//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MMD (Meditasi Mengenal Diri)  (Read 565213 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« on: 18 April 2008, 05:58:17 PM »
Apakah MMD (Meditasi Mengenal Diri) itu? MMD adalah suatu meditasi yang unik. Bagaimana keunikannya akan terlihat dalam artikel-artikel--dan mungkin juga diskusi-diskusi--dalam thread ini.

Untuk pertama kali, saya forward artikel dari blogspot Dewi Lestari (penulis, selebriti) tentang MMD.

Salam,
hudoyo


Dari: http://dee-idea.blogspot.com/

Thursday, June 21, 2007

TUJUH TAHUN MENUJU MENDUT

Barangkali inilah artikel dengan tingkat kesulitan paling tinggi yang pernah saya tulis, karena saya akan mencoba menuliskan sesuatu yang sudah pasti tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Semua yang saya tulis berikut ini ibarat setetes air laut mencoba menjelaskan samudera. Kendati terdengar sia-sia, mudah-mudahan upaya ini masih punya makna.

Selama tiga hari, berlokasikan di Vihara Mendut – Magelang, saya mengikuti Meditasi Mengenal Diri (MMD) di bawah bimbingan Pak Hudoyo Hupudio. Beliau, MMD, dan milis spiritualnya, sudah saya kenal sejak tujuh tahun yang lalu lewat internet, bahkan beliau pernah saya “todong” untuk membuat pengantar buku pertama saya “Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh”. Namun baru tahun inilah saya berkenalan langsung dengan Pak Hudoyo. Pertama, ketika kami sama-sama menjadi pembicara dalam diskusi tentang meditasi di Bandung bulan Februari lalu, dan kedua ketika saya menjadi peserta MMD angkatan ke-99 di Mendut.

Meski berbasiskan meditasi vipassana, MMD sendiri merupakan meditasi lintas agama, terbukti dari komposisi peserta yang beragam. Angkatan ke-99 yang berjumlah total 31 orang ini, mayoritas peserta beragama Katholik dan Islam, disusul Buddhis sebanyak lima orang, dan yang beragama Protestan sebanyak empat orang.

Sekalipun sudah delapan tahun menggeluti dan merenungi masalah spiritualitas, saya bukanlah meditator yang disiplin. Kegiatan bermeditasi saya lakukan dengan frekuensi dan intensitas yang acak. Saya tidak asing dengan konsep vipassana, tapi baru di Mendutlah saya secara fokus menyelami pengalaman mengamati diri.

Hari pertama dimulai dengan pengarahan. Pak Hudoyo berpesan agar kami meninggalkan semua pemahaman, pengetahuan, harapan, dan segala teknik yang kami ketahui. Tidak ada doa. Tidak bicara. Tidak ada apa-apa. Tugas kami hanya menjadi pengamat pasif. Total. Dan beliau mengingatkan, “Kalian akan memasuki neraka.” Neraka yang dimaksud adalah segala sakit yang akan dimuntahkan oleh badan, segala resah dan bimbang yang akan dimuntahkan oleh batin, dan sekali lagi, tugas kami hanya mengamati.

Kami bermeditasi kurang lebih dua belas jam sehari, diselingi tiga kali diskusi, satu kali istirahat, dan dua kali makan. Neraka itu saya alami dalam tiga sesi pertama. Perjuangan berat untuk sekadar duduk diam satu jam, dan perjuangan lebih berat lagi untuk mengalami apa artinya “mengamati”.

Saya mulai dengan tidak menjustifikasi dan bereaksi, tapi hanya memberi label pada segala fenomena batin yang terungkap: “perasaan”, “memori”, “gambar”, “bosan”, “pegal”, dan seterusnya. Hingga pada satu titik saya kelelahan sendiri dengan proses memberi label itu. Fenomena fisik seperti rasa pegal dan kesemutan pun enggan hilang, bahkan ketika saya pikir saya sudah “mengamati”.

Pada saat meditasi pagi hari ke-2, saya mulai mengalami sesuatu. Selagi pikiran saya lepaskan mengembara tanpa label, tiba-tiba saya seperti terjatuh. Tepatnya, seperti dibangunkan. Bukan oleh kehendak, melainkan terjadi tiba-tiba di luar kendali sang “aku”. Dan deskripsi paling mendekati dari kondisi terbangun itu adalah… hening. Tak lama, pikiran kembali lolos seperti belut licin dan mulai berkata “Barangkali ini hening yang dimaksud. Bagaimana caranya bisa kembali ke sini?” Seketika, hening itu hilang.

Saya merenungi pengalaman sekian detik itu dan menyadari bahwa manusia menghabiskan hidupnya dalam bermimpi. Kita hidup dalam kuasa pikiran yang tak pernah dibiarkan berhenti. Tak henti-hentinya tertarik ke masa lalu dan terdorong ke masa depan. Dan kita menyangka kita sungguhan hidup. Guru saya pernah berkata: Mind is always delayed. Evaluating is the job description of the mind. That’s why, the mind is always slightly behind, and at the same time always trying to be slightly forward so it can protect. Hal itu juga dikonfirmasi oleh penjelasan Pak Hudoyo saat diskusi, pikiran adalah alat manusia untuk bertahan hidup, tapi ketika pikiran dijadikan penuntun maka selamanya kita terseret-seret ke masa lalu yang sudah tidak ada dan masa depan yang belum terjadi. Kita bermimpi sekalipun kita terjaga. Kita bermimpi tentang cinta, tentang hidup, dan tentang Tuhan. Tanpa menghentikan pikiran, tak sekalipun kita mengalami cinta, hidup, dan Tuhan yang sesungguhnya. Yang ada hanyalah konsep dan upaya.

Pada saat meditasi sore hari ke-2, entah bagaimana awalnya, tapi saya sebagai subjek mendadak melemah, dan saya tersadar bahwa selama ini saya hanya terpusat pada fenomena yang terjadi pada diri saya*pikiran, perasaan, kenangan, fisik*tapi tidak sekalipun saya memperhitungkan fenomena di sekitar saya seperti suara burung, suara mobil di kejauhan, atau bunyi gesekan karpet. Pengamatan saya yang tadinya berbatas seperti sorot senter, mendadak meluas seperti lampu ruangan. Dan saya menyadari bahwa hal-hal kecil yang saya lewatkan ternyata fenomena yang sama rata dengan pegal kaki atau celotehan benak saya. Setelah diberi perhatian yang serupa, mendadak tak ada yang menetap. Label lenyap, hanya murni mengamati. Dan pengamatan ini menghentikan semuanya, termasuk kaki saya yang kesemutan. Satu peserta bertanya saat diskusi, apakah saya pernah bermeditasi selama itu sebelumnya, karena dilihatnya saya bermeditasi dua jam tanpa bergerak. Saya jujur menjawab, belum. Itulah meditasi duduk terlama yang pernah saya lakukan.

Dari pengalaman tadi, saya menyadari betapa si “aku” menciptakan subjek dalam setiap diri kita, membuat kita pusat yang terpenting dan semua hanyalah objek dalam pengalaman si subjek. Namun tak sekalipun kita menyadari bahwa si subjek, si “aku”, juga rekaan. Dalam pengamatan murni, “aku” tereduksi menjadi objek, sama-sama cuma fenomena. Perasaan saya hanya fenomena, fisik saya juga fenomena, burung di udara pun fenomena. Sebagai konsep, kita bisa meneriakkan “kita adalah satu, we are one” dan membungkusnya dalam melodi indah. Namun tanpa berhentinya pikiran, kebersatuan hanyalah semboyan manis. Kita mengaku mengenal Tuhan dan beragama, tapi dalam mimpi kolektif kita tentang Tuhan dan agama, perdamaian hanya akan seperti hantu yang tak terkejar.

Pada meditasi pagi hari ke-3, saya mulai memasuki suasana hening sejak berjalan menuju aula. Dan pagi itu, saya mengalami sesuatu yang sangat sulit diungkap dengan kata-kata. Segalanya menjadi denyut. Timbul dan lenyap begitu cepat. Denyut ini seperti “memakani” segala pengalaman seperti mulut PacMan. Tak ada yang dibiarkannya bertahan sedikit lama. Dengan ritme yang cepat dan cenderung tetap, semua fenomena yang muncul pun padam lagi tanpa kecuali. Bahkan luapan ekstase yang saya rasakan tak bisa bertahan lama. Pikiran yang hendak berkata-kata putus di tengah-tengah. Rasa haru yang singgah pun pergi lagi tanpa bisa saya cegah. Namun sebutir air mata berhasil lolos, saya merasakannya mengalir di pipi. Dan saat mata saya akhirnya membuka, air mata itu sudah kering tanpa bekas.

Dalam diskusi terakhir, Pak Hudoyo menjelaskannya sebagai pencerahan akan timbul dan lenyapnya fenomena. Apa yang kita pikir sebagai kontinuitas sesungguhnya adalah keterputusan. Seperti riil film yang sebenarnya cuma potongan gambar yang terputus-putus, tapi tampak bergerak kontinu ketika diputar. Para ilmuwan menelaahnya dalam fisika kuantum. Sebuah partikel sesungguhnya tidak diam statis, melainkan muncul dan lenyap. Anicca, atau impermanensi, adalah kata yang membersit saat saya merenungkan pengalaman meditasi saya tadi. Konsep yang sudah lama saya tahu dan akhirnya menjadi aktual lewat pengalaman.

Tiga hari bermeditasi di Mendut menjadi titik balik saya berikutnya. Sesudah Five Mindfulness Trainings di Hongkong yang memberi pemahaman segar tentang kode etik hidup, Meditasi Mengenal Diri memberi pengalaman tentang realitas sejati dari hidup itu sendiri. Dan ada benang merah yang menalikan keduanya: Thich Nhat Hanh dan Hudoyo Hupudio dengan caranya masing-masing telah mampu menghadirkan ajaran universal Sang Buddha bagi siapa saja yang ingin bebas dari penderitaan*apa pun denominasi agama dan kepercayaannya. Vipassana sebaiknya tidak dipandang eksklusif milik umat Buddha, tapi siapa pun yang ingin mengenal diri. Lima Sila yang diikuti pemahaman benar dapat diterapkan dalam hidup siapa saja, selama mereka memang berkomitmen untuk menciptakan koeksistensi yang harmonis dengan semua makhluk.

Saya akan mengakhiri artikel ini dengan mengutip pesan Pak Hudoyo setiap usai berdiskusi: lupakan ini semua. Lupakan cerita saya. Setiap kata adalah upaya, bukan kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan itu sendiri telah pergi dan berganti. Pikiran kita hanya bisa mengejar dan berujar. Namun pada saat yang sama, kita pun bisa tersadar dan terbangun dari mimpi panjang ini.

* Keterangan dan diskusi tentang MMD dapat disimak di milis-spiritual [at] yahoogroups.com atau meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com

Posted by Dewi Lestari at 3:58 PM

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #1 on: 18 April 2008, 06:11:20 PM »
Artikel berikut saya temukan dalam thread "(artikel) Meditasi Mengenal Diri":

Makalah ini berasal dari karya mendiang Ven. Mahasi Sayadaw Aggamahapandita—seorang bhikhhu guru meditasi vipassana terkemuka dari Myanmar—diadaptasikan oleh Dr. Hudoyo Hupudio, MPH. Bagian Pendahuluan dan Persiapan ditulis oleh Hudoyo.

Latihan dasar

Pendahuluan
[...]

Memang benar, artikel itu saya terjemahkan dari sebuah buklet tulisan YM Mahasi Sayadaw, berisi tuntunan praktis meditasi vipassana menurut versi beliau. Artikel itu saya terjemahkan pada tahun 2000, dan saya gunakan sebagai buku acuan (referensi) dari meditasi vipassana yang mulai saya ajarkan pada waktu itu (tahun 2000), yakni Meditasi Mengenal Diri (MMD).

Namun dalam perjalanan waktu, pengajaran MMD berangsur-angsur menemukan bentuknya sendiri, hingga mencapai bentuk finalnya pada tahun 2008 ini. Dalam bentuknya yang final, MMD sangat berbeda dengan vipassana versi Mahasi Sayadaw. Apa perbedaannya akan terlihat dalam artikel-artikel dalam thread ini.

Salam,
hudoyo

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #2 on: 18 April 2008, 06:38:31 PM »
Bisa tolong dijelaskan perbedaan mendasarnya?  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #3 on: 18 April 2008, 06:48:12 PM »
[Dari Brosur MMD (Meditasi Mengenal Diri) - program meditasi gratis]

PROGRAM AKHIR PEKAN &
PROGRAM SEMINGGU PENUH

MEDITASI MENGENAL DIRI

* Bukan untuk pengalaman gaib, tenaga dalam, penyembuhan, kesuksesan dsb,
* Meditasi total selama 3 hari 2 malam atau selama 7 hari 8 malam,
* Bertujuan memahami diri sedalam-dalamnya untuk kearifan & pembebasan,
* Menghasilkan pula: terkendalinya ego, meningkatnya kemampuan konsentrasi, keseimbangan mental, serta kesehatan fisik.


PENDAHULUAN

Manusia selalu menginginkan kepuasan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, dan ini selalu dicarinya di luar dirinya: pada harta benda, pada kekuasaan, pada prestasi intelektual, pada kegiatan sosial, pada “pencapaian spiritual”, dsb. Jarang manusia menengok ke dalam batinnya sendiri untuk melihat dan memahami mengapa ia tidak bahagia dan tidak sejahtera pada saat ini.

Manusia tidak bahagia karena ia tidak menyadari dan tidak mengenali konflik-konflik yang ada dalam batinnya: konflik emosional, konflik intelektual, konflik spiritual. Kalau pun ia mulai menyadarinya, ia masih tetap mencari penyelesaian melalui sesuatu di luar dirinya: melalui psikolog, melalui orang “pintar”, melalui pemuka agama, melalui berbagai kepercayaan dan pandangan hidup. Dengan demikian konflik-konflik itu tidak pernah terselesaikan. Dan itu tercermin dalam keresahan batinnya, dan dalam kekacauan masyarakat di mana ia berada. Setiap manusia pada dasarnya menyumbang kepada kekacauan masyarakat di sekitarnya. Sedikit-banyaknya sumbangan itu bergantung pada taraf kesadarannya.

Program meditasi ini didasarkan pada pengertian bahwa konflik-konflik dalam batin manusia hanya dapat terselesaikan dengan tuntas dengan jalan disadari, diamati & dikenali secara pasif pada saat munculnya dari saat ke saat.

Praktek meditasi ini didasarkan pada pemahaman bahwa sang ‘aku’ (diri, ego, nafs) adalah sumber dari segala dualitas dan konflik—lahiriah maupun batiniah--di dalam batin kita dan di dalam masyarakat, sepanjang zaman.

Program ini bukanlah lokakarya, seminar atau sejenisnya, yang di situ lebih banyak digunakan penalaran (intellection), melainkan suatu praktek meditasi yang unik. Meditasi ini bukanlah latihan konsentrasi atau sekadar relaksasi yang banyak ditawarkan orang untuk mencapai suatu hasil tertentu (ketenangan, penyembuhan, kemampuan paranormal, pengalaman mistikal dsb), yang dinikmati dan dimanfaatkan oleh si individu. Praktek meditasi ini justru langsung mengamati sang ‘aku’ itu sendiri dalam segala aspek dan prosesnya, yakni: rasa tubuh (sensations), emosi, kehendak, ingatan, dan terutama akal budi (intellect).

Untuk itu diperlukan pengembangan keelingan (awareness) dan perhatian-penuh (mindfulness) dalam waktu yang lama (beberapa hari), sehingga dengan demikian kebiasaan-kebiasaan mental yang sudah berakar mendalam dapat dikenali dan dipahami, sehingga orang tidak lagi terbelenggu olehnya. Itulah sebabnya, meditasi ini disebut Meditasi Mengenal Diri (MMD).

Kemudian, di luar latihan meditasi itu sendiri, pengembangan ini perlu dilakukan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sikap batin ini menjadi pola kesadaran sehari-hari, melimpah keluar dari saat-saat latihan meditasi yang intensif.

TUJUAN

Secara konseptual, tujuan akhir meditasi ini disebut ‘pencerahan’, ‘pembebasan’, yang dalam berbagai agama dikenal sebagai “hulul”, “nirwana”, “moksha”, “menyatu dengan Allah”, dan sebagainya. Tetapi secara aktual, hal itu bukan menjadi tujuan yang disadari oleh pemeditasi itu sendiri, karena di dalam meditasi kesadarannya terus-menerus mengamati saat kini tanpa henti, tanpa membanding-bandingkan dengan masa lampau dan masa depan.

Dalam manusia melakukan kegiatan sehari-hari, biasanya selalu disadari ada suatu tujuan tertentu di masa depan. Namun dalam praktek MMD secara aktual, "tujuan" meditasi ini tidak disadari dan diletakkan di masa depan. Tujuan meditasi ini terletak di dalam meditasi itu sendiri, yakni 'sadar pada saat kini.' Dalam budaya Jawa, keadaan ini dikenal sebagai 'mati sajroning urip.' Di sinilah letak keunikan MMD: metode dan tujuannya tidak berbeda, yakni menyadari saat kini, bukan bercita-cita di masa depan.

Sementara secara konseptual tujuan akhir meditasi ini terletak ‘di masa depan’, para pemeditasi akan segera memperoleh manfaat dari meditasi ini dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat disebut sebagai ‘tujuan antara’. ‘Tujuan-antara’ meditasi ini ialah melimpahnya pola kebiasaan mengamati dan menyadari diri ini ke dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari. ‘Tujuan antara’ ini dapat dikenali sebagai:
* terkendalinya ego (terkendalinya pikiran, emosi, keinginan dsb);
* meningkatnya kemampuan berkonsentrasi pada apa pun yang dihadapi—tanpa terganggu oleh berbagai emosi dan pikiran yang tidak relevan dan tidak bermanfaat; dan
* meningkatnya kesehatan fisik sebagai hasil ikutan dari batin yang tenang dan seimbang.
Ketiga hal ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yang sejahtera dan bahagia.

Meditasi ini berasal dari ajaran Buddha Gautama lebih dari 25 abad lalu, dikenal sebagai meditasi vipassana. Dalam program ini, meditasi vipassana diperkenalkan kepada khalayak Buddhis & non-Buddhis. Untuk itu, istilah-istilah dan konsep-konsep yang berasal dari Agama Buddha telah diganti dengan pengertian-pengertian yang bersifat universal. Ini dilakukan dengan keyakinan bahwa keefektifan meditasi ini tidak bergantung pada nilai dan doktrin keagamaan tertentu; meditasi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap praktisinya tanpa tergantung pada agama/kepercayaan yang dianut.

Dalam prakteknya meditasi ini juga diilhami oleh ajaran J. Krishnamurti, yang adalah identik dengan ajaran Buddha Gautama.

METODOLOGI

(a) Praktek meditasi ini dilakukan secara total, mulai dari awal sampai akhir program, sepanjang hari, mulai dari saat bangun sampai saat tidur kembali. Program meditasi ini dilakukan pada akhir pekan, mulai pada hari Jumat pukul 19, dan berakhir pada hari Minggu pukul 11. (Pada program seminggu penuh, meditasi dilakukan selama 7 hari 8 malam.)

(b) Meditasi ini bukan konsentrasi. Praktek meditasi ini berupa keelingan (awareness) atau perhatian-penuh (mindfulness) yang ditujukan--bukan kepada hal-hal ‘luar’ yang tercerap (perceived) melalui pancaindra atau yang muncul sebagai ingatan--melainkan kepada seluruh aspek atau proses diri individual, yang mencakup: jasmani (rasa-tubuh, sensation), perasaan (emotion), pikiran (thought), ingatan (memory), kehendak (intention), penalaran (reasoning), dsb, pada saat berbagai hal itu muncul dalam kesadaran.

(c) Praktek meditasi ini dilaksanakan dengan duduk diam dan berjalan. Pada mulanya, diusahakan untuk mampu duduk diam selama setengah jam, berjalan selama setengah jam, berganti-ganti. Berangsur-angsur waktu ini dipanjangkan sampai peserta mampu duduk diam selama satu jam.

(d) Kegiatan sehari-hari, seperti makan, minum, mandi, menyikat gigi, buang air, berpakaian, mencuci pakaian dsb, dilakukan dengan tetap mempertahankan perhatian-penuh (mindfulness) dan keelingan (awareness) terhadap niat (intention), gerakan, dan rasa-tubuh (sensation) yang timbul selama menjalankan kegiatan tersebut.

(e) Dengan makin tajamnya perhatian, semua gerakan akan menjadi makin lambat dengan sendirinya. Dianjurkan untuk mengurangi sedapat mungkin gerakan yang bersifat refleks; bila perhatian cukup tajam, akan terlihat niat yang muncul dalam batin sesaat sebelum melakukan setiap gerakan fisik.

(f) Sebelum datang ke tempat pelatihan, peserta dianjurkan untuk lebih dulu membaca di rumah buku acuan: “Meditasi dalam Bahasa Sehari-hari” oleh Ven. Henepola Gunaratana (A.S.), sebagai buku introduksi dan referensi mengenai meditasi vipassana.

Buku itu dapat diperoleh secara gratis dengan berlangganan milis: <meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com>, kemudian mengambilnya dari situs http://groups.yahoo.com/group/medita...al-diri/files/

Namun, membaca buku itu bukan syarat mutlak untuk dapat mengikuti retret ini.

(g) Selama program meditasi berlangsung, peserta tidak dibenarkan berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan sesama peserta, membaca, menulis, melihat arloji/jam, menelepon/menerima telepon (telepon seluler harus dimatikan), dsb. Tugas peserta hanyalah mengamati secara pasif badan & batin sendiri pada saat munculnya dengan keelingan (awareness) dan perhatian-penuh (mindfulness). Penyimpangan dari ketentuan ini hanya dapat dibenarkan dalam keadaan darurat.

(h) Setelah membaca dengan saksama brosur ini, peserta diminta menandatangani pernyataan akan mengikuti pelatihan sampai selesai (tidak berhenti di tengah jalan, kecuali dalam keadaan darurat) di dalam formulir pendaftaran yang diisinya.

(i) Apabila peserta mempraktekkan suatu metode meditasi lain atau suatu ritual tertentu--termasuk berdzikir, berdoa, kontemplasi, membaca mantra, visualisasi, relaksasi, yoga dsb--disarankan untuk tidak melakukan praktek-praktek tersebut selama berlatih MMD. (Ketentuan ini tidak berlaku untuk ritual/ibadah yang bersifat wajib menurut ketentuan agama peserta, misalnya sholat wajib bagi kaum Muslim.)

(j) Selama praktek meditasi, pembimbing akan mewawancarai peserta satu demi satu untuk mengecek pemahaman peserta tentang praktik MMD, dan mengetahui masalah-masalah yang dihadapi peserta dalam meditasi.

Selain itu, setiap saat peserta dapat menghubungi pembimbing untuk berbicara secara privat, guna membahas dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi peserta dalam praktek meditasinya.

Gunakanlah kesempatan ini setiap kali peserta mengalami hambatan atau masalah dalam praktek meditasi, seperti merasa bosan, putus asa, gelisah, ragu dsb.

Juga penting untuk berbicara dengan pembimbing, bila peserta memperoleh pengalaman batin yang dirasakan luar biasa atau aneh, seperti pengalaman yang menakjubkan, menakutkan, menyedihkan, merasa menyesal, bersalah, bergairah, nikmat, dsb.

Juga bila mengalami fenomena fisik, seperti melihat cahaya, badan bergoyang, badan terasa “hilang”, merasa ada listrik mengalir dalam tubuh dsb, sebaiknya hal itu dilaporkan kepada pembimbing. Semua perasaan dan pengalaman itu dapat menjadi penghambat dalam MMD.

(k) Dalam program ini, peserta makan dua kali sehari (makan pagi dan makan siang). Sepanjang waktu disediakan minuman yang menyegarkan. Peserta vegetaris dapat minta disediakan makanan vegetaris.

JADWAL

Hari ke-1: JUMAT

Pk. 19.00 – 20.00 : DISKUSI 1: “Introduksi, Petunjuk Meditasi”
Pk. 20.00 – 22.00 : MEDITASI
Pk. 22.00 - 03.00 : Istirahat malam

Hari ke-2: SABTU

(Pk. 03.00 : Bel bangun tidur)
Pk. 03.00 – 06.00 : MEDITASI
Pk. 06.00 – 07.00 : DISKUSI 2: “Rintangan Batin”
Pk. 07.00 - 08.00 : Makan pagi
Pk. 08.00 – 11.00 : MEDITASI
Pk. 11.00 – 12.00 : DISKUSI 3: “Pikiran”
Pk. 12.00 - 13.00 : Makan siang
Pk. 13.00 – 14.00 : MEDITASI
Pk. 14.00 – 16.00 : Istirahat siang
Pk. 16.00 – 19.00 : MEDITASI
Pk. 19.00 – 20.00 : DISKUSI 4: “Waktu”
Pk. 20.00 – 22.00 : MEDITASI
Pk. 22.00 - 03.00 : Istirahat malam

Hari ke-3: MINGGU

(Pk. 03.00 : Bel bangun tidur)
Pk. 03.00 – 06.00 : MEDITASI
Pk. 06.00 – 07.00 : DISKUSI 5: “Sang Aku”
Pk. 07.00 - 08.00 : Makan pagi
Pk. 08.00 – 10.00 : MEDITASI
Pk. 10.00 – 11.00 : DISKUSI 6: “Bagaimana setelah ini?”
Pk. 11.00 : Makan siang bersama - Selesai

(Pada program seminggu penuh, diskusi hanya diadakan sekali sehari, pada pk 19.00.)

BIAYA PELATIHAN

Pada prinsipnya, pelatihan ini diberikan secara gratis. Pembimbing dan para petugas dalam retret ini tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun.

Namun, apabila retret ini diadakan di sebuah vihara, pada akhir retret para peserta diharapkan menyumbang secara sukarela (dengan jumlah yang tidak ditentukan besarnya) kepada vihara.

Bila retret ini diadakan di sebuah tempat yang disewa untuk itu, maka biaya akomodasi & konsumsi ditanggung bersama-sama secara transparan oleh para peserta.

Untuk keterangan lebih lanjut & pendaftaran hubungi:

Pembimbing: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
Tel.: (021) 8730080, Hp: 0811-873490;
email: <hudoyo [at] cbn.net.id>

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #4 on: 18 April 2008, 06:52:31 PM »
Bisa tolong dijelaskan perbedaan mendasarnya?  _/\_

Mohon maaf, harap bersabar sebentar. Thread ini masih saya bangun; posting yang penting-penting saya dahulukan.

Salam,
hudoyo

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #5 on: 18 April 2008, 07:10:17 PM »
Ok monggo Pak. ;D _/\_
« Last Edit: 18 April 2008, 07:23:19 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #6 on: 18 April 2008, 07:30:45 PM »
JADWAL RETRET MMD 2008 - Program meditasi gratis!

MMD SEMINGGU

Retret dimulai pada pukul 7 malam, dan berakhir pada pukul 7 pagi.

29 Feb - 8 Mar 2008 : Bali - Brahmavihara-arama
9 - 17 Agustus 2008 : Jawa Barat - Cipanas (tempat meditasi Bpk Tatang Kurdi)
24 Des '08 - 1 Jan '09 : Jawa Tengah - Vihara Mendut
<tgl akan ditentukan kemudian>: Kalimantan Timur - Vihara Muladharma, Samarinda
 
Pendaftaran:
- Untuk di Brahmavihara-arama, pada: Wijaya Darma, 0812 361 3000, widarma [at] gmail.com
- Untuk di Cipanas, pada: Hudoyo, 0811 87 34 90, hudoyo [at] cbn.net.id
- Untuk di Vihara Mendut, pada: Waluyo, 0812 294 31 13, sadarsetiapsaat [at] yahoo.com
- Untuk di Samarinda: Liliana Tan, 0811 55 18 93, g_gemini [at] cbn.net.id
(Perhatian: tempat untuk retret di Vihara MENDUT biasanya terisi penuh 2 bulan sebelumnya; harap mendaftar sedini mungkin.)


MMD AKHIR PEKAN

Retret dimulai pada pukul 7 malam, dan berakhir pada pukul 11 pagi.

Di Cipanas (tempat meditasi Bpk Tatang Kurdi):

11 - 13 Januari 2008
11 - 13 April 2008
7 - 9 November 2008
Pendaftaran pada: Hudoyo, 0811 87 34 90, hudoyo [at] cbn.net.id

Di Vihara MENDUT (Jawa Tengah)

8 - 10 Februari 2008
13 - 15 Juni 2008
17 - 19 Oktober 2008
Pendaftaran pada: Waluyo, 0812 294 31 13, sadarsetiapsaat [at] yahoo.com
(Perhatian: tempat untuk retret di Vihara MENDUT biasanya terisi penuh 2 bulan sebelumnya; harap mendaftar sedini mungkin. Untuk bulan Juni ini sudah penuh: terdaftar 50 orang untuk kapasitas 30 tempat tidur, sebagian harus masuk waiting list.)

Di BRAHMAVIHARA-ARAMA (Singaraja, Bali)

20 - 22 Juni 20008
26 - 28 September 2008
12 - 14 Desember 2008
Pendaftaran pada: Wijaya Darma, 0812 361 3000, widarma [at] gmail.com, Iwan Ananta Wijaya, 0811 399 244, wanantawi [at] yahoo.com, Yopi Sutedjo, 0812 390 8636, deepblue992000 [at] yahoo.com

Di Vihara MULADHARMA (Samarinda)

20 - 23 Maret 2008
Pendaftaran pada: Liliana Tan, 0811 55 18 93, g_gemini [at] cbn.net.id

*****

BIAYA PELATIHAN

Pada prinsipnya, pelatihan ini diberikan secara gratis. Pembimbing dan para petugas dalam retret ini tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun.

Namun, apabila retret ini diadakan di sebuah vihara, pada akhir retret para peserta diharapkan menyumbang secara sukarela (dengan jumlah yang tidak ditentukan besarnya) kepada vihara.

Bila retret ini diadakan di sebuah tempat yang disewa untuk itu, maka biaya akomodasi & konsumsi ditanggung bersama-sama secara transparan oleh para peserta.

Untuk keterangan lebih lanjut hubungi:

Pembimbing:
Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
Tel.: (021) 8730080, Hp: 0811-873490;
email: hudoyo [at] cbn.net.id, hudoyo [at] gmail.com

CATATAN:
Jadwal ini dapat berubah sewaktu-waktu. Setiap perubahan akan diumumkan di thread MMD.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 18 April 2008, 07:33:48 PM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #7 on: 18 April 2008, 07:49:34 PM »
Jawaban untuk Rekan Bond. :)

Cerita dari retret MMD di Samarinda, 19 – 23 Maret 2008:

MMD MENEMUKAN WUJUD FINALNYA

Pada waktu Meditasi Mengenal Diri (MMD) mulai diajarkan pada Mei 2000, modelnya mengikuti meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw. Selama beberapa tahun kemudian, model ini tetap dipertahankan.

Beberapa karakteristik dari meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw adalah:

(1) menggunakan Maha-satipatthana-sutta sebagai referensi,
 
(2) dilandasi oleh usaha (viriya) yang maksimal,

(3) menekankan konsentrasi pada “obyek utama”, yakni napas pada meditasi duduk, dan langkah pada meditasi jalan, di samping menyadari pula segala fenomena lain yang masuk melalui indra-indra selama bermeditasi,

(4) menggunakan beberapa teknik untuk memperkuat konsentrasi, yakni:
- mencatat (naming, labeling) segala sesuatu yang diamati,
- memperlambat semaksimal mungkin segala gerakan tubuh ketika meditasi jalan dan ketika melakukan kegiatan sehari-hari.

(5) bertujuan mencapai ‘nyana-nyana’ (pencerahan, insights) yang bertingkat-tingkat, yang berpuncak pada tercapainya magga & phala, yakni kesadaran ariya (suci) Sotapana dst sampai Nibbana (Nirwana).

Dalam perkembangan MMD selanjutnya, dalam interaksi pembimbing dan para praktisi MMD yang serius, secara berangsur-angsur berkembanglah suatu versi meditasi vipassana yang sama sekali berbeda. Versi vipassana ini banyak diilhami oleh pencerahan & ajaran J. Krishnamurti.

Namun, ini bukan berarti bahwa MMD telah menyimpang dari ajaran Buddha Gotama yang asli. Oleh karena, ternyata kemudian ditemukan sutta-sutta dalam kitab suci Tipitaka Pali yang mengandung ajaran meditasi oleh Buddha Gotama yang persis sama dengan meditasi yang diajarkan oleh J. Krishnamurti. Sutta-sutta itu adalah:
(1) Bahiya-sutta (Udana, 1.10)
(2) Malunkyaputta-sutta (Samyutta-nikaya, 35.95)
(3) Kalaka-sutta (Anguttara-nikaya, 4.24)
Tambahan pula, mengingat sutta-sutta ini termasuk sutta-sutta pendek, dapat disimpulkan mereka berasal dari masa yang relatif lebih tua dari kitab suci Tipitaka Pali.

Sejak tahun 2007 sampai sekarang, praktik MMD berangsur-angsur telah menemukan wujudnya yang final, yang amat berbeda dengan meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw atau dengan teknik-teknik meditasi vipassana lainnya. Beberapa karakteristik MMD yang berbeda itu adalah:

(1) menggunakan Bahiya-sutta, Malunkyaputta-sutta dan Kalaka-sutta sebagai referensi;

(2) sama sekali tidak dilandasi oleh usaha (viriya) - alih-alih menekankan pada sadar/eling (sati) secara pasif (usaha dipahami sebagai gerak dari pikiran/si aku/atta);

(3) tidak menekankan pada konsentrasi, melainkan pengembangan sadar/eling (sati) seluas-luasnya, tanpa mengamati satu obyek dalam waktu relatif lama (tidak ada "mengamati" secara sengaja) – dalam keadaan ini konsentrasi akan berkembang dengan sendirinya—bukan dibuat/disengaja—bersama dengan berkembangnya keheningan;

(4) karena tidak mengembangkan konsentrasi secara sengaja, maka tidak menggunakan teknik apa pun, seperti “mencatat”--yang adalah gerak pikiran--atau memperlambat gerakangerakan tubuh akan melambat dengan sendirinya bersama menguatnya kesadaran;

(5) tidak mempunyai tujuan, cita-cita atau harapan apa pun yang disadari, tidak bertujuan mencapai “nyana-nyana”, bahkan tidak bertujuan mencapai nibbana, di masa depan; alih-alih, sekadar menyadari munculnya si aku/atta dalam segala bentuknya dari saat ke saat, pada saat kini.

Di dalam retret MMD, perbedaan mendasar dengan teknik meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw atau dengan teknik-teknik meditasi vipassana lainnya terlihat nyata pada kesulitan yang dihadapi oleh para peserta retret yang sebelumnya telah terbiasa dengan teknik-teknik meditasi vipassana tertentu. Dalam beberapa jam pertama, mereka harus “membongkar” keterkondisian terhadap teknik-teknik meditasi vipassana itu, untuk dapat masuk ke dalam keheningan MMD yang tanpa teknik, tanpa tujuan dan tanpa usaha apa pun.

Pada beberapa peserta retret yang berhasil mengatasi keterkondisiannya pada teknik-teknik meditasi vipassana tertentu, akan dirasakan suatu kelegaan, keringanan, kejernihan, seolah-olah suatu beban yang berat terlepas dari pundak, yakni “beban meditasi”.

Mengingat adanya perbedaan-perbedaan mendasar di antara MMD dengan berbagai teknik meditasi vipassana lain, maka semakin dirasa mendesak perlunya sebuah buku panduan MMD yang lengkap.

Di bawah ini disajikan beberapa testimoni dari para peserta retret MMD 3 hari 4 malam di Vihara Ekayana, Samarinda, tgl 19 – 23 Maret 2008.

Pembimbing,
Hudoyo Hupudio

*****

SONY HALIM, 29 th., Buddhis, Samarinda – pernah dua kali mengikuti pabbajja menjadi samanera, peserta baru MMD:

MMD adalah sebuah hal yang baru dan sangat menarik bagi saya. Selama ini saya mengenal meditasi selalu ada obyek, namun MMD mengajarkan tanpa obyek, hanya mengamati pikiran/atta tanpa memberikan respons apa pun terhadap yang muncul.

Awalnya sulit, tapi memberi efek yang mendalam bagi saya. Saya jadi mengerti apa yang saya alami selama ini. Hidup dan sadar pada hari ini/saat ini jauh lebih baik ketimbang terbebani oleh kehidupan yang lalu atau akan datang. Terkadang kita tidak sadar bahwa kita hidup di masa lampau, karena punya kesan yang kuat terhadap kejadian masa lampau; atau kita hidup di masa depan, karena bingung/khawatir tentang masa depan kita. Akhirnya kita lupa, bahwa hidup saat ini yang menentukan apa yang akan kita dapatkan.

Masa lalu sudah lewat,
Masa depan belum pasti,
Masa sekarang adalah pasti.

Mengapa harus bingung dengan hal yang sudah lewat dan hal yang belum pasti?
Kenapa tidak fokus pada hal yang pasti?


N.N.:

Pertama-tama, saya haturkan banyak terima kasih atas bimbingan Romo Hudoyo, yang telah membimbing saya mengikuti latihan MMD yang ketiga kali.

Pengalaman selama mengikuti latihan MMD untuk kali ini sangat lain dari yang terdahulu. Saya sangat berkesan sekali dengan apa yang diterangkan pada saat-saat diskusi tiap malam, yaitu apa yang kita dengar cuma ada yang didengar, apa yang dirasa cuma ada yang dirasa, tapi tidak ditanggapi, apa yang dirasa di pikiran kita, memori-memori, cuma disadari; semua akan padam/lenyap. Maka saya menyadari aku.

Makanya dalam latihan kali ini, saya lebih enak dan tenang walaupun badan jasmani ini sakit, timbul dan tenggelam. Seperti waktu saya ikut yang lalu, semua yang kita dengar dan rasakan harus dicatat; jadi sepertinya kita mencari sesuatu yang belum didapat. Dan kadang melihat cahaya-cahaya. Tapi kali ini tidak demikian. Semua berjalan apa adanya.

Sekali lagi, terima kasih banyak, Romo Hudoyo. Semoga apa yang saya dapat dari Romo akan saya terapkan di kehidupan sehari-hari. Sampai ketemu, Romo, terima kasih.



PUNAN BUDIMAN, 46 th., Buddhis, peserta lama MMD, pernah duduk diam tanpa bergerak selama 5 jam dalam retret MMD yang lalu (tampaknya masuk ke dalam jhana):

Ringkas saja saya beritahukan, bahwa saya mengikuti retret dengan Bpk Hudoyo ini sudah dua kali, dan ini yang ketiga kalinya.

Pada retret yang ketiga ini, metode yang diterapkan tambah mudah; maksud saya, di pikiran tidak ada beban, atau istilahnya, setiap yang muncul tidak di-label atau dicatat. Jadi di retret yang ketiga ini sangat enjoy dan happy, tidak ada istilah label-labelan. Jadi saya sangat berkesan dan bermanfaat untuk saya menjalankan MMD ini dalam kehidupan saya ini.

Sekian, terima kasih, Romo Hudoyo. Semoga dalam perjalanannya sukses dalam mengembangkan MMD ini untuk semua orang banyak; dan semoga semua makhluk berbahagia.


<bersambung>

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #8 on: 19 April 2008, 09:22:31 PM »
ehemm... mmm....... yup, but... kenapa neh saya masih belum betul2 paham dari arti kata but tsb.

apakah karena di buddhis ada step2 kita harus ini harus itu..
hidup seperti ini, hidup seperti itu, jangan lakukan ini, jangan lakukan itu.. dan seakan2 kita menempa diri untuk siap mendayung ke pantai sebrang.

dan di J.K u tinggal 3D.
datang
duduk
diam
dan lihat semuanya??

IMO. di awal kita memang harus menempa diri atau melatih diri, dgn step2 yg telah diberikan. apapun yg anda pegang atau anut. jalur ariya lah yg dapat membawa anda memasuki suatu arus... namun jika anda telah di arus yg tepat/jalan yg tepat maka hal2 anda tinggal berjalan dgn sendirinya, dgn jalan yg anda ciptakan dan jalan yg anda taklukan sendiri..
Semoga Bermanfaat
kalau pendapat saya, step2 tsb adalah jalan utk ke pintu kesadaran...
dalam 3D yg sdr. andry katakan datang, duduk & diam (mengamati), step2 tsb adalah jalan utk ke kondisi D yg pertama yaitu 'datang'.
Apakah ke pintu kesadaran itu harus dg 3D tsb? gimana kalo kita tidak berada di 3D tsb? Mereka yg pake 3D tsb bisa bertahan berapa lama (Apakah bisa seharian)? .... :-?

Mengenai "jalan spiritualitas", secara garis besar ada dua pendapat:

(1) mayoritas terbesar (di semua agama, termasuk agama Buddha) melihat spiritualitas sebagai "jalan" menuju "sesuatu" yang diidam-idamkan. "Sesuatu" yang ideal itu diletakkan di masa depan, dan "jalan" itu membawa dari 'apa yang ada sekarang' (yang ingin diubah) menuju 'apa yang seharusnya' (yang ingin dicapai) di 'masa depan', atau disebut juga "pantai seberang". Pendapat seperti ini berasal dari pembelajaran secara intelektual atas kitab-kitab. (Di dalam kitab Tipitaka itu disebut Jalan Suci Berfaktor Delapan)

(2) segelintir orang (cuma Buddha dan Krishnamurti) menyatakan "tidak ada jalan", melainkan hanya "diam" bersama 'apa yang ada' pada 'saat kini', tanpa memikirkan segala harapan & cita-cita ke 'masa depan'. Pendapat seperti ini berasal dari pengalaman meditasi, tanpa melalui pembelajaran dari buku. (Buddha mengatakan itu di dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta).

Rekan Tesla mau memadukan kedua pandangan--yang sebetulnya tidak bisa dipadukan itu--dengan mengatakan bahwa "jalan" (#1) itu adalah untuk mencapai keadaan "diam" (#2).

Ibu Lily mempertanyakan apakah "diam" itu bisa sepanjang waktu.

Saya berpendapat, kedua sudut pandang ini tidak bisa dipertemukan. Pandangan yang satu berasal dari pemahaman secara intelektual, pandangan yang lain bukan pemahaman secara intelektual, melainkan secara intuitif berasal dari pengalaman meditasi.

Kalau orang berpikir, harus berupaya dulu untuk sampai pada kesadaran keheningan, maka ia tidak akan pernah hening, karena upaya itu menyiratkan adanya aku yang terus mengharap & berusaha; selama aku ada selama itu pula tidak akan pernah ada keheningan.

Jadi, "diam" itu harus terjadi mulai saat sekarang, betapa pun pikiran ini masih berseliweran, tidak ditunda-tunda dengan sibuk berlatih ini-itu. Justru "diam" itu harus terjadi di tengah-tengah kita berhubungan dengan orang lain, berhubungan dengan dunia sekitar, berhubungan dengan pikiran-pikiran & harapan-harapan kita sendiri. Justru "diam" (dalam arti tidak bereaksi) itu harus terjadi setiap saat, terus-menerus, kalau mau. :)

Sang Buddha kepada Angulimala:

"Angulimala, aku sudah lama berhenti. Kamulah yang masih terus berlari. Apa yang kamu cari? Berhentilah."

Apakah kita tidak terus berlari mengejar "kesadaran", mengejar "nibbana"?

Salam,
hudoyo

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #9 on: 19 April 2008, 09:48:36 PM »
lanjutin ke sini saya yah... :)

Quote
Rekan Tesla mau memadukan kedua pandangan--yang sebetulnya tidak bisa dipadukan itu--dengan mengatakan bahwa "jalan" (#1) itu adalah untuk mencapai keadaan "diam" (#2).

jalan yg saya maksud (#1) bukanlah utk mencapai keadaan diam (#2) ;D
tetapi jalan utk mengkondisikan pengembangan kesadaran (samadhi / bhavana yah bahasanya?...), misalkan salah satu kondisinya adalah saya dan teman2 disini dapat berdiskusi dg Pak Hudoyo di sini. :)
jalan itu sendiri berada di luar konteks pengembangan kesadarannya...

oh... mungkin memang ada perbedaan pendapat antara Pak Hudoyo dg saya mengenai pengembangan kesadaran tsb adalah dg usaha ataupun tanpa usaha... walau demikian, saya sangat senang utk berdiskusi MMD :)
« Last Edit: 19 April 2008, 09:51:34 PM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #10 on: 19 April 2008, 10:09:01 PM »
lanjutin ke sini saya yah... :)
[...]

oh... mungkin memang ada perbedaan pendapat antara Pak Hudoyo dg saya mengenai pengembangan kesadaran tsb adalah dg usaha ataupun tanpa usaha... walau demikian, saya sangat senang utk berdiskusi MMD :)


Betul, ada dua sudut pandang yang berbeda secara mendasar:

(1) dengan usaha, menuju suatu keadaan yang dicita-citakan di masa depan, ke "pantai seberang";

(2) tanpa usaha, berada pada saat kini terus-menerus, tanpa memikir-mikir ke masa depan.

Ini perbedaan mendasar antara vipassana versi Mahasi Sayadaw, versi Goenka, versi Pa_Auk dll di satu pihak dengan versi MMD di lain pihak.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 19 April 2008, 10:17:30 PM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #11 on: 19 April 2008, 10:15:31 PM »
Quote from: hudoyo
Jadi sekarang ini di Indonesia ada beberapa versi meditasi vipassana:

1. versi Mahasi Sayadaw
2. versi Goenka
3. versi Pa-Auk Sayadaw (didahului dengan anapanasati untuk mencapai jhana)
4. versi MMD

Tambah satu lagi Pak Hud nomor 5, versi saya.
saya ada versi saya sendiri persinggungan antara anapanasati sutta dan bahiya sutta, hasil pengalaman saya berbeda dengan guru2x mainstream yang ada, sejalan dengan MMD sejauh ini. Cuma sejauh ini baru 1 orang yg tahu  :))

Pak Hud, mungkin bisa buat thread baru, Meditasi MMD di board "Meditasi" supaya bahasan kita bisa fokus di JK.  _/\_

Rekan Benny, thread MMD sudah dibuka. Saya ingin mendengarkan uraian Anda tentang meditasi "versi" Anda, kalau tidak berkeberatan. Mungkin bermanfaat untuk saya & teman-teman yang lain. Terima kasih sebelumnya.

Salam,
hudoyo

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #12 on: 20 April 2008, 09:45:04 AM »
Terima kasih utk jawaban  Pak Hudoyo,

Menurut saya apa yg diajarkan oleh Mahasi Sayadaw, Paauk Sayadaw, Goenka dan Pak Hudoyo sendiri sebenarnya hanya pada awal start nya saja yg berbeda yg mana pada saat meninggalkan garis startnya adalah sama.

Misalnya, Pada latihan Goenka lebih kepada vedananupasana dan memulainya dengan anapanasati, Paauk Sayadaw melalui sarana setelah Jhana, dan Anda sendiri saya melihatnya lebih kepada cittanupasana(CMIIW)dan langsung tanpa pemicu..(3D) Sebenarnya dari apa yg saya alami hanyalah perbedaan dalam konsep bukan dalam pengalaman.

Juga ketika kita melihat versi Mahasi Sayadaw dengan menggunakan pelabelan dan pencatatan, itu hanya pemicu saja, pada saat "hening"muncul dan hanya "menyadari" saja maka antara teknik Mahasi dan Pak Hudoyo dan lainnya sama saja(dalam konteks Vipassana).

Ini mengapa Sang Buddha mengajarkan kepada muridnya dengan teknik yg berbeda pula tetapi hasil yg dicapai  adalah mencapai nibbana. _/\_
« Last Edit: 20 April 2008, 09:58:02 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #13 on: 20 April 2008, 06:17:04 PM »
Terima kasih utk jawaban  Pak Hudoyo,

Menurut saya apa yg diajarkan oleh Mahasi Sayadaw, Paauk Sayadaw, Goenka dan Pak Hudoyo sendiri sebenarnya hanya pada awal start nya saja yg berbeda yg mana pada saat meninggalkan garis startnya adalah sama.

Misalnya, Pada latihan Goenka lebih kepada vedananupasana dan memulainya dengan anapanasati, Paauk Sayadaw melalui sarana setelah Jhana, dan Anda sendiri saya melihatnya lebih kepada cittanupasana(CMIIW)dan langsung tanpa pemicu..(3D) Sebenarnya dari apa yg saya alami hanyalah perbedaan dalam konsep bukan dalam pengalaman.

Juga ketika kita melihat versi Mahasi Sayadaw dengan menggunakan pelabelan dan pencatatan, itu hanya pemicu saja, pada saat "hening"muncul dan hanya "menyadari" saja maka antara teknik Mahasi dan Pak Hudoyo dan lainnya sama saja(dalam konteks Vipassana).

Ini mengapa Sang Buddha mengajarkan kepada muridnya dengan teknik yg berbeda pula tetapi hasil yg dicapai  adalah mencapai nibbana. _/\_

Pendapat saya kira-kira sejalan dengan pendapat Anda yang terakhir. Saya berpendapat bahwa TIDAK ADA SATU TEKNIK/METODE vipassana yang universal, yang baku, yang bisa diklaim sebagai satu-satunya yang diajarkan oleh Sang Buddha untuk mencapai pembebasan dari dukkha, pembebasan dari aku (anatta, sunnyata).

Saya berpendapat, bahwa keempat teknik vipassana (Mahasi Sayadaw, Goenka, Pa-Auk Sayadaw & MMD), sekalipun tampak sangat berbeda, bahkan bertolak belakang dalam beberapa detailnya, entah bagaimana, mungkin saja semuanya bisa membawa pada pembebasan dari dukkha, yang berarti pembebasan dari aku, yang adalah nibbana. Saya tidak tahu persis bagaimana prosesnya, karena saya hanya mengikuti satu versi saja dari keempat versi itu. Namun, ini perlu saya tekankan untuk menghindarkan kesan bahwa saya berpendapat bahwa versi MMD sendiri yang benar dan versi-versi yang lain "salah".

Namun saya tidak sependapat kalau dikatakan bahwa "hanya pada awal start nya saja yg berbeda yg mana pada saat meninggalkan garis startnya adalah sama."  Apa yang Anda maksud dengan "awal start" dan "saat meninggalkan garis start"? Sama sekali tidak jelas buat saya; mohon dijelaskan, kalau bisa dengan contoh-contoh konkrit.

Saya pernah mengikuti retret 10 hari vipassana a la Mahasi Sayadaw (di bawah Chanmyay Sayadaw), dan 10 hari retret vipassana a la Goenka. Yang saya alami dan pahami dalam kedua retret itu masing-masing selama 10 hari itu jelas sangat berbeda satu sama lain, dan keduanya juga sangat berbeda dengan MMD yang sekarang saya jalankan & ajarkan. Perbedaan pengalaman itu saya rasakan mulai dari saat awal sampai saat akhir retret. Saya rasa begitu juga yang dialami oleh para pemeditasi yang lain. Pemeditasi versi Goenka (kalau ada yang membaca posting ini) tentu bisa menceritakan pengalaman meditasinya yang sangat berbeda dengan pengalaman pemeditasi versi Mahasi Sayadaw (kalau ada yang membaca posting ini), dan pengalaman keduanya sangat berbeda dengan pengalaman pemeditasi versi MMD.

Chanmyay Sayadaw sendiri mengatakan bahwa pelabelan bukan sesuatu yang mutlak perlu dan bisa ditinggalkan kalau sudah tercapai konsentrasi yang kuat. Sebaliknya, murid-murid beliau--baik yang bhikkhu maupun yang orang awam--tidak sedikit yang menekankan "pencatatan terus-menerus", bahkan ketika seorang pemeditasi mengatakan bahwa ia sudah tidak memerlukan lagi pencatatan; demikian tutur seorang pemeditasi vipassana versi Mahasi yang sekarang beralih ke versi MMD, dan ternyata jauh lebih berkembang kesadarannya dibandingkan ketika ia melakukan vipassana versi Mahasi.

Nah, sekali lagi, jadi di mana "titik meninggalkan garis start", di mana Anda katakan pengalaman meditasi vipassana dari semua versi akan "sama"? Ini sangat penting karena pengalaman "sebelum meninggalkan garis start"--apa pun artinya itu--jelas sangat berbeda antara keempat versi itu satu sama lain.

Pengalaman "sebelum meninggalkan garis start"--menurut pengertian Anda--yang sangat berbeda di antara keempat versi vipassana itu sangat penting, sebab kalau orang mencampuradukkan metode keempat-empatnya, jelas ia tidak akan memperoleh manfaat apa-apa. Kecuali tentu kalau ada orang yang berhasil memadukan beberapa teknik sehingga menjadi satu "teknik baru" yang memberikan manfaat nyata baginya; sebaiknya "teknik baru" itu disajikan di forum ini supaya bisa dibahas bersama-sama secara terbuka.

Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa ketiga versi yang tersebut pertama (Mahasi, Goenka, Pa-Auk) dilandasi oleh usaha (viriya), sedangkan di dalam MMD sama sekali tidak ada viriya dari sejak awal.

Pengalaman teman yang beralih versi vipassana itu juga menggarisbawahi pendapat saya di atas bahwa 'tidak ada SATU metode vipassana yang cocok untuk SEMUA orang', di samping tidak ada SATU metode vipassana yang baku yang bisa diklaim sebagai satu-satunya ajaran Sang Buddha.

Teman yang saya ceritakan di atas (ia tidak mau diketahui identitasnya) merasa terbebani dengan konsentrasi dan pencatatan ketika melakukan vipassana versi Mahasi Sayadaw, dan merasa bebas, terlepas dari "beban meditasi" ketika menjalankan vipassana versi MMD, sehingga ia beralih ke versi MMD. Sebaliknya, orang lain mungkin merasa bingung, tidak nyaman dan merasa tidak "berkembang" ketika melakukan vipassana versi MMD, di mana tidak ada konsentrasi pada satu titik dan tidak ada pencatatan sama sekali, sehingga mungkin akan lebih cocok baginya kalau melakukan vipassana versi lain yang mempunyai metode/teknik tertentu dengan konsentrasi dan pencatatan.

PS: Saya tidak tahu apakah secara teoretis MMD dapat digolongkan ke dalam cittanupassana atau tidak, karena saya sudah lama melepaskan segala teori dan konsep vipassana Buddhis. Apakah Anda pernah mencoba MMD? Kalau belum, saya rasa pendapat Anda itu tidak lebih dari spekulasi belaka, berdasarkan analisis intelektual Anda terhadap uraian verbal dari saya, jadi bukan dari pengalaman tangan pertama. :) - Saya rasa, dalam MMD orang mengamati pula persepsi-persepsi yang diterima dari pancaindra. Apakah itu cittanupassana juga? Bukan kayanupassana? Juga dalam MMD disadari perasaan yang enak dan tidak enak yang muncul dalam batin. Apakah itu bukan vedananupassana?

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 21 April 2008, 04:58:53 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #14 on: 21 April 2008, 04:41:46 AM »
DAPATKAH ORANG MELAKUKAN NAMASKARA SAMBIL BER-VIPASSANA?

Ini sebuah topik diskusi yang menarik.

Dalam retret MMD, apabila meditasi duduk dilakukan di dalam Dhammasala sebuah vihara, saya sarankan kepada peserta retret untuk tidak bernamaskara kepada Buddharupang ketika memasuki dan ketika mau keluar dari ruang Dhammasala selama retret berlangsung.

Sebuah pertanyaan yang beranalogi dengan itu adalah: Dapatkah orang membaca paritta sambil ber-vipassana? Dapatkah orang melakukan ritual keagamaan apa pun sambil ber-vipassana?

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 21 April 2008, 04:52:13 AM by hudoyo »

 

anything