Kalau anda sendiri bisa membuat winaya versi anda, berarti anda harusnya juga memperbolehkan yang lain membuat winaya versinya mereka. hehehe.
Rasanya bukan itu masalahnya kan bro. Pasti ada hal lain yang belum diungkapkan.
"Hinaya" adalah istilah dari seorang fans "bhante" tersebut. Kemudian ketika ada yang mengambil rujukan dari Tipitaka, dibilang oleh fans tersebut bahwa itu hanya versi sendiri. Jadi "Hinaya versi sendiri" adalah sindiran saya atas "kepandaian" seseorang yang mengatakan Vinaya (perhatikan pakai "v" bukan "h", bukan juga pakai "w") yang tertera di Tipitaka adalah bikinan sendiri. Saya yakin anda mengerti maksud saya.
Saya tidak mengerti caranya membuka thread baru. Dan saya juga tidak tahu aturan di milis ini siapa yang berhak membuka thread baru. Kalau moderator mau buka, silahkan saja.
Tapi rasanya bro juga mestinya menyampaikan hal yang sama ke teman2 lain yang komentar2nya juga sudah jauh menyimpang dari topik.
Untuk buka thread baru, tinggal pilih board yang sesuai, misalnya "diskusi umum", lalu di bagian atas sejajar nomor-nomor halaman, klik "New Topic", nanti ditentukan judul dan isinya. Tidak perlu moderator yang buka, semua member boleh. Ya, betul, ada juga yang sudah menyimpang. Nanti mungkin saya buat topic lain berkenaan dengan itu.
hehehe.. baiklah, ternyata banyak juga teman2 yang tidak suka bernyanyi.
Maaf saya men-generalisir anda ke kelompok umum. Berarti anda manusia special.
Tapi bukan berarti di wihara di saat Waisak Puja tidak ada lagu ini kan?
Saya jelas bukan manusia spesial, banyak juga yang berpendapat sama. Di vihara yang pernah saya kunjungi, tidak ada nyanyi-nyanyi, jadi saya tidak tahu kalau ada hal demikian. Tapi ini cukup menarik dan memang saya berniat menanyakannya ke anggota sangha kalau ada kesempatan.
Saya perlu menekankan ini di milis ini, karena mudah2an yang lain ikut membaca.
Karena terlalu banyak kultus organisasi yang terjadi di umat awam. Yang merasa kalau bentuk2 pengekpresian keindahan dharma melalui lagu / tari / puisi, dll. itu hanya dimunculkan dari sangha tertentu, tidak dari sangha lain.
Tapi kenyataannya semua melakukan hal yang bisa dikatakan serupa, tapi tentu dengan motivasi dan intensitas yang berbeda-beda.
Saya pribadi tidak keberatan dengan bentuk karya seni yang indah seperti ini.
Maksud saya, tolong lebih realistik melihat sesuatu.
Apakah mungkin lagu tercipta, tanpa dinyanyikan?
Apakah mungkin tarian tercinta, tanpa dipikirkan?
Apakah mungkin puisi tercipta, tanpa dilantunkan?
Bro henry, saya langsung saja. Kalau masih terikat pada keindahan dan kesenangan indriah, untuk apa jadi petapa?
Buddha Gotama bilang, kalau jadi petapa cuma mengikuti tampak luar (botakin kepala, pakai jubah, pegang mangkuk) dan ikut ritual (pimpin upacara, baca paritta,dsb),
SEMUA orang -dari Raja sampai gadis budak- juga bisa melakukannya.
Apa yang menyebabkan orang disebut petapa sejati adalah ia melepaskan semua nafsu, kebencian, dan kebodohan bathin. Itulah tujuan seseorang menempuh kehidupan petapa di bawah seorang bimbingan Buddha.
Dan apakah mengekspresikan keindahan Dharma dan keagungan Buddha, melalui lagu, tarian dan puisi adalah pelanggaran?
Coba baca lebih jelas, apa bunyi winaya itu.
Pelanggaran apa yang sudah dilakukan?
Vinaya sudah saya cantumkan. Silahkan dibaca sendiri termasuk kitab komentar dan sub-komentar.
Kalau masih kurang jelas, coba baca ajaran Buddha mengenai enam landasan indriah (salayatana). Nanti anda bisa lihat bahwa tidak ada objek indriah "berkenaan dengan dharma" dan "tidak berkenaan dengan dharma". Semua adalah kontak yang menimbulkan perasaan, apakah menyenangkan, netral, atau pun tidak menyenangkan.
hehe. Anda sendiri memberikan perumpamaan yang terlalu filosofis.
Saya sedang menceritakan peristiwa keributan yang terjadi pada saat ada kejadian bendera bergerak, sebagian ribut bendera yg bergerak, sebagian mengatakan - salah, angin yang bergerak. Tapi yang lebih bijak, mengatakan pikiran kitalah yang bergerak.
Jadi maksudnya itu bro.
Saya tidak melihat segi filosofisnya orang kelindes mati gara-gara meditasi di rel kereta. Itu hal yang umum kok.
Memang benar pikiran bergerak pada saat ribu-ribut, tapi anda mengaplikasikannya dengan tidak tepat karena hanya ditujukan pada orang yang mengecam bhikkhu itu, seolah-olah pikiran sendirilah yang menimbulkan persepsi bhikkhu melanggar vinaya. Singkatnya: yang mengecam bhikkhu pikirannya bergerak, yang membela bhikkhu pikirannya tenang.
Senang berdisuksi dengan anda.
Setidaknya anda mau berdiskusi dengan cara yang santun.
Maaf kalau saya yang kurang santun, dengan membuat diskusi ini jadi melebar.
Tolong kalau anda bisa, bantu saya buat thread yang baru, seperti saran anda.
sarwa manggalang,
henrychan
Senang juga berdiskusi dengan anda. Menurut saya anda sudah sangat santun kok.