//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !  (Read 20123 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #30 on: 24 May 2008, 03:25:34 PM »
Quote
Saya katakan perlu, tapi tidak mutlak perlu. Sama seperti kamu katakan silsilah perlu, tetapi tidak mutlak perlu. Tetapi dalam pandangan saya, yang tidak mutlak perlu ini tidak perlu diikutsertakan dalam melihat ajaran secara objektif. Bukannya yang tampang garong pasti garong, kadang tampang deva juga bisa garong. Bukan juga fasilitas banyak menjamin kita lebih cepat berkembang dalam belajar. Nama besar pun bukan berarti apa2, belum tentu nama besar hanyalah omong besar. Demikian juga silsilah, yang menurut saya tidak menjamin kebenaran ajaran. 
Sip deh. Tapi orang akan lihat luar dulu baru ke dalam. Tampang garong blm tentu garong, tapi orang akan menghindar duluan. Tampang dewa blm tentu dewa, tapi orang cenderung sudah tidak merasa cemas di dekatnya. Jadi silsilah juga demikian, karena dia adalah suatu pendekatan simbolis untuk menyatakan diri sebagai jalan yang mengikuti jalan-jalan para ariya terdahulu walaupun tidak menjamin secara mutlak, namun orang akan cenderung mengikutinya (mengikuti dalam arti belajar dan menyelidiki, bukan percaya secara kaku) dari pada meraba-raba sendiri di belantara. 

Quote
Wah, saya juga kok ber-ehipassiko dengan cara itu. Emangnya ada dengan cara 'luar dunia'??   
Umumnya kita merasa telah membuktikan kebenaran dhamma dari ehipassiko kita. Tapi berdasarkan apa? Sebenarnya kita belum membuktikan kebenaran dhamma sebelum kita benar2 mengikis belenggu batin. Yang kita selidiki juga tetap masih terpengaruh oleh ikatan karma masa lalu (mungkin masa lalu pernah menjadi penganut ajaran Buddha), itu bukan ehipassiko. Itu adalah keyakinan yang muncul dari kaitan masa lalu, bukan pembuktian kebenaran yang objektif. Cara ini tidaklah dapat disebut ehipassiko. Jika tetap menggunakan cara-cara duniawi seperti yang anda katakan, maka tidak akan ada yang dapat mencapai pemadaman nafsu, karena metode penyelidikannya tidak mendukung ke arah situ. Sama seperti metode ilmiah, jika menggunakan metode tradisional, maka kita tidak dapat membuktikan kebenaran ilmiah. Ilmuwan tidak akan sanggup menjelaskan fenomena metafisika dan tidak akan sanggup membuktikan kebenarannya jika mereka tetap menggunakan metode ilmiah. Ehipassiko juga demikian, jika ingin membuktikan kebenaran dhamma, maka harus menggunakan pendekatan dhamma, bukan pendekatan duniawi yang bersifat empiris atau melibatkan emosional.

Quote
  Ya, itu adalah indoktrinasi ketika dikatakan pada orang yang belum mengenal dukkha dan sebabnya. Vipassana rasanya merupakan "jalan lenyapnya dukkha". Kalo orang tidak percaya akan kebenaran "dukkha", maka anda katakan, "Vipassana dulu baru ehipassiko lenyapnya dukkha", adalah indoktrinasi.
Sama saja saya katakan "31 alam itu PASTI ADA!! Tapi untuk ehipassiko, kamu harus mencapai jhana dan mengembangkan mata dewa dulu!".

JIka menjelaskannya terlalu teknis, ya tentu akan dianggap indoktrinasi. Kita bisa lihat bagaimana Buddha mengajak orang menyeldiki kebenaran, yakni dia menuntun cara penyelidikan,  mau tidak mau dia akan melontarkan konsep2 yang terasa baru bagi orang yang belum menjadi pengikutnya. Nah.. Apakah cara2nya disebut indoktrinasi? Indoktrinasi bukan isu yang tabu sejauh kita berpijak pada asas penyelidikan. Ini yang dilakukan Siddharta ketika belajar dengan sejumlah pertapa. Ini tidak bisa disamakan dengan asumsi yang anda sebutkan "    "itu sama saja saya menjanjikan sorga, tapi kamu harus nge-ganja dulu! nanti liat sorga deh". Tapi Kalo kita benar2 mencari kebenaran sorga seperti yang dijanjikan (tanpa harus percaya bahwa konsumen narkoba byk yang mati sblm melihat surga) jawabannya memang harus mengikutinya. Bukankah ini ehipassiko juga? Makanya saya katakan ehipassiko juga perlu ada metode yang tepat.   

Quote
Kembali lagi saya katakan, jika bertemu dengan "anak SD", maka harus disesuaikan dengan cara "anak SD" ber-ehipassiko. Tidak ada gunanya memberi ajaran hebat2 yang tidak bisa dibuktikan oleh "anak SD" itu, jika dia tidak percaya, dia akan menganggap kamu berbohong, jika dia percaya, maka akan membuatnya fanatik tanpa dasar. Dengan alasan itu juga dhamma harus diajarkan secara bertahap.
Lha...inti yang saya maksudkan justru memang seperti itu. haha...
kasi daah...
« Last Edit: 24 May 2008, 08:56:58 PM by chingik »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #31 on: 26 May 2008, 09:58:28 AM »
chingik,

Quote
Sip deh. Tapi orang akan lihat luar dulu baru ke dalam.
Jika orang memang ber-ehipassiko dengan benar, maka dia melihat dalam tanpa terbias oleh yang di luar.



Quote
... Jika tetap menggunakan cara-cara duniawi seperti yang anda katakan, maka tidak akan ada yang dapat mencapai pemadaman nafsu, karena metode penyelidikannya tidak mendukung ke arah situ.
Maksudnya ehipassiko dengan cara dunia itu adalah menunjukkan hal2 yang memang bisa dibuktikan sendiri oleh orang itu, bukan hal2 yang belom bisa ataupun belom pernah diketahui orang itu. Contoh yang sangat sederhana, mungkin seperti kita mengajar pada seorang tukang kayu, tidak perlu langsung mengajarkan 'anicca' hal2 aneh macam paticca samuppada, ataupun evolusi semesta. Mungkin bisa diajarkan bagaimana kayu pun bersifat tidak kekal, bisa lapuk. Jadi tidak dengan hal2 yang tidak bisa dimengerti, tetapi justru menyadari dhamma dalam hal2 yang dilalui sehari-hari yang tidak disadari.


Quote
Indoktrinasi bukan isu yang tabu sejauh kita berpijak pada asas penyelidikan. Ini yang dilakukan Siddharta ketika belajar dengan sejumlah pertapa.
Saya tidak pernah membaca pengajaran doktrin bagi orang2 yang belum percaya pada Buddha-Dhamma. Dalam 'berdebat' dengan aliran lain, Buddha akan 'bermain dengan aturan main' orang itu dan membuat orang itu berpikir sendiri. Saya kasih contoh:
Dengan petapa Nigrodha yang mengatakan pertapaan adalah sudah sempurna dengan kelakuan pertapa seperti bertelanjang, menjilat tangan sendiri, makan makanan tertentu, dan lain sebagainya; Buddha bertanya, apakah dengan menjalankan semua perilaku itu, sementara menyimpan sifat munafik, mudah membenci, menjadi sombong karena pujian, menjadi serakah oleh pemberian, tetap tidak menodai kehidupan pertapaannya. Dan dijawab sendiri oleh Nigrodha bahwa sesungguhnya hal2 demikian menodai kehidupan pertapa, walaupun hal2 seperti bertelanjang, menjilat tangan dsb itu dilakukan.
Kita lihat di sini sama sekali Buddha tidak menjabarkan ajarannya, tidak menilai semua dari sudut pandangnya, tetapi 'ikut dalam permainan' orang itu dan membuat orang itu menyadarinya sendiri.

Di lain kali, ketika berdiskusi dengan pertapa Nigantha yang mempunyai kebiasaan menyiksa diri dengan kepercayaan untuk menghabiskan sisa kamma buruk di masa lampau, Buddha bertanya "apakah kamu tahu kamu ada di masa lampau?", "apakah kamu sendiri tahu ini akibatnya adalah itu?", "apakah kamu sendiri tahu seberapa banyak (kamma buruk) yang sudah kamu timbun?". Dan semuanya dijawab "tidak" dan kemudian mereka sendiri yang menyadari kesalahan dan kebodohannya. Di sini juga kita lihat Buddha tidak mengajarkan 'kamma' menurut ajarannya, tidak mengenalkan doktrin 'anatta' dan 'nibbana' menurutnya, tetapi hanya mengikuti 'aturan main' para Nigantha.
Lain halnya ketika seseorang memang bertanya bagaimana ajaran Buddha Gotama. Maka memang akan dijawab dan dijabarkan panjang lebar.

Jadi dari cara2 ini, saya memang melihat tidak ada indoktrinasi sama sekali, dan tidak ada penempatan diri sebagai yang paling benar dalam suatu diskusi.



Offline SandalJepit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 425
  • Reputasi: 3
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #32 on: 26 May 2008, 02:30:35 PM »
 [at]   Kainyn_Kutho
:jempol::jempol::jempol: jempol untuk anda.. :jempol::jempol::jempol:

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #33 on: 26 May 2008, 03:00:09 PM »
Quote
Jika orang memang ber-ehipassiko dengan benar, maka dia melihat dalam tanpa terbias oleh yang di luar.
Betul,  betul. Namun yg dipertanyakan adalah bgm berehipassiko yg benar, bila tidak ada petunjuk atau guru. Ehipassiko dgn benar memang melihat ke dalam, tapi orang yang melihat ke dalam blm tentu disebut ehipassiko dgn benar.  JIka disebut benar, maka uddakaramaputta tidak perlu sedih krn tidak sempat berguru pada Siddharta. Jika benar, maka 5 pertapa tidak perlu menunggu Siddharta mendatangi mereka di taman rusa utk memberi petunjuk hingga mereka mencapai kearahatan. Tanpa belajar dari guru hanya bisa dilakukan oleh mereka2 para calon pacceka. Saya cenderung mengharapkan orang belajar dari guru(silsilah), sama seperti Siddharta yang memahami bhw setiap orang bisa saja menjadi pacceka selama mau berusaha sendiri, tapi berhubung Beliau sanggup mengajar maka apa salahnya membagikan pengalaman pencapaiannya kpd orang. . :). Kita sendiri tentu blm mencapainya, tapi akan lebih ideal kita menganjurkan orang utk menggunakan 'peta' yg telah ada, dari pada membiarkan orang mencari-cari tanpa arah di dalam kegalauan batinnya sendiri.   
Quote
Saya tidak pernah membaca pengajaran doktrin bagi orang2 yang belum percaya pada Buddha-Dhamma. Dalam 'berdebat' dengan aliran lain, Buddha akan 'bermain dengan aturan main' orang itu dan membuat orang itu berpikir sendiri.
Sebenarnya dalam proses pembelajaran dhamma itu tidak ada permasalahan indoktrinasi, dan tidak perlu dikacaukan dengan kekuatiran indoktrinasi. Tidaklah mungkin tidak ada indoktrinasi dalam pengajaran dhamma dan pengajaran apa pun di dunia ini. Buddha mengajarkan anatta, ya taruhlah tidak menggunakan istilah teknisnya 'anatta', namun menuntun orang utk memahami bahwa segala sesuatu tidak memiliki inti, pemahaman ini tetap saja bisa disebut indoktrinasi karena itu adalah bentuk pemahaman baru bagi orang yg belum mengetahuinya.
Misalnya bila kita mengatakan tentang tidak ada Tuhan dalam agama Buddha, seorang penganut theisme tetap saja bisa mengatakan itu adalah suatu proses indoktrinasi kepada mereka. 
Selama masih tergantung pada kata-kata dan bahasa, maka tidak akan luput dari indoktrinasi.
Yang penting adalah bagaimana kita mengimplementasi kata2 itu ke dalam bentuk latihan konkrit baru kemudian tidak perlu dikacaukan lagi ketakutan indoktrinasi, karena pelatihan konkrit baru bisa membuktikan kebenaran ajaran Buddha, bukan pembuktian melalui cara berpikir konvensional. 


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #34 on: 26 May 2008, 04:06:19 PM »
SandalJepit,

 _/\_




chingik,

Quote
Betul,  betul. Namun yg dipertanyakan adalah bgm berehipassiko yg benar, bila tidak ada petunjuk atau guru. Ehipassiko dgn benar memang melihat ke dalam, tapi orang yang melihat ke dalam blm tentu disebut ehipassiko dgn benar.  JIka disebut benar, maka uddakaramaputta tidak perlu sedih krn tidak sempat berguru pada Siddharta. Jika benar, maka 5 pertapa tidak perlu menunggu Siddharta mendatangi mereka di taman rusa utk memberi petunjuk hingga mereka mencapai kearahatan. Tanpa belajar dari guru hanya bisa dilakukan oleh mereka2 para calon pacceka. Saya cenderung mengharapkan orang belajar dari guru(silsilah), sama seperti Siddharta yang memahami bhw setiap orang bisa saja menjadi pacceka selama mau berusaha sendiri, tapi berhubung Beliau sanggup mengajar maka apa salahnya membagikan pengalaman pencapaiannya kpd orang. . Smiley. Kita sendiri tentu blm mencapainya, tapi akan lebih ideal kita menganjurkan orang utk menggunakan 'peta' yg telah ada, dari pada membiarkan orang mencari-cari tanpa arah di dalam kegalauan batinnya sendiri.   
Ya, saya juga setuju kita juga berbagi dengan orang lain. Yang saya maksud di sini adalah ehipassiko sesuai dengan kapasitasnya. Bila dia memang hanya bisa membuktikan segitu, ya biarkan saja. Nanti sejalan dengan waktu, bila dia bisa membuktikan lebih banyak, maka dengan sendirinya dia akan membuktikan lebih banyak. Jadi maksud saya, ehipassiko itu setiap orang berbeda, kita tidak bisa membuatkan tolok ukurnya. Misalnya anda sudah SMU, sudah membuktikan sekian, tidak bisa membuat tolok ukur ehipassiko untuk saya yang masih SMP, misalnya yang blom tentu bisa membuktikan yang anda sudah buktikan.

Nah, dari semuanya itu, kadang untuk anak SD, bentuk luar tertentu masih berpengaruh. Untuk anak SMP, bentuk luar tertentu masih berpengaruh, dan seterusnya. Sebaliknya juga ada bentuk luar yang tidak berpengaruh pada anak SD, dan bentuk luar lain yang tidak berpengaruh pada anak SMP, SMU dst. Hal seperti silsilah, nama besar dan sebagainya ini, menurut saya termasuk dalam bentuk luar yang relatif. Sedangkan perilaku dan kebijaksanaan adalah penilaian yang berlaku di semua jenjang. Itulah sebabnya saya hanya berpegang pada 2 itu, dan lainnya itu tidak. Bukan maksudnya lainnya itu tidak ada artinya sama sekali.


Untuk masalah pengajaran doktrin, seperti saya katakan, kalo emang orang bertanya, maka akan dijelaskan panjang lebar. Kemudian jika berdiskusi dengan yang sudah menerima ajaran Buddha, maka memang lingkupnya adalah Buddha Dhamma, di mana ajaran seperti kesunyataan mulia, kamma dan sebagainya itu disinggung, dengan catatan, harus diselidiki, bukan asal percaya. Jadi memang dalam dhamma, tidak ada indoktrinasi, hanyalah pembabaran doktrin yang boleh dipercaya, boleh nggak  ;D


Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #35 on: 26 May 2008, 06:08:42 PM »
Quote
  Yang saya maksud di sini adalah ehipassiko sesuai dengan kapasitasnya. Bila dia memang hanya bisa membuktikan segitu, ya biarkan saja. Nanti sejalan dengan waktu, bila dia bisa membuktikan lebih banyak, maka dengan sendirinya dia akan membuktikan lebih banyak. Jadi maksud saya, ehipassiko itu setiap orang berbeda, kita tidak bisa membuatkan tolok ukurnya. Misalnya anda sudah SMU, sudah membuktikan sekian, tidak bisa membuat tolok ukur ehipassiko untuk saya yang masih SMP, misalnya yang blom tentu bisa membuktikan yang anda sudah buktikan.

Ehipassiko sesuai kapasitas itu bagaimanapun memiliki batasannya. Jika dia hanya bisa membuktikan segitu, maka ada ruang bagi dia utk merasa mentok. Ada saatnya membiarkan saja itu tidak memberi jalan keluar. Itulah sebabnya mengapa Sasana sangat dibutuhkan sebagai penunjuk jalan.  Yang bisa bergerak maju sendiri (ehipassiko sendiri) cenderung adalah calon pacceka. (sblmnya sudah dijelaskan). Jadi yang kita bicarakan di sini adalah bagi mereka2 yang perlu mendapatkan sedikit bimbingan/petunjuk dan jika petunjuk yang sudah memasuki diluar pengetahuan yg pernah dia kuasai, maka petunjuk itu tetap harus diberikan utk membuka cakrawala berpikirnya, nah pd tahap inilah mau tidak mau suka atau tidak suka tetap disebut tahap indoktrinasi.
 Maka silsilah adalah sangat diperlukan. Tapi tampaknya ada perbedaan persepsi antara kita , karena saya tidak merasa silsilah bisa disejajarkan dengan semacam nama besarlah, atau apalah. Awalnya saya menjelaskan bahwa silsilah bukan tentang hal otentik atau tidak (misalnya harus dari garis turunan langsung dari Buddha), silsilah itu adalah belajar dari guru yang berpengalaman. Dalam Tradisi Mahayana Tiongkok, silsilah tidak harus berasal dari garis turunan langsung dari Buddha (kecuali dari Zen yang mengaku garis langsung dari Buddha). Dalam tradisi Tientai, Jingtu, Huayen, dll, mereka memiliki silsilah, dan secara terbuka mereka tidak menampik bhwa mereka bukan berasal dari garis turunan langsung dari Buddha, tapi ketika guru utama pembawa tradisi bersangkutan dianggap memiliki kompetensi dalam pencapaian level tertentu, maka menjadi satu anjuran utk mengikuti petunjuk guru itu dari pada meraba-raba, dan orang2 yg meneruskan metode sang guru inilah disebut satu garis silsilah. Bahkan dalam tradisi JIngtu, silsilah tidak slalu harus merupakan pengikut langsung dari guru. Melainkan jika memberi kontribusi besar pada tradisi Jingtu, maka bisa saja dia diangkat menjadi penerus silsilah Jingtu.
Mudah2 bisa memahami maksud yg saya sampaikan. Saya secara tersirat menangkap satu sinyal bahwa kita hanya memiliki perbedaan persepsi yg minor saja. Ini juga memberi indikasi bhw mengapa penafsiran ajaran Buddha bisa menjadi sangat berbeda satu sama lain, karena memang agak sulit utk menyamakan persepsi, dan ini saya rasa cukup wajar karena akar sifat orang berbeda-beda. Ibarat orang menyukai bentuk warna tertentu, ditanya kenapa, ya karena mereka punya persepi berbeda-beda ttg apa yang indah dan buruk. Begitu bukan ? :)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #36 on: 26 May 2008, 06:24:20 PM »
chingik,


Quote
Mudah2 bisa memahami maksud yg saya sampaikan. Saya secara tersirat menangkap satu sinyal bahwa kita hanya memiliki perbedaan persepsi yg minor saja. Ini juga memberi indikasi bhw mengapa penafsiran ajaran Buddha bisa menjadi sangat berbeda satu sama lain, karena memang agak sulit utk menyamakan persepsi, dan ini saya rasa cukup wajar karena akar sifat orang berbeda-beda. Ibarat orang menyukai bentuk warna tertentu, ditanya kenapa, ya karena mereka punya persepi berbeda-beda ttg apa yang indah dan buruk. Begitu bukan ? Smiley

Ya, walaupun tidak sepenuhnya, tetapi secara garis besar rasanya saya mengerti apa yang disampaikan. Selama hanya ditempatkan dalam 'penting' tapi tidak mutlak, tentu saja saya setuju. Dan memang betul, persepsi dan pendapat tidak harus dipaksa samakan. Setiap orang memiliki caranya masing2 dalam menyikapi satu hal. Pesamaan dan perbedaan itu tidak perlu dan tidak bisa dibuat-buat, kita hanya bisa berbahagia dengan menghargai persamaan dan perbedaan itu.
Thanx buat infonya, chingik!

 _/\_


Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #37 on: 26 May 2008, 07:34:50 PM »
Saya beri contoh saja :

Kalau ada yang mau belajar Dzogchen, katanya disuruh mampir kesini:
http://www.dzogchenmonastery.cn/index.html

Ternyata, dikemudian hari terbukti bahwa itu adalah dibuat oleh kamerat2 komunis China dengan rinpoche2 silsilah palsu.
Kalau anda tidak berhati-hati, ya berpuluh-puluh tahun belajar suatu teori maupun praktek for nothing. Bagai memeras pasir supaya keluar minyak. Karena, kesuksesan praktek Dzogchen, tergantung sepenuhnya dari transmisi silsilah yang valid.

Quote
pema  (Original Message)   Sent: 5/19/2008 3:30 AM
hello,
 
surfing around here i read that somebody put the website of dzogchenmonastery in tibet. i like to write here the follow things:
yes this is the dzogchen monastery in tibet but the 7.dzogchen rinpoche the write in this site IS NOT THE REAL ONE!!!!!!
chinese try allways to get the power in up off all, they manipulate all what they can and like whe see here also with the relegion. one of the best example is also the panchen lama.
im feel biti because peopel wich dont know the story about this all,follow a teacher wich is not the real reincarnetion of master.they are just the marionet of the chinese governement!

Silakan simak contoh kasus ini juga :
- Lu Sheng Yen : http://www.tbsn.org/
- Buddha Maitreya : http://www.yiguandao.com/about/index.htm

Sepertinya, hal2 itulah yang sdr.Kanyn Kutho dan Nyanadhana ributkan beberapa waktu yang lalu masih di milis ini juga.
« Last Edit: 26 May 2008, 07:44:26 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #38 on: 26 May 2008, 07:59:32 PM »
Di Theravada sendiri ada kontroversial, silakan teliti dan selidiki, apakah tidak membingungkan? :
http://www.paauk.org/
http://www.sunlun-meditation.com.mm/Content_40.htm
http://fwbo.org/
http://www.meditationthai.org/docs/en/tradition_and_technique.html
http://www.dhammakaya.or.th/

Apakah anda mau mengikuti sebuah aliran seorang ex-bhikkhu yang kemudian mendirikan sangha sendiri karena diusir keluar oleh sangha induknya karena pelanggaran parajika??? ^-^
« Last Edit: 26 May 2008, 08:09:43 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #39 on: 27 May 2008, 09:06:15 AM »
Suchamda,

Kalo mo jujur, saya rasa murid2 juga tidak semua punya mata dewa dan bisa membuktikan bahwa rinpoche tertentu adalah reinkarnasi dari guru tertentu di masa lampau. Semua hanya 'mengikut' saja.
Kemudian, yang diajarkan oleh rinpoche, entah itu silsilah palsu atau asli, tetap saja bisa baik dan tidak baik. Karena seperti saya katakan, silsilah asli/tidak asli, bukanlah jaminan. Ini pendapat saya, kalo menurut anda silsilah asli PASTI lebih baik, ya tidak masalah.

Quote
Karena, kesuksesan praktek Dzogchen, tergantung sepenuhnya dari transmisi silsilah yang valid.
Untuk ini, saya no comment. Saya tidak mengikuti (jadi tidak tahu) dan sejujurnya juga tidak tertarik.

Quote
Silakan simak contoh kasus ini juga :
- Lu Sheng Yen : http://www.tbsn.org/
- Buddha Maitreya : http://www.yiguandao.com/about/index.htm

Sepertinya, hal2 itulah yang sdr.Kanyn Kutho dan Nyanadhana ributkan beberapa waktu yang lalu masih di milis ini juga.

Apanya yah yang saya ributkan? Sejujurnya saya lupa. Seingat saya, saya hanya 'meributkan' ajaran, bukan silsilah ato masalah 'original' atau tidak.


Quote
Apakah anda mau mengikuti sebuah aliran seorang ex-bhikkhu yang kemudian mendirikan sangha sendiri karena diusir keluar oleh sangha induknya karena pelanggaran parajika???

Dikisahkan dahulu, 7 orang memisahkan diri 'dari sangha yang sah', memanjat tebing dan bersumpah tidak akan turun sebelum mencapai Arahatta. Mereka melakukannya karena menganggap sangha yang sah adalah korup. Tentunya mereka juga dianggap korup oleh sangha yang sah waktu itu. 1 diantara 7 orang itu mencapai Arahatta. 1 lainnya mencapai Anagami. 5 lainnya mati kelaparan dan di kemudian hari bertumimbal lahir sebagai Bahiya Daruciriya, Pukkusati, Kumara Kassapa, Sabhiya, Dabba Malaputta, yang 4 di antaranya merupakan Maha Savaka.

Jadi memang iya, saya tidak masalah siapa yang membabarkan ajaran selama ajaran itu benar. Apakah dia ex-bhikkhu yang dibuang atau siapapun. Justru karena terlalu disibukkan oleh hal2 tersebut, membuat kontroversial dan membingungkan, seperti kata anda.
Jika saya sedang sakit, maka 'yang mampu memberikan obat'-lah yang berarti. Apakah dia dokter, dukun, paramedis, atau pensiunan dokter, atau dokter yang dibuang oleh organisasi kedokteran, ataupun hanya seorang amatir, tidaklah berarti.



Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #40 on: 27 May 2008, 09:33:41 AM »
Bro Suchamda,
saya baru mengikuti thread ini karena pembahasannya ngalor ngidul, Well, saya akan menerangkan apa yang ingin saya sampaikan mengenai IKT dan TBSN, saya pikir ini adalah pembodohan seseorang yang sebetulnya memiliki kesempatan mendengarkan Dhamma yang baik namun diarahkan untuk memasuki putaran yang tiada henti lagi. Bukankah sangat disayangkan,orang sudah punya jodoh Buddhist tapi diputar lagi?
Satu hal lagi,kenapa saya mau membahas ini bukan sebagai ajang cari ribut,saya udah menegaskan dari awal di forum ini bahkan kepada pengikutnya sendiri yang merupakan member disini. saya tidak mencari permusuhan dengan umatnya namun menjelaskan apa yang sesungguhnya ada di dalam ajaran itu dan semoga dari melihat tulisan kita disitu, pemula Buddhism akan lebih mengerti sesungguhnya itu apa dan mereka akan lebih tertarik dengan Dhamma.

Jika anda berpikir seperti itu bahwa kita cari ribut, oke kita akan diamkan sama halnya dengan komentar anggota forum mengenai tidak boleh dibahasnya Vinaya Bhikkhu disini, dan lihatlah tabu-tabu seperti inilah yang merusak baik Sangha maupun umatnya. saya tidak berharap ini terjadi.karena ketidaktahuan, kita meraba-raba dan akhirnya terjatuh lagi,buat apa?buang-buang waktu.Terima kasih.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline SandalJepit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 425
  • Reputasi: 3
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #41 on: 27 May 2008, 10:18:57 AM »


tetapi seringkali dalam sejarah menunjukkan bahwa "silsilah asli" sering kali melakukan pembersihan ( baca jihad) terhadap silsilah palsu. dari agama apapun, jihad ini ada, termasuk agama Buddha. kalau ada waktu mungkin bro bisa mempelajari jihad ala nichiren di jepang, dengan dalih memurnikan kembali agama Buddha.  sampai dengan polemik yang paling baru: perebutan tahta karmapa 17 di tibet.  atau bagaimana seorang Master terkenal, tiba-tiba ketahuan memiliki sejarah yang gelap?

Apakah kita ini begitu "gila terhadap silsilah"? apakah dalam silsilah palsu tidak terdapat dharma sama sekali?
Saya kira tidak, baik "silsilah asli" maupun "silsilah palsu", memiliki unsur-unsur Dharma yang dapat diserap. mungkin saja "silsilah asli" memiliki porsi dharma yang lebih besar. tetapi "silsilah palsu" bukanlah tidak mengandung unsur dharma.

Saya kira seharusnya sikap kita adalah: "yang sesuai kita serap. yang tidak sesuai, kita buang saja".. kita lahir sebagai manusia sudah memiliki kebijaksanaan untuk memilah-milah apa yang baik dan apa yang tidak baik.







Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #42 on: 27 May 2008, 10:19:24 AM »
Quote
Dikisahkan dahulu, 7 orang memisahkan diri 'dari sangha yang sah', memanjat tebing dan bersumpah tidak akan turun sebelum mencapai Arahatta. Mereka melakukannya karena menganggap sangha yang sah adalah korup. Tentunya mereka juga dianggap korup oleh sangha yang sah waktu itu. 1 diantara 7 orang itu mencapai Arahatta. 1 lainnya mencapai Anagami. 5 lainnya mati kelaparan dan di kemudian hari bertumimbal lahir sebagai Bahiya Daruciriya, Pukkusati, Kumara Kassapa, Sabhiya, Dabba Malaputta, yang 4 di antaranya merupakan Maha Savaka.

Jadi memang iya, saya tidak masalah siapa yang membabarkan ajaran selama ajaran itu benar. Apakah dia ex-bhikkhu yang dibuang atau siapapun. Justru karena terlalu disibukkan oleh hal2 tersebut, membuat kontroversial dan membingungkan, seperti kata anda.
Jika saya sedang sakit, maka 'yang mampu memberikan obat'-lah yang berarti. Apakah dia dokter, dukun, paramedis, atau pensiunan dokter, atau dokter yang dibuang oleh organisasi kedokteran, ataupun hanya seorang amatir, tidaklah berarti.

Ya sudah, berarti saya tidak sepaham dengan anda.
Btw, sebaiknya anda konsisten yang mana juga tidak usah mengkritik aliran Maitreya, dll toh itu juga bisa menjadi obat buat orang yg membutuhkan.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #43 on: 27 May 2008, 10:37:55 AM »
Bro Suchamda,
saya baru mengikuti thread ini karena pembahasannya ngalor ngidul, Well, saya akan menerangkan apa yang ingin saya sampaikan mengenai IKT dan TBSN, saya pikir ini adalah pembodohan seseorang yang sebetulnya memiliki kesempatan mendengarkan Dhamma yang baik namun diarahkan untuk memasuki putaran yang tiada henti lagi. Bukankah sangat disayangkan,orang sudah punya jodoh Buddhist tapi diputar lagi?
Satu hal lagi,kenapa saya mau membahas ini bukan sebagai ajang cari ribut,saya udah menegaskan dari awal di forum ini bahkan kepada pengikutnya sendiri yang merupakan member disini. saya tidak mencari permusuhan dengan umatnya namun menjelaskan apa yang sesungguhnya ada di dalam ajaran itu dan semoga dari melihat tulisan kita disitu, pemula Buddhism akan lebih mengerti sesungguhnya itu apa dan mereka akan lebih tertarik dengan Dhamma.

Jika anda berpikir seperti itu bahwa kita cari ribut, oke kita akan diamkan sama halnya dengan komentar anggota forum mengenai tidak boleh dibahasnya Vinaya Bhikkhu disini, dan lihatlah tabu-tabu seperti inilah yang merusak baik Sangha maupun umatnya. saya tidak berharap ini terjadi.karena ketidaktahuan, kita meraba-raba dan akhirnya terjatuh lagi,buat apa?buang-buang waktu.Terima kasih.


Andalah yang ngalor-ngidul. OOT
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: HATI-HATI belajar Dhamma : Silsilah palsu !
« Reply #44 on: 27 May 2008, 10:43:13 AM »
Suchamda,

Quote
Ya sudah, berarti saya tidak sepaham dengan anda.
Btw, sebaiknya anda konsisten yang mana juga tidak usah mengkritik aliran Maitreya, dll toh itu juga bisa menjadi obat buat orang yg membutuhkan.

Ya, kita berbeda tentang ini.  _/\_

Anda tidak bicara pada orang yang salah? Saya di sini (bersama SandalJepit) pernah sempat 'ribut kecil' karena membela aliran Maitreya dari julukan "sesat". Apa mungkin anda terlalu 'dendam' dengan pembahasan dalam topik "Dhammatainment" sehingga membuat bias ingatan bahwa saya 'menganiaya' aliran Maitreya di sini?
Kalo soal mengkritik, saya selalu mengkritik ajaran sesuai dengan topik, tidak peduli apakah itu Theravada/Mahayana/Tantrayana/Maitreya. Tapi lain kali kalo memang anda mau buka topik yang tidak mau dikritik, tinggal ditulis aja kok. Saya akan mengikutinya.


 

anything