Update terbaru
KASI Imbau Umat Buddha Hentikan Unjuk Rasa
BERITAJAKARTA.COM — 17-03-2009 14:45
http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=32916Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) merasa prihatin maraknya aksi demonstrasi menentang keberadaan restoran Buddha Bar yang terletak di Jl Teuku Umar No 1, Menteng, Jakarta Pusat. KASI khawatir aksi unjuk rasa ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan oknum tertentu, terlebih menjelang pemilu tahun ini. Karena itu, umat Buddha diminta menghentikan aksi unjuk rasa yang gencar dilakukan akhir-akhir ini. Daripada berunjuk rasa, lebih baik pemuda Buddha melakukan kegiatan yang lebih baik untuk kepentingan negara. Karena permasalahan ini sudah ditangani Dirjen Bimas Buddha Departemen Agama (Depag).
Imbauan KASI dilakukan karena belakangan ini prihatin dengan aksi unjuk rasa yang mengatasnamakan umat Buddha. Apalagi adanya ancaman yang dikeluarkan Forum Anti-Buddha Bar (FABB) kemarin, Senin (16/3) yang akan mengambil tindakan anarkis kalau nama Buddha Bar tidak segera diganti. Ditambah lagi adanya rencana pengajuan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KASI, Bhiksu Vidya Sasana Sthavira, aksi unjuk rasa yang dilakukan pemuda Buddha belum menjurus ke arah anarkis. "Pemuda Buddha belum sampai anarkis. Unjuk rasa saya kira wajar. Tetapi batasannya sekarang, daripada berunjuk rasa lebih baik memilih kegiatan yang lebih baik untuk kepentingan negara ini," kata Bhiksu Sasana di Jakarta, Selasa (17/3).
Bhiksu Sasana menasihatkan, umat Buddha seharusnya berjalan di atas jalan Dharma ajaran guru junjungan, Hyang Buddha. Dengan mengedepankan dan mengutamakan ajaran penuh cinta kasih universal, kedamaian, dan kebijaksanaan. "Bila kita semua ingin mendapatkan sebuah hasil yang terbaik, maka tentunya harus pula menggunakan cara yang baik dengan mengutamakan kebijaksanaan," ujarnya. Cara penyampaian dan unjuk rasa disertai ancaman bukan merupakan ajaran Hyang Buddha kepada seluruh umat Buddha.
Tentunya, masalah Buddha Bar sudah mendapat penanganan langsung dari Dirjen Bimas Buddha Depag. Saat ini Dirjen Bimas Buddha sudah bertemu dengan pemilik Buddha Bar dan proses penyelesaiannya sedang berjalan. Karena itu, Bhiksu Sasana meminta biarlah kedua pihak itu yang menjalankan proses penyelesaiannya. Sedangkan umat Buddha lebih baik berkonsentrasi mempersiapkan diri untuk pelaksanaan pesta demokrasi rakyat Indonesia yang sudah di depan mata.
"Seharusnya kita tentramkan, kita konsentrasikan kepada yang lebih penting yaitu negara ini. Jangan terpecah belah, jangan mengurusi masalah yang itu-itu saja," imbaunya. Dia memberikan apresiasi kepada tiga sangha yang tergabung dalam KASI yaitu Sangha Mayana Indonesia, Sangha Terawadha Indonesia, dan Sangha Agung Indonesia yang setia selalu bijaksana mengikuti dari awal masalah ini. Apresiasi juga diberikan kepada Ditjen Bimas Buddha Depag yang tanggap dan agresif dalam menangani masalah Buddha Bar.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kembali menegaskan bahwa restoran Buddha Bar tidak menyalahi aturan. Sebab, selama ini pengelola Buddha Bar tidak pernah mengubah satu pun bentuk bangunan bersejarah tersebut. Bahkan restoran franchise dari Perancis yang menempati eks kantor Imigrasi itu juga telah mengantongi izin dari Pemprov DKI Jakarta.
Fauzi Bowo menegaskan, Pemprov DKI tidak mempunyai permasalahan sengketa terkait keberadaan restoran Buddha Bar. Dia menyatakan bangunan bekas kantor Imigrasi dan merupakan bangunan cagar budaya dan tidak menyalahi aturan. Karena tidak ada bagian bangunan yang dirusak atau dipugar ulang oleh pemilik restoran tersebut.
“Restoran Buddha Bar tidak ada sengketa dengan Pemprov DKI,” tegas Fauzi Bowo di Balaikota DKI, Selasa (17/3). Permasalahan sebenarnya adalah Dinas Pariswisata dan Kebudayaan DKI telah memberikan izin kepada badan hukum yang telah terdaftar di Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM. Jika memang ada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan keberadaan Buddha Bar, Fauzi mempersilakan mengembalikannya ke wilayah hukum.
Fauzi Bowo menerangkan, sebelum gedung eks kantor imigrasi itu dijadikan restoran, kusen-kusennya sudah banyak yang hilang karena dicuri oknum tertentu. Pemprov DKI pun mengambil langkah membeli gedung tersebut karena tidak ingin urban heritage ini dirusak.
Setelah dibeli, diadakan sayembara pemanfaatan gedung tersebut. "Dari situ timbul gagasan-gagasan yang cukup bagus, yaitu mengkombinasikan komersil dengan non komersil," ungkap Fauzi Bowo. Diantaranya, dijadikan gedung pertemuan untuk para seniman dan budayawan.
Dari hasil sayembara tersebut, disepakati semuanya menunjukkan hasil yang bernilai komersil dan bernilai budaya. Berdasarkan hal itu, dikembangkan pola pembangunan kafe, restoran, dan ada peruntukan budayanya. "Itu yang saya tahu. Jadi kalau dibilang sama sekali bertentangan tidak juga. Karena berdasarkan sejarah, di situ ada nilai komersilnya, bahkan nama gedung itu tetap menggunakan bahasa Belanda," terangnya. Kemudian, gedung itu dijual kembali kepada pihak ketiga dengan syarat tidak boleh menyimpang dari pola yang telah ditentukan.
Reporter: lenny