Namo Buddhaya,
menurut pendapat saya....Hukum Karma adalah hukum yang sangat adil, untuk lebih lanjut silahkan baca artikel dibawah ini ya.....,
HUKUM KARMA ADALAH OMONG KOSONG DAN TAKHAYUL ?
Oleh : Tanhadi
Pernyataan-pernyataan seperti ini sering kita dengar dari umat Non-Buddhis yang pada umumnya memang tidak mempercayai tentang adanya hukum karma. Mereka menganggap segala sesuatu yang terjadi didunia ini adalah atas Kehendak Tuhan semata. Akan tetapi ‘lucunya’, kita sering mendengar pula dari mereka bahwa Hukum Karma itu sifatnya turun-temurun ,bahwasanya bila Nenek Moyangnya atau Bapaknya yang berbuat kejahatan akan berdampak /berakibat buruk kepada anak, cucu dan cicitnya. Bukankah ini mirip dengan istilah' “ Kutukan”?.
Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya Karma diartikan sebagai sesuatu yang buruk dan selalu dihubungkan dengan karma buruk. Pandangan-pandangan salah seperti itu menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak memahami ajaran tentang karma dan dengan hanya tahu sedikit sudah berani menyimpulkan dan nekad mengatakan bahwa karma itu seperti itulah !
Jadi apakah sesungguhnya Karma itu ? Karma adalah Kehendak/niat untuk melakukan perbuatan, Kehendak/Niat itulah yang disebut dengan Karma ! Ada niat baik dan niat buruk, demikian pula ada karma baik dan karma buruk. Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa karma itu hanya merupakan karma buruk saja. Hal ini dengan jelas dikatakan oleh Sang Buddha dalam sabdaNya:
“ Aku katakan, Kehendak adalah Karma,
karena didahului oleh kehendak,
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran “.[/b][/i][/color]
( Anguttara Nikaya III : 415 )
"Sesuai dengan benih yang di tabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih
dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
(Samyutta Nikaya I : 227)
Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, Kita sering menemukan seseorang yang banyak melakukan kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya. Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru! Kalau hukum karma diumpamakan sebagai sebuah sawah yang ditanami padi dan jagung, di mana tanaman padi dan jagung tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka tanaman jagung tentu akan panen terlebih dahulu daripada tanaman padi. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai/dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu. Misalnya; meskipun miskin dan cacat, orang tersebut mempunyai sila yang baik. Karena silanya baik, ucapannya baik, tingkah lakunya baik, maka ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut diberi pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya. Ini adalah karma yang memotong karma buruk yang sedang tejadi.
Karma juga berhubungan dengan perbuatan saat ini. Apa yang kita perbuat pada saat ini, itulah yang juga menentukan karma kita. Jadi karma bukanlah nasib! Misalnya, kita mencuri helm milik orang lain, karena helm kita dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi tanpa peduli dengan lampu lalu lintas yang sudah berganti warna merah..nyelonong terusss...akhirnya .... Priiiiittt! kita ditangkap polisi, Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 25.000,- (padahal harga sebuah helm hanya Rp 15.000,-). Ini adalah karma yang langsung berbuah.
Karma masih bisa diperbaiki dan diubah dengan melihat fungsi karma karena karma adalah niat berbuat. Perbuatan itulah yang paling penting!
Bagaimana dengan Karma yang turun-temurun itu ? Sang Buddha bersabda :
“ Semua makhluk adalah pemilik karmanya sendiri, pewaris karmanya, karmanya adalah kandungan yang melahirkannya,
dengan karmanya dia berhubungan, karmanya adalah pelindungnya. Apapun karmanya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya “.
( Majjhima Nikaya III : 135 ).
Jadi jelaslah disini bahwa pandangan tentang karma turun-temurun itu adalah pandangan yang Salah!. Bagaimana mungkin, Bapaknya yang makan....koq anaknya yang merasa kenyang?. Kakeknya yang ngerampok ... koq cucunya yang dipenjara ?.
Benarkah segala sesuatu yang terjadi didunia ini adalah atas kehendak Tuhan semata ? Pandangan seperti itu lazim disebut sebagai paham Deterministik ( Takdir ), yang berarti seluruh kehidupan kita Telah diputuskan dan Telah ditentukan sebelumnya, sehingga kita tidak dapat lagi berupaya dan merubah keadaan kita sendiri. ( “...pasrah aja deh ,kalau ditakdirkan jadi orang miskin, ya terima sajalah kemiskinan itu, sebab kalau kita berusaha menjadi orang kaya berarti sama dengan menentang kehendak Tuhan dan itu adalah Dosa! ).Bagaimana dengan Perampok, pencopet, maling dan penipu, apakah mereka juga telah ditakdirkan menjadi jahat seperti itu ?, Bagaimana deng an orang-orang yang cacat sejak lahir ? , Bagaimana dengan orang-orang yang ditimpa bencana alam ?, Bagaimana dengan seseorang yang pekerjaannya sebagai pembunuh makhluk lainnya? Apakah semua itu juga merupakan Takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan ?
Wah....... bila memang demikian adanya, apa gunanya kita berdoa, bersembahyang (beribadah), berusaha men jadi orang yang saleh /baik, mengasihi sesama, beramal ,dan melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya ?, lha wong sudah pasti kita ini telah ditentukan oleh-NYA menjadi ini dan menjadi itu,walaupun kita telah ber-amal-ibadah didunia ini dengan perbuatan-perbuatan super baik, tapi kalau memang sudah ditentukan masuk Neraka ...... ya masuk nerakalah !, kan ama Tuhan udah ditakdirkan sebelumnya!?, iiiiih... ngeri deh punya Tuhan yang punya skenario kayak sutradara film, kita dianggap sebagai aktor dan aktris yang sedang memerankan rencanaNya, dan kalau kita keluar dari skenarioNya, akan dimarahi dan dihukum karena tidak sesuai dengan skenarioNya... alias berdosa,...ketemunya Neraka lagi !!....... Bila sudah nggak kuat menerima TakdirNya, maka kita akan mengeluh dan bertanya dalam doa : “ Tuhan... dosa apa yang telah kuperbuat sehingga KAU takdirkan aku menjadi orang buruk rupa, cacat, miskin dan jahat seperti ini ?”.
Kalau saya mengkhayal menjadi Tuhan, maka saya akan menjawab keluhan dan pertanyaan orang itu seperti ini : “ Wahai manusia yang buruk rupa, cacat, miskin dan jahat sepertimu, ketahuilah dengan benar, bahwa Aku tidak pernah menentukan kamu seperti itu, baik diwaktu saat ini, esok maupun kelak dikemudian hari, karena Aku adalah Sang Pencipta Dunia ini dan seisinya, Aku adalah Maha Pengasih lagi Maha penyayang, Aku Maha Tahu dan Maha Kuasa atas ciptaanKU, Aku adalah Maha Adil dan Maha Bijaksana terhadap semua makhluk CiptaanKU, Akulah Maha Penentu didunia dan di akhirat. Jadi periksalah kembali pemahamanmu dan Kepercayaanmu itu, carilah seorang Guru Agama yang Bijaksana dan benar, sehingga kamu akan mengerti, memahami, meyakini dan mempercayai bahwasanya bukan Aku yang menjadikan kamu sejelek ini. Mana mungkin Aku yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ini membuat makhluk-Ku sejelek kamu ?”
Khayalan tersebut diatas, bila kita kaji kembali unsur kebenarannya, maka kita akan sampai pada suatu makna yang tersirat didalamnya yaitu ;
- Melihat sifat-sifat Tuhan Yang Maha segalanya terse but, Apakah mungkin Ia bersikap se-TEGA itu menentukan ciptaan-NYA menjadi ini dan menjadi itu ?
- Dimana letak keadilan-NYA, jika dikatakan bahwa Tuhan adalah Maha Adil ? ( Lahir cacat, miskin dsb).
- Mengapa pula Ia menghidupkan seorang bayi yang baru dilahirkan, kemudian dalam sekejap bayi itu dimatikan lagi, apakah salah produksi ?
- Apakah Ia terlalu kesepian dan perlu hiburan dengan menciptakan kekisruhan dunia dan seisinya ini?
- Apakah Ia memang sengaja membuat umat-Nya berlainan kepercayaan dan keyakinannya (Agama), sehingga umatnya saling berdebat, berselisih, bermusuhan dan bahkan saling membunuh demi mempertahankan kebenaran Agamanya masing-masing?
- Apakah Ia senang dengan permainan Teka-teki, sehingga umat-NYA jadi bingung untuk menjawab semua pertanyaan mengenai hakekat keberadaan-NYA. Rencana-NYA, Cobaan-cobaan-NYA dan Ke-Maha Segalanya-galanya?.
- Atau mungkin Ia kurang kerjaan dan iseng-iseng belaka pada saat Ia menciptakan Alam semesta dan seisinya ini, sehingga tidak terpikirkan bahwa Ciptaan-NYA itu penuh dengan ketidak sempurnaan, kacau-balau dan morat-marit tak terkendali?.
Pertanyaannya adalah : “ Ngapain Dia susah-susah menciptakan Alam semesta dan seisinya sedemikian rupa kalau ternyata kemudian banyak kekacauan dan penderitaan bagi penghuninya ??” , Apakah Dia tidak tahu kalau akibatnya seperti ini ?
Wahh.... kalau Dia nggak tahu.....berarti Dia nggak Maha Tahu dong , jadi ke-Maha segala-galanya juga bisa dianggap gugur khan ?
Kembali ke Topik semula,...Dengan demikian kita dapat membandingkan dengan logika bahwasanya KARMA itulah yang sangat adil, tidak pilih kasih terhadap semua makhluk. Bila kita berbuat sesuatu, cepat atau lambat kita “PASTI” akan menerima hasilnya .(aksi-reaksi /sebab-akibat).
Sebagai Contoh :
1.Tanpa alasan apapun tiba-tiba kita menampar pipi orang lain (perbuatan/penyebab), orang itu pasti marah bahkan mungkin akan membalas dengan tamparan pula kepipi kita ( akibat ), dan sangatlah tidak mungkin saat itu ia bereaksi dengan menampar orang lain yang ada disekitarnya.
2. Seorang Suami yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan tidak tahan melihat anak dan isterinya merintih dan menangis karena belum makan sepanjang hari itu ( penyebab ), karena sang Suami tidak mempunyai uang sedikitpun untuk membeli makanan buat mereka, maka akhirnya sang Suami nekat untuk melakukan aksinya yaitu : mencuri ( akibat ), namun pada saat dia beraksi, sipemilik mengetahui perbuatannya (penyebab) dan akhirnya sang Suami tersebut digebukin rame-rame sampai babak-belur (akibat).
Pada contoh nomor 2, terlihat jelas adanya hubungan sebab-akibat yang saling mempengaruhi/bergantungan.
Jadi sekarang jelas sekali bahwa Selama ada Niat/ kehendak, pasti ada perbuatan yang dilakukan oleh pikiran, ucapan atau jasmani dan pasti pula akan mengakibatkan sesuatu/berakibat. Sekali lagi bahwasanya Karma bukanlah suatu hukuman yang diberikan oleh Dewa-Dewi, makhluk halus ataupun sosok Tuhan yang berkepribadian, akibat baik atau buruk semata-mata hanyalah karena perbuatan kita sendiri, inilah hukum alam yang pasti dan Maha-adil.
Masihkah hukum karma dianggap omong kosong dan takhayul?Salam Metta,Sabbe satta bhavantu sukhitatta