Bukankah Sang Buddha tidak pernah mengatur tentang tata cara pernikahan.
Kalo berhubungan dgn mereka yg bukan merupakan objek pelanggaran adalah bukan pelanggaran sila. Lalu mengapa pernikahan harus "sah" secara adat, supaya tdk melanggar sila ke 3?
Saya pikir itu hanya suatu formalitas saja yg berkaitan dgn urusan sosial dan masyarakat setempat.
Ini lah salah satu fungsi dalam melakukan sila dalam ajaran sang buddha.
Kembali lagi sila yang kita lakukan sebagai dasar pedoman hidup agar bisa hidup dalam bersosial dan bermasyarakat.
Lakukan sila bukan karena sesuatu yang di kata mbahnya begitu,... Tapi lakukan sebagai sebuah pedoman hidup untuk kedamaian kehidupan itu sendiri, dan orang lain... Sila bukan lah satu hukum baku yang tidak bisa di ubah atau berusaha mencari cela. Sila lebih kepada moralitas kita itu sendiri. Dan tujuannya tentu jelas agar kita bisa hidup damai untuk diri sendiri dan orang lain.
Jadi balik kembali kepersoalan apakah melanggar sila ke tiga bila sepasang kekasih sudah di restui oleh kedua belah pihak, tanpa sah secara administrasi negara atau adat?
Jawabannya bila hanya untuk melegalkan pertanyaan yang berhubungan sex. Jawabnya ya.
Tetapi sila ketiga bukan hanya sebatas sex, kita tau syarat syarat apa saja yang menjadi batasan melanggar sila ketiga, seperti dibawah perlindungan org tua dll,...
Dan kita harus bisa berpikir secara luas ini adalah lebih dari sekedar sex, karena bila kita berpikir maknanya. Ini adalah perlindungan melakuan sex dengan benar. Agar menjaga kedamaian dalam bersosial dan bermasyarakat.
Terlebih lagi akan sulit bila sepasang kekasih yang tidak "resmi" untuk bermasyarakat karena alasan alasan lain nya.