chingik,
Quote
Kalo penampilan baik, perlu atau tidak?
Kalo fasilitas bagus, perlu atau tidak?
Kalo nama besar, perlu atau tidak?
hehe..masak sih perlu?
Kalo penampilan seperti garong, siapa yang minat belajar?
Kalo ada fasilitas bagus, 'kan lebih memudahkan untuk belajar/mengajar. Kalo di gunung 'kan susah.
Kalo ada nama besar, 'kan kredibilitasnya terjamin seperti tidak komersil, tidak demi kepentingan politik, 'kan lebih bona fide
Saya katakan perlu, tapi tidak mutlak perlu. Sama seperti kamu katakan silsilah perlu, tetapi tidak mutlak perlu. Tetapi dalam pandangan saya, yang tidak mutlak perlu ini tidak perlu diikutsertakan dalam melihat ajaran secara objektif. Bukannya yang tampang garong pasti garong, kadang tampang deva juga bisa garong. Bukan juga fasilitas banyak menjamin kita lebih cepat berkembang dalam belajar. Nama besar pun bukan berarti apa2, belum tentu nama besar hanyalah omong besar. Demikian juga silsilah, yang menurut saya tidak menjamin kebenaran ajaran.
Membuktikan dukkha dengan cara buddhis, saya tidak katakan harus percaya dengan kamma, dan dalam Buddhis sendiri toh kan sudah menjelaskan bahwa kita juga harus menyelidiki hakikat kebenaran kamma, bukan sekedar percaya. Jadi asumsi 'harus percaya dengan kamma' itu terlalu dipaksakan untuk penyanggahan masalah ini.
Ini tentu hanya contoh ekstrim bahwa 'ehipassiko' itu seharusnya sama bagi semua orang, tanpa 'indoktrinasi kepercayaan', jangan dianggap kenyataan.
Dan kebanyakan orang menggunakan ehipassiko ala duniawi. Apa yang disebut ala duniawi, mereka menyelidiki kebenaran berdasarkan persepsi2 yang diterima dari indera mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, pikiran, kemudian melekatinya erat2 dan mengira bahwa inilah cara penyelidikan yang tepat.
Wah, saya juga kok ber-ehipassiko dengan cara itu. Emangnya ada dengan cara 'luar dunia'??
Apakah samatha dan vipassana lantas disebut indoktrinasi
Ya, itu adalah indoktrinasi ketika dikatakan pada orang yang belum mengenal dukkha dan sebabnya. Vipassana rasanya merupakan "jalan lenyapnya dukkha". Kalo orang tidak percaya akan kebenaran "dukkha", maka anda katakan, "Vipassana dulu baru ehipassiko lenyapnya dukkha", adalah indoktrinasi.
Sama saja saya katakan "31 alam itu PASTI ADA!! Tapi untuk ehipassiko, kamu harus mencapai jhana dan mengembangkan mata dewa dulu!".
Pernyataan seperti ini, tidaklah universal. Seperti saya katakan, saya seringkali bertemu dengan ajaran yang lucu2, lalu dikatakan kalo mo ngerti, harus ikut mereka dulu. Secara kasar saya katakan, "itu sama saja saya menjanjikan sorga, tapi kamu harus nge-ganja dulu! nanti liat sorga deh"
Kembali lagi saya katakan, jika bertemu dengan "anak SD", maka harus disesuaikan dengan cara "anak SD" ber-ehipassiko. Tidak ada gunanya memberi ajaran hebat2 yang tidak bisa dibuktikan oleh "anak SD" itu, jika dia tidak percaya, dia akan menganggap kamu berbohong, jika dia percaya, maka akan membuatnya fanatik tanpa dasar. Dengan alasan itu juga dhamma harus diajarkan secara bertahap.