//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain  (Read 31219 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« on: 04 March 2010, 05:08:51 PM »
Kelihatannya hal sepele, tetapi imbasnya bisa ke mana-mana.

Hal ini umum terjadi terutama jika menyangkut hubungan umat dan sangha. Anggota sangha yang diduga sebagai seorang Ariya, biasa keputusannya bisa dianggap lebih benar. Dana yang diberikan pun biasanya lebih diutamakan, semua berbondong-bondong datang demi Bhikkhu(ni) "Ariya" tersebut. Bahkan saya pernah dengar ada metode yang bisa dilakukan orang tertentu untuk "mengintip" apakah anggota sangha tersebut adalah (tanpa tanggung-tanggung,) Arahat.

Bagaimana pendapat rekan-rekan terhadap sikap demikian?



NB: Topic ini bukan untuk memperpanjang dan juga tidak ada hubungannya dengan Topik sebelah, tetapi memang membahas fenomena yang terjadi, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan dhamma.

No Junk, Please!

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #1 on: 04 March 2010, 05:12:09 PM »
I assume all is arahant ;)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #2 on: 04 March 2010, 05:21:17 PM »
I assume all is arahant ;)

Assuming "All is Arahant" or "None is Arahant" causes no discrimination. Thus, no problem. When we discern "this one is Arahant, and this one is not" based only on speculations, not knowledge, discrimination arose. Then by that speculation and lack of knowledge, our thought and conduct toward that person differ. That's the problem.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #3 on: 04 March 2010, 05:32:08 PM »
Can you explain what kind of "method" that can be used by some people?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #4 on: 04 March 2010, 05:35:48 PM »
Can you explain what kind of "method" that can be used by some people?

:) [Back to Bahasa]
Seperti biasa, saya tidak menyebutkan nama, tetapi ada orang yang katanya bisa membaca "aura" dari bhikkhu. Dan bhikkhu tertentu, ia katakan sebagai Arahat. Berdasarkan dhamma, betulkah pencapaian kesucian orang bisa terlihat dari "aura"?

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #5 on: 04 March 2010, 05:38:40 PM »
** edit.. dah di jawab ;D

aura? yup.. aura seseorang gak bohong ;D
« Last Edit: 04 March 2010, 05:41:32 PM by wen78 »
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #6 on: 04 March 2010, 05:39:45 PM »
:) [Back to Bahasa]
Seperti biasa, saya tidak menyebutkan nama, tetapi ada orang yang katanya bisa membaca "aura" dari bhikkhu. Dan bhikkhu tertentu, ia katakan sebagai Arahat. Berdasarkan dhamma, betulkah pencapaian kesucian orang bisa terlihat dari "aura"?

Membaca aura ini seperti apa yah? Bisa tolong dijelaskan lebih detil? :)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #7 on: 04 March 2010, 05:42:00 PM »
so, what is the criteria of an Arahant? if a person match with the criteria of an Arahat, we should "label" him and call him an Arahat?

[Back to Bahasa, sebelum keterusan]

Entahlah, saya tidak bisa membedakan, dan menurut saya tidak ada gunanya membedakan hal demikian. Arahat dan bukan, dalam hal apakah memiliki kepentingan untuk dibedakan?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #8 on: 04 March 2010, 05:44:51 PM »
Membaca aura ini seperti apa yah? Bisa tolong dijelaskan lebih detil? :)

Tidak bisa. Ceritanya begini. Suatu saat sedang ada perbedaan pendapat tentang ucapan para bhikkhu. Kemudian ada yang mengatakan, "tapi si bhikkhu A sudah Arahat." Saya tanya tahu dari mana hal tersebut. Dijawab, "si X yang bisa melihat aura, melihat aura bhikkhu A berwarna putih*, berarti sudah Arahat."


*Saya tidak ingat penjelasan putihnya bagaimana, tetapi seingat saya dikatakan warnanya secara garis besar putih.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #9 on: 04 March 2010, 05:52:20 PM »
Membaca aura ini seperti apa yah? Bisa tolong dijelaskan lebih detil? :)

Tidak bisa. Ceritanya begini. Suatu saat sedang ada perbedaan pendapat tentang ucapan para bhikkhu. Kemudian ada yang mengatakan, "tapi si bhikkhu A sudah Arahat." Saya tanya tahu dari mana hal tersebut. Dijawab, "si X yang bisa melihat aura, melihat aura bhikkhu A berwarna putih*, berarti sudah Arahat."


*Saya tidak ingat penjelasan putihnya bagaimana, tetapi seingat saya dikatakan warnanya secara garis besar putih.

Menurut saya, hal itu belum tentu akurat. Tapi jika saya menyatakan demikian, saya pun turut ikut berspekulasi. :)

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #10 on: 04 March 2010, 05:53:30 PM »
Hmmm saya pernah 2x dibaca aura oleh seseorang

#1 ---> dibaca sebagai single > padahal dah berkeluarga, katanya aura gw ga ada warna (sayang dia ga bilang putih LOL)

#2 ---> katanya aura gw berubah & banyak yg ikutin (wow...) ga ngerti deh gw

Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #11 on: 04 March 2010, 05:54:18 PM »
:) [Back to Bahasa]
Seperti biasa, saya tidak menyebutkan nama, tetapi ada orang yang katanya bisa membaca "aura" dari bhikkhu. Dan bhikkhu tertentu, ia katakan sebagai Arahat. Berdasarkan dhamma, betulkah pencapaian kesucian orang bisa terlihat dari "aura"?

Membaca aura ini seperti apa yah? Bisa tolong dijelaskan lebih detil? :)
dengan menggunakan "mata ketiga" untuk melihat aura. sering meditasi, biasanya bisa sendiri.
mo jalur express, bisa minta tolong org "pinter" ato Bhikku utk bukain. disarankan dah siap lahir batin.

so, what is the criteria of an Arahant? if a person match with the criteria of an Arahat, we should "label" him and call him an Arahat?

[Back to Bahasa, sebelum keterusan]

Entahlah, saya tidak bisa membedakan, dan menurut saya tidak ada gunanya membedakan hal demikian. Arahat dan bukan, dalam hal apakah memiliki kepentingan untuk dibedakan?



sehati.
tapi prakteknya memang begitu. karena tau(bisa melihat sendiri) maka otomatis lebih hormat dibanding yg lain. kl tidak tau, maka semua di sama ratakan.

ya.. begitulah... ;D

Hmmm saya pernah 2x dibaca aura oleh seseorang

#1 ---> dibaca sebagai single > padahal dah berkeluarga, katanya aura gw ga ada warna (sayang dia ga bilang putih LOL)

#2 ---> katanya aura gw berubah & banyak yg ikutin (wow...) ga ngerti deh gw


setau gua, liat aura, gak bisa utk melihat seseorang single apa dah married ;D
« Last Edit: 04 March 2010, 05:55:53 PM by wen78 »
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #12 on: 04 March 2010, 05:57:53 PM »
Ada pula yang konon bisa tahu dari reliknya.
Sebenarnya ada bahayanya gak sih menebak kesucian seseorang?

Kenapa Sang Buddha mengkategorikan "berbohong mengenai pencapaian kesucian sendiri" sebagai sesuatu yang sangat berat (parajika) ?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #13 on: 04 March 2010, 06:28:35 PM »
Pada saat itu, terdapat dewa lain yang bernama Ankura di alam dewa Tavatimsa yang telah banyak memberikan dana; jauh lebih banyak daripada apa yang telah Indaka berikan. Tetapi dana itu dilakukan di luar masa keberadaan ajaran Buddha. Sehingga meskipun dananya besar dan banyak, ia menikmati pahala
kehidupan dewa dalam ukuran yang lebih kecil daripada Indaka, yang telah mempersembahkan sangat sedikit dana.

Ketika Sang Buddha berada di Tavatimsa, Ankura bertanya kepada Beliau alasan ketidaksesuaian perolehan pahala itu. Kepadanya Sang Buddha menjawab, "O dewa! Ketika memberikan dana kamu seharusnya memilih kepada siapa kamu memberi, karena perbuatan dana seperti halnya menanam bibit. Bibit yang ditanam di tanah yang subur akan tumbuh menjadi pohon atau tanaman yang kuat dan hebat, serta akan menghasilkan banyak buah; tetapi kamu telah menebarkan bibitmu di tanah yang tandus, sehingga kamu memperoleh sangat sedikit."

Mungkin sutta diatas salah pemicu umat awam menebak-nebak tingkat kesucian seseorang.Sehingga saat berdana terjadilah perbedaan.Apakah itu adil???
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline Tekkss Katsuo

  • Sebelumnya wangsapala
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.611
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #14 on: 04 March 2010, 07:08:28 PM »
sebaiknya jangan menerka nerka,,,, haha, saya jg dulu begitu, wow kyk ini Bhikkhu suci, tp gw nga pake istilah kesucian tingkat berapa gt, ya saya hormat benar gt, tp sewaktu ikt retret meditasi, gw baru sadar bahwa kepada Bhikkhu apapun kita hendak berdana, hendaknya niat kita berdana kepada Sangha. itu yg terbaik............ dari pada menerka suci atao tdk suci.. kalo dr segi aura, hal ini tdk bisa menjamin kesucian, karena org yg cendrung memiliki tingkatan kesadaran yg tinggi auranya warna putih, tp kesadaran yg tinggi bukan berarti menandakan org tersebut mencapai kesucian arahanta (menurut saya sich gt)..... org yg mencapai jhana, mendekati jhana jg memiliki aura yg putih, (dengar dari teman), hehehehe

Offline dewi_go

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.848
  • Reputasi: 69
  • Gender: Female
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #15 on: 04 March 2010, 07:25:27 PM »
ya kalo dari segi pencapaian arahat bukankah badan jasmani kita ga akan bisa bertahan lebih dari 7 hari jika sudah mencapai arahat? mohon penjelasanny? apakah melihat dari aura saja sudah bisa meyakini bahwa seseorang sudah arahat? ^:)^
Sweet things are easy 2 buy,
but sweet people are difficult to find.
Life ends when u stop dreaming, hope ends when u stop believing,
Love ends when u stop caring,
Friendship ends when u stop sharing.
So share this with whom ever u consider a friend.
To love without condition... ......... .........

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #16 on: 04 March 2010, 07:35:46 PM »
Menurut wa tuh kita berdana ke pada sangha saja kan sudah mencakup semua nya dari yang bhikku sangha biasa sampai ariya sangha.

aku selalu biasa menekan kan pada sangha dana.
« Last Edit: 04 March 2010, 07:41:03 PM by daimond »

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #17 on: 04 March 2010, 07:41:51 PM »
ya kalo dari segi pencapaian arahat bukankah badan jasmani kita ga akan bisa bertahan lebih dari 7 hari jika sudah mencapai arahat? mohon penjelasanny? apakah melihat dari aura saja sudah bisa meyakini bahwa seseorang sudah arahat? ^:)^

Itu untuk umat awam biasa kalau anggota sangha berbeda di mesti lapor kalo tidak dalam tiga hari dia pari nibbana.

Offline dewi_go

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.848
  • Reputasi: 69
  • Gender: Female
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #18 on: 04 March 2010, 08:06:00 PM »
Oh y saya lupa kalo arahat berarti parinibbana y mencapai tingkat kesucian, thx bro
Sweet things are easy 2 buy,
but sweet people are difficult to find.
Life ends when u stop dreaming, hope ends when u stop believing,
Love ends when u stop caring,
Friendship ends when u stop sharing.
So share this with whom ever u consider a friend.
To love without condition... ......... .........

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #19 on: 04 March 2010, 09:04:18 PM »
PURABHEDA SUTTA

Sifat-sifat Seorang Muni
1.    Seseorang bertanya kepada Sang Buddha, 'Tuan Gotama, saya ingin bertanya tentang manusia sempurna. Ada yang dapat disebut 'orang yang sudah tenang' -- dapatkah Engkau menjelaskan bagaimana dia melihat segala sesuatu dan bagaimana dia berperilaku?'
2.    'Orang yang sudah tenang, yang telah memadamkan semua nafsu keinginannya sebelum tubuhnya hancur dan hilang, yang tidak peduli bagaimana hal-hal bermula atau bagaimana hal-hal itu akan berakhir, serta tidak melekat dengan apa yang tejadi di antaranya: orang itu tidak lagi memiliki rasa 'lebih suka'.
3.    Dia tidak memiliki kemarahan, ketakutan maupun kesombongan. Tak ada sesuatu pun yang mengganggu ketenangannya dan tidak ada sesuatu pun yang menjadi penyebab untuk penyesalan. Dia adalah manusia bijaksana yang terkendali ucapannya.
4.    Dia tidak merindukan masa depan dan tidak menyesali masa lampau; tidak ada pandangan maupun opini yang memimpinnya. Dia dapat melihat dan tidak melekat pada dunia kesan-indera yang menyesatkan.
5.    Dia tidak menyembunyikan apa pun dan tidak ada sesuatu pun yang dia kukuhi erat-erat. Tanpa ketamakan maupun keirihatian, dia tetap tidak menonjolkan diri; dia tidak merendahkan dan menghina orang lain.
6.    Dia bukanlah manusia yang memikirkan diri sendiri, atau manusia yang kecanduan kenikmatan; dia adalah manusia yang lembut dan waspada, tanpa keyakinan buta; dia tidak menunjukkan kebencian [terhadap apa pun].
7.    Dia bukanlah orang yang bekerja karena menginginkan sesuatu; sekalipun tidak mendapatkan apa-apa sama sekali, dia tetap tidak tergoyahkan; tak ada keserakahan untuk membangun nafsu guna mencicipi kesenangan-kesenangan baru.
8.    Kewaspadaannya membuat dia terus-menerus berada dalam keseimbangan pikiran, di mana kecongkakan tidak mungkin ada. Terhadap dunia di sekitarnya; dia tidak membuat perbandingan sebagai 'lebih tinggi', 'lebih rendah' atau 'setara'.
9.    Karena memahami Hal-hal Sebagaimana Adanya, dia terbebas dari ketergantungan dan tidak ada apa pun yang dia andalkan. Baginya tidak ada lagi nafsu keinginan untuk hidup atau tidak hidup.
10.    Inilah yang kusebut manusia yang telah tenang. Yaitu manusia yang tidak mengejar kesenangan, yang tidak memiliki ikatan apa pun, yang telah melampaui tarikan kemelekatan.
11.    Dia adalah manusia tanpa anak, manusia tanpa harta kekayaan, tanpa ladang, tanpa ternak -- manusia yang tidak memiliki apa pun di dalam dirinya yang dilekatinya sebagai miliknya, serta tidak ada satu pun di dalam dirinya yang di tolaknya sebagai bukan miliknya.    
12.    Dia adalah manusia yang dapat menerima kritik-kritik salah dari orang lain, pandita dan pertapa lain namun tetap tak terganggu dan tak tergoyah oleh kata-kata mereka.
13.    Dia adalah manusia tanpa ketamakan dan tanpa rasa memiliki; dia adalah manusia yang -- karena bijaksana-tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah' atau 'setara'. Dia adalah manusia yang tidak memasuki spekulasi, manusia yang terbebas dari spekulasi.    
14.    Dia adalah manusia yang tidak mempunyai apa pun yang dapat disebutnya sebagai miliknya, dan dia tidak menangis karena tidak memiliki apa pun. Dia tenang, karena tidak memegang pandangan-pandangan spekulatif.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #20 on: 04 March 2010, 09:19:51 PM »
Bukannya sama saja ariya atou ngak..
Yang penting-kan dhamma(objek) yang diajarkannya..ingat pesan guru agung sebelum parinibbana "buatlah pulau pelindung bagi dirimu sendiri"..

Trus soal berdana kepada sangha,
Sy bingung..kenapa umat sangat antusias berdana kepada bhikku ya?,apalagi bhikku yg di yakini mencapai kesucian tertentu..apa karena katanya "feedback"nya lebih besar???
Bukannya berdana tujuannya untuk melepas??
Trus,waktu salah satu luagpu dtg ke indonesia,
buset dha..dananya ampe satu ruangan penuh..
pertanyannya; salahkah memilih untuk tidak berdana kepada luang-pu tersebut dgn alasan dana yg telah didanakan melimpah-ruah,termasuk pandangan salah kah??
CMIIW
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #21 on: 04 March 2010, 09:46:44 PM »
PURABHEDA SUTTA

Sifat-sifat Seorang Muni
...............
Om,minta versi lengkapnya dunk,kok gw search di DC ga ada,versi bahasa ya..mau gw renungkan sutta si atas..thank
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #22 on: 04 March 2010, 09:59:07 PM »
PURABHEDA SUTTA

Sifat-sifat Seorang Muni
...............
Om,minta versi lengkapnya dunk,kok gw search di DC ga ada,versi bahasa ya..mau gw renungkan sutta si atas..thank
itu versi lengkap kok
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=964
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #23 on: 04 March 2010, 10:19:00 PM »
Kelihatannya hal sepele, tetapi imbasnya bisa ke mana-mana.

Hal ini umum terjadi terutama jika menyangkut hubungan umat dan sangha. Anggota sangha yang diduga sebagai seorang Ariya, biasa keputusannya bisa dianggap lebih benar. Dana yang diberikan pun biasanya lebih diutamakan, semua berbondong-bondong datang demi Bhikkhu(ni) "Ariya" tersebut. Bahkan saya pernah dengar ada metode yang bisa dilakukan orang tertentu untuk "mengintip" apakah anggota sangha tersebut adalah (tanpa tanggung-tanggung,) Arahat.

Bagaimana pendapat rekan-rekan terhadap sikap demikian?



NB: Topic ini bukan untuk memperpanjang dan juga tidak ada hubungannya dengan Topik sebelah, tetapi memang membahas fenomena yang terjadi, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan dhamma.

No Junk, Please!

Adalah wajar umat biasa menginginkan kekayaan,keberkahan,dan seterusnya..ini tidak menjadi permasalahan..yang menjadi permasalah adalah kata "menebak" seorang Bhikkhu merupakan Ariya atau bukan,itu lah masalahnya..Saya rasa ada juga didalam sutta yang menceritakan Bhikkhu yang bertingkah laku seperti Ariya padahal bukan Ariya..Ini berbahaya dan bisa menyesatkan,bukan hanya umat awam tetapi juga Bhikkhu tersebut...[termasuk pelanggaran kamma beratkah?]

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #24 on: 04 March 2010, 10:20:54 PM »
termasuk berat

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #25 on: 04 March 2010, 10:26:56 PM »
termasuk berat

ada referensi vinayanya?

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #26 on: 05 March 2010, 12:39:40 AM »
orang awam akan berkata "lihatlah dari pengendalian dirinya"
Tapi bagi saia, saia kurang suka menerka2, karena akan timbul ketamakan/keserakahan.
pokokne dana ne ke biku ntuh.. sakti mandraguna
Samma Vayama

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #27 on: 05 March 2010, 06:01:31 AM »
I assume all is arahant ;)

Assuming "All is Arahant" or "None is Arahant" causes no discrimination. Thus, no problem. When we discern "this one is Arahant, and this one is not" based only on speculations, not knowledge, discrimination arose. Then by that speculation and lack of knowledge, our thought and conduct toward that person differ. That's the problem.

*mau ngikut english tapi lagi males*
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?

misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.
There is no place like 127.0.0.1

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #28 on: 05 March 2010, 09:04:04 AM »
Saya rasa kita tidak dapat menilai seseorang adalah Arahat (atau pencapai tingkat kesucian lain) atau bukan. Purabheda Sutta yang dikutip bro Ryu memang adalah karakteristik orang yang telah mencapai tingkat kesucian. Tapi seberapa tenangkah/seimbangkah batinnya? Kita tidak tau. Kita hanya bisa berspekulasi dengan melihat “penampilan luarnya” saja.

Btw, tentang aura, saya rasa kurang tepat. Mama saya pernah dilihat auranya, katanya putih tuh. Hanya ada noda sedikit ;D atau jangan2 mama saya sudah anagami?   ::)
« Last Edit: 05 March 2010, 09:12:47 AM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #29 on: 05 March 2010, 09:17:37 AM »
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?
misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.

IMO, masalahnya bukan di menerka atau diskriminasinya. Tapi "masalah" (bisa) muncul ketika kita mulai meyakini pendiskriminasian ini sebagai kebenaran lalu mulai “pilih kasih”, merasa lebih afdol kalo berdana ke bhante yang “kelihatan suci” atau merasa bahwa nasehat bhante tertentu pasti benar karena kelihatan sudah mencapai tingkat kesucian.
« Last Edit: 05 March 2010, 09:20:04 AM by Mayvise »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #30 on: 05 March 2010, 09:47:38 AM »
I assume all is arahant ;)

Assuming "All is Arahant" or "None is Arahant" causes no discrimination. Thus, no problem. When we discern "this one is Arahant, and this one is not" based only on speculations, not knowledge, discrimination arose. Then by that speculation and lack of knowledge, our thought and conduct toward that person differ. That's the problem.

*mau ngikut english tapi lagi males*
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?

misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.

akan lebih berbahaya lagi jika,

si terduga "Arahat"  malah ikut2an menganggap dirinya "Arahat" karena banyak orang percaya demikian, dan ternyata, dia merasakan, jadi "Arahat" ternyata nikmat, dimulailah kisah kemerosotannya

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #31 on: 05 March 2010, 09:49:46 AM »
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?
misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.

IMO, masalahnya bukan di menerka atau diskriminasinya. Tapi "masalah" (bisa) muncul ketika kita mulai meyakini pendiskriminasian ini sebagai kebenaran lalu mulai “pilih kasih”, merasa lebih afdol kalo berdana ke bhante yang “kelihatan suci” atau merasa bahwa nasehat bhante tertentu pasti benar karena kelihatan sudah mencapai tingkat kesucian.
oleh karena itu perlu dipahami makna dari trisarana dengan baik sehingga tidak ada pengkultusan terhadap individu2 yang dianggap suci atau pasti benar.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #32 on: 05 March 2010, 09:50:50 AM »
 [at] mayvise: itu dia pointnya dari pernyataan sebelumnya.

diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.

dan kemudian lagi soal nasehat..... apakah nasehat seorang arahant pasti benar? Tidak pada semua kasus deh.
There is no place like 127.0.0.1

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #33 on: 05 March 2010, 09:52:15 AM »
I assume all is arahant ;)

Assuming "All is Arahant" or "None is Arahant" causes no discrimination. Thus, no problem. When we discern "this one is Arahant, and this one is not" based only on speculations, not knowledge, discrimination arose. Then by that speculation and lack of knowledge, our thought and conduct toward that person differ. That's the problem.

*mau ngikut english tapi lagi males*
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?

misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.

akan lebih berbahaya lagi jika,

si terduga "Arahat"  malah ikut2an menganggap dirinya "Arahat" karena banyak orang percaya demikian, dan ternyata, dia merasakan, jadi "Arahat" ternyata nikmat, dimulailah kisah kemerosotannya
seperti kasus bahiya?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #34 on: 05 March 2010, 09:57:53 AM »
seperti kasus bahiya?

terlalu jauh ke bahiya, yg sekarang aja ada kok

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #35 on: 05 March 2010, 10:30:37 AM »
[at] mayvise: itu dia pointnya dari pernyataan sebelumnya.

diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.

dan kemudian lagi soal nasehat..... apakah nasehat seorang arahant pasti benar? Tidak pada semua kasus deh.
masa seh? yakin Tuhan?
yang saya alami sendiri dan pengalaman tuh beda...
nasehat seorang ariya itu langsung kena kemudian singkat terus mampu menyelesaikan segala persoalan.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #36 on: 05 March 2010, 10:38:07 AM »
[at] mayvise: itu dia pointnya dari pernyataan sebelumnya.

diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.

dan kemudian lagi soal nasehat..... apakah nasehat seorang arahant pasti benar? Tidak pada semua kasus deh.
masa seh? yakin Tuhan?
yang saya alami sendiri dan pengalaman tuh beda...
nasehat seorang ariya itu langsung kena kemudian singkat terus mampu menyelesaikan segala persoalan.

terpaksa saya mengulangi kesalahan sekali lagi dengan harapan tidak dengan akibat yg sama,

1. dari mana tau Ariya
2. statement dari Sumedho mengandung frasa antisipasi "Tidak pada semua kasus"

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #37 on: 05 March 2010, 10:48:05 AM »
 [at] marcedes: ada koq kasus dimana arahant memberi pengarahan pada sekha tapi ternyata menurut Sang Buddha tidak tepat. CMIIW
There is no place like 127.0.0.1

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #38 on: 05 March 2010, 11:13:35 AM »
dengan menggunakan "mata ketiga" untuk melihat aura. sering meditasi, biasanya bisa sendiri.
mo jalur express, bisa minta tolong org "pinter" ato Bhikku utk bukain. disarankan dah siap lahir batin.
Bukan masalah bisa/tidak melihat aura-nya, tetapi apakah dari aura bisa diketahui pencapaian kesucian seseorang?


Quote
sehati.
tapi prakteknya memang begitu. karena tau(bisa melihat sendiri) maka otomatis lebih hormat dibanding yg lain. kl tidak tau, maka semua di sama ratakan.

ya.. begitulah... ;D
Seperti pertanyaan di atas. Walaupun bisa melihat aura dengan kemampuan sendiri, apakah benar aura bisa menunjukkan pencapaian kesucian seseorang?


Quote
setau gua, liat aura, gak bisa utk melihat seseorang single apa dah married ;D
Saya rasa, mungkin bisa. Tetapi tidak selalu akurat, tentunya.



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #39 on: 05 March 2010, 11:18:53 AM »
Ada pula yang konon bisa tahu dari reliknya.
Sebenarnya ada bahayanya gak sih menebak kesucian seseorang?
Itu dia yang mau dibahas. Kemudian selain masalah berisiko/tidak, ada manfaatnya atau tidak?
Kalau kita sudah berisiko tebak-tebakan, tapi ternyata tidak ada manfaatnya jika benar, bukankah sangat merugikan?

Quote
Kenapa Sang Buddha mengkategorikan "berbohong mengenai pencapaian kesucian sendiri" sebagai sesuatu yang sangat berat (parajika) ?
Menurut saya memang sangat berbahaya bagi diri sendiri dan juga orang lain, maka saya rasa perlu membahas topik ini agar jangan sampai terperosok ide tersebut, baik disengaja (=ditipu) atau tidak (=spekulasi sendiri).

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #40 on: 05 March 2010, 11:21:08 AM »
Pada saat itu, terdapat dewa lain yang bernama Ankura di alam dewa Tavatimsa yang telah banyak memberikan dana; jauh lebih banyak daripada apa yang telah Indaka berikan. Tetapi dana itu dilakukan di luar masa keberadaan ajaran Buddha. Sehingga meskipun dananya besar dan banyak, ia menikmati pahala
kehidupan dewa dalam ukuran yang lebih kecil daripada Indaka, yang telah mempersembahkan sangat sedikit dana.

Ketika Sang Buddha berada di Tavatimsa, Ankura bertanya kepada Beliau alasan ketidaksesuaian perolehan pahala itu. Kepadanya Sang Buddha menjawab, "O dewa! Ketika memberikan dana kamu seharusnya memilih kepada siapa kamu memberi, karena perbuatan dana seperti halnya menanam bibit. Bibit yang ditanam di tanah yang subur akan tumbuh menjadi pohon atau tanaman yang kuat dan hebat, serta akan menghasilkan banyak buah; tetapi kamu telah menebarkan bibitmu di tanah yang tandus, sehingga kamu memperoleh sangat sedikit."

Mungkin sutta diatas salah pemicu umat awam menebak-nebak tingkat kesucian seseorang.Sehingga saat berdana terjadilah perbedaan.Apakah itu adil???

Referensi yang menarik. Coba kita baca lagi apakah Buddha mengatakan tentang "berdana di masa ada ajaran Buddha" ataukah "berdana pada Ariya" yang lebih besar pahalanya?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #41 on: 05 March 2010, 11:22:12 AM »
ya kalo dari segi pencapaian arahat bukankah badan jasmani kita ga akan bisa bertahan lebih dari 7 hari jika sudah mencapai arahat? mohon penjelasanny? apakah melihat dari aura saja sudah bisa meyakini bahwa seseorang sudah arahat? ^:)^
Setelah mencapai Arahatta, dikatakan tidak bisa hidup lebih dari 7 hari sebagai perumahtangga.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #42 on: 05 March 2010, 11:27:12 AM »
Bukannya sama saja ariya atou ngak..
Yang penting-kan dhamma(objek) yang diajarkannya..ingat pesan guru agung sebelum parinibbana "buatlah pulau pelindung bagi dirimu sendiri"..
Itu juga yang dibahas di sini. Apakah menjadi berbeda kalau bhikkhu itu ariya atau tidak?


Quote
Trus soal berdana kepada sangha,
Sy bingung..kenapa umat sangat antusias berdana kepada bhikku ya?,apalagi bhikku yg di yakini mencapai kesucian tertentu..apa karena katanya "feedback"nya lebih besar???
Bukannya berdana tujuannya untuk melepas??
Saya lupa istilahnya, tetapi ditinjau dari tekadnya, seseorang berdana dibagi 2:
1. mendapatkan kamma baik
2. berlatih melepas kemelekatan
Yang ke dua itu yang membawa pada nibbana.


Quote
Trus,waktu salah satu luagpu dtg ke indonesia,
buset dha..dananya ampe satu ruangan penuh..
pertanyannya; salahkah memilih untuk tidak berdana kepada luang-pu tersebut dgn alasan dana yg telah didanakan melimpah-ruah,termasuk pandangan salah kah??
CMIIW
Pemberian dana kepada para petapa memang seharusnya tidak dihalangi/dibatasi. Tetapi juga hendaknya si penerima dana bersikap bijak terhadap dana yang diterima agar tidak mubazir.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #43 on: 05 March 2010, 11:29:57 AM »
Kelihatannya hal sepele, tetapi imbasnya bisa ke mana-mana.

Hal ini umum terjadi terutama jika menyangkut hubungan umat dan sangha. Anggota sangha yang diduga sebagai seorang Ariya, biasa keputusannya bisa dianggap lebih benar. Dana yang diberikan pun biasanya lebih diutamakan, semua berbondong-bondong datang demi Bhikkhu(ni) "Ariya" tersebut. Bahkan saya pernah dengar ada metode yang bisa dilakukan orang tertentu untuk "mengintip" apakah anggota sangha tersebut adalah (tanpa tanggung-tanggung,) Arahat.

Bagaimana pendapat rekan-rekan terhadap sikap demikian?



NB: Topic ini bukan untuk memperpanjang dan juga tidak ada hubungannya dengan Topik sebelah, tetapi memang membahas fenomena yang terjadi, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan dhamma.

No Junk, Please!

Sikap demikian diatas adalah hal yg alami, tak dapat dihindari, hanya dapat dipahami.

Alami karena memang begitulah pandangan yang melakukannya.
Tak dapat dihindari karena memang terjadi.
Dipahami saja bahwa memang sangat mungkin hal ini terjadi dikarenakan pemahaman yg berbeda.

................................................
Teringat akan salah satu artikel dari Ajahn Chah yg sedikit berhubungan dengan judul Thread, Not Sure - The Standard Of The Noble Ones, berikut petikannya:

          Jadi tetaplah bersama Sang Buddha. Seperti yang sudah saya katakan berkali-kali, dalam praktek kita harus melihat ke dalam dan menemukan Sang Buddha. Di manakah Sang Buddha? Sang Buddha masih tetap hidup sampai dengan hari ini, periksalah dan temukan beliau. Di manakah beliau? Di anicca, periksa dan temukanlah beliau di sana, pergilah dan sembahlah beliau: anicca, ketidakpastiaan. Bagi para pemula, kalian bisa berhenti tepat di sana.

        Jika batin berusaha mengatakan padamu, "Saya seorang sotapanna sekarang", pergi dan menyembahlah pada sang Sotapanna. Ia akan mengatakan padamu, "Semuanya tidak pasti". Jika kalian bertemu seorang sakadagami, pergi dan hormatilah dia. Jika ia melihatmu ia hanya akan mengatakan, "Bukan satu hal yang pasti!" Jika ada seorang anagami, pergi dan sembahlah dia. Ia hanya akan mengatakan satu hal… "Tidak pasti". Bahkan jika kalian bertemu seorang arahat, pergi dan sembahlah dia, dia bahkan akan lebih tegas mengatakan, "Semuanya bahkan lebih tidak pasti!" Kalian akan mendengar kata-kata Para Suci… "Segala sesuatu tidak pasti, jangan melekat pada apapun".

        Jangan hanya memandangi Sang Buddha seperti seorang yang tolol. Jangan melekat pada segala sesuatu, mencengkeram kuat tanpa melepaskan.

        Jadi saya katakan, "Pergilah kepada Sang Buddha". Di manakah Sang Buddha? Sang Buddha adalah Sang Dhamma. Semua Ajaran di dunia ini dapat dimuat dalam satu ajaran ini: anicca. Pikirkanlah itu. Sebagai bhikkhu saya sudah mencarinya lebih dari empat puluh tahun dan inilah semua yang saya temukan. Anicca dan ketahanan kesabaran. Inilah cara mendekati ajaran Sang Buddha… anicca: semuanya tidak pasti.


sumber: http://www.what-buddha-taught.net/BI/Ajahn_Chah_Food_for_the_Heart.htm#bab9


yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #44 on: 05 March 2010, 11:35:26 AM »
*mau ngikut english tapi lagi males*
problemnya di tebak2x orang itu arahat atau diskriminasinya?
Dua-duanya.
Pertama, bisa atau tidak dibedakan dengan metode tertentu?

Quote
misalnya kalau sudah pasti dan tidak tebak2x, kan diskriminasinya pasti tetap ada.
Ini fase berikutnya.
Ke dua, jika pun bisa atau seandainya kita hidup di jaman Buddha yang menyatakan si A sudah Arahat, benarkah kita harus mendiskriminasikan? Dari sisi apa saja diskriminasinya dan betulkah ada manfaatnya?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #45 on: 05 March 2010, 11:35:47 AM »
Saya rasa kita tidak dapat menilai seseorang adalah Arahat (atau pencapai tingkat kesucian lain) atau bukan. Purabheda Sutta yang dikutip bro Ryu memang adalah karakteristik orang yang telah mencapai tingkat kesucian. Tapi seberapa tenangkah/seimbangkah batinnya? Kita tidak tau. Kita hanya bisa berspekulasi dengan melihat “penampilan luarnya” saja.

Btw, tentang aura, saya rasa kurang tepat. Mama saya pernah dilihat auranya, katanya putih tuh. Hanya ada noda sedikit ;D atau jangan2 mama saya sudah anagami?   ::)
Ini saya setuju. Kita hanya bisa lihat tampilan luar, bukan pikirannya, apalagi kehancuran noda bathinnya.


IMO, masalahnya bukan di menerka atau diskriminasinya. Tapi "masalah" (bisa) muncul ketika kita mulai meyakini pendiskriminasian ini sebagai kebenaran lalu mulai “pilih kasih”, merasa lebih afdol kalo berdana ke bhante yang “kelihatan suci” atau merasa bahwa nasehat bhante tertentu pasti benar karena kelihatan sudah mencapai tingkat kesucian.
Nah, keyakinan membuta ini juga yang bisa merugikan diri sendiri.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #46 on: 05 March 2010, 11:41:49 AM »
masa seh? yakin Tuhan?
yang saya alami sendiri dan pengalaman tuh beda...
nasehat seorang ariya itu langsung kena kemudian singkat terus mampu menyelesaikan segala persoalan.

Majjhima Nikaya 97, Dhananjani Sutta. Sariputta (=Agga-Savaka) tidak mengetahui kondisi bathin Brahmana Dhananjani dan memberikan bimbingan sampai pada Brahma-vihara karena berpikir bahwa hanya sampai situlah yang bisa dicapai oleh Dhananjani. Buddha mengatakan seharusnya Sariputta melanjutkan bimbingannya lebih jauh karena Dhananjani memiliki potensi mencapai kesucian.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #47 on: 05 March 2010, 11:48:10 AM »
Sikap demikian diatas adalah hal yg alami, tak dapat dihindari, hanya dapat dipahami.

Alami karena memang begitulah pandangan yang melakukannya.
Tak dapat dihindari karena memang terjadi.
Dipahami saja bahwa memang sangat mungkin hal ini terjadi dikarenakan pemahaman yg berbeda.

................................................
Saya pikir kita berpegang pada pola pikir "semua karena ada sebabnya", oleh karena itu saya tidak mengatakan suatu pengertian benar/salah adalah alami.
Demikian pula dengan mengetahui sebabnya, mengapa kita mengatakan hal tersebut "tak terhindarkan"?


Quote
Teringat akan salah satu artikel dari Ajahn Chah yg sedikit berhubungan dengan judul Thread, Not Sure - The Standard Of The Noble Ones, berikut petikannya:

          Jadi tetaplah bersama Sang Buddha. Seperti yang sudah saya katakan berkali-kali, dalam praktek kita harus melihat ke dalam dan menemukan Sang Buddha. Di manakah Sang Buddha? Sang Buddha masih tetap hidup sampai dengan hari ini, periksalah dan temukan beliau. Di manakah beliau? Di anicca, periksa dan temukanlah beliau di sana, pergilah dan sembahlah beliau: anicca, ketidakpastiaan. Bagi para pemula, kalian bisa berhenti tepat di sana.

        Jika batin berusaha mengatakan padamu, "Saya seorang sotapanna sekarang", pergi dan menyembahlah pada sang Sotapanna. Ia akan mengatakan padamu, "Semuanya tidak pasti". Jika kalian bertemu seorang sakadagami, pergi dan hormatilah dia. Jika ia melihatmu ia hanya akan mengatakan, "Bukan satu hal yang pasti!" Jika ada seorang anagami, pergi dan sembahlah dia. Ia hanya akan mengatakan satu hal… "Tidak pasti". Bahkan jika kalian bertemu seorang arahat, pergi dan sembahlah dia, dia bahkan akan lebih tegas mengatakan, "Semuanya bahkan lebih tidak pasti!" Kalian akan mendengar kata-kata Para Suci… "Segala sesuatu tidak pasti, jangan melekat pada apapun".

        Jangan hanya memandangi Sang Buddha seperti seorang yang tolol. Jangan melekat pada segala sesuatu, mencengkeram kuat tanpa melepaskan.

        Jadi saya katakan, "Pergilah kepada Sang Buddha". Di manakah Sang Buddha? Sang Buddha adalah Sang Dhamma. Semua Ajaran di dunia ini dapat dimuat dalam satu ajaran ini: anicca. Pikirkanlah itu. Sebagai bhikkhu saya sudah mencarinya lebih dari empat puluh tahun dan inilah semua yang saya temukan. Anicca dan ketahanan kesabaran. Inilah cara mendekati ajaran Sang Buddha… anicca: semuanya tidak pasti.


sumber: http://www.what-buddha-taught.net/BI/Ajahn_Chah_Food_for_the_Heart.htm#bab9
Thanx buat referensinya. Terlepas apakah Ajahn Chah seorang Ariya atau tidak, memang menurut saya ajaran beliau mencerminkan ajaran Buddha.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #48 on: 05 March 2010, 12:11:17 PM »
Saya pikir ini memang fenomena umat Buddha di seluruh dunia. Bukan tidak mungkin kalau fenomena ini sudah terjadi di zaman Sang Buddha.

Dinyatakan dalam Sanghanusati, bahwa (Ariya) Sangha adalah ladang untuk menanam jasa yang tiada tara di alam semesta. Oleh karena itu, banyak umat Buddha yang berbondong-bondong berdana kepada para bhikkhu; apalagi ada bhikkhu yang disinyalir sudah mencapai tingkat kesucian. Tidak perlu bhikkhu yang disinyalir sudah suci, umat Buddha pun biasanya lebih suka berdana kepada bhikkhu yang populer atau bhikkhu yang sudah senior.

Saya secara pribadi justru mencium adanya aroma "nafsu-keinginan" dari umat mayoritas untuk memperoleh kusala vipaka yang besar dari perbuatan ini. Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, Sang Buddha pernah menyatakan bahwa siapa yang berdana kepada para bhikkhu, maka akan memperoleh kekayaan di kehidupan selanjutnya.

Fenomena terka-menerka ini tidak hanya berimbas pada aspek berdana di kalangan umat Buddha. Aspek lain seperti kredibilitas Dhammadesana, popularitas, maupun sikap hormat kepada bhikkhu yang disinyalir itu pun turut terimbas; bagaikan efek domino. Salah satu imbas terjauh yang kasat mata di kalangan umat Buddha adalah sikap mengkultuskan seorang bhikkhu.

Menurut saya, fenomena terka-menerka ini hanyalah satu produk pikiran yang masih terikat oleh persepsi. Yang mungkin disebabkan oleh keinginan untuk membandingkan (mana), dan atau keinginan untuk memiliki satu figur yang sesuai dengan ekspetasi.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #49 on: 05 March 2010, 12:36:28 PM »
akan lebih berbahaya lagi jika,

si terduga "Arahat"  malah ikut2an menganggap dirinya "Arahat" karena banyak orang percaya demikian, dan ternyata, dia merasakan, jadi "Arahat" ternyata nikmat, dimulailah kisah kemerosotannya

satu orang merosot masih lebih baik daripada 10000 orang merosot karena mengikuti "ariya" berpandangan salah
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #50 on: 05 March 2010, 12:39:10 PM »
diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.
point yg menarik...
saya setuju soal "bahwa sebenarnya yg lebih membutuhkan adalah yg berlatih".
disini saya lihat masalahnya bukan pada penerima dana, melainkan pada si-pendana.

Pendana "cenderung" (ga semua) bukan memikirkan kebutuhan penerima dana,
melainkan memikirkan pahala pen-danaannya. ---> dg demikian apakah gembar-gembor dana pada ariya, pada zaman Buddha, dsb yg memberikan pahala lebih* (atau pahala di bln ramadhan lebih gede hehehe) memberikan manfaat? hmmm...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #51 on: 05 March 2010, 12:45:15 PM »
     "You misguided men, how can you for the sake of your stomachs
   speak praise of one another's superior human states to householders?
   It would be better for you that your bellies be slashed open with a
   sharp butcher's knife than that you should for the sake of your
   stomachs speak praise of one another's superior human states to
   householders. Why is that? For //that// reason you would undergo
   death or death-like suffering, but you would not on that account, at
   the break-up of the body, after death, fall into deprivation, the
   bad bourn, the abyss, purgatory. But for //this// reason you would,
   at the break-up of the body, after death, fall into deprivation, the
   bad bourn, the abyss, purgatory....Bhikkhus, in this world with its
   gods, maras, and brahmas, its generations with priests and
   contemplatives, princes and men, this is the ultimate great thief:
   he who claims an unfactual, non-existent superior human state. Why
   is that? You have consumed the nation's almsfood through theft."
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #52 on: 05 March 2010, 01:08:18 PM »
seperti kasus bahiya?

terlalu jauh ke bahiya, yg sekarang aja ada kok

Lu Shen Yeng? :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #53 on: 05 March 2010, 01:12:10 PM »
[at] mayvise: itu dia pointnya dari pernyataan sebelumnya.

diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.

dan kemudian lagi soal nasehat..... apakah nasehat seorang arahant pasti benar? Tidak pada semua kasus deh.

Bro saya kurang setuju dengan kata "diskriminasi"...ada yang mau jelaskan arti dari "diskriminasi" ?saya rasa untuk penafsiran diskriminasi terlalu luas,dan banyak segi yang mesti didiskusikan dan dilihat lebih jauh...ingat kita masih membawa kamma masa lampau kita,dan tidak semua arahat bisa memperoleh dana yang besar,tidak semua arahat dapat memperoleh kemampuan,dan seterusnya[silakan lihat di RAPB by DhammaCitta Press,sangat lengkap ditulis disana..]

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #54 on: 05 March 2010, 01:52:17 PM »
Bro saya kurang setuju dengan kata "diskriminasi"...ada yang mau jelaskan arti dari "diskriminasi" ?saya rasa untuk penafsiran diskriminasi terlalu luas,dan banyak segi yang mesti didiskusikan dan dilihat lebih jauh...ingat kita masih membawa kamma masa lampau kita,dan tidak semua arahat bisa memperoleh dana yang besar,tidak semua arahat dapat memperoleh kemampuan,dan seterusnya[silakan lihat di RAPB by DhammaCitta Press,sangat lengkap ditulis disana..]

Anumodana _/\_
Diskriminasi di sini bukan selalu berarti negatif. Selama kita membuat keputusan berdasarkan perbedaan tertentu (dalam hal ini adalah dugaan pencapaian kesucian) maka itu adalah diskriminasi.
Misalnya seperti berdana mengutamakan yang "terduga ariya" dahulu.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #55 on: 05 March 2010, 02:12:01 PM »
Bro saya kurang setuju dengan kata "diskriminasi"...ada yang mau jelaskan arti dari "diskriminasi" ?saya rasa untuk penafsiran diskriminasi terlalu luas,dan banyak segi yang mesti didiskusikan dan dilihat lebih jauh...ingat kita masih membawa kamma masa lampau kita,dan tidak semua arahat bisa memperoleh dana yang besar,tidak semua arahat dapat memperoleh kemampuan,dan seterusnya[silakan lihat di RAPB by DhammaCitta Press,sangat lengkap ditulis disana..]

Anumodana _/\_
Diskriminasi di sini bukan selalu berarti negatif. Selama kita membuat keputusan berdasarkan perbedaan tertentu (dalam hal ini adalah dugaan pencapaian kesucian) maka itu adalah diskriminasi.
Misalnya seperti berdana mengutamakan yang "terduga ariya" dahulu.

sebenarnya Buddha sudah jelas mengatakan bahwa pelayanan utama tidak dilihat dari tataran kesucian,atau apapun,tetapi dilihat dari senioritas dan junioritas..kan disana sudah jelas..

sekarang kita asumsikan bahwa si A adalah pendana,dan apa yang menggerakan si A mendanakan kepada Bhikkhu tertentu?tentunya sesuai dengan "persepsi" si A terlepas di menggangap Bhikkhu tersebut Ariya atau bukan[karena ini masuk ke ranah keyakinan],apakah ada faktor kamma yang mendukung seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang lain?

tentunya pandangan2 seperti ini sangat berbahaya,tetapi saya rasa "Si Bhikkhu" seharusnya memiliki kebijaksanaan[apalagi sudah "diyakini" mencapai tataran kesucian tertentu],misalnya dana yang diterima disumbangkan ke orang2 yang membutuhkan dan seterusnya,dengan begini masalah clear bukan?

Seperti kasus sewaktu Buddha Gotama pergi ke surga Tavatimsa,dimana orang2 bertanya kepada Bhante Mongalana[dimana YM Mongalana dipercaya memiliki kemampuan 1 level di bawah Buddha],tetapi apa yang dilakukan YM Moggalana?YM Moggalana dengan bijak menyuruh umat menanyakan kepada Bhante Anurudha[saya tidak tahu bagaimana tulisan yang benar,tolong dikoreksi nama Bhante tersebut,yang buta sejak lahir],tujuannya agar umat2 juga menghormati Bhante Anurudha...

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #56 on: 05 March 2010, 02:16:00 PM »
Saya pikir ini memang fenomena umat Buddha di seluruh dunia. Bukan tidak mungkin kalau fenomena ini sudah terjadi di zaman Sang Buddha.

Dinyatakan dalam Sanghanusati, bahwa (Ariya) Sangha adalah ladang untuk menanam jasa yang tiada tara di alam semesta. Oleh karena itu, banyak umat Buddha yang berbondong-bondong berdana kepada para bhikkhu; apalagi ada bhikkhu yang disinyalir sudah mencapai tingkat kesucian. Tidak perlu bhikkhu yang disinyalir sudah suci, umat Buddha pun biasanya lebih suka berdana kepada bhikkhu yang populer atau bhikkhu yang sudah senior.
Dalam Sanghanussati itu saya pikir sedikit rancu antara Sammuti Sangha ataukah Ariya Sangha yang dimaksud. Jika Ariya Sangha, berarti termasuk para Ariya perumahtangga (Sotapanna->Anagami). Saya bingung juga selain cara membedakannya apakah benar sudah Ariya, bagaimana cara menanam jasanya? Bukankah mereka tidak menerima dana layaknya bhikkhu(ni)?
Jika Sammuti Sangha, maka saya pikir itu adalah lebih sesuai, karena terlepas dari pencapaian kesucian yang telah diperoleh, berdana pada orang yang mengambil jalan petapa untuk mencapai kesucian adalah yang paling baik.


Quote
Saya secara pribadi justru mencium adanya aroma "nafsu-keinginan" dari umat mayoritas untuk memperoleh kusala vipaka yang besar dari perbuatan ini. Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, Sang Buddha pernah menyatakan bahwa siapa yang berdana kepada para bhikkhu, maka akan memperoleh kekayaan di kehidupan selanjutnya.
Tepat sekali. Menurut saya, ini pun adalah pandangan salah, baik tentang dana, juga dhamma.


Quote
Fenomena terka-menerka ini tidak hanya berimbas pada aspek berdana di kalangan umat Buddha. Aspek lain seperti kredibilitas Dhammadesana, popularitas, maupun sikap hormat kepada bhikkhu yang disinyalir itu pun turut terimbas; bagaikan efek domino. Salah satu imbas terjauh yang kasat mata di kalangan umat Buddha adalah sikap mengkultuskan seorang bhikkhu.

Menurut saya, fenomena terka-menerka ini hanyalah satu produk pikiran yang masih terikat oleh persepsi. Yang mungkin disebabkan oleh keinginan untuk membandingkan (mana), dan atau keinginan untuk memiliki satu figur yang sesuai dengan ekspetasi.
Betul. Ini yang paling bahaya. Kadang seorang puthujjana bisa saja jauh lebih mahir dari seorang Ariya dalam berceramah. Sementara bagi para Ariya yang memang tidak mengembangkan kemampuan mengajar, belum tentu pandai mengajar.


-------------------
Berarti kembali lagi ke permasalahan awal:
1. Apakah kita bisa mengetahui perbedaan antara Ariya dan Puthujjana?
2. Jika seandainya kita bisa mengetahui dengan pasti, apakah manfaatnya bagi kita?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #57 on: 05 March 2010, 02:21:56 PM »
sebenarnya Buddha sudah jelas mengatakan bahwa pelayanan utama tidak dilihat dari tataran kesucian,atau apapun,tetapi dilihat dari senioritas dan junioritas..kan disana sudah jelas..

sekarang kita asumsikan bahwa si A adalah pendana,dan apa yang menggerakan si A mendanakan kepada Bhikkhu tertentu?tentunya sesuai dengan "persepsi" si A terlepas di menggangap Bhikkhu tersebut Ariya atau bukan[karena ini masuk ke ranah keyakinan],apakah ada faktor kamma yang mendukung seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang lain?

tentunya pandangan2 seperti ini sangat berbahaya,tetapi saya rasa "Si Bhikkhu" seharusnya memiliki kebijaksanaan[apalagi sudah "diyakini" mencapai tataran kesucian tertentu],misalnya dana yang diterima disumbangkan ke orang2 yang membutuhkan dan seterusnya,dengan begini masalah clear bukan?

Seperti kasus sewaktu Buddha Gotama pergi ke surga Tavatimsa,dimana orang2 bertanya kepada Bhante Mongalana[dimana YM Mongalana dipercaya memiliki kemampuan 1 level di bawah Buddha],tetapi apa yang dilakukan YM Moggalana?YM Moggalana dengan bijak menyuruh umat menanyakan kepada Bhante Anurudha[saya tidak tahu bagaimana tulisan yang benar,tolong dikoreksi nama Bhante tersebut,yang buta sejak lahir],tujuannya agar umat2 juga menghormati Bhante Anurudha...

Anumodana _/\_
Tambahan saja:
Bhante Anuruddha tidak buta sejak lahir. Suatu kali ketika Buddha sedang berceramah, Anuruddha ketiduran. Kemudian setelahnya, Buddha menegurnya dan ia menjadi sangat malu. Ia bertekad untuk tidak lagi memejamkan mata, walaupun itu berbahaya bagi kesehatan matanya. Maka dalam menjalankan tekadnya itu, ia kehilangan pandangannya dan menjadi buta, tetapi kemudian ia juga mencapai mata deva yang terunggul di antara para Savaka.


Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #58 on: 05 March 2010, 02:24:47 PM »
sebenarnya Buddha sudah jelas mengatakan bahwa pelayanan utama tidak dilihat dari tataran kesucian,atau apapun,tetapi dilihat dari senioritas dan junioritas..kan disana sudah jelas..

sekarang kita asumsikan bahwa si A adalah pendana,dan apa yang menggerakan si A mendanakan kepada Bhikkhu tertentu?tentunya sesuai dengan "persepsi" si A terlepas di menggangap Bhikkhu tersebut Ariya atau bukan[karena ini masuk ke ranah keyakinan],apakah ada faktor kamma yang mendukung seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang lain?

tentunya pandangan2 seperti ini sangat berbahaya,tetapi saya rasa "Si Bhikkhu" seharusnya memiliki kebijaksanaan[apalagi sudah "diyakini" mencapai tataran kesucian tertentu],misalnya dana yang diterima disumbangkan ke orang2 yang membutuhkan dan seterusnya,dengan begini masalah clear bukan?

Seperti kasus sewaktu Buddha Gotama pergi ke surga Tavatimsa,dimana orang2 bertanya kepada Bhante Mongalana[dimana YM Mongalana dipercaya memiliki kemampuan 1 level di bawah Buddha],tetapi apa yang dilakukan YM Moggalana?YM Moggalana dengan bijak menyuruh umat menanyakan kepada Bhante Anurudha[saya tidak tahu bagaimana tulisan yang benar,tolong dikoreksi nama Bhante tersebut,yang buta sejak lahir],tujuannya agar umat2 juga menghormati Bhante Anurudha...

Anumodana _/\_
Tambahan saja:
Bhante Anuruddha tidak buta sejak lahir. Suatu kali ketika Buddha sedang berceramah, Anuruddha ketiduran. Kemudian setelahnya, Buddha menegurnya dan ia menjadi sangat malu. Ia bertekad untuk tidak lagi memejamkan mata, walaupun itu berbahaya bagi kesehatan matanya. Maka dalam menjalankan tekadnya itu, ia kehilangan pandangannya dan menjadi buta, tetapi kemudian ia juga mencapai mata deva yang terunggul di antara para Savaka.



Bro Kainyn,ini dapat dari sumber mana ya?Nanti saya check lagi buku yang ada di saya,kalau tidak salah ditulis buta semenjak lahir,soal dia buta karena kesalahan masa lampaunya.. ???

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #59 on: 05 March 2010, 02:26:29 PM »
Quote
Berarti kembali lagi ke permasalahan awal:
1. Apakah kita bisa mengetahui perbedaan antara Ariya dan Puthujjana?
sekilas mungkin bisa,tetapi keknya bagi saya tidak mungkin mengetahui seorang Ariya atau bukan..kecuali kita sendiri juga seorang Ariya,.. :)

Quote
2. Jika seandainya kita bisa mengetahui dengan pasti, apakah manfaatnya bagi kita?
um..berguru kepada dia,dan minta pengarahannya?

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #60 on: 05 March 2010, 02:36:17 PM »
Bro Kainyn,ini dapat dari sumber mana ya?Nanti saya check lagi buku yang ada di saya,kalau tidak salah ditulis buta semenjak lahir,soal dia buta karena kesalahan masa lampaunya.. ???

Anumodana _/\_
Sayang sekali saya juga sudah lupa dari mana. Anuruddha adalah salah satu dari 7 pangeran Sakya yang ditahbiskan Buddha bersama Upali, tukang cukur mereka. Saya tidak pernah baca Anuruddha buta sejak lahir.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #61 on: 05 March 2010, 02:50:51 PM »
diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.
point yg menarik...
saya setuju soal "bahwa sebenarnya yg lebih membutuhkan adalah yg berlatih".
disini saya lihat masalahnya bukan pada penerima dana, melainkan pada si-pendana.

Pendana "cenderung" (ga semua) bukan memikirkan kebutuhan penerima dana,
melainkan memikirkan pahala pen-danaannya. ---> dg demikian apakah gembar-gembor dana pada ariya, pada zaman Buddha, dsb yg memberikan pahala lebih* (atau pahala di bln ramadhan lebih gede hehehe) memberikan manfaat? hmmm...
Nah, betulkah demikian? Apakah persembahan kepada Ariya sendiri lebih besar daripada non-Ariya? Ini memang salah satu yang ingin saya bahas. :)

Dalam Majjhima Nikaya 142, Dakkhina-vibhanga Sutta, Buddha mengatakan ada 14 persembahan pribadi, yaitu kepada:
1. Samma Sambuddha
2. Pacceka Buddha
3. Seseorang yang mencapai Arahatta-phala
4. Seseorang yang mencapai Arahatta-magga
5. Seseorang yang mencapai Anagami-phala
6. Seseorang yang mencapai Anagami-magga
7. Seseorang yang mencapai Sakadagami-phala
8. Seseorang yang mencapai Sakadagami-magga
9. Seseorang yang mencapai Sotapatti-phala
10. Seseorang yang mencapai Sotapatti-magga
11. Seseorang yang tidak serakah dan tanpa nafsu
12. Seorang biasa yang bajik
13. Seorang biasa yang tidak bajik
14. Binatang

Ada juga 7 persembahan ke Sangha:
1. Sangha di bawah pimpinan Buddha langsung
2. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhu dan bhikkhuni
3. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhu
4. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhuni
5. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhu & bhikkhuni sejumlah tertentu
6. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhu sejumlah tertentu
7. Setelah Buddha parinibbana, kepada bhikkhuni sejumlah tertentu

Buddha katakan, akan ada suatu saat nanti, di generasi terakhir Sanghanya terdiri bhikkhu yang jahat dan tidak bajik. Namun pemberian kepada mereka, lebih memberikan hasil daripada pemberian terhadap pribadi mana pun.

Kita lihat di sini, bukankah orang yang telah pilih memilih pribadi mana yang harus diberikan dengan maksud memperoleh dana lebih besar, telah berpikiran keliru?
« Last Edit: 05 March 2010, 03:05:26 PM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #62 on: 05 March 2010, 02:54:48 PM »
Quote
Berarti kembali lagi ke permasalahan awal:
1. Apakah kita bisa mengetahui perbedaan antara Ariya dan Puthujjana?
sekilas mungkin bisa,tetapi keknya bagi saya tidak mungkin mengetahui seorang Ariya atau bukan..kecuali kita sendiri juga seorang Ariya,.. :)
Saya pikir juga begitu.


Quote
Quote
2. Jika seandainya kita bisa mengetahui dengan pasti, apakah manfaatnya bagi kita?
um..berguru kepada dia,dan minta pengarahannya?

Anumodana _/\_
Apakah karena status "Ariya"-nya itu, berarti pengarahannya pasti lebih cocok?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #63 on: 05 March 2010, 02:58:57 PM »
pada praktiknya sulit sekali seseorang untuk memberi dana tanpa memilih, misalnya dalam suatu upacara kathina, walaupun sudah ditekankan bahwa dana yg diberikan adalah Sangha-Dana, artinya Dana diserahkan kepada Sangha secara kolektif, namun para umat biasanya lebih memilih mendatangi bhikkhu senior daripada bhikkhu junior.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #64 on: 05 March 2010, 03:07:52 PM »
Quote from: Kainyn_Kutho
Dalam Sanghanussati itu saya pikir sedikit rancu antara Sammuti Sangha ataukah Ariya Sangha yang dimaksud. Jika Ariya Sangha, berarti termasuk para Ariya perumahtangga (Sotapanna->Anagami). Saya bingung juga selain cara membedakannya apakah benar sudah Ariya, bagaimana cara menanam jasanya? Bukankah mereka tidak menerima dana layaknya bhikkhu(ni)?
Jika Sammuti Sangha, maka saya pikir itu adalah lebih sesuai, karena terlepas dari pencapaian kesucian yang telah diperoleh, berdana pada orang yang mengambil jalan petapa untuk mencapai kesucian adalah yang paling baik

Menurut saya, Sanghanusati merupakan perenungan terhadap Sammuti Sangha yang sudah mencapai tataran Ariya. Sanghanusati adalah perenungan terhadap salah satu ratana, yaitu Sangha-ratana. Sangha yang dimaksud di dalam Tiratana sudah tentu adalah komunitas bhikkhu / bhikkhuni.

Sangha dinyatakan sebagai ladang menanam kebaikan yang tiada tara, sebab Sangha berisikan bhikkhu / bhikkhuni yang menjalani kehidupan suci. Pemberian (dana) yang diberikan kepada bhikkhu / bhikkhuni yang sedang berlatih adalah bernilai sangat tinggi. Sebab pemberian (dana) ini bisa menyokong usaha mereka untuk merealisasi Pencerahan. Selain itu, pemberian (dana) yang diberikan kepada bhikkhu / bhikkhuni yang sudah merealisasi Pencerahan, juga bernilai sangat tinggi. Sebab pemberian (dana) ini bisa menyokong kehidupan suci mereka. Sangha tetap akan menjadi ladang menanam kebaikan yang tiada tara di alam semesta, selama Sangha masih berisikan bhikkhu / bhikkhuni yang penuh dengan nilai moralitas dan kebijaksanaan.


Quote from: Kainyn_Kutho
Tepat sekali. Menurut saya, ini pun adalah pandangan salah, baik tentang dana, juga dhamma.

Karena kebanyakan umat Buddha hanya berkutat di seputar kamma baik dan kamma buruk.


Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Ini yang paling bahaya. Kadang seorang puthujjana bisa saja jauh lebih mahir dari seorang Ariya dalam berceramah. Sementara bagi para Ariya yang memang tidak mengembangkan kemampuan mengajar, belum tentu pandai mengajar.

Yang saya tahu, banyak juga umat Buddha yang berpendapat bahwa seorang bhikkhu Ariya adalah layaknya seorang jenius yang multi-talenta. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
-------------------
Berarti kembali lagi ke permasalahan awal:
1. Apakah kita bisa mengetahui perbedaan antara Ariya dan Puthujjana?
2. Jika seandainya kita bisa mengetahui dengan pasti, apakah manfaatnya bagi kita?

1) Karena kita punya referensi di Tipitaka yang menunjukkan beberapa kriteria seorang yang sudah Ariya, sepertinya kita memang bisa membedakannya.
2) Setiap orang cenderung mempunyai reaksi yang berbeda dalam menanggapi suatu peristiwa. Bila saya mengetahui dengan pasti mana orang yang sudah Ariya dan mana yang masih putthujana, tentu saja saya bisa memetik manfaatnya. Misalnya: Saya akan bersikap lebih "hati-hati" jika berhadapan dengan seorang Ariya.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #65 on: 05 March 2010, 03:15:49 PM »
pada praktiknya sulit sekali seseorang untuk memberi dana tanpa memilih, misalnya dalam suatu upacara kathina, walaupun sudah ditekankan bahwa dana yg diberikan adalah Sangha-Dana, artinya Dana diserahkan kepada Sangha secara kolektif, namun para umat biasanya lebih memilih mendatangi bhikkhu senior daripada bhikkhu junior.
Memang betul sangat sulit. Tetapi sepertinya faktor kurangnya pengetahuan akan dhamma juga berperan di sini. Kembali lagi ke Sutta, dalam Kutadanta Sutta ada dijelaskan tentang "upacara pengorbanan" dari raja yang memiliki 8 kualitas dan penasihat spiritual yang memiliki 4 kualitas. Upacara pengorbanan yang maha "wah" tersebut masih kurang bermanfaat dibandingkan berturut-turut: pemberian kepada 'para petapa dengan sila yang baik', pemberian vihara atas nama Sangha, berkeyakinan dalam Tiratana, dan menjalankan sila dengan penuh keyakinan.

Dari sini kita sudah lihat menjalankan sila dengan keyakinan adalah jauh melebihi "upacara dana" lainnya. Namun pahala yang tertinggi adalah berjuang mencapai kesucian itu sendiri. Tidak ada lagi yang lebih tinggi dari hal tersebut.




Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #66 on: 05 March 2010, 03:38:28 PM »
Buddha katakan,akan ada suatu saat nanti, di generasi terakhir Sanghanya terdiri bhikkhu yang jahat dan tidak bajik. Namun pemberian kepada mereka, lebih memberikan hasil daripada pemberian terhadap pribadi mana pun.

Saya baru denger (ups baca) pernyataan ini ^ ^ ^ Kata "pribadi mana pun" itu maksudnya semua orang non bhikkhu di jaman itu? Kenapa lebih memberikan hasil kalau berdana ke bhikkhu ya walaupun jahat dan tidak bajik?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #67 on: 05 March 2010, 03:52:55 PM »
Buddha katakan,akan ada suatu saat nanti, di generasi terakhir Sanghanya terdiri bhikkhu yang jahat dan tidak bajik. Namun pemberian kepada mereka, lebih memberikan hasil daripada pemberian terhadap pribadi mana pun.

Saya baru denger (ups baca) pernyataan ini ^ ^ ^ Kata "pribadi mana pun" itu maksudnya semua orang non bhikkhu di jaman itu? Kenapa lebih memberikan hasil kalau berdana ke bhikkhu ya walaupun jahat dan tidak bajik?
Bukan. Maksudnya berdana pada Sangha Buddha, walaupun isinya tinggal orang-orang bejad, tetap lebih membuahkan dibandingkan (salah satu dari 14) persembahan pribadi manapun, yang berarti persembahan kepada Samma Sambuddha termasuk.

Mengapa lebih menghasilkan? Menurut saya karena pemberian adalah kepada "representasi orang yang berjuang mencapai kesucian" bukan dilandaskan pada pemilihan (preference) terhadap pribadi.
 
(Dalam Sutta itu, Mahapajapati Gotami memberikan jubah untuk Buddha, tetapi Buddha menyuruhnya memberikannya untuk Sangha. Gotami dan Ananda tidak mengerti "penolakan" tersebut yang katanya demi kebaikan Gotami sendiri, maka Buddha menjelaskan Sutta tersebut.)
« Last Edit: 05 March 2010, 03:55:17 PM by Kainyn_Kutho »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #68 on: 05 March 2010, 04:30:35 PM »
^ ^ ^ hanya komentar aja. Tapi susah juga ya berpikir "dana ini kuberikan untuk sangha yang sedang berjuang mencapai kesucian", sementara kita tau bhikkhu tersebut bejat dan tidak bajik...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #69 on: 05 March 2010, 04:48:34 PM »
^ ^ ^ hanya komentar aja. Tapi susah juga ya berpikir "dana ini kuberikan untuk sangha yang sedang berjuang mencapai kesucian", sementara kita tau bhikkhu tersebut bejat dan tidak bajik...

:) Memangnya kalau kita beranjali/namaskara sama bhikkhu, kita tahu moralitasnya? Yang kita hormati 'kan hanya "jubah"-nya saja yang melambangkan tekad-nya menjalankan sila. Saya rasa di situ maksud Buddha adalah supaya kita tidak perlu ragu dan pilih-pilih dalam berdana kepada petapa, bukannya suruh kita tidak bijaksana juga dalam memberi.


Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #70 on: 05 March 2010, 04:53:33 PM »
^ ^ ^ yup, judgment lagi... kadang tidak sadar juga sudah nge-judge atau menilai orang begini atau begitu. Ternyata diri ini suka sok tau ;D

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #71 on: 05 March 2010, 07:52:09 PM »
duh gampang kok tinggal tulis sangha dana gak usah mikir ini itu yang penting tulus ikhlas.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #72 on: 05 March 2010, 08:09:26 PM »
Quote
Berarti kembali lagi ke permasalahan awal:
1. Apakah kita bisa mengetahui perbedaan antara Ariya dan Puthujjana?
sekilas mungkin bisa,tetapi keknya bagi saya tidak mungkin mengetahui seorang Ariya atau bukan..kecuali kita sendiri juga seorang Ariya,.. :)
Saya pikir juga begitu.


Quote
Quote
2. Jika seandainya kita bisa mengetahui dengan pasti, apakah manfaatnya bagi kita?
um..berguru kepada dia,dan minta pengarahannya?

Anumodana _/\_
Apakah karena status "Ariya"-nya itu, berarti pengarahannya pasti lebih cocok?


dari banyak sutta yang pernah saya baca,bahwa lebih baik bergaul dengan orang yang bijak dan bajik daripada bergaul dengan orang bodoh..orang bodoh hanya menyulitkan saja,tiada berguna berada didekat yang bodoh...tiada manfaat yang bisa dipetik walau sekecil apapun...Buddha sendiri berkata dalam dalam syair Dhammapadda Atthakanta,"Apabila didalam pengembaraanmu,kamu tidak menemukan yang sesuai dengamu atau yang diatas mu,lebih baik kamu mengembara sendiri,daripada mengembara bersama orang bodoh.."[kira2 isinya seperti itu]

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #73 on: 05 March 2010, 08:23:33 PM »
melebar dikit ahhh... karakteristik orang bodoh itu dalam hal batin atau dalam hal yg seperti apa?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #74 on: 05 March 2010, 08:32:30 PM »
duh gampang kok tinggal tulis sangha dana gak usah mikir ini itu yang penting tulus ikhlas.
Memang harus tulus dan ikhlas, tetapi berdana yang baik tidak sesederhana itu juga. Kita harus dengan sadar memberi dan dengan pandangan benar, maka bermanfaat. Kalau hanya modal tulus & ikhlas, nanti tidak ada bedanya sikap kita antara berdana kepada petapa dan kepada pengemis. Padahal itu sangat berbeda.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #75 on: 05 March 2010, 08:34:42 PM »
dari banyak sutta yang pernah saya baca,bahwa lebih baik bergaul dengan orang yang bijak dan bajik daripada bergaul dengan orang bodoh..orang bodoh hanya menyulitkan saja,tiada berguna berada didekat yang bodoh...tiada manfaat yang bisa dipetik walau sekecil apapun...Buddha sendiri berkata dalam dalam syair Dhammapadda Atthakanta,"Apabila didalam pengembaraanmu,kamu tidak menemukan yang sesuai dengamu atau yang diatas mu,lebih baik kamu mengembara sendiri,daripada mengembara bersama orang bodoh.."[kira2 isinya seperti itu]

Anumodana _/\_
Betul seperti itu. Tetapi bukan berarti yang lebih pintar/bijaksana dari kita hanyalah para Ariya. Mungkin sekali banyak yang lebih pandai dari kita, namun bukan seorang Ariya. Apakah kemudian kita berkata, "lebih baik saya mengembara sendiri"? Tidak juga bukan? :) Para bijaksana yang bukan Ariya pun bisa membimbing kita menjadi lebih baik.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #76 on: 05 March 2010, 09:33:45 PM »
dari banyak sutta yang pernah saya baca,bahwa lebih baik bergaul dengan orang yang bijak dan bajik daripada bergaul dengan orang bodoh..orang bodoh hanya menyulitkan saja,tiada berguna berada didekat yang bodoh...tiada manfaat yang bisa dipetik walau sekecil apapun...Buddha sendiri berkata dalam dalam syair Dhammapadda Atthakanta,"Apabila didalam pengembaraanmu,kamu tidak menemukan yang sesuai dengamu atau yang diatas mu,lebih baik kamu mengembara sendiri,daripada mengembara bersama orang bodoh.."[kira2 isinya seperti itu]

Anumodana _/\_
Betul seperti itu. Tetapi bukan berarti yang lebih pintar/bijaksana dari kita hanyalah para Ariya. Mungkin sekali banyak yang lebih pandai dari kita, namun bukan seorang Ariya. Apakah kemudian kita berkata, "lebih baik saya mengembara sendiri"? Tidak juga bukan? :) Para bijaksana yang bukan Ariya pun bisa membimbing kita menjadi lebih baik.


Betul,..benar sekali..Orang yang pintar dalam pembelajaran Dhamma tentunya bisa lebih baik didalam mengarahkan kita karena rujukannya adalah Sutta,sehingga agaknya kita tidak bisa ke arah yang salah,tetapi ada pun hal yang saya kurang setujui,karena dimana pada saat Zaman Buddha,Sutta nya masih asli 100%,kalau sekarang?ada yang mau jamin Suttanya asli 100%?

Seperti yang dikisahkan dimana seorang Guru yang Ahli didalam Dhamma mengajarkan murid2nya dan kesemua muridnya mencapai tataran kesucian tertinggi Arahantta,sedangkan si Guru bahkan sotapanna aja belum...Kemudian si Guru di "tegur" sama muridnya...At last[langsung aja ya..] si Guru berlatih dan juga menembus tataran tertinggi.. :)

Kalau untuk kisah ini,kan rujukan dari Guru tersebut sesuai dengan Sutta,dan pastinya Sutta yang dihapalnya adalah Sutta yang asli?atau ada pendapat yang lain dari rekan2?:)

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #77 on: 05 March 2010, 10:22:01 PM »
Dikatakan Dana yang langsung berbuah dalam 7 hari adalah dana yg diberikan kepada
Ariya Sangha yaitu ketika Seorang Ariya yg telah mencapai Arahat sedang melakukan meditasi nirodha .... (istilahnya agak lupa  ;D)
disebut Meditasi nirodha adalah meditasi 7 hari 7 malam ..... setelah itu Bhikkhu tersebut bangun dan bangkit untuk pindapata ......
Orang yg memberikan dana makanan pada saat  Bhikkhu (Arahat) itu yg telah melaksanakan Meditasi nirodha dapat langsung berbuah dalam 7 hari .......

Hal ini pernah terjadi pada zaman Sang Buddha ......
Orang yg melakukan itu adalah ratu Malika .....
Seblum Malika menjadi Ratu dari Raja Pasenadi ....... Malika adalah penduduk biasa
Sudah menjadi kebiasaan Malika yg sering memberikan dana makanan kpd anggota Sangha
Malika punya suatu keinginan dunaiwi yaitu menjadi ratu ....
tepat pada saat itu Malika menberikan dana makanan kpd seorang Ariya bernama Kassapa (Ratu Malika tidak tau dan tidak mengenal Bhikkhu Kasspa yg baru saja melaksanakan Meditasi Nirodha dan seorang Arahat) ......
 
Setelah memberi dana makanan tersebut ....kemudian tepat di hari ke 7 Malika di lamar Raja Pasenadi yang ketika itu Raja sedang jalan-jalan keluar dari istana ....
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #78 on: 05 March 2010, 10:25:36 PM »
Bro Kainyn,ini dapat dari sumber mana ya?Nanti saya check lagi buku yang ada di saya,kalau tidak salah ditulis buta semenjak lahir,soal dia buta karena kesalahan masa lampaunya.. ???

Anumodana _/\_
Sayang sekali saya juga sudah lupa dari mana. Anuruddha adalah salah satu dari 7 pangeran Sakya yang ditahbiskan Buddha bersama Upali, tukang cukur mereka. Saya tidak pernah baca Anuruddha buta sejak lahir.
YA ANURUDDHA: Arahat bermata dewa

YA Anuruddha terlahir sebagai saudara sepupu Sang Buddha, putera dari Amitodana. Mempunyai saudara kandung bernama Mahanama dan merupakan saudara satu ayah lain ibu dari Ananda. Wajahnya tampan, alisnya lurus dan bentuk hidungnya bagus, ahli dalam seni bela diri dan olahraga. Orangtuanya amat menyayanginya dan memberinya rumah untuk tiap musim, satu untuk musim panas, satu musim dingin dan satu untuk musim hujan, sebagaimana yang diperoleh Pangeran Siddhattha dari orang tuanya. Di dalam tiap rumah yang dibangun untuk Anuruddha terdapat banyak pelayan yang selalu siap melayaninya.

Kedatangan Sang Buddha ke Kapilavatthu membuat banyak orang tertarik akan ajaran Sang Buddha dan banyak di antara mereka yang meninggalkan hidup keduniawian dan menjadi bhikkhu. Dalam keluarga Anuruddha belum ada yang menjadi bhikkhu. Oleh karena itu Mahanama mengusulkan agar salah satu dari mereka untuk menjadi bhikkhu, karena apabila keduanya menjadi bhikkhu maka tidak ada lagi yang memelihara garis keturunan keluarga.

Anuruddha yang terbiasa hidup dalam kemewahan merasa sulit untuk hidup sebagai bhikkhu, namun Mahanama membujuknya dengan menunjukkan kesukaran kehidupan sebagai perumah tangga, dan pekerjaan dalam pertanian yang tiada habisnya. Anuruddha meminta ijin dari ibunya untuk menjadi bhikkhu. Ibunya yang amat menyayanginya mula-mula menolak memberi ijin, akhirnya memberi ijin dengan syarat sepupunya Bhaddiya, Raja Sakya yang menggantikan Raja Suddhodana yang telah mangkat, juga mengikutinya menjadi bhikkhu. Ibunya berpikir bahwa tidak mungkin Bhaddiya akan meninggalkan tugasnya sebagai raja untuk menjadi bhikkhu.

Bhaddiya berkata bahwa ia mau menemani Anuruddha menjadi bhikkhu asalkan Anuruddha mau menunggu tujuh tahun lagi. Atas desakan Anuruddha, masa menunggu itu dipersingkat menjadi enam tahun, lima tahun, empat tahun, sampai satu tahun. Akhirnya Bhaddiya berjanji untuk melaksanakan hal itu tujuh hari lagi setelah ia menyerahkan tugasnya kepada anak dan saudaranya.

Anuruddha kemudian mengajak pula Ananda, Bhagu, Kimbila dan Devadatta untuk menjadi bhikkhu. Agar tidak dicurigai, mereka pergi ke taman seolah-olah akan berolahraga dengan membawa pula tukang cukur mereka yang bernama Upali. Di tengah perjalanan mereka menyuruh para pengiring pulang, dan kemudian melepaskan baju dan perhiasan yang dipakai untuk dibawa pulang oleh Upali. Tetapi Upali yang merasa takut akan kemarahan orang Sakya bila membawa pulang barang-barang itu, akhirnya mengikuti mereka untuk menjadi bhikkhu. Mereka bertemu dengan Sang Buddha di Anupiya dalam perjalanan ke Rajagaha. Mereka memohon kepada Sang Buddha agar Upali ditahbiskan terlebih dahulu agar mereka dapat mengurangi rasa kesombongan mereka karena dengan demikian selanjutnya mereka harus menghormati Upali sebagai bhikkhu yang lebih senior.

Bhaddiya kemudian mencapai tiga pengetahuan dan menjadi Arahat. Ananda mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Devadatta memperoleh kesaktian yang dapat dicapai oleh manusia biasa. Bhagu, Kimbila dan Upali pun kemudian mencapai tingkat Arahat.

Anuruddha yang terbiasa hidup nyaman dan dilayani oleh banyak pelayan kini harus mengenakan jubah kasar, berkeliling menerima dana makanan, tidur di alam terbuka dan menjalani aturan yang keras. Dengan tekadnya yang kuat, ia dapat terbiasa dengan kehidupan sebagai bhikkhu namun merasa amat lelah dalam melaksanakan latihan-latihan itu.

Pada suatu kali ketika Anuruddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya sedang berkumpul di vihara Jetavana mendengarkan khotbah Sang Buddha, ia merasa sangat mengantuk dan tertidur. Ia terbangun ketika Sang Buddha menyebut namanya dan menyapanya dengan beberapa perkataan. Setelah khotbah selesai, dengan rasa malu Anuruddha menyampaikan rasa penyesalannya kepada Sang Buddha dan bertekad untuk tidak lagi tertidur pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha. Sejak saat itu Anuddha tidak pernah memejamkan mata walaupun di malam hari.

Dengan latihannya Anuruddha memperoleh mata dewa, yaitu kemampuan untuk melihat timbul lenyapnya makhluk-makhluk di alam semesta ini. Kemudian beliau mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Namun latihan yang keras demikian menyebabkannya gangguan pada matanya sehingga tidak dapat melihat. Ketika diminta oleh Sang Buddha agar beliau tidur untuk memulihkan penglihatan matanya sesuai dengan anjuran dokter, beliau menjawab, “Bhante, dengan bertekad untuk tidak tidur saya dapat mengatasi semua penderitaan. Bagaimana saya dapat melepaskan tekad itu ?”

YA Anuruddha hadir pada saat Sang Buddha mencapai Parinibbana dan berperan pula dalam Sidang Agung Sangha yang diadakan setelah Sang Buddha Parinibbana. Beliau dengan para bhikkhu lainnya mendesak YA Ananda untuk melatih diri dengan sungguh-sungguh sehingga dapat mencapai tingkat Arahat pada Sidang Agung tersebut. YA Anuruddha mencapai Parinibbana (wafat) di desa Veluva dari Vajjian di bawah kerimbunan pohon bambu.
 _/\_

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #79 on: 05 March 2010, 10:28:52 PM »
berati saya ralat pernyataan saya soal Anuruddha buta sejak lahir..Maapkan saya atas kesalahan saya ini..

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #80 on: 06 March 2010, 09:15:13 AM »
OOT dikit nih...tentang YM. Anurudha...
Quote
Pada suatu kali ketika Anuruddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya sedang berkumpul di vihara Jetavana mendengarkan khotbah Sang Buddha, ia merasa sangat mengantuk dan tertidur. Ia terbangun ketika Sang Buddha menyebut namanya dan menyapanya dengan beberapa perkataan. Setelah khotbah selesai, dengan rasa malu Anuruddha menyampaikan rasa penyesalannya kepada Sang Buddha dan bertekad untuk tidak lagi tertidur pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha. Sejak saat itu Anuddha tidak pernah memejamkan mata walaupun di malam hari.

Dengan latihannya Anuruddha memperoleh mata dewa, yaitu kemampuan untuk melihat timbul lenyapnya makhluk-makhluk di alam semesta ini. Kemudian beliau mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Namun latihan yang keras demikian menyebabkannya gangguan pada matanya sehingga tidak dapat melihat. Ketika diminta oleh Sang Buddha agar beliau tidur untuk memulihkan penglihatan matanya sesuai dengan anjuran dokter, beliau menjawab, “Bhante, dengan bertekad untuk tidak tidur saya dapat mengatasi semua penderitaan. Bagaimana saya dapat melepaskan tekad itu ?”

Coba lihat kalimat yg dibold....dikatakan tidak memejamkan mata walaupun dimalam hari. Apakah ini berarti YM. Anurudha saat bermeditasi juga tidak memejamkan mata alias meditasi dengan mata terbuka? karena kalau dalam meditasinya dengan mata tertutup tentunya matanya tidak akan buta.

Bagaimana pendapat teman2?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #81 on: 06 March 2010, 09:29:00 AM »
OOT dikit nih...tentang YM. Anurudha...
Quote
Pada suatu kali ketika Anuruddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya sedang berkumpul di vihara Jetavana mendengarkan khotbah Sang Buddha, ia merasa sangat mengantuk dan tertidur. Ia terbangun ketika Sang Buddha menyebut namanya dan menyapanya dengan beberapa perkataan. Setelah khotbah selesai, dengan rasa malu Anuruddha menyampaikan rasa penyesalannya kepada Sang Buddha dan bertekad untuk tidak lagi tertidur pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha. Sejak saat itu Anuddha tidak pernah memejamkan mata walaupun di malam hari.

Dengan latihannya Anuruddha memperoleh mata dewa, yaitu kemampuan untuk melihat timbul lenyapnya makhluk-makhluk di alam semesta ini. Kemudian beliau mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Namun latihan yang keras demikian menyebabkannya gangguan pada matanya sehingga tidak dapat melihat. Ketika diminta oleh Sang Buddha agar beliau tidur untuk memulihkan penglihatan matanya sesuai dengan anjuran dokter, beliau menjawab, “Bhante, dengan bertekad untuk tidak tidur saya dapat mengatasi semua penderitaan. Bagaimana saya dapat melepaskan tekad itu ?”

Coba lihat kalimat yg dibold....dikatakan tidak memejamkan mata walaupun dimalam hari. Apakah ini berarti YM. Anurudha saat bermeditasi juga tidak memejamkan mata alias meditasi dengan mata terbuka? karena kalau dalam meditasinya dengan mata tertutup tentunya matanya tidak akan buta.

Bagaimana pendapat teman2?


Bro bond..kalau itu kan mungkin hanya versi Virya alias dia yang translate dari yang saya baca berbeda dengan si Virya secara garis besarnya.. :)

Mungkin ada yang mau memberikan link tentang YM Anuruddha?

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #82 on: 06 March 2010, 09:34:20 AM »
OOT dikit nih...tentang YM. Anurudha...
Quote
Pada suatu kali ketika Anuruddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya sedang berkumpul di vihara Jetavana mendengarkan khotbah Sang Buddha, ia merasa sangat mengantuk dan tertidur. Ia terbangun ketika Sang Buddha menyebut namanya dan menyapanya dengan beberapa perkataan. Setelah khotbah selesai, dengan rasa malu Anuruddha menyampaikan rasa penyesalannya kepada Sang Buddha dan bertekad untuk tidak lagi tertidur pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha. Sejak saat itu Anuddha tidak pernah memejamkan mata walaupun di malam hari.

Dengan latihannya Anuruddha memperoleh mata dewa, yaitu kemampuan untuk melihat timbul lenyapnya makhluk-makhluk di alam semesta ini. Kemudian beliau mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Namun latihan yang keras demikian menyebabkannya gangguan pada matanya sehingga tidak dapat melihat. Ketika diminta oleh Sang Buddha agar beliau tidur untuk memulihkan penglihatan matanya sesuai dengan anjuran dokter, beliau menjawab, “Bhante, dengan bertekad untuk tidak tidur saya dapat mengatasi semua penderitaan. Bagaimana saya dapat melepaskan tekad itu ?”

Coba lihat kalimat yg dibold....dikatakan tidak memejamkan mata walaupun dimalam hari. Apakah ini berarti YM. Anurudha saat bermeditasi juga tidak memejamkan mata alias meditasi dengan mata terbuka? karena kalau dalam meditasinya dengan mata tertutup tentunya matanya tidak akan buta.

Bagaimana pendapat teman2?


Bro bond..kalau itu kan mungkin hanya versi Virya alias dia yang translate dari yang saya baca berbeda dengan si Virya secara garis besarnya.. :)

Mungkin ada yang mau memberikan link tentang YM Anuruddha?

Anumodana _/\_

Justru yg pernah saya baca yg Virya tulis.... ;D. Tapi ngak tau juga kalo ada versi lainnya...atau Anurudha yg berbeda..
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
There is no place like 127.0.0.1

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #84 on: 06 March 2010, 06:38:13 PM »
[at] mayvise: itu dia pointnya dari pernyataan sebelumnya.

diskriminasi selalu ada, terlepas kita sudah tahu pasti arahant atau bukan. mostly akan berdana pada yg arahant padahal yg sebenarnya butuh itu, yg perlu kondisi utk berlatih adalah yg belum merealisasikan. Jadinya bisa arahantnya super banyak dana dapatnya, yg belum malahan kekurangan.

dan kemudian lagi soal nasehat..... apakah nasehat seorang arahant pasti benar? Tidak pada semua kasus deh.
masa seh? yakin Tuhan?
yang saya alami sendiri dan pengalaman tuh beda...
nasehat seorang ariya itu langsung kena kemudian singkat terus mampu menyelesaikan segala persoalan.

terpaksa saya mengulangi kesalahan sekali lagi dengan harapan tidak dengan akibat yg sama,

1. dari mana tau Ariya
2. statement dari Sumedho mengandung frasa antisipasi "Tidak pada semua kasus"

1.coba om kumis ketemu sendiri deh..nanti juga pertanyaan nomor 1 jadi hilang sendiri.
kasus nya apa?

kalau mau tahu pasti sosialisasi saja bersama beliau di kamboja sono... ;D
nanti banyak hal aneh loh yg ditemukan... :P
Quote
[at] marcedes: ada koq kasus dimana arahant memberi pengarahan pada sekha tapi ternyata menurut Sang Buddha tidak tepat. CMIIW
Tuhan..... kasus seperti itu hanya tertulis dalam Tipitaka sedangkan ke otentikan Tipitaka saja masih di ragukan...
sedangkan banyak hal lain yg tidak tertulis bahkan bertentangan dengan Tipitaka...misalkan saja kasus Ajahn Mun....apakah anda ragu? padahal Ajahn Mun punya relik yg sangat-sangat bagus.

saya sendiri memang tidak yakin pasti apakah Sangharaja seorang Arahat atau bukan...tetapi setidak nya saya tahu beliau bukan manusia biasa...karena banyak hal mistik yg saya tidak bisa jelaskan secara langsung di sini.
« Last Edit: 06 March 2010, 06:55:48 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #85 on: 06 March 2010, 07:38:44 PM »
Sikap demikian diatas adalah hal yg alami, tak dapat dihindari, hanya dapat dipahami.

Alami karena memang begitulah pandangan yang melakukannya.
Tak dapat dihindari karena memang terjadi.
Dipahami saja bahwa memang sangat mungkin hal ini terjadi dikarenakan pemahaman yg berbeda.

................................................
Saya pikir kita berpegang pada pola pikir "semua karena ada sebabnya", oleh karena itu saya tidak mengatakan suatu pengertian benar/salah adalah alami.
Demikian pula dengan mengetahui sebabnya, mengapa kita mengatakan hal tersebut "tak terhindarkan"?


Segala yang terjadi adalah hal yg alami.
Tak terhindarkan karena hal seperti ini hampir selalu ada.
Dari pengalaman pribadi........sikap awal yg baik adalah berusaha memahami daripada mencoba secara langsung dan frontal "meluruskan".
yaa... gitu deh

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #86 on: 06 March 2010, 07:51:27 PM »
wah ini topik nya lari kemana yah gampang toh punya abinya yang bisa melihat pikiran seseorang seperti nya ada cerita tentang sorang penderma wanita dalam jaman sang Buddha yang telah mencapai tingkat kesucian ( yang pasti belum arahat) dia menyediakan ruang yang bisa di pergunakan Bhikku untuk berlatih meditasi dan bhikku tersebut datang dan tinggal untuk berlatih meditasi setiap Bhikku itu ingin makan dan lain lain hal ini dapat di ketahui sang penderma wanita ini dengan mengantar makan dan lain lain hal ini membuat takut bhikku tersebut dan kembali dan Buddha bertanya pada bhikku tersebut mengapa dia kembali terus dia certiakan soal tersebut Buddha bertanya buat apa Takut terhadap hal tersebut Hingga Bhikku itu kembali berlatih di rumah penderma wanita ini.

jadi gampang nya dari pada main terka mending kita seperti penderma wanita tersebut memiliki abinya beres tah. Bila kita belum punya kemampuan tersebut berusaha lah mencapai nya atau kita tidak usah pusing soal soal mendapat karma baik karena menderma kepada ariya sangha dll karena belum berjodoh/ berkarma baik untuk bertemu ariya sangha sudah beres.

satu hal lagi dari cerita ini bahkan yang memiliki kesucian masih menaruh penghormatan terhadap bhikku ( anggota sangha) yang sedang berlatih diri untuk mencapai kesucian
« Last Edit: 06 March 2010, 08:06:03 PM by daimond »

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #87 on: 06 March 2010, 08:05:03 PM »
Tidak semua keyakinan tentang seseorang itu ariya adalah salah dan membuta. Hal yg terpenting melakukan penyelidikan dengan seksama yg didasarkan pengertian benar. Kalau menerka2 tanpa dasar pengertian benar tentu itu tidak baik...tetapi benar apa yg dikatakan bro hendrako bahwa fenomena itu hal yg wajar...sesuai dhamma atau tidak, kita sulit menilai...selama kita masih putthujana walau demikian tentu ada batas2an dasar tentang ariya....misal kalo ariya pake perhiasan...hidupnya wah...nah itu patut dipertanyakan.

Saya rasa tulisan samanera Peacemind sangatlah bijaksana dan bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk direnungkan bagi yg mau merenungkan, berikut dibawah ini :

Quote

Pertama saya tekankan di sini bahwa keyakinan pada seseorang bahwa ia telah mencapai kesucian bukan hal yang salah. Hal ini sah-sah saja, apalagi jika keyakinan itu muncul setelah kita berasosiasi dengan orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Selama berasosiasi, kita melihat bagaimana tindak tanduk orang tersebut baik perkataan maupun jasmani benar2 mencerminkan tanda2 seorang mulia. Kita yang belum pernah melihat secara langsung bagaimana tindak-tanduk Bhikkhu Sāriputta, Bhikkhu Mahā Mogallana, Mahā Kassapa atau bhikkhu2 terkenal lainnya yang hidup pada jaman Sang Buddha saja percaya 100 persen bahwa mereka adalah arahat. Tentu tidak ada salahnya bagi kita untuk yakin bahwa seseorang merupakan seorang mulia / ariya terutama setelah kita berasosiasi dengan beliau dalam jangka waktu yang lama. Sang Buddha sendiri pernah mengatakan bahwa kebijaksanaan seseorang akan tampak hanya ketika kita telah berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.

Jadi masalah ini memang kompleks....sehingga kembali kepada pribadi masing2.

1.Ada yg meyakini karena telah berasosiasi dgn mereka...walau tidak mengetahui dengan pasti kondisi batin mereka tapi secara simbolik penghargaan itu ada, melalui keyakinan dengan dasar pengertian benar tanpa pengkultusan. Dan ini biasanya berhubungan dengan aspek praktek langsung

2. Ada yg hanya yakin karena katanya dan desas-desus.

3. ada yg meyakini karena mau mendapatkan pahala.

4. Ada yg selalu meragukan/mempertanyakan tanpa meneliti lebih lanjut...ini juga bentuk ekstrem lainnya..

5. Ada yg mempertanyakan tapi ia meneliti lebih lanjut sampai tuntas dan ada juga yg melakukan penelitian terbatas tapi tidak tuntas, dan terjebak dalam pandangannya.

6. ada yg netral sampai terbukti atau ada sinyalemen kesana baru menyimpulkan...

7.   Tidak  percaya atau tidak mau percaya sama sekali, bisa karena katanya/desas-desus, atau karena penilitian tuntas atau penelitian yg terbatas dan terjebak didalamnya.

Nah silakan dipilih dibagian manakah diri kita ....
« Last Edit: 06 March 2010, 08:34:01 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #88 on: 06 March 2010, 08:29:06 PM »
 [at]  marcedes,

jika saya bertemu Beliau dan dengan mata kepala sendiri menyaksikan tindak tanduknya yg tanpa cela, bahkan saya akhirnya juga hanya menerka bahwa Beliau adalah Arahat, tapi benar atau tidaknya tidak bisa dipastikan. karena kualitas batin saya tidak memungkinkan untuk memberikan penilaian apakah seseorang Arahat atau bukan. saya bahkan tidak bisa menilai apakah seseorang itu maling atau bukan dalam satu atau dua kali pertemuan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #89 on: 06 March 2010, 08:42:07 PM »
Tidak semua keyakinan tentang seseorang itu ariya adalah salah dan membuta. Hal yg terpenting melakukan penyelidikan dengan seksama yg didasarkan pengertian benar. Kalau menerka2 tanpa dasar pengertian benar tentu itu tidak baik...tetapi benar apa yg dikatakan bro hendrako bahwa fenomena itu hal yg wajar...sesuai dhamma atau tidak, kita sulit menilai...selama kita masih putthujana walau demikian tentu ada batas2an dasar tentang ariya....misal kalo ariya pake perhiasan...hidupnya wah...nah itu patut dipertanyakan.

Saya rasa tulisan samanera Peacemind sangatlah bijaksana dan bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk direnungkan bagi yg mau merenungkan, berikut dibawah ini :

Quote

Pertama saya tekankan di sini bahwa keyakinan pada seseorang bahwa ia telah mencapai kesucian bukan hal yang salah. Hal ini sah-sah saja, apalagi jika keyakinan itu muncul setelah kita berasosiasi dengan orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Selama berasosiasi, kita melihat bagaimana tindak tanduk orang tersebut baik perkataan maupun jasmani benar2 mencerminkan tanda2 seorang mulia. Kita yang belum pernah melihat secara langsung bagaimana tindak-tanduk Bhikkhu Sāriputta, Bhikkhu Mahā Mogallana, Mahā Kassapa atau bhikkhu2 terkenal lainnya yang hidup pada jaman Sang Buddha saja percaya 100 persen bahwa mereka adalah arahat. Tentu tidak ada salahnya bagi kita untuk yakin bahwa seseorang merupakan seorang mulia / ariya terutama setelah kita berasosiasi dengan beliau dalam jangka waktu yang lama. Sang Buddha sendiri pernah mengatakan bahwa kebijaksanaan seseorang akan tampak hanya ketika kita telah berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.

Jadi masalah ini memang kompleks....sehingga kembali kepada pribadi masing2.

1.Ada yg meyakini karena telah berasosiasi dgn mereka...walau tidak mengetahui dengan pasti kondisi batin mereka tapi secara simbolik penghargaan itu ada, melalui keyakinan dengan dasar pengertian benar tanpa pengkultusan. Dan ini biasanya berhubungan dengan aspek praktek langsung

2. Ada yg hanya yakin karena katanya dan desas-desus.

3. ada yg meyakini karena mau mendapatkan pahala.

4. Ada yg selalu meragukan/mempertanyakan tanpa meneliti lebih lanjut...ini juga bentuk ekstrem lainnya..

5. Ada yg mempertanyakan tapi ia meneliti lebih lanjut sampai tuntas dan ada juga yg melakukan penelitian terbatas tapi tidak tuntas, dan terjebak dalam pandangannya.

6. ada yg netral sampai terbukti atau ada sinyalemen kesana baru menyimpulkan...

7.   Tidak  percaya atau tidak mau percaya sama sekali, bisa karena katanya/desas-desus, atau karena penilitian tuntas atau penelitian yg terbatas dan terjebak didalamnya.

Nah silakan dipilih dibagian manakah diri kita ....
dari pilihan itu semua kenapa tidak ada pilihan atau sangat sedikit yang menginginkan menjadi ariya itu sendiri.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #90 on: 06 March 2010, 08:45:47 PM »
tull kan tidak perlu jadi anggota sangha untuk mendapatkan tingkat kesucian/ariya.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #91 on: 06 March 2010, 09:48:59 PM »
Tidak semua keyakinan tentang seseorang itu ariya adalah salah dan membuta. Hal yg terpenting melakukan penyelidikan dengan seksama yg didasarkan pengertian benar. Kalau menerka2 tanpa dasar pengertian benar tentu itu tidak baik...tetapi benar apa yg dikatakan bro hendrako bahwa fenomena itu hal yg wajar...sesuai dhamma atau tidak, kita sulit menilai...selama kita masih putthujana walau demikian tentu ada batas2an dasar tentang ariya....misal kalo ariya pake perhiasan...hidupnya wah...nah itu patut dipertanyakan.

Saya rasa tulisan samanera Peacemind sangatlah bijaksana dan bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk direnungkan bagi yg mau merenungkan, berikut dibawah ini :

Quote

Pertama saya tekankan di sini bahwa keyakinan pada seseorang bahwa ia telah mencapai kesucian bukan hal yang salah. Hal ini sah-sah saja, apalagi jika keyakinan itu muncul setelah kita berasosiasi dengan orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Selama berasosiasi, kita melihat bagaimana tindak tanduk orang tersebut baik perkataan maupun jasmani benar2 mencerminkan tanda2 seorang mulia. Kita yang belum pernah melihat secara langsung bagaimana tindak-tanduk Bhikkhu Sāriputta, Bhikkhu Mahā Mogallana, Mahā Kassapa atau bhikkhu2 terkenal lainnya yang hidup pada jaman Sang Buddha saja percaya 100 persen bahwa mereka adalah arahat. Tentu tidak ada salahnya bagi kita untuk yakin bahwa seseorang merupakan seorang mulia / ariya terutama setelah kita berasosiasi dengan beliau dalam jangka waktu yang lama. Sang Buddha sendiri pernah mengatakan bahwa kebijaksanaan seseorang akan tampak hanya ketika kita telah berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.

Jadi masalah ini memang kompleks....sehingga kembali kepada pribadi masing2.

1.Ada yg meyakini karena telah berasosiasi dgn mereka...walau tidak mengetahui dengan pasti kondisi batin mereka tapi secara simbolik penghargaan itu ada, melalui keyakinan dengan dasar pengertian benar tanpa pengkultusan. Dan ini biasanya berhubungan dengan aspek praktek langsung

2. Ada yg hanya yakin karena katanya dan desas-desus.

3. ada yg meyakini karena mau mendapatkan pahala.

4. Ada yg selalu meragukan/mempertanyakan tanpa meneliti lebih lanjut...ini juga bentuk ekstrem lainnya..

5. Ada yg mempertanyakan tapi ia meneliti lebih lanjut sampai tuntas dan ada juga yg melakukan penelitian terbatas tapi tidak tuntas, dan terjebak dalam pandangannya.

6. ada yg netral sampai terbukti atau ada sinyalemen kesana baru menyimpulkan...

7.   Tidak  percaya atau tidak mau percaya sama sekali, bisa karena katanya/desas-desus, atau karena penilitian tuntas atau penelitian yg terbatas dan terjebak didalamnya.

Nah silakan dipilih dibagian manakah diri kita ....
dari pilihan itu semua kenapa tidak ada pilihan atau sangat sedikit yang menginginkan menjadi ariya itu sendiri.

Maksudnya tidak ada pilihan untuk menjadi ariya..?kalau memang itu dimaksud...masih ada korelasi point 1.  dan saya tidak langsung membuat tulisan dengan pilihan ingin menjadi ariya karena topik yg dibahas adalah mengenai menerka-->keyakinan-->bisa benar bisa juga salah....tapi kalau bro ryu mau memasukan pilihan itu dengan menambah point itu..tidak ada masalah juga, saya pikir itu point yg bagus.
« Last Edit: 06 March 2010, 09:56:08 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #92 on: 06 March 2010, 11:45:30 PM »
Tidak semua keyakinan tentang seseorang itu ariya adalah salah dan membuta. Hal yg terpenting melakukan penyelidikan dengan seksama yg didasarkan pengertian benar. Kalau menerka2 tanpa dasar pengertian benar tentu itu tidak baik...tetapi benar apa yg dikatakan bro hendrako bahwa fenomena itu hal yg wajar...sesuai dhamma atau tidak, kita sulit menilai...selama kita masih putthujana walau demikian tentu ada batas2an dasar tentang ariya....misal kalo ariya pake perhiasan...hidupnya wah...nah itu patut dipertanyakan.

Saya rasa tulisan samanera Peacemind sangatlah bijaksana dan bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk direnungkan bagi yg mau merenungkan, berikut dibawah ini :

Quote

Pertama saya tekankan di sini bahwa keyakinan pada seseorang bahwa ia telah mencapai kesucian bukan hal yang salah. Hal ini sah-sah saja, apalagi jika keyakinan itu muncul setelah kita berasosiasi dengan orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Selama berasosiasi, kita melihat bagaimana tindak tanduk orang tersebut baik perkataan maupun jasmani benar2 mencerminkan tanda2 seorang mulia. Kita yang belum pernah melihat secara langsung bagaimana tindak-tanduk Bhikkhu Sāriputta, Bhikkhu Mahā Mogallana, Mahā Kassapa atau bhikkhu2 terkenal lainnya yang hidup pada jaman Sang Buddha saja percaya 100 persen bahwa mereka adalah arahat. Tentu tidak ada salahnya bagi kita untuk yakin bahwa seseorang merupakan seorang mulia / ariya terutama setelah kita berasosiasi dengan beliau dalam jangka waktu yang lama. Sang Buddha sendiri pernah mengatakan bahwa kebijaksanaan seseorang akan tampak hanya ketika kita telah berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.

Jadi masalah ini memang kompleks....sehingga kembali kepada pribadi masing2.

1.Ada yg meyakini karena telah berasosiasi dgn mereka...walau tidak mengetahui dengan pasti kondisi batin mereka tapi secara simbolik penghargaan itu ada, melalui keyakinan dengan dasar pengertian benar tanpa pengkultusan. Dan ini biasanya berhubungan dengan aspek praktek langsung

2. Ada yg hanya yakin karena katanya dan desas-desus.

3. ada yg meyakini karena mau mendapatkan pahala.

4. Ada yg selalu meragukan/mempertanyakan tanpa meneliti lebih lanjut...ini juga bentuk ekstrem lainnya..

5. Ada yg mempertanyakan tapi ia meneliti lebih lanjut sampai tuntas dan ada juga yg melakukan penelitian terbatas tapi tidak tuntas, dan terjebak dalam pandangannya.

6. ada yg netral sampai terbukti atau ada sinyalemen kesana baru menyimpulkan...

7.   Tidak  percaya atau tidak mau percaya sama sekali, bisa karena katanya/desas-desus, atau karena penilitian tuntas atau penelitian yg terbatas dan terjebak didalamnya.

Nah silakan dipilih dibagian manakah diri kita ....
dari pilihan itu semua kenapa tidak ada pilihan atau sangat sedikit yang menginginkan menjadi ariya itu sendiri.

Maksudnya tidak ada pilihan untuk menjadi ariya..?kalau memang itu dimaksud...masih ada korelasi point 1.  dan saya tidak langsung membuat tulisan dengan pilihan ingin menjadi ariya karena topik yg dibahas adalah mengenai menerka-->keyakinan-->bisa benar bisa juga salah....tapi kalau bro ryu mau memasukan pilihan itu dengan menambah point itu..tidak ada masalah juga, saya pikir itu point yg bagus.
itu adalah tugas dhammaduta untuk memberikan atau mengarahkan umat Buddha khususnya kepada inti ajaran Buddha yang berusaha untuk melenyapkan Dukkha dan melahirkan ariya2 yang benar2 sejalan dengan jalan yang ditunjukan oleh Buddha :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #93 on: 08 March 2010, 09:02:38 AM »
 [at]  ryu

Benar itu tugas Dhammaduta, untuk melahirkan ariya yang sejalan dengan inti ajaran.  Dan bila Dhammaduta itu sudah menjadi ariya....bukankah lebih baik....diluar kita mengetahui atau tidak secara pasti...tetapi paling tidak ada petunjuk perilakunya tanpa cela yg sesuai Dhamma dan bukan karena persepsi kita yg salah. Hal ini pun sebenarnya kembali kepada kecocokan kita dalam cara yg dipilih untuk mengembankan batinnya yg sesuai dhamma.
« Last Edit: 08 March 2010, 09:04:34 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #94 on: 08 March 2010, 09:16:27 AM »
[at]  ryu

Benar itu tugas Dhammaduta, untuk melahirkan ariya yang sejalan dengan inti ajaran.  Dan bila Dhammaduta itu sudah menjadi ariya....bukankah lebih baik....diluar kita mengetahui atau tidak secara pasti...tetapi paling tidak ada petunjuk perilakunya tanpa cela yg sesuai Dhamma dan bukan karena persepsi kita yg salah. Hal ini pun sebenarnya kembali kepada kecocokan kita dalam cara yg dipilih untuk mengembankan batinnya yg sesuai dhamma.
ya sesuai dengan salekha sutta _/\_
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #95 on: 08 March 2010, 12:13:54 PM »
Segala yang terjadi adalah hal yg alami.
Tak terhindarkan karena hal seperti ini hampir selalu ada.
Saya lebih setuju menggunakan kata "wajar" ketimbang "alami". Kalau orang keliru itu adalah wajar, selalu terjadi. Tetapi kalau dikatakan "alami", berarti membenarkan manusia selalu keliru.


Quote
Dari pengalaman pribadi........sikap awal yg baik adalah berusaha memahami daripada mencoba secara langsung dan frontal "meluruskan".
Kembali lagi di sini tidak ada satu mengajar/meluruskan yang lain, apalagi secara frontal. Yang ada hanyalah pembahasan tentang suatu ide. Dalam diskusi, kalau menurut saya benar, saya katakan benar, kalau salah ya salah, karena ini menyangkut ide, bukan pribadi. Kalau dalam kehidupan, seperti yang sering saya katakan, apa yang mau dilakukan oleh Umat Buddha, tidak ada hubungannya dengan saya sendiri. Saya tidak punya kepentingan dan keperluan mengubah/meluruskan orang lain.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #96 on: 08 March 2010, 04:19:59 PM »
jadi inget dulu wkt lagi rame2nya Luang Pu Am Dhammakaro (cmiiw) yg katanya sudah jadi arahat

ada rekan dari luar kota yg bertanya : apakah saya datang dan berdana kepada beliau?

saya jawab : jika memang anda berkesempatan, itu akan sangat baik. Namun jika anda tidak berkesempatan, tidaklah perlu melekati "harus berdana" karena itu adalah manifestasi dari lobha yg ingin mendapat pahala yg berlimpah

jika kembali ke bertanya : apakah sudah mencapai arahat atau belum? hendaknya kita bisa sadari bhw itu adalah "mana cetasika" yg notabene merupakan akusala cetasika

semoga bermanfaat utk kita semua

Offline dewi_go

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.848
  • Reputasi: 69
  • Gender: Female
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #97 on: 08 March 2010, 07:36:29 PM »
Ya nih kalau mau berdana y ga usah di lihat donk kepada siapa, ntar malah milih2
Sweet things are easy 2 buy,
but sweet people are difficult to find.
Life ends when u stop dreaming, hope ends when u stop believing,
Love ends when u stop caring,
Friendship ends when u stop sharing.
So share this with whom ever u consider a friend.
To love without condition... ......... .........

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #98 on: 08 March 2010, 09:47:27 PM »
Segala yang terjadi adalah hal yg alami.
Tak terhindarkan karena hal seperti ini hampir selalu ada.
Saya lebih setuju menggunakan kata "wajar" ketimbang "alami". Kalau orang keliru itu adalah wajar, selalu terjadi. Tetapi kalau dikatakan "alami", berarti membenarkan manusia selalu keliru.


Segala sesuatu merupakan proses. Dan proses itu adalah hal yg alami.....terlepas dari benar dan keliru, wajar atau tidak wajar, selama itu adalah bagian dari proses maka itu adalah hal yang alami.

Sebagai contoh yg sering salah kaprah adalah pengrusakan hutan karena penebangan oleh manusia yg sering dikatakan sebagai hal yg tidak alami. Kerusakan hutan di Kalimantan tetap harus dipandang sebagai suatu kealamian karena manusia sendiri adalah bagian dari alam itu sendiri. Kerusakan hutan oleh kebakaran yg bersumber pada petir misalnya, tidak jauh berbeda dengan tindakan penebangan oleh manusia, keduanya sama2 merupakan bagian dari alam terlepas dari pandangan benar atau keliru.

Se-keliru2-nya tindakan penebangan hutan oleh manusia dipandang, hutan yg telah rusak tersebut tetap merupakan ke-alami-an.

Quote from: Kainyn_Kutho
Quote
Dari pengalaman pribadi........sikap awal yg baik adalah berusaha memahami daripada mencoba secara langsung dan frontal "meluruskan".
Kembali lagi di sini tidak ada satu mengajar/meluruskan yang lain, apalagi secara frontal. Yang ada hanyalah pembahasan tentang suatu ide. Dalam diskusi, kalau menurut saya benar, saya katakan benar, kalau salah ya salah, karena ini menyangkut ide, bukan pribadi. Kalau dalam kehidupan, seperti yang sering saya katakan, apa yang mau dilakukan oleh Umat Buddha, tidak ada hubungannya dengan saya sendiri. Saya tidak punya kepentingan dan keperluan mengubah/meluruskan orang lain.


Saya tidak menuduh anda mempunyai keinginan untuk meluruskan orang2 yg berlaku sebagaimana topik thread.

Melainkan sharing.....oleh karena itu saya menggunakan kata2 pembuka....dari pengalaman pribadi.... dimana saya pernah merasa terganggu atas pandangan orang lain yg menurut saya keliru dan mencoba secara langsung mengingatkan...........

Dan dari pengalaman tersebut saya menjadi sadar bahwa masing2 orang mempunyai pandangan masing2 terlepas dari benar atau salah, dan memang pengertian seperti itulah yg ada pada diri orang tsb pada saat itu, masing2 orang memiliki waktunya masing2........

Kesimpulan saya dari hal tersebut adalah...lebih baik berusaha memahami mengapa orang tersebut sampai memiliki pandangan seperti itu.....bukan untuk membenarkan tetapi hanya sekedar untuk memahami.
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #99 on: 09 March 2010, 09:15:55 AM »
Segala sesuatu merupakan proses. Dan proses itu adalah hal yg alami.....terlepas dari benar dan keliru, wajar atau tidak wajar, selama itu adalah bagian dari proses maka itu adalah hal yang alami.

Sebagai contoh yg sering salah kaprah adalah pengrusakan hutan karena penebangan oleh manusia yg sering dikatakan sebagai hal yg tidak alami. Kerusakan hutan di Kalimantan tetap harus dipandang sebagai suatu kealamian karena manusia sendiri adalah bagian dari alam itu sendiri. Kerusakan hutan oleh kebakaran yg bersumber pada petir misalnya, tidak jauh berbeda dengan tindakan penebangan oleh manusia, keduanya sama2 merupakan bagian dari alam terlepas dari pandangan benar atau keliru.

Se-keliru2-nya tindakan penebangan hutan oleh manusia dipandang, hutan yg telah rusak tersebut tetap merupakan ke-alami-an.
Jika demikian, berarti membunuh orang lain juga adalah hal alami, karena perbedaan pendapat adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dan juga, tidak dibunuh juga toh manusia mati juga pada akhirnya. Dengan demikian sekeliru-kelirunya Buddha menetapkan larangan pembunuhan, sebetulnya pembunuhan adalah hal yang alami. Bagaimana menurut Bro hendrako?


Quote
Saya tidak menuduh anda mempunyai keinginan untuk meluruskan orang2 yg berlaku sebagaimana topik thread.

Melainkan sharing.....oleh karena itu saya menggunakan kata2 pembuka....dari pengalaman pribadi.... dimana saya pernah merasa terganggu atas pandangan orang lain yg menurut saya keliru dan mencoba secara langsung mengingatkan...........
Saya setuju. Sebagaimana kita terganggu kalau orang lain yang merasa mengerti kebenaran memaksa meluruskan kita, maka berarti sedemikian pula mengganggunya kita ketika memaksakan pandangan yang kita rasa benar kepada orang lain.


Quote
Dan dari pengalaman tersebut saya menjadi sadar bahwa masing2 orang mempunyai pandangan masing2 terlepas dari benar atau salah, dan memang pengertian seperti itulah yg ada pada diri orang tsb pada saat itu, masing2 orang memiliki waktunya masing2........

Kesimpulan saya dari hal tersebut adalah...lebih baik berusaha memahami mengapa orang tersebut sampai memiliki pandangan seperti itu.....bukan untuk membenarkan tetapi hanya sekedar untuk memahami.
Ini juga saya setuju. Seperti sebelumnya saya katakan ada sebab dan akibat. Kalau kita memahami sebabnya, mungkin kita bisa mengubah yang kurang baik menjadi lebih baik.

Dalam hal menerka pencapaian kesucian ini, saya rasa memang kurangnya informasi pengetahuan dhamma yang menyebabkan kecenderungan spekulasi umat. Sementara keserakahan dan ketidaktahuan manfaat dari dana yang menyebabkan pilih-memilih dalam berdana, yang sebetulnya, menurut dhamma, juga keliru. Saya rasa kita semua juga masih banyak keserakahan dan kebodohan, tetapi alangkah baiknya jika sedikitnya kita menyadari keserakahan dan juga tidak terjebak dalam pandangan salah. Itulah tujuan saya memulai topik ini.


Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #100 on: 09 March 2010, 01:01:29 PM »
Ya nih kalau mau berdana y ga usah di lihat donk kepada siapa, ntar malah milih2

walau udah tahu, tapi ternyata tetap kita lakukan khan sis??? 

kalo kata mentor sih, jika ingin berdana, segeralah dilakukan, tanpa timbang2
tapi jika udah tahu kalau obyeknya "tidak baik", lebih baik tidak perlu berdana

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #101 on: 09 March 2010, 01:11:22 PM »
Segala sesuatu merupakan proses. Dan proses itu adalah hal yg alami.....terlepas dari benar dan keliru, wajar atau tidak wajar, selama itu adalah bagian dari proses maka itu adalah hal yang alami.

Sebagai contoh yg sering salah kaprah adalah pengrusakan hutan karena penebangan oleh manusia yg sering dikatakan sebagai hal yg tidak alami. Kerusakan hutan di Kalimantan tetap harus dipandang sebagai suatu kealamian karena manusia sendiri adalah bagian dari alam itu sendiri. Kerusakan hutan oleh kebakaran yg bersumber pada petir misalnya, tidak jauh berbeda dengan tindakan penebangan oleh manusia, keduanya sama2 merupakan bagian dari alam terlepas dari pandangan benar atau keliru.

Se-keliru2-nya tindakan penebangan hutan oleh manusia dipandang, hutan yg telah rusak tersebut tetap merupakan ke-alami-an.
Jika demikian, berarti membunuh orang lain juga adalah hal alami, karena perbedaan pendapat adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dan juga, tidak dibunuh juga toh manusia mati juga pada akhirnya. Dengan demikian sekeliru-kelirunya Buddha menetapkan larangan pembunuhan, sebetulnya pembunuhan adalah hal yang alami. Bagaimana menurut Bro hendrako?


IMO, pada dasarnya “wajar” dan “alami” memiliki pengertian yang sama. Kata wajar menurut KBBI yaitu: biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun. Tapi dalam keseharian, ternyata dua kata tersebut tidak sama persis. Ada frasa “batas kewajaran” tapi gak ada “batas kealamiahan”. Perbedaan inilah yang menyebabkan kata “wajar” biasanya dipakai pada sesuatu yang bisa berubah/diubah (makanya bisa muncul kata “sewajarnya, semestinya, selayaknya”). Lalu akhirnya kata “alami” pun dipandang sebagai sesuatu yang “memang demikian” dan tidak dapat/tidak perlu diubah.
« Last Edit: 09 March 2010, 01:15:36 PM by Mayvise »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #102 on: 09 March 2010, 02:19:35 PM »
IMO, pada dasarnya “wajar” dan “alami” memiliki pengertian yang sama. Kata wajar menurut KBBI yaitu: biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun. Tapi dalam keseharian, ternyata dua kata tersebut tidak sama persis. Ada frasa “batas kewajaran” tapi gak ada “batas kealamiahan”. Perbedaan inilah yang menyebabkan kata “wajar” biasanya dipakai pada sesuatu yang bisa berubah/diubah (makanya bisa muncul kata “sewajarnya, semestinya, selayaknya”). Lalu akhirnya kata “alami” pun dipandang sebagai sesuatu yang “memang demikian” dan tidak dapat/tidak perlu diubah.
Menurut saya, makna kata tersebut berbeda. Definisi "wajar" adalah juga "menurut keadaan yg ada" yang berarti kondisional, entah ditinjau dari tempat atau waktu. Sedangkan "alami" adalah bersifat seperti dari alam, tidak ditambahkan.

Hujan setiap hari di Jakarta pada musim hujan adalah wajar, sementara hujan setiap hari di Sahara bukanlah hal yang wajar, walaupun keduanya tetap merupakan hal yang alami. 
« Last Edit: 09 March 2010, 02:21:15 PM by Kainyn_Kutho »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #103 on: 09 March 2010, 03:06:55 PM »
^ ^ ^ Jadi, hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami (walaupun tidak wajar). Atau dengan kata lain, bila kita menegaskan sesuatu sebagai alami tanpa menerangkan wajar atau tidak wajarnya, bisa mengaburkan apakah sesuatu yang alami itu wajar atau tidak wajar?

Misalnya hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami. Jadi terkesan bahwa hujan di Gurun Sahara wajar-wajar aja?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #104 on: 09 March 2010, 03:52:18 PM »
^ ^ ^ Jadi, hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami (walaupun tidak wajar). Atau dengan kata lain, bila kita menegaskan sesuatu sebagai alami tanpa menerangkan wajar atau tidak wajarnya, bisa mengaburkan apakah sesuatu yang alami itu wajar atau tidak wajar?

Misalnya hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami. Jadi terkesan bahwa hujan di Gurun Sahara wajar-wajar aja?
Ya kira-kira begitu. Bukannya mau main kata-kata atau bersifat kaku, tetapi perkataan itu mempengaruhi pola pikir seseorang. "Alami" itu memberikan kecenderungan mind-set bahwa hal tersebut tidak bisa diubah karena memang sudah terbatasi hukum alam, "sudah dari sononya begitu". Sedangkan "wajar" lebih bersifat relatif terhadap kondisinya yang dengan pembanding berbeda, yang wajar bisa jadi tidak wajar, dan sebaliknya.

Dalam topik ini, saya tidak melihat orang memilih-milih berdana dan berspekulasi adalah hal yang alami, karena memang bukan hukum alam yang menentukan seseorang berperilaku demikian. Seseorang terlahir tanpa mengenal Agama Buddha pun belum tentu memilih-milih dalam berdana. Tetapi kalau dilihat dari kurangnya pengetahuan tentang dhamma dan keinginan untuk mendapatkan yang lebih baik, perilaku demikian adalah wajar. Lain lagi misalnya jika seseorang yang (katanya) telah mengikis habis keserakahan dan kebodohan, namun masih diskriminatif dalam pemberian dana tersebut, itu menjadi tidak wajar.
« Last Edit: 09 March 2010, 03:54:16 PM by Kainyn_Kutho »

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #105 on: 09 March 2010, 10:45:28 PM »
Segala sesuatu merupakan proses. Dan proses itu adalah hal yg alami.....terlepas dari benar dan keliru, wajar atau tidak wajar, selama itu adalah bagian dari proses maka itu adalah hal yang alami.

Sebagai contoh yg sering salah kaprah adalah pengrusakan hutan karena penebangan oleh manusia yg sering dikatakan sebagai hal yg tidak alami. Kerusakan hutan di Kalimantan tetap harus dipandang sebagai suatu kealamian karena manusia sendiri adalah bagian dari alam itu sendiri. Kerusakan hutan oleh kebakaran yg bersumber pada petir misalnya, tidak jauh berbeda dengan tindakan penebangan oleh manusia, keduanya sama2 merupakan bagian dari alam terlepas dari pandangan benar atau keliru.

Se-keliru2-nya tindakan penebangan hutan oleh manusia dipandang, hutan yg telah rusak tersebut tetap merupakan ke-alami-an.
Jika demikian, berarti membunuh orang lain juga adalah hal alami, karena perbedaan pendapat adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dan juga, tidak dibunuh juga toh manusia mati juga pada akhirnya. Dengan demikian sekeliru-kelirunya Buddha menetapkan larangan pembunuhan, sebetulnya pembunuhan adalah hal yang alami. Bagaimana menurut Bro hendrako?


Yup, menurut saya, pembunuhan adalah termasuk hal yg alami, sama alaminya dengan tindakan penyelamatan kehidupan. Segala sesuatu yang ada dan yg terjadi  ..... apapun itu..... adalah alami.


Studi kasus: Pembunuhan,.....
Seseorang dibunuh karena memiliki potensi untuk dibunuh disebabkan kamma lampaunya. Si pembunuh merupakan faktor penunjang berbuahnya buah kamma orang yang dibunuh. Si pembunuh melakukan pembunuhan dikarenakan oleh kebencian/keserakahan/kegelapan batin. Pada bagian manakah pada kasus di atas yg bukan merupakan hal yg alami? Sesuatu yang alami tidak mengenal benar atau salah....hanya sekedar begitulah adanya.

Sesuatu disebut tidak wajar karena berbeda dari kebiasaan pada umumnya atau tidak diketahui sebabnya.
Apabila penyebab yg menyebabkan hujan setiap hari di sahara diketahui, maka hujan di sahara tersebut akan dikatakan wajar.






« Last Edit: 09 March 2010, 10:47:38 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #106 on: 09 March 2010, 10:57:33 PM »
^ ^ ^ Jadi, hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami (walaupun tidak wajar). Atau dengan kata lain, bila kita menegaskan sesuatu sebagai alami tanpa menerangkan wajar atau tidak wajarnya, bisa mengaburkan apakah sesuatu yang alami itu wajar atau tidak wajar?

Misalnya hujan setiap hari di Gurun Sahara adalah alami. Jadi terkesan bahwa hujan di Gurun Sahara wajar-wajar aja?

Dalam topik ini, saya tidak melihat orang memilih-milih berdana dan berspekulasi adalah hal yang alami, karena memang bukan hukum alam yang menentukan seseorang berperilaku demikian. Seseorang terlahir tanpa mengenal Agama Buddha pun belum tentu memilih-milih dalam berdana. Tetapi kalau dilihat dari kurangnya pengetahuan tentang dhamma dan keinginan untuk mendapatkan yang lebih baik, perilaku demikian adalah wajar.


Hukum alam merupakan bagian dari alam sebagaimana manusia sendiri baik secara fisik maupun batin merupakan bagian dari alam itu sendiri.
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #107 on: 10 March 2010, 09:16:45 AM »
Sesuatu disebut tidak wajar karena berbeda dari kebiasaan pada umumnya atau tidak diketahui sebabnya.
Apabila penyebab yg menyebabkan hujan setiap hari di sahara diketahui, maka hujan di sahara tersebut akan dikatakan wajar.
Ya, betul. Itu sebabnya saya katakan dengan perbandingan berbeda, yang wajar bisa jadi tidak wajar dan sebaliknya.


Quote
Yup, menurut saya, pembunuhan adalah termasuk hal yg alami, sama alaminya dengan tindakan penyelamatan kehidupan. Segala sesuatu yang ada dan yg terjadi  ..... apapun itu..... adalah alami.


Studi kasus: Pembunuhan,.....
Seseorang dibunuh karena memiliki potensi untuk dibunuh disebabkan kamma lampaunya. Si pembunuh merupakan faktor penunjang berbuahnya buah kamma orang yang dibunuh. Si pembunuh melakukan pembunuhan dikarenakan oleh kebencian/keserakahan/kegelapan batin. Pada bagian manakah pada kasus di atas yg bukan merupakan hal yg alami? Sesuatu yang alami tidak mengenal benar atau salah....hanya sekedar begitulah adanya.
Jika demikian halnya, apakah yang "bukan alami"?


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #108 on: 14 March 2010, 08:46:01 AM »
Sesuatu disebut tidak wajar karena berbeda dari kebiasaan pada umumnya atau tidak diketahui sebabnya.
Apabila penyebab yg menyebabkan hujan setiap hari di sahara diketahui, maka hujan di sahara tersebut akan dikatakan wajar.
Ya, betul. Itu sebabnya saya katakan dengan perbandingan berbeda, yang wajar bisa jadi tidak wajar dan sebaliknya.


Quote
Yup, menurut saya, pembunuhan adalah termasuk hal yg alami, sama alaminya dengan tindakan penyelamatan kehidupan. Segala sesuatu yang ada dan yg terjadi  ..... apapun itu..... adalah alami.


Studi kasus: Pembunuhan,.....
Seseorang dibunuh karena memiliki potensi untuk dibunuh disebabkan kamma lampaunya. Si pembunuh merupakan faktor penunjang berbuahnya buah kamma orang yang dibunuh. Si pembunuh melakukan pembunuhan dikarenakan oleh kebencian/keserakahan/kegelapan batin. Pada bagian manakah pada kasus di atas yg bukan merupakan hal yg alami? Sesuatu yang alami tidak mengenal benar atau salah....hanya sekedar begitulah adanya.
Jika demikian halnya, apakah yang "bukan alami"?



Yang "bukan alami" contohnya, ke-kekal-an.
« Last Edit: 14 March 2010, 08:48:11 AM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #109 on: 16 March 2010, 10:34:51 AM »
Bro saya kurang setuju dengan kata "diskriminasi"...ada yang mau jelaskan arti dari "diskriminasi" ?saya rasa untuk penafsiran diskriminasi terlalu luas,dan banyak segi yang mesti didiskusikan dan dilihat lebih jauh...ingat kita masih membawa kamma masa lampau kita,dan tidak semua arahat bisa memperoleh dana yang besar,tidak semua arahat dapat memperoleh kemampuan,dan seterusnya[silakan lihat di RAPB by DhammaCitta Press,sangat lengkap ditulis disana..]

Anumodana _/\_
Diskriminasi di sini bukan selalu berarti negatif. Selama kita membuat keputusan berdasarkan perbedaan tertentu (dalam hal ini adalah dugaan pencapaian kesucian) maka itu adalah diskriminasi.
Misalnya seperti berdana mengutamakan yang "terduga ariya" dahulu.

sebenarnya Buddha sudah jelas mengatakan bahwa pelayanan utama tidak dilihat dari tataran kesucian,atau apapun,tetapi dilihat dari senioritas dan junioritas..kan disana sudah jelas..

sekarang kita asumsikan bahwa si A adalah pendana,dan apa yang menggerakan si A mendanakan kepada Bhikkhu tertentu?tentunya sesuai dengan "persepsi" si A terlepas di menggangap Bhikkhu tersebut Ariya atau bukan[karena ini masuk ke ranah keyakinan],apakah ada faktor kamma yang mendukung seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang lain?

tentunya pandangan2 seperti ini sangat berbahaya,tetapi saya rasa "Si Bhikkhu" seharusnya memiliki kebijaksanaan[apalagi sudah "diyakini" mencapai tataran kesucian tertentu],misalnya dana yang diterima disumbangkan ke orang2 yang membutuhkan dan seterusnya,dengan begini masalah clear bukan?

Seperti kasus sewaktu Buddha Gotama pergi ke surga Tavatimsa,dimana orang2 bertanya kepada Bhante Mongalana[dimana YM Mongalana dipercaya memiliki kemampuan 1 level di bawah Buddha],tetapi apa yang dilakukan YM Moggalana?YM Moggalana dengan bijak menyuruh umat menanyakan kepada Bhante Anurudha[saya tidak tahu bagaimana tulisan yang benar,tolong dikoreksi nama Bhante tersebut,yang buta sejak lahir],tujuannya agar umat2 juga menghormati Bhante Anurudha...

Anumodana _/\_

Saudara Riky yang baik, Bhante Mogallana dan Sang Buddha bukan berbeda satu tingkat tetapi berbeda banyak sekali tingkat...

Dalam Visuddhi Magga diterangkan bahwa bila ada sejumlah Bhikkhu dengan kemampuan setara dengan Y.A. Mogallana duduk bersusun rapi hingga memenuhi Jambudipa,  kemampuan mereka digabungkan setara dengan kemampuan seorang PaccekaBuddha.

Bila ada sejumlah Paccekabuddha duduk bersusun rapi memenuhi seluruh Jambudipa, maka kemampuan mereka digabungkan setara dengan seorang SammasamBuddha.

Demikian luar biasa kemampuan seorang SammasamBuddha, itulah sebabnya para Bhikkhu dalam tradisi Theravada sangat menghormati Beliau.

 _/\_
« Last Edit: 16 March 2010, 10:37:36 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Menerka Pencapaian Kesucian Orang Lain
« Reply #110 on: 16 March 2010, 11:00:59 AM »
Dalam Anguttara Nikaya dikatakan bahwa hanya dengan bergaul dekat untuk waktu yang lama sifat-sifat seseorang dapat diketahui.

kadang-kadang kita beranggapan bahwa semua Ariya sifatnya sesuai apa yang ada sesuai dengan persepsi kita, padahal tidak demikian, contohnya: kita beranggapan bahwa seorang sotapanna tentu nafsunya sudah jauh berkurang, atau mungkin sudah tidak begitu tertarik dengan kehidupan duniawi padahal tidak demikian.

Contoh yang jelas dalam hal ini adalah Y.A. Visakha, beliau sudah mencapai tingkat kesucian Sotapanna ketika berumur 16 tahun, kemudian beliau menikah dan memiliki keturunan 20 putra-putri.

Tentu hal ini jauh dari gambaran kita terhadap seorang Sotapanna kan?

Demikian juga dengan harapan bahwa seorang Sotapanna pasti sabar dan tak akan marah, bila kita telah bergaul dekat kita akan kecewa sendiri, karena mungkin yang kita anggap Sotapanna masih bisa marah (tetapi walaupun marah, ia tetap Sotapanna).

Jadi sebenarnya kita tak perlu menerka-nerka mengenai pencapaian kesucian orang lain, we never know... kecuali orang itu sendiri, gurunya dan Ariya puggala lain yang memiliki kesaktian.

Bila ingin berbuat baik terhadap orang itu lakukan saja, karena setiap perbuatan baik akan bermanfaat bagi orang itu dan bagi kita kan?

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

 

anything