//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MAHASATIPATTHANA SUTTA  (Read 5009 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« on: 30 December 2010, 04:06:55 PM »
Oleh: VEN. WERAGODA SARADA MAHA THERO

 
Di dalam "KHOTBAH BESAR TENTANG LANDASAN KESADARAN/KEWASPADAAN" ada 4 bagian utama, yaitu:

1. Perenungan-JASMANI

2. Perenungan-PERASAAN

3. Perenungan-PIKIRAN

4. Perenungan-FENOMENA/REALITA (DHAMMA)


 

Empat bentuk utama dari LANDASAN KESADARAN/KEWASPADAAN ini telah dikhotbahkan oleh Sang Buddha utk MEMUDAHKAN orang merealisasi Nibbana sehubungan dgn KARAKTER - yaitu sifat-sifat setiap orang.

 
Berikut Perenungan-perenungan yg cocok utk masing-masing karakter:


1. Bagi orang yg memiliki watak melekat, tetapi kebijaksanaannya rendah, PERENUNGAN-JASMANI cocok baginya.

 
2. Bagi orang yg memiliki kebijaksanaan yg dalam, tetap memiliki watak melekat, PERENUNGAN-PERASAAN cocok baginya.


3. Bagi orang yg memiliki pandangan yg jahat, yg kebijaksanaannya rendah, PERENUNGAN-PIKIRAN cocok baginya.

 
4. Bagi orang yg memiliki kebijaksanaan yg dalam, tetapi memiliki pandangan-pandangan jahat, PERENUNGAN TERHADAP FENOMENA/REALITA (DHAMMA) cocok baginya.

 

Dgn demikian, LANDASAN KESADARAN/KEWASPADAAN BERUNSUR-EMPAT telah dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai sarana yg memungkinkan manusia dgn watak yg berbeda-beda utk merealisasi Nibbana, melalui suatu metode yg cocok utk setiap orang.

 
Pengembangan Perhatian Berunsur-Empat ini telah dijelaskan sebagai Empat Gerbang Kota, dan Kotanya adl Nibbana. Mereka yg sampai di kota itu dari empat arah, yaitu Timur, Barat, Selatan, dan Utara, membawa hasil yg terdapat di arah masing-masing.

  _/\_
****************************************************************************************
« Last Edit: 30 December 2010, 04:23:35 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #1 on: 30 December 2010, 04:13:54 PM »
PERENUNGAN 1 : PERENUNGAN JASMANI [KĀYĀNUPASSANĀ]



1.KESADARAN AKAN NAFAS (Ānāpāna Sati Pabba)

2.MEDITASI DENGAN POSTUR TUBUH (Iriyāpatha Pabba)

3.LANDASAN KESADARAN/KEWASPADAAN BERUNSUR-EMPAT DENGAN PEMAHAMAN YG JERNIH (Catusampajañña Pabba)

4.PERENUNGAN TENTANG SIFAT-SIFAT YG MENJIJIKKAN (Patikkūla Manasikāra Pabba)

5.PERENUNGAN TENTANG ELEMEN-ELEMEN DASAR (Dhātumanasikāra Pabba)

(6-14) PERENUNGAN TENTANG MAYAT DENGAN SEMBILAN BENTUK (Navasīvathika Pabba) :[/b]

6. Mayat Dengan Daging Yg Membengkak (Uddhumātakam)
7. Mayat Yang Telah Berubah Menjadi Biru Kehitaman (Vinilakam)
8. Mayat Yang Mengeluarkan Nanah (Vipubbakam)
9. Mayat Yang Mulai Membusuk (Vicchiddakam)
10 .Mayat Yang Dimakan Oleh Binatang, misalnya Anjing (Vikkhāyitakam)
11. Mayat Dengan Bagian-Bagian Yg Tercerai Berai (Vikkhittakam)
12. Mayat Yang Telah Terurai (Hata Vikkhittakam)
13. Mayat Yang Berdarah (Lohitakam)
14. Mayat Yang Dipenuhi Cacing (Pulavakam)

 
14 Sub-Bagian Diatas Ditunjukkan Sebagai Objek-Objek Meditasi.

*******************

11 Bagian Berikut Yaitu (1) KESADARAN AKAN NAFAS, (4) PERENUNGAN TENTANG SIFAT-SIFAT YG MENJIJIKKAN, Dan (6-14) PERENUNGAN TENTANG MAYAT DENGAN SEMBILAN BENTUK, disebut sebagai objek-objek utk meditasi yg lebih tinggi karena 11 objek meditasi ini memiliki kapasitas utk menyebabkan keadaan-keadaan pikiran yg membawa menuju jhana. Utk alasan inilah, maka semua keadaan itu digambarkan sebagai arpanā (tingkat meditasi yg paling tinggi).

 

******************

3 Bagian Sisanya Yaitu (2) MEDITASI DENGAN POSTUR TUBUH, (3) PENGEMBANGAN PERHATIAN BERUNSUR-EMPAT DENGAN PEMAHAMAN YG JERNIH, Dan (5) PERENUNGAN TENTANG ELEMEN-ELEMEN DASAR, merupakan objek-objek meditasi tambahan. Hal-hal ini tdk memiliki kemampuan utk membawa menuju jhana dan tdk memiliki kekuatan utk membuat meditator itu mencapai sang jalan. Objek-objek itu digambarkan sebagai objek-objek meditasi yg mendekati pencapaian jhana (upacāra).

 

******************

 

1. KESADARAN AKAN NAFAS (Ānāpāna Sati Pabba)


 

*TAHAP PERTAMA*

Di tahap ini, langkah pertama utk Perenungan Jasmani, yaitu Kesadaran akan nafas, harus dipraktekkan. Di dalam kata “ānāpāna”, ungkapan “ānā” berarti “menarik nafas” dan “apāna” berarti “menghembuskan nafas”. Bentuk meditasi yg berkonsentrasi pada penarikan dan penghembusan nafas ini disebut meditasi Ānāpāna.

 

Meditator MENARIK NAFAS DENGAN KESADARAN DAN MENGHEMBUSKAN NAFAS DENGAN KESADARAN (so satova assasati, sato passasati).

 

Meditator harus mengkonsentrasikan satu momen pada proses nafas-masuk dan nafas-keluar. Pada waktu menarik nafas dan menghembuskan nafas, apakah tempat-tempat yg tersentuh oleh nafas dapat diketahui? Jika tidak, tariklah nafas dan hembuskan nafas lagi sampai menemukan titik sentuhnya. Setelah titik sentuh ditemukan (di sekitar ujung hidung atau bagian atas bibir atas), selanjutnya fokus kita arahkan di sana.

 

Bagi beberapa orang, nafas menyentuh di lubang hidung sebelah atas. Bagi orang lain, nafas menyentuh bagian atas dari bibir atas. Meditator yg merenungkan nafas harus berkonsentrasi pada titik yg tersentuh oleh nafas itu. Sejak saat itu kesadarannya harus dilanjutkan. Ketika menarik nafas, dia harus menyadari bahwa dia sedang menarik nafas. Dia harus melanjutkan melatih diri dengan cara ini sampai 5, 10, 15 menit. Jika kesadaran dapat dipertahankan pada nafas, hal itu merupakan perkembangan yg baik.

 

Kesadaran akan nafas merupakan tema meditasi tertinggi di dlm Ajaran Buddha. Hal ini dpt dipraktekkan oleh siapa pun –muda atau tua, terpelajar atau tidak– kesadaran akan nafas ini menopang utk pencapaian yg lebih tinggi bagi pribadi-pribadi yg agung, seperti misalnya Para Buddha, Pacceka Buddha, dan Arahat. Maka, meditasi ini hrs dilanjutkan dengan rajin, tanpa patah semangat.

 

*TAHAP KEDUA*

Setelah menyelesaikan tahap pertama, meditator harus maju menuju tahap kedua.

1. Ketika sedang menarik nafas panjang, dia MENYADARI bahwa dia sedang menarik nafas panjang.

2. Ketika sedang menghembuskan nafas panjang, dia MENYADARI bahwa dia sedang menghembuskan nafas panjang.

3. Ketika sedang menarik nafas pendek, dia MENYADARI bahwa dia sedang menarik nafas pendek.

4. Ketika sedang menghembuskan nafas pendek, dia MENYADARI bahwa dia sedang menghembuskan nafas pendek.

 

Tahap ini lebih maju daripada tahap pertama. Hal ini harus dilanjutkan sampai meditator menjadi sangat terampil. Dia harus membentuk kesadaran ini dengan kokoh.

 

*TAHAP KETIGA*

Begitu telah mempraktekkan kedua tahap diatas dengan cukup terampil, anda harus mempelajari tahap ketiga:

1. Dengan mengalami seluruh tubuh, saya akan menarik nafas.

2. Dengan mengalami seluruh tubuh, saya akan menghembuskan nafas.

 

Catatan: Dengan mengalami seluruh tubuh, saya akan menarik nafas dan menghembuskan nafas BERARTI dengan penuh kesadaran menyadari keberadaan tubuh jasmani dalam setiap tarikan dan hembusan nafas.

 

Ketika meditator menarik nafas, dia menyadari nafas itu di awalnya, di tengahnya, dan di akhirnya. Pikiran harus diarahkan pada nafas itu dengan sangat tenang. Tempat dimana nafas itu menyentuh ketika anda menarik nafas masuk –apakah di ujung hidung atau di bibir atas- harus dianggap sebagai bagian awal nafas. Akhir dari sentuhan nafas harus dianggap sebagai bagian akhir dari nafas. Bagian awal dan akhir harus dianggap sebagai bagian tengah nafas. Jika seorang meditator dpt merenungkan nafas, dengan memahami secara jelas bagian awal, tengah, dan akhir nafas, ini merupakan perkembangan yg berarti. Meditator bahkan akan mampu mencapai tahap penyerapan (jhana). Oleh karenanya, meditator harus menjalankan meditasinya dengan rajin dan dengan mengerahkan usaha. Pada tahap ketiga ini, meditator dpt melanjutkan meditasinya selama berjam-jam.

 

*TAHAP KEEMPAT*

Berikutnya adl tahap keempat yg harus dipelajari dan dikembangkan:

1. Dengan menenangkan aktivitas tubuh, saya akan menarik nafas.

2. Dengan menenangkan aktivitas tubuh, saya akan menghembuskan nafas.

 

Pikiran para makhluk duniawi memang terganggu. Akibatnya, tubuh mereka juga terganggu. Bila hal itu terjadi, nafas-masuk dan nafas-keluar pun juga akan terganggu. Bila pikiran tenang, tubuh juga akan menjadi tenang. Kemudian, baik nafas-masuk maupun nafas-keluar juga akan menjadi tenang Hal ini dapat terlihat jelas ketika kita amat lelah dan kehabisan tenaga. Ketika tubuh dan pikiran lelah, bahkan nafas-masuk dan nafas-keluar pun juga tdk tenang. Sebaliknya, ketika pikiran dan tubuh tenang, nafas-masuk dan nafas-keluar pun menjadi tenang. Orang harus bermeditasi dengan niat utk membuat nafas-masuk maupun nafas-keluar menjadi tenang dan hening.

 

Jika kesadaran akan nafas dilanjutkan melalui tahap kesatu, kedua, ketiga, dan keempat, sama sekali tidaklah sulit utk mencapai jhana pertama. Ketika anda mencapai jhana, nafas-masuk dan nafas-keluar menjadi amat tenang dan terkendali. Begitu anda mencapai jhana ke empat, nafas-masuk dan nafas-keluar menjadi tenang, hampir sampai dimana tdk ada nafas yg masuk dan keluar.

 

Kemudian, meditator dapat mengalihkan kesadaran akan nafas ini kepada meditasi Pandangan Terang itu sendiri. Bila anda menghubungkannya dengan ANICCA [ketidak-kekalan], DUKKA [penderitaan], dan ANATTA [tanpa-jiwa], anda bahkan dapat melenyapkan semua kekotoran batin dan mencapai tingkat arahat. Anda dapat mencapai hasil-hasil yg cepat dari meditasi kesadaran akan nafas. Anda juga dapat mempraktekkannya setidak-tidaknya terhadap satu corak atau satu sifat sejati (lakkhana) dari tiga corak (tilakkhana) saja, misalnya melakukan perenungan ANICCA saja, DUKKHA saja, atau ANATTA saja dalam meditasi kesadaran akan nafas.

 

 

2. MEDITASI DENGAN POSTUR TUBUH (Iriyāpatha Pabba)

 “O, Para Bhikkhu! Demikian pula, ketika sedang berjalan, seorang Bhikkhu menyadari, “saya sedang berjalan”, atau ketika sedang berdiri, dia menyadari, “saya sedang berdiri”, atau ketika sedang duduk, dia menyadari, “saya sedang duduk”, atau ketika sedang berbaring, dia menyadari, “saya sedang berbaring”.

Dari lahir sampai mati, orang menaruh tubuhnya dalam empat bentuk utama ini, yg djelaskan sebagai sikap tubuh.

Inilah empat bentuk sikap tubuh itu:

1. Berjalan

2. Berdiri

3. Duduk

4. Berbaring

 

Meditasi tentang Kesadaran akan Sikap Tubuh berarti menjalankan meditasi sambil waspada terhadap empat sikap ini:

1. Ketika sedang berjalan, dia menyadari, “saya sedang berjalan”.

2. Ketika sedang berdiri, dia menyadari, “saya sedang berdiri”.

3. Ketika sedang duduk, dia menyadari, “saya sedang duduk”.

4. Ketika sedang berbaring, dia menyadari, “saya sedang berbaring”.

 

Ketika sedang berjalan, berdiri, berjalan hilir-mudik, dsbny., meditator harus menyadari semua sikap tubuh, seperti misalnya, “saya sedang berjalan, berdiri, berjalan hilir-mudik, dll.” Di kehidupan sehari-hari, semua tindakan harus dilakukan dengan kesadaran pada setiap tindakan. Semua sikap harus dijalankan dengan kesadaran. Dia tdk boleh memikirkan hal lain.

 

Bagaimana pun tubuh ini ditaruh, demikianlah dia memahaminya (Yathā yathā vā panassa kāyo panihito hoti tathā tathā nam pajānāti).

 

Bagaimana pun tubuh ini ditaruh, meditator sadar akan setiap postur sebagaimana adanya. Dia harus waspada akan sikap tubuhnya sendiri dan sikap tubuh orang lain. Demikian pula, dia harus sadar akan asal-usul fenomena di dalam tubuh dan lenyapnya fenomena di dalam tubuh. Dia harus sadar bahwa tidak ada suatu diri yg melakukan sikap tubuh ini, dan juga tidak ada suatu diri yg bisa disebut “aku”. Dengan cara ini, rasa “aku” atau suatu personifikasi pun lenyap. Sadar akan tubuh merupakan objek meditasi tentang Kesadaran akan Sikap Tubuh yg harus selalu dikembangkan.

 

 

3. PENGEMBANGAN PERHATIAN BERUNSUR-EMPAT DENGAN PEMAHAMAN YG JERNIH (Catusampajañña Pabba)

“O, Para Bhikkhu! Demikian pula, seorang Bhikkhu, ketika sedang berjalan hilir-mudik mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang memandang ke depan dan memandang ke belakang, dia mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang menekuk dan meregang (kaki-tangannya), dia mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang mengenakan jubah dalam dan jubah luar dan ketika sedang membawa mangkuknya, dia mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang makan, minum, mengunyah, dan merasakan, dia mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang buang air besar/kecil, dia mempraktekkan pemahaman yg jernih. Ketika sedang berjalan, berdiri, duduk, tertidur, terjaga, berbicara atau diam tdk berbicara, dia mempraktekkan pemahaman yg jernih.

Ada empat bentuk pemahaman yg jernih. Ungkapan “sampajañña” berarti “kewaspadaan dengan pemahaman yg jernih”. Meditator yg mempunyai pemahaman yg jernih yg berunsur-empat, selalu bertindak dengan keberadaan pikiran, dan merenungkan dengan rasa kebijaksanaan.

 

Inilah empat jenis pemahaman yg jernih:

1. Sātthaka sampajañña [Pemahaman yg jernih dan jelas tentang tujuan atau manfaat]

Pemahaman jernih tentang tujuan merupakan pemahaman tentang tujuan (yg luhur) setelah mempertimbangkan apa yg bermanfaat dan tidak bermanfaat untuk dilakukan. Ini juga berarti penyelidikan awal sebelum memulai aktivitas apapun.

Misalnya: Mengunjungi Para Sangha, Pohon Bodhi, atau tempat Relik utk membangkitkan minat spiritual sehingga menumbuhkan keyakinan mendalam akan Buddha, Dharma dan Sangha; atau dgn mengunjungi tempat-tempat mayat berada dan menjadikan mayat tersebut sebagai objek perenungan tentang ketidakkekalan tubuh ini (pada zaman sekarang sulit menemukan mayat yg bisa teramati langsung di area kuburan krn mayat-mayat itu sudah dipeti-kan dan ditutup rapat. Untuk lebih memudahkan mengamati perubahan bentuk mayat kita dapat menggunakan teknologi internet seperti google utk menemukan gambar-gambar mayat tsb).

 

*catatan: pada picture untuk notes ini saya sertakan gambar perubahan bentuk mayat dlm 9 bentuk*

 

2. Sappāya sampajañña [Pemahaman jernih yg berhubungan dengan kesesuaian]

Ketika memulai sesuatu, pelajarilah apakah suatu cara, metode, atau pendekatan itu akan menopang atau sesuai dengan tujuannya maupun dengan kondisi saat itu.

 

3. Gocara sampajañña [Pemahaman yg jernih mengenai objek meditasi di setiap saat]

Objek meditasi di setiap saat maksudnya aktivitas sehari-hari direnungkan atau dijadikan sebagai objek meditasi, bagaimanapun postur tubuh saat itu atau apapun yg sedang dilakukan. Terlepas dari ketika seseorang dalam kesadaran yg lemah sekalipun (misalny dlm keadaan tertidur), aktivitas itu pun tetap direnungkan sebagai objek meditasi. Dengan kata lain, sedapat mungkin, di setiap saat dalam setiap aktivitas yg kita lakukan, kita harus selalu menerapkan perhatian atau kewaspadaan. Kita harus sadar akan apapun yg sedang kita lakukan.

 

4. Asammoha sampajañña [Pemahaman yang bebas dari khayalan]
Bertindak tanpa pikiran yg menjadi bingung dijelaskan sebagai pemahaman yg jernih, yg tidak diliputi khayalan, karena disertai dengan pemahaman bahwa segala yg terbentuk adalah ANNICA, DUKKHA, DAN ANATTA.

 

 

Manusia melakukan banyak macam aktivitas sejak lahir sampai meninggal. Disini, yg dimaksud dengan pemahaman yg jernih adl melakukan semua aktivitas dengan keberadaan pikiran yg selalu diiringi dgn kewaspadaan.

 

Dibagian khotbah yg dikutip diatas, dikelompokkan 19 aktivitas manusia sejak lahir sampai meninggal, yaitu:

1. Abhikkante – bergerak maju.

2. Patikkante – bergerak kembali atau mundur.

3. Ālokite – memandang ke depan.

4. Vilokite – memandang ke samping.

5. Sammiñjite – menekuk tangan dan kaki.

6. Pasārite – meregangkan tangan dan kaki.

7. Sanghātipatacīvara dhārane – ketika mengenakan jubah dalam dan jubah luar, dan ketika membawa mangkuk makanan. (Bagi perumah tangga, ketika mengenakan pakaian).

8. Asitte – makan.

9. Pīte – minum.

10. Khāyite – mengunyah.

11. Sāyitte – mencicipi.

12. Uccārapassāvikame – ketika buang air besar dan buang air kecil.

13. Gate – pergi.14. Thite – berdiri.

15. Nisinne – duduk.

16. Suttee – tidur.

17. Jāgarite – terjaga.

18. Bhāsite – berbicara.

19. Tunhībhāve – tetap diam.

 

Dalam semua situasi, meditator yg mempraktekkan pemahaman jernih berunsur-empat ini harus bertindak dengan keberadaan pikiran pada saat ini. Dengan demikian, rasa akan “aku” – yg membuat org berpikir “diriku” dan “milikku” – akan lenyap. Sampai titik akhir itulah meditasi ini harus dipraktekkan.

 

 

4. PERENUNGAN TENTANG SIFAT-SIFAT YG MENJIJIKKAN (Patikkūla Manasikāra Pabba)

“O, Para Bhikkhu! Demikian pula, seorang Bhikkhu merenungkan tentang tubuh, dari tapak kaki sampai ke atas, dari puncak kepala sampai ke bawah, yg terbalut kulit, dan penuh dengan berbagai macam kekotoran”.

Inilah perenungan keempat di dalam meditasi tentang jasmani. Bentuk meditasi ini juga dijelaskan di dalam istilah-istilah berikut:Meditasi tentang yg menjijikkan.Meditasi tentang 32 bagian tubuh.Perenungan tentang sifat alami tubuh.Meditasi tentang bagian-bagian tubuh.Tubuh ini terdiri dari 32 bagian yg menjijikkan, yg dijelaskan sebagai 32 kekotoran. Bagaikan orang yg membuka tas bekal yg kedua ujungnya terbuka, dia memisahkan berbagai biji-bijian yg ada di dalamnya. Dia memisahkan polong-hijau, biji-wijen, kapri, dsb, dan mempertimbangkanya. Dengan cara yg sama, meditator merenungkan 32 kekotoran itu, dan memisah-misahkannya.

 

Berikut ini adl 20 bagian yg termasuk dlm elemen tanah (kepadatan):

1.rambut kepala (kesā)

2.bulu tubuh (lomā)

3.kuku (nakhā)

4.gigi (dantā)

5.kulit (taco)

6.daging (mamsam)

7.otot (nahārū)

8.tulang (atthi)

9.tulang sumsum (attimiñjā)

10.ginjal (vakkam)

11.jantung (handayam)

12.hati (yakanam)

13.diafragma (kilomakam)

14.limpa (pihakam)

15.paru-paru (papphāsam)

16.usus (antam)

17.jaringan pengikat usus (antagunam)

18.lambung (udariyam)

19.kotoran (karīsam)

20.otak (matthalungam)

 

Ke 12 bagian ini masuk ke dalam elemen air:

21. empedu (pitam)

22. lender (semham)

23. nanah (pubbo)

24. darah (lohitam)

25. keringat (sedo)

26. lemak (medo)

27. air mata (assu)

28. serum (vasa)

29. air liur (khelo)

30. ingus (singhānika)

31. minyak sendi (lasikā)

32. urin (muttam)

 

Meditator merenungkan secara terpisah 32 bentuk kekotoran yg terkandung di dalam tubuh, dari tapak kaki sampai ke atas dan dari puncak kepala sampai ke bawah, yg terbalut kulit. Dia mempertimbangkannya secara terpisah sebagai bulu tubuh, kuku, gigi, kulit, dsb. Meditator menganalisis semua ini sehubungan dengan ANICCA, DUKKHA, DAN ANATTA.

 

Perenungan semacam ini dijelaskan sebagai “Perenungan tentang sifat-sifat menjijikkan”.

32 bentuk diatas dapat didekati dengan tujuh cara.

 

Pendekatan Berunsur-Tujuh untuk 32 bentuk diatas adl:

1.Vacasā-perbal – orang mengucapkannya dengan bersuara sambil bermeditasi.

2.Manasā – orang merenungkan masing-masing di dalam batin.

3.Vannato – sehubungan dengan warna dari setiap bagian tsb.

4.Santhānato – sehubungan dengan bentuk dan penampakan setiap bagian tsb.

5.Disā – arah lokasi masing-masing bagian tsb.

6.Okāsato – tempat lokasi masing-masing bagian tsb.

7.Pariccedato – dengan menguraikan masing-masing bagian tsb menjadi esensinya.

 

Setelah meditasi ini dipraktekkan selama beberapa waktu, meditator akan memahami dengan cukup jelas apakah 32 bagian yg menjijikan itu. Meditator akan menyadari ketidakkekalannya dan sifat-sifatnya yg menjijikkan. Dia akan menyadari bahwa tidak ada apa pun yg dapat dijelaskan sebagai “aku” atau “milikku”. Setiap bagian dapat dianalisis sehubungan dengan 3 ciri, yaitu: ANICCA, DUKKHA, dan ANATTA.

Tidak ada nafsu jasmani yg muncul ketika bentuk meditasi ini dipraktekkan. Tidak ada niat-jahat yg muncul. Tidak ada kebingungan yg muncul. Pikiran menjadi manunggal. Pikiran menjadi bebas dari kekotoran batin.

 

Pikiran menjadi selaras dengan realisasi Nibbana (Tanpa-Kematian). Oleh karenanya, perenungan tentang sifat-sifat menjijikkan ini harus dipraktekkan.
« Last Edit: 30 December 2010, 04:24:53 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #2 on: 30 December 2010, 04:14:50 PM »
PERENUNGAN JASMANI [KĀYĀNUPASSANĀ] :

5. PERENUNGAN TENTANG ELEMEN-ELEMEN DASAR (Dhātumanasikāra Pabba)

“Demikian pula, Para Bhikkhu, seorang Bikkhu merenungkan elemen-elemen dasar dari tubuh ini, bagaimana pun tubuh ini ditempatkan atau diatur, dengan mempertimbangkan elemen-elemen dasarnya. Di dalam tubuh ini ada elemen tanah, elemen air, elemen api, dan elemen angin.”

 

Tubuh para makhluk merupakan gabungan dari berbagai elemen dasar. Di dalam khotbah tentang LANDASAN KESADARAN/KEWASPADAAN BERUNSUR EMPAT, elemen-elemen dasar ini dikelompokkan menjadi:

1. Elemen tanah (Pathavīdhatu): sifatnya padat/keras, mis: jantung, ginjal, tulang, dll.

2. Elemen air (Āpodhātu): sifatnya cair, mis: darah, keringat, urin, air mata,dll.

3. Elemen panas (Tejodhātu): sifatnya hangat, manusia yg masih hidup memiliki suhu tubuh yg hangat).

4. Elemen angin (Vāyodhātu), mis: nafas, kentut, dll.

 

Elemen panas dan elemen angin di dalam tubuh dianggap sebagai kekuatan “kehidupan”. Elemen angin merupakan agen aktif di dalam tubuh. Elemen angin juga muncul karena elemen panas. Elemen angin memberikan kekuatan pada tubuh ini. Selama elemen panas di dalam tubuh ini masih ada, selama itu pula tubuh akan tetap hidup. Begitu elemen panas meninggalkan tubuh sepenuhnya, pada saat itu pula makhluk itu dinyatakan mati. Pada titik itu, elemen angin juga menjadi tdk aktif.

 

“Dhātu Manasikāra Bhāvanā” adl Perenungan tentang elemen-elemen dasar. Elemen dasar adl bentuk asli dari suatu objek. Ada empat elemen dasar di dunia, yi empat elemen yg membentuk segalanya. Elemen-elemen ini dijelaskan sebagai “EMPAT ELEMEN BESAR”.

Tubuh manusia bekerja karena gabungan dari empat elemen ini. Bermeditasi tentang elemen-elemen dasar ini adl perenungan, bahwa kecuali empat elemen dasar ini para makhluk tidak memiliki suatu jiwa atau suatu diri yg dapat dipisahkan.

 

Meditasi tentang 32 kekotoran tubuh membuat meditator menyadari bahwa tubuh ini terdiri dari 32 kekotoran. Dari 32 ini, yg 20 bagian termasuk elemen tanah dan 12 bagian elemen air. Bahkan setelah suatu makhluk mati, elemen-elemen ini tetap ada.

 

Andaikata seorang tukang daging menyembelih sapi jantan. Lalu dia menjual dagingnya di perempatan jalan, dengan memisah-misahkannya menjadi empat bagian. Pada titik itu, konsep “sapi jantan” pun lenyap, dan orang-orang menyebutnya “daging sapi”.

 

Demikian pula, meditator juga merenungkan tubuh sebagai gabungan dari berbagai elemen yg membentuk tubuh. Meditator mempertimbangkan bahwa tidak ada makhluk; yg ada hanyalah empat elemen itu. Dia mulai merenungkan bahwa tidak ada individu, tidak ada diri; yg ada hanyalah elemen-elemen dasar itu. Dia merenungkan bahwa tidak ada individu, tidak ada “diri”, tidak ada jiwa. Melalui perenungan dengan cara itu, maka perasaan “aku” dan “milikku” pun mulai lenyap. Pikiran menjadi tenang dan hening. Pikiran membebaskan dirinya dari kekotoran-kekotoran batin. Pikiran pun condong ke arah kebahagiaan tertinggi – Nibbana.

 

Kapan pun mediator dapat menyisihkan waktu, dia harus berkonsentrasi pada elemen-elemen dasar ini. Dia harus mulai bermeditasi tentang empat elemen ini. Dia harus mempraktekkannya dengan tekun.

 6. PERENUNGAN TENTANG MAYAT DENGAN SEMBILAN BENTUK (Navasīvathika Pabba)

“Sīvathika” berarti tempat mayat. Ada sepuluh bentuk meditasi yg berkonsentrasi pada mayat-mayat yg dibuang di pekuburan. Hal ini telah dijelaskan sebagai 10 objek meditasi yg menjijikkan. Dari 10 ini, hanya 9 yg diberikan di dalam khotbah tentang Pengembangan Perhatian, yg disebut “PERENUNGAN TENTANG MAYAT DENGAN 9 BENTUK DI PEKUBURAN”.

 

Di masa lalu, mayat-mayat tdk dikubur. Ritual utk mengkremasikan mayat juga tdk ada. Pada zaman itu, mayat dibungkus kain dan dibuang di tempat mayat jauh di dalam hutan. Mereka yg bermeditasi menunggu kesempatan ini dan biasanya mereka merenungkan mayat itu. Namun, kini mayat tdk dibuang demikian saja di kuburan. Akibatnya, di masa sekarang sungguh amat sulit mempraktekkan jenis meditasi perenungan tentang mayat dengan Sembilan bentuk di pekuburan.

 

Meditasi mengenai 9 bentuk mayat dapat dipraktekkan dengan bantuan ilustrasi. Bentuk meditasi ini cocok bagi mereka yg mempunyai watak penuh nafsu keinginan.

 

Meditator yg telah pergi ke hutan utk bermeditasi, atau meditator yg tinggal di desa atau kota, dapat berlatih dengan memandangi ilustrasi-ilustrasi itu. Meditator itu merenungkan demikian: “tubuhku pun, juga seperti itu. Tubuhku pun, juga memiliki sifat yg sama. Tubuhku pun, juga tdk meninggalkan sifat tdk-kekal ini”. Dia harus merenungkan jasad yg mati itu sehubungan dengan ketidak-kekalan, penderitaan, dan tanpa-jiwa. Mediator hrs mencoba merenungkan tiga cirri kehidupan ini, dan harus mengerahkan usaha utk mengembangkan pandangan terang.

 

Masih ada hal lain yg harus diingat. Mayat perempuan tdk cocok utk meditator pria, dan mayat pria tdk cocok utk meditator pria. Mengapa demikian? Karena objek meditasi yg berlawanan jenis ini bisa membangkitkan nafsu jasmani.

 

Ada 9 objek di dalam 9 bentuk meditasi di pekuburan, objek-ojek itu adl:

1. mayat yang membengkak (Uddhumātakam)

2. mayat yang berupa biru kehitaman (Vinīlakam)

3. mayat yang mengeluarkan nanah (Vipubbakam)

4. mayat yang mulai membusuk (Vicchiddakam)

5. mayat yang dimakan oleh binatang (Vikkhāyitakam)

6. mayat dengan bagian-bagian yang tercerai-berai (Vikkhittakam)

7. mayat yang telah terurai Hata (Vikkhittakam)

8. mayat yang menegluarkan darah (Lohitakam)

9. mayat yang dipenuhi cacing (Pulāvakam) Dengan memandangi ilustrasi itu, meditator harus mengatakan:

Ayam’pi kho kāyo Evam dhammo, evam bhāvi, etam anatīto’ti.

“Tubuhku pun, juga memiliki sifat yg sama. Tubuhku pun, juga akan menjadi seperti ini. Situasi ini tdk dapat ditinggalkan”.

 

Meditator harus merenungkan sehubungan dengan tiga ciri: ANICCA, DUKKHA, DAN ANATTA. Pandangan terang pun muncul karenanya. Meditasi ini akan membantu anda utk mengurangi nafsu keinginan atau kemelekatan dan kekaguman terhadap tubuh manusia.

 

9 objek meditasi ini harus direnungkan dalam 9 tahap. Meditator membandingkan tubuhnya sendiri dengan mayat itu. Hal ini akan menghapus rasa akan “diri” dan perasaan tentang “aku” dan “milikku” pada diri meditator. Ketika rasa akan diri ini terhapus, kebijaksanaan yg diperlukan utk mewujudkan Nibbana akan mulai muncul pada meditator itu. Meditasi tahap pertama perenungan mayat di pekuburan harus dipraktekkan sehubungan dengan ketidak-kekalan, penderitaan, dan tanpa-diri. Meditasi tahap pertama perenungan mayat di pekuburan harus dipraktekkan agak lama. Kemudian, mediator harus melanjutkan ke meditasi tahap kedua perenungan mayat di pekuburan. Meditator harus mengerahkan usaha utk menjalankan perenungan tentang mayat dengan Sembilan bentuk di pekuburan dengan cara ini.
« Last Edit: 30 December 2010, 04:25:29 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #3 on: 30 December 2010, 04:18:19 PM »
PERENUNGAN 2 : PERENUNGAN PERASAAN [VEDANĀNUPASSANĀ]


PERASAAN (VEDANA) mengandung arti MENGALAMI, dan ini TIDAK KEKAL. Ketika indera bertemu dengan objek indera, maka kesadaran indera pun muncul, akibatnya terjadilah kontak. Kontak inilah yang menimbulkan "MENGALAMI PERASAAN".

 

Lima unsur indera bertemu lima objek indera:

1.      Mata – objek visual

Ketika mata BERTEMU objek visual, benda itu dikenali sebagai suatu objek visual, sehingga kesadaran melihat pun muncul.

 

2.      Telinga – suara

Ketika telinga BERTEMU suara, benda itu dikenali sebagai suatu suara, sehingga kesadaran mendengar pun muncul.

 

3.      Hidung – bebauan

 Ketika hidung BERTEMU bebauan, benda itu dikenali sebagai suatu bebauan, sehingga kesadaran mencium/membaui pun muncul.

 

4.      Lidah – citarasa

Ketika lidah BERTEMU citarasa, benda itu dikenali sebagai suatu citarasa, sehingga kesadaran merasakan pun muncul.

 

5.      Tubuh – sentuhan

 Ketika tubuh BERTEMU sentuhan, benda itu dikenali sebagai suatu sentuhan, sehingga kesadaran sentuhan pun muncul.

 

 
 

Ketika indera-indera tersebut menerima/bertemu objek-objek indera, maka terjadilah MENGALAMI. ‘Mengalami’ ini memiliki 3 unsur: yaitu:

1.Mengalami yang menyenangkan (sensasi menyenangkan)

2.Mengalami yang tidak menyenangkan (sensasi tidak menyenangkan)

3.Mengalami yang netral (bukan menyenangkan, pun bukan tidak menyenangkan)

 

 

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang Landasan Kewaspadaan/Kesadaran, MEDITASI TENTANG OBJEK PERASAAN [VEDANĀNUPASSANĀ] INI TELAH DIKELOMPOKKAN MENJADI 9 BAGIAN, yaitu:


1. Ketika MENGALAMI kebahagiaan, MENYADARI bahwa kebahagiaan sedang dialami.


Misalnya: ketika mata menerima pengalaman-pengalaman menyenangkan yang disebabkan oleh objek-objek visual, maka yang muncul adalah pengalaman yang membahagiakan, sehingga disebut mengalami yang menyenangkan (kebahagiaan).

 

2. Ketika MENGALAMI penderitaan, MENYADARI bahwa penderitaan sedang dialami.

Misalnya: ketika mata menerima pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh objek-objek visual, maka yang muncul adalah pengalaman yang tidak membahagiakan, sehingga disebut mengalami yang tidak menyenangkan (penderitaan).

 

3. Ketika MENGALAMI perasaan mental yang bukan kebahagiaan- pun bukan penderitaan, MENYADARI bahwa suatu perasaan mental sedang dialami.

Misalnya: ketika mata menerima pengalaman-pengalaman yang bukan menyenangkan - pun bukan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh objek-objek visual, maka yang muncul adalah pengalaman yang bukan menyenangkan - pun bukan tidak menyenangkan, sehingga disebut mengalami perasaan mental yang netral.

 

4. Ketika MENGALAMI suatu kesenangan duniawi, MENYADARI bahwa suatu kesenangan duniawi sedang dialami. Kesenangan indera berunsur-lima menimbulkan kesenangan duniawi. 

 

5. Ketika MENGALAMI suatu kesenangan spritual, MENYADARI bahwa suatu kesenangan spritual,  sedang dialami. Ketika seorang individu dipisahkan dari kesenangan indera berunsur-lima, dia mengalami “sukacita (kesenangan) spiritual”. Meninggalkan kesenangan indera berunsur-lima ini juga disebut “meninggalkan keduniawian”.

 

6. Ketika MENGALAMI suatu penderitaan duniawi, MENYADARI bahwa suatu penderitaan duniawi sedang dialami. Hilangnya kesenangan indera berunsur-lima itu menimbulkan sensasi atau pengalaman “ketidak-bahagiaan (penderitaan) duniawi”. 

 

7. Ketika MENGALAMI suatu penderitaan spritual, MENYADARI bahwa suatu penderitaan spritual,  sedang dialami. Penderitaan yang disebabkan oleh kesenangan indera berunsur-lima disebut “penderitaan spiritual”.

 

8. Ketika MENGALAMI suatu perasaan duniawi yang netral, MENYADARI bahwa suatu perasaan duniawi yang netral sedang dialami. Adanya atau tidak adanya kesenangan indera berunsur-lima bisa menimbulkan sensasi netral, dimana tidak dapat dikatakan ada kesenangan indera atau tidak ada kesenangan indera.

 

9. Ketika MENGALAMI suatu perasaan spritual yang netral, MENYADARI bahwa suatu perasaan spritual yang netral sedang dialami. Keadaan netral yang ditimbulkan oleh bukannya memisahkan diri – pun bukan tidak memisahkan diri dari kesenangan indera berunsur-lima itu disebut “sensasi netral spiritual”.

 

 

Dan kemudian dia harus merenungkan semua sensasi-sensasi itu bahwa sensasi-sensasi itu hanya merupakan proses-proses yang terjadi di pikiran saja. Tetapi tdk ada orang atau diri yang mengalaminya. Tdk ada kehidupan yang mengalaminya. Tdk ada suatu jiwa yang dapat dianggap sebagai "aku" atau "milikku".

 

PERENUNGAN PERASAAN berarti analisis mengenai semua sensasi itu sehubungan dengan ANICCA (ketidakkekalan), DUKKHA (penderitaan), dan ANATTA (tanpa-jiwa), serta MENJADI SADAR AKAN HAL ITU.  Anda harus mengarahkan pikiran anda sehubungan dengan pengalaman, sensasi, dan perasaaan yang anda terima.
« Last Edit: 30 December 2010, 04:25:49 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #4 on: 30 December 2010, 04:20:21 PM »
PERENUNGAN 3 : PERENUNGAN PIKIRAN [CITTĀNUPASSANĀ]


Pikiran memiliki kekuatan yang luar biasa. Satu-satunya orang suci yang menemukan sifat-sifat pikiran adalah Sang Buddha. Beliau mampu menemukannya dgn cara mengembangkan pikiran. Mengembangkan pikiran berarti melaksanakan meditasi dgn seluruh rangkaiannya sesuai petunjuk-Nya. Jika orang mempraktekkan meditasi sesuai dgn instruksi-instruksi metodis yang diberikan, pikiran pun akan berkembang. Pikiran yang terkonsentrasi akan mencondongkan diri ke arah kebijaksanaan yang transendental.

 

Mengendalikan pikiran memang sulit, jauh lebih sulit daripada menjinakkan kerbau liar. Pikiran bergoncang dan bergetar bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air. Pikiran berpindah ke berbagai buah-pikir dan berbagai objek. Meditator, yang merenungkan pikiran di dalam pikirannya sendiri, menyadari/mengetahui kesadaran yang muncul di dalam pikiran pada setiap tahap. Kesadaran seseorang pada setiap momen itulah yang merupakan “PERENUNGAN PIKIRAN”

 

Di dalam Khotbah Sang Buddha tentang Landasan Kewaspadaan/Kesadaran, meditasi tentang objek pikiran ini telah dikelompokkan menjadi 16 bagian, yaitu:

1. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg penuh nafsu jasmani HANYA SEBAGAI pikiran yg penuh nafsu jasmani.

 

2. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg bebas dari nafsu jasmani HANYA SEBAGAI pikiran yg bebas dari nafsu jasmani.

 

3. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg dipengaruhi oleh kebencian HANYA SEBAGAI pikiran yg dipengaruhi oleh kebencian.

 

4. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg tidak dipengaruhi oleh kebencian HANYA SEBAGAI pikiran yg tidak dipengaruhi oleh kebencian.

 

5. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg dipengaruhi kebodohan HANYA SEBAGAI pikiran yg dipengaruhi kebodohan.

 

6. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg tidak dipengaruhi kebodohan HANYA SEBAGAI pikiran yg tidak dipengaruhi kebodohan.

 

7. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg berkontraksi HANYA SEBAGAI pikiran yg berkontraksi.

 

8. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg berbelok/tercerai-berai HANYA SEBAGAI pikiran yg berbelok/tercerai-berai.

 

9. MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg telah berkembang HANYA SEBAGAI pikiran yg telah berkembang.

 

10.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg belum berkembang HANYA SEBAGAI pikiran yg belum berkembang.

 

11.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg dapat dilampaui HANYA SEBAGAI pikiran yg dapat dilampaui.

 

12.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg belum dapat dilampaui HANYA SEBAGAI pikiran yg belum dapat dilampaui.

 

13.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg terkonsentrasi HANYA SEBAGAI pikiran yg terkonsentrasi.

 

14.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg tidak terkonsentrasi HANYA SEBAGAI pikiran yg tidak terkonsentrasi.

 

15.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg terbebas HANYA SEBAGAI pikiran yg terbebas.

 

16.MENYADARI / MENGETAHUI pikiran yg belum terbebas HANYA SEBAGAI pikiran yg belum terbebas.


 

 

Sebagai LANGKAH PERTAMA, meditator harus MENGIDENTIFIKASI masing-masing keadaan pikirannya.


 

Kemudian, dia harus MENGENALI KETIDAK-KEKALAN dari setiap keadaan-keadaan itu.


 

Ketika menyadari keadaan-keadaan pikiran ini, dia harus SADAR bahwa keadaan-keadaan ini TIDAK DICIPTAKAN oleh suatu makhluk atau suatu diri yg manapun, MELAINKAN SEMATA-MATA HANYALAH PROSES DARI TUBUH.

 

Dia harus merenungkan bahwa KEADAAN-KEADAAN PIKIRAN YG MUNCUL DAN LENYAP ITU TIDAK-KEKAL.

 

Dia harus memikirkannya SEBAGAI PENDERITAAN.

 

Dia harus memikirkannya SEBAGAI TANPA-JIWA.
« Last Edit: 30 December 2010, 04:26:04 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #5 on: 30 December 2010, 04:22:11 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.1 LIMA RINTANGAN BATIN


Ungkapan DHAMMĀNUPASSANĀ dapat diartikan sebagai perenungan terhadap fenomena batin-jasmani.

Perenungan tentang fenomena batin-jasmani ini dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

 1.  Lima Rintangan Batin [Nīvarana Pabba] 

 2.  Lima Kelompok Kemelekatan [Khanda Pabba]

 3.  Enam Landasan Indera Internal Dan Eksternal [Āyatana Pabba]

 4.  Tujuh Faktor Pencerahan [Bojjhanga Pabba]

 5.  Empat Kebenaran Mulia [Catu Sacca Pabba]

**************************************************

 

 

1.      LIMA RINTANGAN BATIN [NĪVARANA PABBA]

Lima rintangan batin ini menghancurkan dan menumpulkan konsentrasi dan pengetahuan supra-normal, serta melemahkan kebijaksanaan dan menyuburkan kegelapan batin. Itulah sebabnya hal-hal ini digambarkan sebagai rintangan dan penghalang bagi batin.

 

Lima rintangan batin tersebut adl:


 

1. NAFSU INDERA [Kāmacchanda]

 Yang dimaksudkan dgn nafsu indera adalah memanjakan diri di dalam kesenangan-kesenangan indera yaitu nafsu yg mendalam terhadap objek-objek indera. Ketika orang merenungkan semua objek ini sebagai yg menyenangkan, nafsu yg mendalam ini pun muncul.

 

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, nafsu indera yg mendalam yg muncul di dalam pikiran dapat direnungkan dgn lima cara berikut:

1. Jika nafsu indera ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa nafsu indera ada di dalam pikirannya.

2. Jika nafsu indera TIDAK ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa nafsu indera tidak ada di dalam pikirannya.

3. Jika nafsu indera YANG SEBELUMNYA TIDAK ADA, SEKARANG TELAH MUNCUL di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa nafsu indera yg sebelumnya tidak ada, sekarang telah muncul di dalam pikirannya.

4. Jika nafsu indera YANG TADINYA MUNCUL di dalam pikirannya SEKARANG TELAH LENYAP, meditator menjadi SADAR bahwa nafsu indera yang tadinya muncul di dalam pikirannya sekarang telah lenyap.

5. Jika nafsu indera YANG TELAH LENYAP dari pikirannya TIDAK MUNCUL LAGI di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa nafsu indera yang telah lenyap dari pikirannya tidak muncul lagi di dalam pikirannya.

 

 

2. NIAT JAHAT [Vyāpāda]

 Niat jahat dijelaskan sebagai kemarahan, kejengkelan, kemurkaan, rasa tidak senang, dsb. Niat jahat ini menghalangi jalan menuju pembebasan.

 

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, niat jahat yg muncul di dalam pikiran dapat direnungkan dgn lima cara berikut:

1. Jika niat jahat itu ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa niat jahat itu ada di dalam pikirannya.

2. Jika niat jahat itu TIDAK ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa niat jahat itu tidak ada di dalam pikirannya.

3. Jika niat jahat YANG SEBELUMNYA TIDAK ADA, SEKARANG TELAH MUNCUL di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa niat jahat yg sebelumnya tidak ada, sekarang telah muncul di dalam pikirannya.

4. Jika niat jahat YANG TADINYA MUNCUL di dalam pikirannya SEKARANG TELAH LENYAP, meditator menjadi SADAR bahwa niat jahat yang tadinya muncul di dalam pikirannya sekarang telah lenyap.

5. Jika niat jahat YANG TELAH LENYAP dari pikirannya TIDAK MUNCUL LAGI di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa niat jahat yang telah lenyap dari pikirannya tidak muncul lagi di dalam pikirannya.

 

 

3. KEMALASAN DAN KELAMBANAN [Thīna Middha]

Ungkapan “thīna” berarti kemalasan pikiran – kelambanan yg dirasakan seseorang. Perasaan ini muncul bersama. Ketika pikiran menjadi tidak aktif, buah pikir juga menjadi tidak aktif. Oleh karenanya kemalasan dan kelambanan ini menghalangi jalan menuju pembebasan.

 

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kemalasan dan kelambanan yg muncul dapat direnungkan dgn lima cara berikut:

1. Jika kemalasan dan kelambanan itu ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kemalasan dan kelambanan itu ada di dalam pikirannya.

2. Jika kemalasan dan kelambanan itu TIDAK ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kemalasan dan kelambanan itu tidak ada di dalam pikirannya.

3. Jika kemalasan dan kelambanan YANG SEBELUMNYA TIDAK ADA, SEKARANG TELAH MUNCUL di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kemalasan dan kelambanan yg sebelumnya tidak ada, sekarang telah muncul di dalam pikirannya.

4. Jika kemalasan dan kelambanan YANG TADINYA MUNCUL di dalam pikirannya SEKARANG TELAH LENYAP, meditator menjadi SADAR bahwa kemalasan dan kelambanan yang tadinya muncul di dalam pikirannya sekarang telah lenyap.

5. Jika kemalasan dan kelambanan YANG TELAH LENYAP dari pikirannya TIDAK MUNCUL LAGI di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kemalasan dan kelambanan yang telah lenyap dari pikirannya tidak muncul lagi di dalam pikirannya.

 

 

4. KEGELISAHAN DAN PENYESALAN [Uddhacca Kukkucca]

 “Uddhacca” berarti kegelisahan/keresahan pikiran, bagaikan bendera yg terperangkap di dalam angin. Pikiran menjadi bergejolak dan tidak tenang. Sedangkan “Kukkucca” berarti penyesalan. Karena kegelisahan dan penyesalan, berbagai aktivitas luhur menjadi terhalang. Keadaan pikiran ini digambarkan sebagai kegelisahan dan penyesalan yg merupakan rintangan dan penghalang menuju pembebasan.

 

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kegelisahan dan penyesalan yg muncul dapat direnungkan dgn lima cara berikut:

1. Jika kegelisahan dan penyesalan itu ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kegelisahan dan penyesalan itu ada di dalam pikirannya.

2. Jika kegelisahan dan penyesalan itu TIDAK ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kegelisahan dan penyesalan itu tidak ada di dalam pikirannya.

3. Jika kegelisahan dan penyesalan YANG SEBELUMNYA TIDAK ADA, SEKARANG TELAH MUNCUL di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kegelisahan dan penyesalan yg sebelumnya tidak ada, sekarang telah muncul di dalam pikirannya.

4. Jika kegelisahan dan penyesalan YANG TADINYA MUNCUL di dalam pikirannya SEKARANG TELAH LENYAP, meditator menjadi SADAR bahwa kegelisahan dan penyesalan yang tadinya muncul di dalam pikirannya sekarang telah lenyap.

5. Jika kegelisahan dan penyesalan YANG TELAH LENYAP dari pikirannya TIDAK MUNCUL LAGI di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa kegelisahan dan penyesalan yang telah lenyap dari pikirannya tidak muncul lagi di dalam pikirannya.

 

 

5. KERAGUAN [Vicikicchā]


 “Vicikicchā” berarti keraguan, yaitu ketidak-mampuan untuk dgn jelas memahami objek-objek pikiran yg muncul di dalam pikiran seseorang.

 

Keragu-raguan ini ada delapan bentuknya, yaitu:

   1. Keraguan terhadap Sang Buddha
   2. Keraguan terhadap Ajaran Sang Buddha (Dhamma)
   3. Keraguan terhadap Persaudaraan Para Suci (Sangha)
   4. Keraguan terhadap peraturan-peraturan Vinaya
   5. Keraguan terhadap kelahiran-kelahiran sebelumnya
   6. Keraguan terhadap kelahiran-kelahiran berikutnya
   7. Keraguan terhadap kelahiran-kelahiran lampau maupun yg akan datang
   8. Keraguan terhadap asal mula yang saling bergantungan (12 Nidana)

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, keraguan yg muncul dapat direnungkan dgn lima cara berikut:

1. Jika keraguan itu ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa keraguan itu ada di dalam pikirannya.

2. Jika keraguan itu TIDAK ADA di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa keraguan itu tidak ada di dalam pikirannya.

3. Jika keraguan YANG SEBELUMNYA TIDAK ADA, SEKARANG TELAH MUNCUL di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa keraguan yg sebelumnya tidak ada, sekarang telah muncul di dalam pikirannya.

4. Jika keraguan YANG TADINYA MUNCUL di dalam pikirannya SEKARANG TELAH LENYAP, meditator menjadi SADAR bahwa keraguan yang tadinya muncul di dalam pikirannya sekarang telah lenyap.

5. Jika keraguan YANG TELAH LENYAP dari pikirannya TIDAK MUNCUL LAGI di dalam pikirannya, meditator menjadi SADAR bahwa keraguan yang telah lenyap dari pikirannya tidak muncul lagi di dalam pikirannya.

 
« Last Edit: 30 December 2010, 04:26:18 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #6 on: 24 January 2011, 04:26:13 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.2 LIMA KELOMPOK KEMELEKATAN


Ungkapan DHAMMĀNUPASSANĀ dapat diartikan sebagai perenungan terhadap fenomena batin-jasmani.

Perenungan tentang fenomena batin-jasmani ini dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

 1.  Lima Rintangan Batin [Nīvarana Pabba]

 2.  Lima Kelompok Kemelekatan [Khanda Pabba]

 3.  Enam Landasan Indera Internal Dan Eksternal [Āyatana Pabba]

 4.  Tujuh Faktor Pencerahan [Bojjhanga Pabba]

 5.  Empat Kebenaran Mulia [Catu Sacca Pabba]


**************************************************


2. LIMA KELOMPOK KEMELEKATAN (PAÑCAKKHANDA PABBA)

 
Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN dikatakan bahwa perenungan terhadap PAÑCAKKHANDA adalah salah satu cara dalam perenungan terhadap dhamma (fenomena; realita).

 
Para makhluk tersusun dari lima kelompok khandha, yaitu:

1. Kelompok Materi/Jasmani [Rūpakkhandha]

Meditator merenungkan bentuk-bentuk materi (jasmaniah).

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kelompok materi/jasmani dapat direnungkan dgn tiga cara berikut:

a. Merenungkan bentuk-bentuk materi sebagai kelompok materi/jasmani.

b. Merenungkan asal-mula bentuk-bentuk materi dari kelompok materi/jasmani.

c. Merenungkan lenyapnya atau leburnya bentuk-bentuk materi.

 

2. Kelompok Perasaan [Vedanākkhandha]

Meditator merenungkan macam-macam perasaan.

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kelompok perasaan dapat direnungkan dgn tiga cara berikut:

a. Merenungkan macam-macam perasaan sebagai kelompok perasaan.

b. Merenungkan asal-mula perasaan.

c. Merenungkan lenyapnya atau leburnya perasaan.

 

3. Kelompok Persepsi [Saññakkhandha]

Meditator merenungkan macam-macam persepsi.

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kelompok persepsi dapat direnungkan dgn tiga cara berikut:

a. Merenungkan macam-macam persepsi sebagai kelompok persepsi.

b. Merenungkan asal-mula persepsi.

c. Merenungkan lenyapnya atau leburnya persepsi.

 

4. Kelompok Bentuk-bentuk Pikiran [Sankhārakkhandha]


Meditator merenungkan bentuk-bentuk pikiran.

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kelompok bentuk-bentuk pikiran dapat direnungkan dgn tiga cara berikut:

a. Merenungkan bentuk-bentuk pikiran sebagai kelompok bentuk-bentuk pikiran.

b. Merenungkan asal-mula bentuk-bentuk pikiran.

c. Merenungkan lenyapnya atau leburnya bentuk-bentuk pikiran.

 

5. Kelompok Kesadaran [Viññānakkhandha]

Meditator merenungkan macam-macam kesadaran (consciousness).

Di dalam KHOTBAH SANG BUDDHA tentang LANDASAN KEWASPADAAN/KESADARAN, kelompok kesadaran dapat direnungkan dgn tiga cara berikut:

a. Merenungkan macam-macam kesadaran sebagai kelompok kesadaran.

b. Merenungkan asal-mula kesadaran.

c. Merenungkan lenyapnya atau leburnya kesadaran.

 

Ketika lima kelompok kemelekatan ini direnungkan, dgn menganalisis masing-masing kelompok menjadi tiga bagian, diperoleh lima belas pengelompokkan tentang lima kelompok kemelekatan. Pengelompokan ini digunakan utk meditasi mengenai kelompok kemelekatan. Praktek harus dilakukan dgn merenungkan masing-masing kelompok sebagaimana adanya, memeriksa bagaimana masing-masing kelompok kemelekatan itu berasal-mula, dan bagaimana masing-masing lenyap atau lebur. Dengan mengamati apa adanya sifat-sifat lima kelompok kemelekatan ini, ketidak-kekalannya harus direnungkan. Karena kelompok ini tidak kekal (karena terkondisi), maka muncullah penderitaan. Penderitaan muncul karena adanya gagasan, ide, atau rasa akan ‘diri, diriku, milikku’. Meditator harus merenungkan lima kelompok kemelekatan ini sehubungan dgn tiga ciri universal – ANICCA, DUKKHA, ANATTA.
 

« Last Edit: 24 January 2011, 04:39:57 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #7 on: 24 January 2011, 04:46:45 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.3 ENAM LANDASAN INDERA


Ungkapan DHAMMĀNUPASSANĀ dapat diartikan sebagai perenungan terhadap fenomena batin-jasmani.

Perenungan tentang fenomena batin-jasmani ini dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

 1.  Lima Rintangan Batin [Nīvarana Pabba]

 2.  Lima Kelompok Kemelekatan [Khanda Pabba]

 3.  Enam Landasan Indera Internal Dan Eksternal [Āyatana Pabba]

 4.  Tujuh Faktor Pencerahan [Bojjhanga Pabba]

 5.  Empat Kebenaran Mulia [Catu Sacca Pabba]

**************************************************


3.   ENAM LANDASAN INDERA INTERNAL DAN EKSTERNAL (ĀYATANA PABBA)


Ada 12 landasan indera utama. Organ-organ indera para makhluk dan objek-objek indera itu bersama-sama dijelaskan sebagai landasan-landasan indera, yg dikelompokkan menjadi landasan-landasan indera internal dan eksternal. “Internal” berarti di dalam tubuh itu sendiri, sedangkan “Eksternal” berarti di luar tubuh.

6 Landasan Indera internal dan eksternal:
1.   Mata [Cakkāyatana]– Objek-objek visual [Rupāyatana]
2.   Telinga [Sotāyatana] – Objek-objek suara [Saddāyatana]
3.   Hidung [Ghānāyatana] – Objek-objek bebauan [Gandhāyatana]
4.   Lidah [Jivhāyatana] – Objek-objek citarasa [Rasāyatana]
5.   Tubuh [Kayāyatana] – Objek-objek sentuhan [Potthabbāyatana]
6.   Pikiran [Manāyatana] – Fenomena-fenomena mental [Dhammāyatana]


Semua itu disebut “āyatana” (Landasan-landasan indera) karena mereka memperpanjang siklus kehidupan. Para makhluk melihat objek-objek visual dgn mata, mereka mendengar dgn telinga, mereka mencium dgn hidung, mereka berbicara dgn lidah, mereka mengalami sentuhan atau kontak dgn tubuh, mereka berpikir dgn pikiran. Karena kekotoran-kekotoran batin ini, perjalanan dalam siklus kelahiran pun menjadi panjang. Mereka yg bermeditasi mengenai landasan-landasan indera harus merenungkan masing-masing landasan secara terpisah.

Perenungan terhadap masing-masing landasan tersebut adl sebagai berikut:
1.   Mata [Cakkāyatana]– Objek-objek visual [Rupāyatana]
  a.   Meditator mengenali mata maupun objek-objek visual.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena mata dan objek visual, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena mata dan objek visual, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

2.   Telinga [Sotāyatana] – Objek-objek suara [Saddāyatana]

  a.   Meditator mengenali telinga maupun objek-objek suara.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena telinga dan objek suara, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena telinga dan objek suara, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

3.   Hidung [Ghānāyatana] – Objek-objek bebauan [Gandhāyatana]

  a.   Meditator mengenali hidung maupun objek-objek bebauan.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena hidung dan objek bebauan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena hidung dan objek bebauan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

4.   Lidah [Jivhāyatana] – Objek-objek citarasa [Rasāyatana]
  a.   Meditator mengenali lidah maupun objek-objek citarasa.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena lidah dan objek-objek citarasa, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena lidah dan objek-objek citarasa, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

5.   Tubuh [Kayāyatana] – Objek-objek sentuhan [Potthabbāyatana]
  a.   Meditator mengenali tubuh maupun objek-objek sentuhan.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena tubuh dan objek-objek sentuhan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena tubuh dan objek-objek sentuhan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

6.   Pikiran [Manāyatana] – Fenomena mental [Dhammāyatana]
  a.   Meditator mengenali pikiran maupun fenomena-fenomena mental.
  b.   Jika satu belenggu akan muncul karena tubuh dan objek-objek sentuhan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  c.   Jika satu belenggu baru muncul karena tubuh dan objek-objek sentuhan, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  d.   Jika belenggu yg telah muncul itu akan lenyap, meditator menjadi sadar akan hal itu.
  e.   Jika belenggu yg telah terhapus tidak akan muncul lagi, meditator menjadi sadar akan hal itu.

Bila meditasi dgn 6 obyek landasan indera internal dan eksternal direnungkan dgn lima cara tersebut, maka akan munculah suatu pandangan yg terang tentang landasan indera. Dgn cara ini, belenggu-belenggu yg memperpanjang siklus kelahiran-ulang tidak akan muncul. Praktek meditasi ini akan memberikan kesadaran yg sempurna mengenai diri seseorang dan orang lain. Kekotoran-kekotoran batin akan lenyap, dan akan membuka jalan menuju pembebasan.

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #8 on: 24 January 2011, 04:50:06 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.4 TUJUH FAKTOR PENCERAHAN


Ungkapan DHAMMĀNUPASSANĀ dapat diartikan sebagai perenungan terhadap fenomena batin-jasmani.

Perenungan tentang fenomena batin-jasmani ini dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

 1.  Lima Rintangan Batin [Nīvarana Pabba]

 2.  Lima Kelompok Kemelekatan [Khanda Pabba]

 3.  Enam Landasan Indera Internal Dan Eksternal [Āyatana Pabba]

 4.  Tujuh Faktor Pencerahan [Bojjhanga Pabba]

 5.  Empat Kebenaran Mulia [Catu Sacca Pabba]

**************************************************


4.   TUJUH FAKTOR PENCERAHAN (SATTA BOJJHAŃGA)

Bojjhańga dari kata Bodhi-ańga (Bodhi berarti Pencerahan Tertinggi) yg berarti faktor-faktor untuk mencapai Pencerahan.

Ada 7 faktor Pencerahan, yaitu:
1.   Kesadaran [Sati Sambojjhańga]
Kesadaran/perhatian yg peka dijelaskan sebagai “sati” [Sati terhadap fenomena yg muncul di dalam diri maupun diluar diri]. Sati ini penting utk menentukan yg mana baik dan buruk. Faktor pencerahan sati inilah yg diacu sebagai pembentukan kesadaran, kekuatan kesadaran, kesadaran yg benar.

2.   Penyelidikan Dhamma/Realitas [Dhammavicaya Sambojjhańga]

Yang dimaksud dgn Penyelidkan Dhamma adl menerimanya sehubungan dgn pikiran dan tubuh, dan menganalisisnya sehubungan dgn 3 ciri yaitu Annica, Dukkha, Anatta. Ini berarti penggunaan kebijaksanaan [pañña cetasika] yaitu kebijaksanaan yg dikembangkan melalui praktek meditasi. Kebijaksanaan yg dihasilkan melalui perenungan mendalam dari praktek meditasi dan didukung oleh  oleh kemantapan/ketenangan batin dijelaskan sebagai Paññindriya dan Sammā ditthi (pengertian/pemahaman benar).

3.   Semangat/Energi [Viriya Sambojjhańga]
Semangat/energi adl usaha yg dilakukan seseorang utk memisahkan yang baik dari yang buruk, dan utk mengembangkan keluhuran di dalam dirinya. Ini merupakan keadaan energi pikiran. Semangat/energi ini dijelaskan dgn berbagai cara berikut:
a.   Daya upaya yg benar [sammā vāyāma]/ usaha yg benar [sammāpadhāna].
b.   Semangat/energi utk mencapai keberhasilan [viriya iddhipāda].
c.   Semangat yg ada di dalam batin utk berusaha membebaskan diri dari dukkha [viriya indriya].
d.   Kekuatan dari faktor Semangat/energi yg ada pada batin [viriya bala].

4.   Kegiuran [Pīti Sambojjhańga]
Kesenangan dan kegembiraan yg muncul di dalam diri meditator, ketika pengetahuan benar muncul di dalam dirinya, disebut kegiuran. Meditator merenungkan bentuk-bentuk pikiran sebagai anicca (tdk kekal), dan seterusnya. Hal ini membuatnya menyadari kebenaran. Akibatnya dia mencapai suatu keadaan kegiuran yg berhubungan dgn pandangan terang dan inilah yg disebut Kegiuran sebagai Faktor Pencerahan.

5.   Ketenangan [Passaddhi Sambojjhańga]
Ketenangan adl keadaan pikiran yg tenang atau terkendali, yg muncul di dalam diri meditator, setelah kekotoran-kekotoran batin lenyap, sehingga pikiran pandangan terang dan keadaan-keadaan pikiran yg berhubungan dengannya menjadi amat damai. Ketenangan tubuh diacu sebagai ketenangan tubuh [kāya passaddhi], sedangkan ketenangan pikiran dijelaskan sebagai ketenangan pikiran [citta passaddhi]. Kedua keadaan ini dijelaskan sebagai Ketenangan sebagai Faktor Pencerahan.

6.   Konsentrasi [Samādhi Sambojjhańga]
Ketika tubuh dan pikiran menjadi tenang, pikiran berkonsentrasi pada objek yg baik/bajik. Akibatnya, pikiran tidak berkelana ke berbagai objek. Pikiran tdk menjadi tercerai-berai. Pikiran dan objek pikiran terfokus pada suatu objek tertentu. Inilah kemanunggalan pikiran – citta ekaggatā. Konsentrasi sebagai suatu Faktor Pencerahan juga dijelaskan sebagai kemampuan konsentrasi [samādhindriya], kekuatan konsentrasi [samādhi bala], dan konsentrasi benar [sammā samādhi].

7.   Keseimbangan Batin [Upekkhā Sambojjhańga]
Yang dimaksud dgn keseimbangan batin adalah mempertahankan keseimbangan antara Enam Faktor Pencerahan –seperti misalnya kesadaran- tanpa membiarkan yang satu lebih menonjol daripada yg lain. Keseimbangan batin adl keadaan pikiran yg tidak pilih-pilih, keadaan pikiran yg tdk condong ke ekstrim ini atau ekstrim lainnya. Inilah yg disebut Keseimbangan batin sebagai Faktor Pencerahan.


Meditator yg merenungkan tujuh faktor perenungan ini secara menyeluruh, harus merenungkan setiap faktor ini dgn empat cara yg berbeda.

Perenungan terhadap masing-masing Faktor Pencerahan tersebut adl sebagai berikut:
1.   Kesadaran [Sati Sambojjhańga]

a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan kesadaran di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan kesadaran itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan kesadaran belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan kesadaran yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan kesadaran yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

2.   Penyelidikan Dhamma/Realitas [Dhammavicaya Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan Penyelidikan Dhamma di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan Penyelidikan Dhamma itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa kesadaran belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan Penyelidikan Dhamma yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan Penyelidikan Dhamma yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

3.   Semangat/Energi [Viriya Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan semangat/energi di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan semangat/energi itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan semangat/energi belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan semangat/energi yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan semangat/energi yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

4.   Kegiuran [Pīti Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan kegiuran di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan kegiuran itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan kegiuran belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan kegiuran yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan kegiuran yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

5.   Ketenangan [Passaddhi Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan ketenangan di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan ketenangan itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan ketenangan belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan ketenangan yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan ketenangan yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.


6.   Konsentrasi [Samādhi Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan konsentrasi di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan konsentrasi itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan konsentrasi belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan konsentrasi yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan konsentrasi yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

7.   Keseimbangan Batin [Upekkhā Sambojjhańga]
a.   Meditator menyadari bahwa dia memiliki Faktor Pencerahan keseimbangan batin di dalam dirinya.
b.   Ketika Faktor Pencerahan keseimbangan batin itu belum muncul di dalam dirinya, meditator menyadari bahwa Faktor Pencerahan keseimbangan batin belum muncul di dalam dirinya.
c.   Meditator mengetahui cara utk dapat mengembangkan Faktor Pencerahan keseimbangan batin yg belum ada di dalam dirinya.
d.   Meditator harus melatih diri dan mengetahui cara utk mengembangkan lebih jauh lagi serta mengolah Faktor Pencerahan keseimbangan batin yg telah muncul di dalam dirinya tanpa membiarkannya lenyap.

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #9 on: 24 January 2011, 04:53:35 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.5 EMPAT KEBENARAN MULIA (1)


Ungkapan DHAMMĀNUPASSANĀ dapat diartikan sebagai perenungan terhadap fenomena batin-jasmani.

Perenungan tentang fenomena batin-jasmani ini dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

 1.  Lima Rintangan Batin [Nīvarana Pabba]

 2.  Lima Kelompok Kemelekatan [Khanda Pabba]

 3.  Enam Landasan Indera Internal Dan Eksternal [Āyatana Pabba]

 4.  Tujuh Faktor Pencerahan [Bojjhanga Pabba]

 5.  Empat Kebenaran Mulia [Catu Sacca Pabba]


**************************************************

5.   EMPAT KEBENARAN MULIA [CATU SACCA PABBA/CATU ARIYA SACCA]

Kebenaran yg diwujudkan oleh Para Buddha, Pacceka Buddha, dan Arahat dijelaskan sebagai Empat Kebenaran Mulia, yaitu:
1.   Kebenaran Mulia tentang Penderitaan [Dukkha Sacca]
2.   Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Penderitaan [Samudaya Sacca]
3.   Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan [Nirodha Sacca]
4.   Kebenaran Mulia tentang Jalan menuju Lenyapnya Penderitaan yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan [Magga Sacca]


   
Empat Kebenaran mulia direnungkan dgn cara berikut:
1.   Kebenaran Mulia tentang Penderitaan [Dukkha Sacca]

Ada 12 cara untuk merenungkan penderitaan, yaitu:
a.   Merenungkan bahwa kelahiran adl penderitaan [Jāti]
b.   Merenungkan bahwa menjadi tua adl penderitaan [Jarā]
c.   Merenungkan bahwa kematian adl penderitaan [Marana]
d.   Merenungkan bahwa kesedihan adl penderitaan [Soka]
e.   Merenungkan bahwa ratap tangis adl penderitaan [Parideva]
f.   Merenungkan bahwa rasa sakit adl penderitaan [Dukkha]
g.   Merenungkan bahwa kesedihan adl penderitaan [Domanassa]
h.   Merenungkan keputus-asaan adl penderitaan [Upāyāsa]
i.   Merenungkan bahwa berhubungan dgn yg tidak disenangi adl penderitaan [Appiyehisampayogo Dukkho]
j.   Merenungkan bahwa berpisah dari yg disenangi adl penderitaan [Piyehi Vippayogo Dukkho]
k.   Merenungkan bahwa tidak memperoleh apa yg diinginkan adl penderitaan [Yammpiccham Na Labhati Tampi Dukkham]
l.   Singkatnya bahwa lima kelompok kemelekatan adl penderitaan [Samkhittena Pancū-Pādānakkhandā Dukkhā]
Kebenaran Mulia tentang penderitaan telah ditunjukkan dgn cara itu. Penderitaan ini umum bai manusia dan juga bagi Dewa, penderitaan ini umum bagi semua makhluk. Bagi makhluk apapn yg terlahir ke dunia ini, kematian merupakan suatu kepastian. Kematian tdk dapat dihindari. Karena itu, lima kelompok kemelekatan itu semuanya dipenuhi penderitaan. Menyadari sifat alami penderitaan memungkinkan meditator utk menyeberangi ingkaran tumimbal lahir.

2.    Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Penderitaan [Samudaya Sacca]
Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Penderitaan menjelaskan penyebab yg membuat penderitaan itu menjadi ada.
“O Para Bhikkhu! Apa yg membentuk Kebenaran Mulia mengenai Asal Mula Penderitaan ini? Nafsu keinginan-lah yang membawa menuju kelahiran kembali – nafsu keserakahan akan kesenangan dimana pun memungkinkan. Nafsu macam apakah ini? Inilah nafsu keinginan itu:
a.   Nafsu keinginan akan kesenangan-kesenangan indera [Kāmatanhā].
Merupakan nafsu keinginan akan objek-indera berunsur-lima, yaitu objek-objek penglihatan, objek-objek suara, objek-objek bebauan, objek-objek citarasa, dan objek-objek sentuhan. Ini berarti nafsu keinginan utk memperoleh objek-objek indera berunsur lima itu.

b.   Nafsu keinginan utk terlahir kembali/dumadi [Bhavatanhā].
Merupakan nafsu keinginan yg berhubungan dgn kepercayaan bahwa dumadi itu tidak berakhir. Inilah yg disebut kepercayaan pada kehidupan yg abadi dan kepribadian yg tidak ada akhirnya. Beberapa orang cenderung percaya bahwa kelahiran di alam-alam materi dan tanpa-materi adl kesenangan abadi. Kepercayaan ini membuat orang berpikir bahwa kesenangan-kesenangan dan kehidupan berlangsung selamanya, tidak berubah.

c.   Nafsu keinginan utk tidak terlahir kembali [Vibhavatanhā].
Merupakan kepercayaan yg berhubungan dgn pandangan kelenyapan total. Menurut pandangan ini, para makhluk tidak pernah terlahir kembali setelah kematian.

Demikianlah, penyebab penderitaan adalah nafsu keinginan berunsur tiga ini. 

Dan di dalam Khotbah Besar tentang Empat Landasan Kesadaran/Kewaspadaan dijelaskan tentang enam puluh cara dimana nafsu keinginan muncul di dalam diri pada makhluk, yaitu sebagai berikut:
1.   Enam Landasan-Indera Internal
a.   Di dunia ini, MATA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, TELINGA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, HIDUNG adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, LIDAH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, TUBUH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

2.   Enam Landasan-Indera Eksternal
a.   Di dunia ini, BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

3.   Enam Landasan-Indera Kesadaran
a.   Di dunia ini, KESADARAN MATA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, KESADARAN TELINGA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, KESADARAN HIDUNG adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, KESADARAN LIDAH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, KESADARAN TUBUH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, KESADARAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

4.   Enam Landasan-Kontak Kesan-Kesan Indera
a.   Di dunia ini, KESAN PENGLIHATAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, KESAN PENDENGARAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, KESAN PENCIUMANadalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, KESAN MENCICIPI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, KESAN KONTAK [SENTUHAN] JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, KESAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

5.   Enam Landasan Perasaan
a.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENGLIHATAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENDENGARAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENCIUMANadalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN MENCICIPI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN KONTAK [SENTUHAN] JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

6.   Enam Landasan Persepsi
a.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

7.   Enam Landasan Buah-Pikir Kehendak
a.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

8.   Enam Landasan Nafsu Keinginan
a.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

9.   Enam Landasan Konsepsi-Pemikiran
a.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

10.   Enam Landasan Pemikiran yang menyimpang
a.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
b.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
c.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
d.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
e.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.
f.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. Disanalah nafsu keinginan muncul dan terbentuk.

Seperti yg telah ditunjukkan di atas, nafsu keinginan muncul karena enam puluh kondisi. Meditasi tentang kemunculan ke-enam puluh bentuk nafsu keinginan ini merupakan meditasi kesadaran tentang munculnya penderitaan.
Masih ada hal lain yg harus disebutkan disini. Di beberapa bagian di Kitab Pali [Tipitaka], nafsu keinginan dikelompokkan menjadi 108 bentuk. Ketika tiga bentuk ini [nafsu indera, nafsu keinginan utk dumadi, dan nafsu keinginan utk tidak dumadi] dikalikan dgn enam landasan indera [objek visual, suara, bebauan,citarasa,sentuhan, dan bentuk-bentuk pikiran], jumlahnya adalah 18. Bila 18 ini dikalikan 2 [internal dan eksternal] hasilnya adalah 36. Bila 36 ini sekali lagi dikalikan dgn tiga bentuk waktu [masa lampau, masa kini, dan masa akan datang], hasilnya adalah 108. Dikatakan bahwa semua bentuk kesedihan dan penderitaan muncul dari 108 bentuk nafsu keinginan ini.


« Last Edit: 24 January 2011, 04:55:26 PM by Sunny Tan »

Offline Sunny Tan

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 4
  • MUACH DHAMMA!!! (MUst AChieve Higher in DHAMMA)
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #10 on: 24 January 2011, 04:57:28 PM »
PERENUNGAN 4 : PERENUNGAN DHAMMA [DHAMMĀNUPASSANĀ] - BAG.5 EMPAT KEBENARAN MULIA (2)


3.   Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan [Nirodha Sacca]
Lenyapnya penderitaan merupakan Pembebasan – Pencapaian Kebahagiaan Tertinggi. Dalam bahasa pali “Nirodha”, awalan “Ni” berarti lengkap/total dan “Rodha” berarti penghancuran. Jadi Nirodha berarti penghancuran total. Penderitaan muncul karena nafsu keinginan. Lenyapnya nafsu keinginan adalah Nibbana.
“O Para Bhikkhu! Apakah Jalan Mulia tentang lenyapnya penderitaan?
-   Seandainya orang dapat sepenuhnya melepaskan kemelekatan pada nafsu keinginan
-   Seandainya orang dapat menghancurkannya secara total
-   Seandainya orang dapat meninggalkannya
-   Seandainya orang sepenuhnya lepas dari itu
-   Seandainya orang benar-benar bebas darinya, dan tidak memiliki perasaan terhadap nafsu keinginan
Maka itulah lenyapnya penderitaan dan Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan.”

Apa yg harus dihapus adalah nafsu keinginan yang merupakan penyebab penderitaan. Di bagian mengenai asal mula penderitaan disebutkan enam puluh penyebab munculnya nafsu keinginan. Dan di bagian ini, bagian mengenai Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan, penting sekali bagi kita untuk memeriksa bagaimana penderitaan itu menjadi lenyap melalui perenungan berikut [PERHATIKAN BAIK-BAIK KATA-KATA YG DITANDAI DGN HURUF BESAR]:
1.   Enam Landasan-Indera Internal
a.   Di dunia ini, MATA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, TELINGA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, HIDUNG adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, LIDAH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, TUBUH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
g.   Di dunia ini, PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

2.   Enam Landasan-Indera Eksternal
a.   Di dunia ini, BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

3.   Enam Landasan-Indera Kesadaran
a.   Di dunia ini, KESADARAN MATA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, KESADARAN TELINGA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, KESADARAN HIDUNG adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, KESADARAN LIDAH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, KESADARAN TUBUH adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, KESADARAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

4.   Enam Landasan-Kontak Kesan-Kesan Indera
a.   Di dunia ini, KESAN PENGLIHATAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, KESAN PENDENGARAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, KESAN PENCIUMANadalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, KESAN MENCICIPI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, KESAN KONTAK [SENTUHAN] JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, KESAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

5.   Enam Landasan Perasaan
a.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENGLIHATAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENDENGARAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PENCIUMANadalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN MENCICIPI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN KONTAK [SENTUHAN] JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, PERASAAN YANG TERLAHIR DARI KESAN PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

6.   Enam Landasan Persepsi
a.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, PERSEPSI TERHADAP OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

7.   Enam Landasan Buah-Pikir Kehendak
a.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, KEHENDAK PADA OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

8.   Enam Landasan Nafsu Keinginan
a.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, NAFSU KEINGINAN TERHADAP OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

9.   Enam Landasan Konsepsi-Pemikiran
a.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, PEMIKIRAN TENTANG OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

10.   Enam Landasan Pemikiran yang menyimpang
a.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG BENTUK-BENTUK VISUAL adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
b.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG SUARA-SUARA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
c.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG BEBAUAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
d.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG CITARASA adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
e.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG SENTUHAN-SENTUHAN JASMANI adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.
f.   Di dunia ini, BERGULIRNYA PEMIKIRAN TENTANG OBJEK-OBJEK PIKIRAN adalah sesuatu yg memikat dan menyenangkan. DISANALAH NAFSU KEINGINAN BERHASIL DITINGGALKAN DAN LENYAP.

4.   Kebenaran Mulia tentang Jalan menuju Lenyapnya Penderitaan yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan [Magga Sacca]
O Para Bhikkhu! Apakah Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan itu? Itulah Jalan Mulia Berunsur Delapan. Apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan?
Inilah Jalan Mulia Berunsur Delapan:
1.   Pengertian/Pemahaman Benar [Sammā Dithi]
Pengertian/pemahaman benar terbagi menjadi dua bagian yaitu:
a.   Pemahaman benar di-atas-duniawi [Lokuttara Sammā Dithi]
Merupakan pemahaman benar yg dimiliki oleh Seorang Arahat mengenai Empat Kebenaran Mulia.
b.   Pemahaman benar duniawi [Lokiya Sammā Dithi ]
Merupakan pemahaman benar yg dianut oleh manusia duniawi. Pemahaman benar yg dianut oleh manusia duniawi terdiri atas dua bagian, yaitu:
-   Pemahaman benar tentang keyakinan akan tindakan dan hasilnya [Kammassa Katā Sammā Dithi].
-   Pemahaman benar melalui pencapaian Jhana [Jhāna Sammā Dithi] merupakan kebijaksanaan yg diperoleh melalui penyerapan alam materi halus. Apabila kebijaksanaan yg diperoleh masih belum cukup, maka penyerapan-penyerapan ini masih dapat menghasilkan yg  buruk, itulah sebabnya mengapa Jhana dimasukkan ke dalam pemahaman benar yg berhubungan dgn keduniawian. 

Pemahaman benar duniawi ini adalah kosong akan kepercayaan-kepercayaan salah dalam 10 hal berikut:
1.   Tidak ada hasil dari memberikan dana.
2.   Tidak ada akibat dari memberikan persembahan.
3.   Tidak ada akibat dalam mempersembahkan dana, yang berasal dari pandangan salah tentang adanya “aku”.
4.   Tidak ada akibat dari tindakan baik atau tindakan buruk.
5.   Tidak ada tempat yg disebut dunia ini.
6.   Tidak ada dunia berikutnya.
7.   Tidak ada akibat dari memperlakukan Ibu dgn baik.
8.   Tidak ada akibat dari memperlakukan Ayah dgn baik.
9.   Tidak ada kelahiran spontan.
10.   Tidak ada orang suci atau Brahmana yag telah mengikuti prinsip-prinsip agung, yg sepenuhnya menyadari sifat dunia ini dan sifat dunia berikutnya, melalui kebijaksanaan yg diarahkan pada dirinya sendiri.

2.   Pemikiran Benar [Sammā Samkappa]
Pemikiran benar merupakan pemikiran-pemikiran bajik yg berunsur-tiga. Pemikiran benar berarti merenungkan secara berulang-ulang pemikiran-pemikiran bajik berikut:
a.   Pemikiran Yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian [Nekkhamma  Samkappa]
Memikirkan tentang nafsu indera berunsur-lima adalah pemikiran-pemikiran yg berhubungan dgn kesenangan indera. Meninggalkan pemikiran-pemikiran semacam itu merupakan pemikiran yg bebas dari nafsu-nafsu keduniawian.

b.   Pemikiran yang bebas dari kebencian [Avyāpāda Samkappa]
Pemikiran yg tanpa kebencian adalah ide-ide yg kosong dari niat jahat. Membangkitkan pemikiran cinta kasih dan kebaikan hati, serta meninggalkan pemikiran yg penuh kebencian adalah bajik.

c.   Pemikiran yang bebas dari kekerasan [Avihimsā Samkappa]
Memikirkan utk melakukan kejahatan kepada orang lain adalah bentuk pemikiran kekerasan. Pemikiran yg bebas dari kekerasan adalah meninggalkan pemikiran merugikan semacam itu.

3.   Ucapan Benar [Sammā Vācā]
Ucapan benar merupakan kata-kata yg baik, tulus, dan betul. Menghindari empat kebiasaan berucap salah dan berbicara kebenaran membentuk ucapan benar.
Ucapan benar adalah jika memenuhi empat syarat berikut, yaitu:
1.   Ucapan itu benar
2.   Ucapan itu beralasan
3.   Ucapan itu bermanfaat
4.   Ucapan itu tepat pada waktunya

Empat kebiasaan berucap salah adalah:
1.   Berbohong [musāvādā]
2.   Memfitnah [pisunāvācā]
3.   Berkata-kata kasar [pharusā vācā]
4.   Bergosip [Samphappalāpā]

4.   Perbuatan Benar [Sammā Kammanta]
Perbuatan benar berarti terlibat di dalam jenis aktivitas yg benar. Perbuatan benar berarti menghindari tiga bentuk tindakan tubuh yg tidak bajik berikut ini:
1.   Membunuh [Pānaghāta]
2.   Mengambil barang yg tidak diberikan [Adattādāna]
3.   Perilaku seksual yg salah [Kāma Micchācāra]

5.   Penghidupan/Mata Pencaharian Yang Benar [Sammā ājīva]
Penghidupan yg benar berarti menghindari tiga bentuk perilaku tubuh yg salah dan menjauhkan diri dari empat bentuk perilaku yg salah. Orang juga harus menghindari lima macam perdagangan yg tak-bajik, yaitu:
1.   Menjual senjata yg dapat melukai para makhluk hidup.
2.   Memperdagangkan manusia
3.   Menjual binatang atau segala sesuatu yg berasal dari penganiayaan makhluk-makhluk hidup.
4.   Menjual minum-minuman yg memabukkan dan obat-obatan terlarang.
5.   Menjual bentuk-bentuk racun yg mungkin merugikan para makhluk hidup.
Hidup menghindari hal-hal itu adalah merupakan penghidupan yg benar.
 
6.   Usaha Benar [Sammā Vāyāma]
Usaha benar merupakan usaha utk membangkitkan aktivitas-aktivitas yg luhur dan menumpas aktivitas-aktivitas yg tidak luhur.
Yang dimaksud dgn Usaha Benar adalah:
1.   Usaha untuk mencegah munculnya unsur-unsur yg tidak baik di dalam batin.
2.   Usaha untuk memusnahkan unsur-unsur yg tidak baik yg telah muncul.
3.   Usaha untuk membangkitkan unsur-unsur luhur yg baik dan sehat di dalam batin.
4.   Usaha untuk mengembangkan unsur-unsur baik dan sehat yg sudah ada di dalam batin.


7.   Perhatian/Kesadaran Benar [Sammā Sati]
Pikiran dapat dikendalikan dgn baik dgn mempraktekkan Landasan Perhatian/Kesadaran berunsur empat, yaitu:
1.   Perenungan tentang sifat tubuh [Kāyānupassanā]
2.   Perenungan tentang sifat perasaaan [Vedanānupassanā]
3.   Perenungan tentang sifat pikiran/kesadaran [Cittānupassanā]
4.   Perenungan tentang fenomena batin-jasmani [Dhammānupassanā]

8.   Konsentrasi Benar [Sammā Samādhi]
Pikiran hampir selalu berada dalam keadaan tercerai-berai dan menyebar. Pikiran meloncat dari satu objek ke objek lain. Melalui meditasi, pikiran semacam itu dapat dibawa menuju satu fokus. Pemfokusan pikiran pada satu objek tertentu seperti itulah yg disebut konsentrasi benar. Konsentrasi ini dapat menghasilkan empat tingkatan dalam Jhana yaitu Jhana pertama, Jhana kedua, Jhana ketiga, dan Jhana keempat.


“O Para Bhikkhu! Seandainya seseorang mempraktekkan perenungan tentang Landasan Kewaspadaan/Kesadaran berunsur empat , dia dapat mengharapkan satu dari dua hasil ini: dia dapat mencapai Arahat di dalam kehidupan ini, atau dia dapat mencapai Keadaan Yang-Tidak-Kembali-Lagi ketika dia meninggal.”

Dan di akhir Khotbah besar Sang Bhagava tentang Landasan Kewaspadaan/Kesadaran, keluhuran-keluhuran yg menumpuk pada diri seseorang yg mempraktekkan perenungan dgn Empat Landasan Kewaspadaan/Kesadaran telah disebutkan. Berikut ini adl versi ringkas dari hasil-hasil yg baik itu:

“Seandainya seorang meditator mempraktekkan perenungan tentang Empat Landasan Kewaspadaan/Kesadaran ini selama 7 tahun, selama 6 tahun, selama 5 tahun, selama 4 tahun, selama 3 tahun, selama 2 tahun, selama 1 tahun – bahkan selama 7 bulan, 6 bulan, 5 bulan, 4 bulan, 3 bulan, 2 bulan, 1 bulan, atau bahkan setengah bulan, atau paling tidak 7 HARI, maka dia dapat menjadi seorang Arahat dalam kehidupan ini. Jika kekotoran-kekotoran batinnya masih tersisa, dia dapat menjadi Yang-Tidak-Kembali-Lagi ketika dia meninggal.”

“O Para Bhikkhu! Inilah satu-satunya jalan untuk pemurnian para makhluk, utk mengatasi dukacita dan ratap tangis, utk lenyapnya rasa sakit dan kesedihan utk memperoleh jalan yg benar utk merealisasikan Nibbana, yaitu Empat Landasan Kewaspadaan/Kesadaran. Inilah Jalan Satu Arah Menuju Pembebasan.”
Para Bhikkhu merasa amat bahagia dan serta bersukacita serta menerima kata-kata Sang Buddha yang Sepenuhnya Tercerahkan. 



ETENA SACCA VAJJENA SOTTHI ME/TE HOTU SABBADA _/\_
DENGAN KEKUATAN KEBENARAN INI, SEMOGA SEMUA BERKAH ADA BERSAMAKU/BERSAMAMU, SADHU! SADHU! SADHU!
 _/\_
« Last Edit: 24 January 2011, 05:02:55 PM by Sunny Tan »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #11 on: 01 July 2011, 01:27:24 PM »
Quote
‘Ada, para bhikkhu, satu jalan ini untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan kesusahan, untuk melenyapkan kesakitan dan kesedihan, untuk memperoleh jalan benar, untuk mencapai Nibbāna:-yaitu, empat landasan perhatian.’

‘Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia; ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran; ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.’

Digha Nikaya 22

Kalimat yang dibold (setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia) artinya apa? Saya kesulitan mempraktikkan satipatthana ini (mungkinkah karena saya belum menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia)?

Bukankah justru keinginan dan belenggu dunia akan tersingkirkan setelah praktik satipatthana?

Apa yang dimaksud dengan keinginan dan belenggu dunia di sini? bagaimana cara menyingkirkannya (khususnya bagi umat awam)? Apakah misalnya dengan atthasila?
« Last Edit: 01 July 2011, 01:30:08 PM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: MAHASATIPATTHANA SUTTA
« Reply #12 on: 01 July 2011, 02:56:04 PM »
Kalimat yang dibold (setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia) artinya apa? Saya kesulitan mempraktikkan satipatthana ini (mungkinkah karena saya belum menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia)?

Bukankah justru keinginan dan belenggu dunia akan tersingkirkan setelah praktik satipatthana?

Apa yang dimaksud dengan keinginan dan belenggu dunia di sini? bagaimana cara menyingkirkannya (khususnya bagi umat awam)? Apakah misalnya dengan atthasila?

Tadi saya tanyakan ke seorang bhante. Siapa tau kelak ada yang memiliki pertanyaan serupa, jadi saya copas jawabannya ke sini.

Dalam bahasa Pali, ini disebut abhijja (keinginan) dan domanassa (tepatnya, kebencian, dan bukan belenggu). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah ketika seseorang, umpamanya, mengamati perasaan sebagai perasaan, saat itu, ia hendaknya tidak terseret oleh nafsu keinginan atau kesenangan, dan juga tidak terseret oleh ketidak sukaan atau kebencian. Tidak terseret oleh kesenangan dan kebencian, ia hanya mengamati perasaan sebagai perasaan. Ini sangat penting karena pada saat pikiran terseret oleh kesenangan dan kebencian, seseorang tidak bisa mengamati fenomena sebagaimana adanya.

Menyingkirkan nafsu keinginan dan kebencian di sini tidak mengacu kepada pelenyapan mereka secara total karena pelenyapan mereka secara total hanya terjadi pada saat seseorang mencapai kesucian arahat. Meski tidak lenyap secara total, setidaknya, pada saat mempraktikkan satipaṭṭhāna kedua macam bentuk batin tersebut harus tidak ada saat itu meski hanya sementara. Ini yang dimaksud dan semoga bermanfaat.

Mettacittena,
« Last Edit: 01 July 2011, 03:00:25 PM by Mayvise »

 

anything