Saudara Tula yang baik,
sip.. harusnya begitu ya ...., perlu berlatih lebih lagi .....
tp mengenai ke 2 anak itu, bukannya anak itu adalah bukan diri sendiri yg bisa di beri2kan sesuka hati ? anak tersebut kan jg punya hak utk menentukan hidupnya sendiri ? koq seolah2 jadi ortu itu jadi TUAN bagi anak2 nya ?
Saya tahu ini kutipan yang agak ekstrim dan akan mengundang banyak pertanyaan, tetapi memang itulah yang terlintas di pikiran saya pada saat itu.
Banyak hal di dunia ini yang tak sesuai dengan cara berpikir kita, misalnya beberapa pria mengawini wanita yang sama (poliandry) yang dainggap wajar jika dilakukan di Tibet dan Eskimo.
Demikian juga dengan apa yang dilakukan Bodhisatta. Manusia jaman dahulu menganggap bahwa isteri dan anak adalah milik mereka. Bedakan dengan nilai sekarang, seperti di Amerika umpamanya. Di salah satu aliran Protestan di sana mereka sudah tidak mengindahkan hirarki hubungan antara anak dan ayah, sehingga mereka memanggil ayah mereka dengan namanya. Umpamanya Ali anak Badu maka Ali memanggil Badu dengan namanya: Badu.. Badu... (bukan ayah.. ayah...), ini disebabkan mereka beranggapan semua manusia dilahirkan sama dan sederajat, jadi mereka menganggap Ali dan Badu sederajat.
Kita bisa mengerti bahwa kita di Indonesia tidak menganggap isteri atau anak sebagai milik kita ( karena bukan berdasarkan asas kepemilikan), tetapi kita marah bila isteri atau anak kita diganggu kan? bagaimana jka isteri atau anak orang lain yang diganggu? Mungkin kita tidak marah (karena menganggap bukan milik kita) Jadi secara tidak langsung kita juga menganggap anak dan isteri kita sebagai milik kita.
sukhi hotu,