaksi artinya ia melihat sebagaimana adanya fenomena tanpa menekannya ataupun terbawa oleh arus pikiran tersebut. Ketika melihat mereka sebagaimana adanya di sana yang ada hanya muncul dan lenyapnya fenomena. Ketika anda membatin / berpikir, sesungguhnya anda telah menyimpang dari praktik kesadaran. Anda harus segera menyadari pikiran membatin ini dan melihatnya sebagai mana adanya. Latihan ini memang sulit karena pikiran kita telah terbiasa berpikir di kehidupan yang tidak terhitung lamanya. Pikiran kita selalu dipengaruhi oleh kecenderungan laten (anusaya) yang tertanam dan berakar kuat dalam pikiran. Namun kalau kita terus melatih pikiran sadar dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, setahap demi setahap, kita mulai merasakan manfaat kesadaran (sati) dan kita mulai tahu mana yang Jalan dan mana yang Bukan Jalan.

Be happy.

Rev yg sy hormati,
yg bertanda bold biru pertanyaan selanjutnya. spt yg telah sy kemukakan sebelumnya, dlm diskusi sll mencapai kata sepakat hasil akhir spt ini, nah triknya itu yg sy tanyakan, memang kita hanya melihat hal tsb sbg fenomena timbul dan tenggelam, tentu ada prosesnya khan, itulah yg sy maksud tadi dg istilah yg kurang lebih "membathin dlm bathin" (nah ini timbul, nah ini hilang, maksud sy itu)

yang bertanda bold biru selanjutnya, setahu sy (mohon koreksi Rev bila salah) hingga Arahatpun anusaya masih ada, wlu amat sangat tipis, tapi masih ada.

may all beings be happy

mettacittena,
« Last Edit: 18 April 2010, 11:53:58 PM by pannadevi »

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #10 on: 18 April 2010, 11:59:33 PM »
bukankah Buddha mengatakan sesuatu yang muncul bukan ahetuka atau ekahetuka?

Sebenarnya kata ahetuka dalam kaitannya dengan ahetuka citta dikatakan demikian semata-mata karena kondisi batin ini  tidak berakar pada lobha, dosa dan moha atau alobha, adosa dan amoha. Namun demikian, ahetuka citta juga disebut sebagai akusalavipākacittāni (unwholesome-resultant consciousness / kesadaran-akibat yang tidak baik) dan juga kusalavipākacittāni (wholesome-resultant consciousness  / kesadaran-akibat yang baik). Sesungguhnya mereka pun muncul karena sebab namun karena pada pengalaman kesadaran ini tidak ada lobha, dosa, moha, alobha, adosa dan amoha yang sering dikatakan sebagai hetu, kesadaran2 ini juga disebut sebagai ahetuka.

Tampaknya konsep yang mengatakan bahwa satu fenomena / dhamma muncul bukan dari satu faktor saja perlu diklarifikasi. Konsep ini memang benar. Tapi dari beberapa sebab yang memunculkan satu fenomena, ada satu fenomena yang dikatakan sebagai penyebab terdekat (padaṭṭhāna / proximate cause) dan banyak penyebab2 lainnya yang bukan penyebab terdekat. Sebagai contoh, munculnya kemelekatan / upādāna disebabkan oleh penyebab terdekat yakni taṇhā / nafsu keinginan. Namun meskipun ada penyebab terdekatnya, kemelekatan tidak hanya disebabkan oleh tanhā saja karena ternyata taṇhā tersebut muncul karena perasaan, enam landasan indria, dll. Perasaan, enam landasan indria, dan faktor2 lain juga merupakan faktor menyebabkan munculnya kemelekatan meskipun mereka bukan penyebab terdekat. Inilah mengapa satu fenomena disebabkan oleh banyak faktor.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #11 on: 19 April 2010, 12:02:46 AM »
terima kasih penjelasannya samanera.
kalau begitu, apa padaṭṭhāna ahetuka citta?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #12 on: 19 April 2010, 12:05:41 AM »

Menerima fenomena tanpa reaksi pikiran bukan menekan pikiran supaya tidak bereaksi. Ketika anda menekan pikiran untuk diam, justru itu merupakan reaksi pikiran. Tidak bereaksi artinya ia melihat sebagaimana adanya fenomena tanpa menekannya ataupun terbawa oleh arus pikiran tersebut. Ketika melihat mereka sebagaimana adanya di sana yang ada hanya muncul dan lenyapnya fenomena. Ketika anda membatin / berpikir, sesungguhnya anda telah menyimpang dari praktik kesadaran. Anda harus segera menyadari pikiran membatin ini dan melihatnya sebagai mana adanya. Latihan ini memang sulit karena pikiran kita telah terbiasa berpikir di kehidupan yang tidak terhitung lamanya. Pikiran kita selalu dipengaruhi oleh kecenderungan laten (anusaya) yang tertanam dan berakar kuat dalam pikiran. Namun kalau kita terus melatih pikiran sadar dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, setahap demi setahap, kita mulai merasakan manfaat kesadaran (sati) dan kita mulai tahu mana yang Jalan dan mana yang Bukan Jalan.

Be happy.

Rev yg sy hormati,
yg bertanda bold biru pertanyaan selanjutnya. spt yg telah sy kemukakan sebelumnya, dlm diskusi sll mencapai kata sepakat hasil akhir spt ini, nah triknya itu yg sy tanyakan, memang kita hanya melihat hal tsb sbg fenomena timbul dan tenggelam, tentu ada prosesnya khan, itulah yg sy maksud tadi dg istilah yg kurang lebih "membathin dlm bathin" (nah ini timbul, nah ini hilang, maksud sy itu)

yang bertanda bold biru selanjutnya, setahu sy (mohon koreksi Rev bila salah) hingga Arahatpun anusaya masih ada, wlu amat sangat tipis, tapi masih ada.

may all beings be happy

mettacittena,

Jika seseorang mempraktikkan praktik kesadaran / sati secara benar dan terus menerus, pengetahuan tentang timbul tenggelamnya fenomena akan muncul secara alami dan natural tanpa harus mengakfifkan pikiran atau dengan kata lain, tanpa harus berpikir.

Btw, seorang arahat telah menghancurkan segala bentuk kecenderungan pikiran (anusaya). Ia telah terbebas sepenuhnya dari mereka.


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #13 on: 19 April 2010, 12:11:18 AM »
terima kasih penjelasannya samanera.
kalau begitu, apa padaṭṭhāna ahetuka citta?

Dalam Abhidhamma dikatakan bahwa dalam mendefinisikan setiap fenomena, ada empat hal yang harus dibahas yakni lakkhaṇa (karakteristik) obyek tersebut, rasa (fungsi), paccupaṭṭhāna (manifestasi) dan padaṭṭhāna (penyebab terdekat) yang memunculkan obyek tersebut. Setiap fenomena dikatakan memiliki empat hal ini. Jika kita mengacu kepada konsep ini dan menerimanya, meskipun padaṭṭhāna ahetuka citta tidak dibahas secara spesifik, kita pun harus menerima bahwa padaṭṭhāna ahetuka citta / penyebab terdekat ahetuka citta harus ada, dan yang jelas yang kita ketahui bahwa resultant consciousness ini muncul karena perbuatan2 tidak baik dan buruk. Akusalavipākacittāni, menurut Abhidhammatthasaṅgaha, muncul disebabkan oleh kamma yang tidak baik, sedangkan kusalavipākacittāni disebabkan oleh kamma yang baik. Perbuatan2 ini, meskipun dalam kitab tidak dikatakan secara spesifik sebagai penyebab terdekat ahetuka citta, bisa dikatakan sebagai penyebab terdekat karena setidaknya mereka yang menyebabkan ahetuka citta muncul.
« Last Edit: 19 April 2010, 12:17:27 AM by Peacemind »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Ahetuka Citta : rootless citta
« Reply #14 on: 19 April 2010, 10:16:00 AM »

Menerima fenomena tanpa reaksi pikiran bukan menekan pikiran supaya tidak bereaksi. Ketika anda menekan pikiran untuk diam, justru itu merupakan reaksi pikiran. Tidak bereaksi artinya ia melihat sebagaimana adanya fenomena tanpa menekannya ataupun terbawa oleh arus pikiran tersebut. Ketika melihat mereka sebagaimana adanya di sana yang ada hanya muncul dan lenyapnya fenomena. Ketika anda membatin / berpikir, sesungguhnya anda telah menyimpang dari praktik kesadaran. Anda harus segera menyadari pikiran membatin ini dan melihatnya sebagai mana adanya. Latihan ini memang sulit karena pikiran kita telah terbiasa berpikir di kehidupan yang tidak terhitung lamanya. Pikiran kita selalu dipengaruhi oleh kecenderungan laten (anusaya) yang tertanam dan berakar kuat dalam pikiran. Namun kalau kita terus melatih pikiran sadar dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, setahap demi setahap, kita mulai merasakan manfaat kesadaran (sati) dan kita mulai tahu mana yang Jalan dan mana yang Bukan Jalan.

Be happy.

Rev yg sy hormati,
yg bertanda bold biru pertanyaan selanjutnya. spt yg telah sy kemukakan sebelumnya, dlm diskusi sll mencapai kata sepakat hasil akhir spt ini, nah triknya itu yg sy tanyakan, memang kita hanya melihat hal tsb sbg fenomena timbul dan tenggelam, tentu ada prosesnya khan, itulah yg sy maksud tadi dg istilah yg kurang lebih "membathin dlm bathin" (nah ini timbul, nah ini hilang, maksud sy itu)

yang bertanda bold biru selanjutnya, setahu sy (mohon koreksi Rev bila salah) hingga Arahatpun anusaya masih ada, wlu amat sangat tipis, tapi masih ada.

may all beings be happy

mettacittena,

Jika seseorang mempraktikkan praktik kesadaran / sati secara benar dan terus menerus, pengetahuan tentang timbul tenggelamnya fenomena akan muncul secara alami dan natural tanpa harus mengakfifkan pikiran atau dengan kata lain, tanpa harus berpikir.

Btw, seorang arahat telah menghancurkan segala bentuk kecenderungan pikiran (anusaya). Ia telah terbebas sepenuhnya dari mereka.



terima kasih Rev atas tanggapannya.
memang sy juga menyanggah sewaktu dosen mengatakan di class bhw Arahatpun msh ada anusaya, namun amat sangat tipis (AMAT SANGAT TIPIS beliau tekankan), sedangkan dimana seorang Arahat kamma telah berhenti bekerja, shg wlu ada anusaya sangat sangat n sangat tipis sekali maka tidak akan berpengaruh (according Mr.Chandra Sekara,BA,MA,Msc).

saya sangat ingin mempelajari proses "tanpa harus berpikir" karena sy memperhatikan (tentunya setelah bertemu muka langsung) banyak sekali para anggota sangha yg sy lihat setelah menjalani amat ketat dan amat serius meditasi keras justru berakhir tragis, sehingga sy tertarik apakah penyebabnya (tentu banyak), namun salah satu yg paling menonjol (dlm benak saya) tentu beliau mengalami konflik membathin dalam bathin, nah hal ini yg ingin saya tanyakan apakah proses ini dg kaitan "tanpa harus berpikir" menjadikan saling berbenturan? apakah proses ini mempercepat matangnya akusalavipaka? saya benar2 ingin menggali hal ini untuk melangkah kearah sana, (mohon maaf sy tidak sekedar iseng), karena banyak sekali contoh yg sy dapati disini, dan ketika sy berusaha mencari jawabannya mereka hanya menjawab dg sebuah kalimat saja "akusalavipaka".

may all beings be happy

mettacittena,