//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - aryaputra

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 11
2
DOA KEPADA DEWA KWAN SENG TEE KUN

Namo  Kwan  Seng Tee Kun (3x)
Terpujilah Dewa Kwan Seng Tee Kun, Pembela Kebenaran Yang Berani Dan  Berbudi
Luhur. (3x)
Kami Memuja Dan Berlindung Kepada Dewa Kwan Seng Tee Kun.
Semoga Dewa Kwan Seng Tee Kun senantiasa mendampingi dan melindungi kami
sehingga kami selamat dan terbebas dari mara bahaya serta kekuatan jahat.
Semoga Dewa Kwan Seng Tee Kun membangkitkan keberanian dan kekuatan
baik dalam diri kami mengikuti sifat Dewa Kwan Seng Tee Kun.

3
Diskusi Umum / UMAT BUDDHA YANG FANATIK
« on: 02 August 2012, 04:10:45 PM »
Ajaran Sang Buddha adalah penuntun bagi kita, untuk itu perlu dilatih dan dipraktekkan.  Sang Buddha tidak membabarkan ajarannya hanya untuk dibanding-bandingkan atau dibanggakan keunggulannya terhadap ajaran lain. Orang yg menguasai Tipitakapun belum tentu lebih suci dr umat awam yg hanya mengetahui sedikit ajaran Sang Buddha, tapi melatih dan mempraktekkan dgn sepenuh hati. Seperti Bhikkhu Culapanthaka yg tdak cukup pandai untuk mengerti ajaran Sang Buddha yg dalam, tetapi mencapai tingkat arahat dgn melatih dan mempraktekkan ajaran yg sangat sederhana.
Sering umat Buddha terjerumus dengan  kemelekatan pada ajaran yg dianutnya, entah karena merasa telah mempelajari ajaran Sang Buddha yg asli atau sebab lainnya. Bukannya melatih dan mempraktekkan ajaran yg diketahuinya, malah mereka membandingkan, mencari kelemahan, mengkritik ajaran Sang Buddha yg tidak sealiran dgn mereka. Bahkan sikap itu berkembang menjadi mempergunjingkan, mencela sesama umat dan pemuka agama yg tidak sealiran dgn mereka. Mereka  terbelenggu dgn pengetahuan berbagai  isi kitab suci, namun belum cukup bijaksana untuk mengerti inti hakekat dr ajaran Sang Buddha itu sendiri . Akhirnya hal itu membentuk umat Buddha yg fanatik. Selain karena kurangnya kebijaksanaan dari diri sendiri, kefanatikan ini juga dapat disebabkan warisan dr guru dan pemuka agama yg kurang bijaksana yg menurunkannya pada generasi selanjutnya.
Sebagai umat Buddha kita wajib mengembangkan ajaran Buddha berdasarkan contoh sifat dan sikap yg baik dr kita untuk dijadikan panutan bagi orang lain. Orang lebih menghormati perilaku kita yg baik dan terpuji drpd pengetahuan yg luas namun berperilaku yg tidak sesuai dgn pengetahuan kita. Semoga saja generasi muda sekarang sudah cukup bijaksana untuk meninggalkan sikap fanatik yg dpt menyebarkan benih2 kebencian dan permusuhan yg tidak sesuai dgn ajaran Sang Buddha.  _/\_

4
Ini adalah ajaran Sang Buddha mengenai perdebatan kepada para Bhikkhu yg dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari

“Para bhikkhu, jangan terlibat dalam perdebatan dengan mengatakan:
‘Engkau tidak memahami Dhamma dan Disiplin ini. Aku memahami Dhamma dan Disiplin ini. Apa yang engkau pahami dari Dhamma dan Disiplin ini!
Engkau mempraktikkan dengan cara yang salah, aku mempraktikkan dengan cara yang benar.
Apa yang seharusnya dikatakan sebelumnya engkau katakan sesudahnya; apa yang seharusnya engkau katakan sesudahnya engkau katakan sebelumnya.
Aku konsisten, engkau tidak konsisten.
Mengapa engkau begitu lama memikirkan apa yang telah dibalikkan.
Pendapatmu telah dibantah. Pergilah selamatkan pendapatmu, karena engkau telah dikalahkan, atau bebaskan dirimu juga jika mampu.’


Untuk alasan apakah?

Karena, para bhikkhu,
pembicaraan ini, adalah tidak bermanfaat, tidak berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan suci, dan tidak menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Ketika kalian berbicara, para bhikkhu,
kalian harus berbicara tentang: Ini adalah penderitaan’;
kalian harus berbicara tentang: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’;
kalian harus berbicara tentang: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’;
kalian harus berbicara tentang: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’

Untuk alasan apakah?

Karena, para bhikkhu, pembicaraan ini adalah bermanfaat, berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan suci, dan menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ …
Suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’”

5
Saya memang bukan meminta bukti, tapi maksudnya buat saja contohnya, fiktif pun tidak apa, jadi kita bisa coba menganalisanya.
Mohon maaf, saya tidak berani memberikan contoh fiktif karena hal itu dapat digunakan untuk pembenaran pendapat saya.
Tapi secara jujur, apakah anda tidak melihat kecenderungan itu?


Betul, kita menjaga ucapan kita sendiri sebisa mungkin bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sekaligus tidak menyakiti siapapun.
Terima Kasih. Saya setuju sekali

Mencela, mengejek, menggunjingkan siapapun hanya karena berlainan pendapat atau tidak sealiran, jelas tidak ada dalam Ajaran Buddha (setahu saya sih). Tapi dalam Ajaran Buddha, kita pun dituntut kritis dan menyelidiki sehingga kita tidak mencela yang patut dipuji, juga tidak memuji sesuatu yang patut dicela. Namun itupun biasanya mencela perbuatan dan kualitas buruknya, bukan pribadinya.
Setuju, memang dalam kehidupan sehari2 kita tidak boleh mencela orangnya, namun menegur perbuatannya.

Mencela karena tidak sealiran, memuji karena sealiran, itu jelas kebodohan bathin. Kita hendaknya mengetahui tercela atau tidak adalah dari manfaatnya, bukan karena dinilai dari sealiran dengan kita atau tidak.
Setuju sekali

Praktek apakah yang dimaksud? Bisa beri contoh apa itu 'praktek' dalam Ajaran Buddha?
Kalau kita mempraktekkan ucapan yg benar sesuai dengan ajaran Atthangika Magga dalam praktek sederhana dalam kehidupan sehari-hari (bukan yg tingkat tinggi dululah) tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan berbohong, memfitnah, berkata kasar, bergunjing terhadap siapapun, termasuk kepada sesama umat Buddha dari aliran manapun.
Bila kita mempraktekkan ajaran Metta dalam kehidupan kita, tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan benci jika ada yg menyinggung perasaan kita ataupun menyakiti kita, dan kita harusnya berusaha untuk menyayangi semua makhluk termasuk umat Buddha yg tidak sealiran dengan kita.
Bila kita mempraktekkan ajaran Karunna dalam kehidupan kita, tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan menyakiti orang lain baik berupa perbuatan jahat maupun kata2 kasar, bergunjing yg tentunya kita sadar akan menyakiti orang, termasuk terhadap sesama umat Buddha yg tidak sependapat dengan kita.
Bila kita mempraktekkan ajaran Mudita dalam kehidupan kita, tentu kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan merasa iri terhadap keberhasilan orang lain, dan tentunya kita akan turut berbahagia terhadap keberhasilan aliran agama Buddha manapun bahkan yg tidak sependapat  dengan kita.
Kalau mempraktekkan ajaran Upekha saya rasa masih terlalu sulit untuk dilaksanakan.
Contoh-contoh ini hanyalah sedikit sekali dari ajaran Sang Buddha, namun saya rasa kita belum mampu untuk melaksanakannya secara benar. Makanya untuk apa kita mencela, mempergunjingkan orang lain. Mendingan kita mengurusi  latihan untuk memperbaiki kehidupan kita berdasarkan ajaran Sang Buddha. Setuju Bro?
_/\_

6
Mungkin bisa diperjelas tentang isi ejekan/celaan/gunjingan itu? Karena suatu perkataan adalah netral, yang tidak netral adalah pikiran pengucap dan pendengarnya itu sendiri.
Saya mengungkapkan pengamatan saya dalam pergaulan dan dalam forum diskusi. Maaf jika saya tidak mau memberikan bukti nyata karena menyangkut pernyataan yg diucapkan oleh orang lain dan bahkan mungkin sahabat saya sendiri dan saya bukan orang yg suka mempergunjingkan pribadi orang. Tetapi  memang pendapat kita tentang suatu hal berbeda tergantung dari sifat, pemahaman dan standard yg kita terapkan dalam diri kita sendiri.
Apakah secara jujur anda sama sekali tidak melihat kecenderungan tersebut? Mohon pencerahan.


Contohnya beberapa waktu lalu saya membahas vinaya tanpa peduli sosok bhikkhu manapun, namun ada membaca dan melihat seolah saya sedang membahas vinaya untuk memojokkan bhikkhu tertentu.
Maaf, saya tidak pernah merasa pernah membaca pernyataan anda. Mungkin saya salah, bisa tolong dikutip pernyataan saya supaya mengingatkan saya kembali?

Sekali lagi, jika kita belajar dhamma, terapkanlah itu untuk diri sendiri. Kita bisa menyelidik bathin kita, tapi tidak bisa melihat bathin orang lain. Ketika anda membaca/mendengar suatu kata yang menggoyahkan bathin, segera selidiki kegelisahan bathin sendiri, BUKAN mempertanyakan praktik orang lain.
Saya sangat setuju dengan anda, jika dikatakan ajaran Buddha adalah untuk dipraktekkan untuk meningkatkan latihan bagi kebaikan diri sendiri.
Bukan bergunjing atau mencela pribadi orang lain ataupun mencampuri urusan orang lain.
Sesungguhnya bukankah ucapan, perkataan dan pernyataan kita mencerminkan keadaan batin diri kita.
Dan tentunya kita mengucapkan sesuatu dengan alasan tertentu, tidak asal sehingga jika dipertanyakan kita menggunakan segala cara untuk menghindar, bukan?

Kembali kepada hal yg ingin saya tanyakan, bagaimana menurut anda pertanyaan:
Apakah ada ajaran asli dari Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah ada ajaran dari guru/ Bhikkhu yg menganut ajaran asli Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah mencela/mengejek/mempergunjingkan orang lain hanya karena tidak sependapat ataupun sealiran dengan kita termasuk kekotoran batin atau tidak?
Apakah mengetahui dan hafal ajaran Sang Buddha tanpa disertai praktek, bahkan kadang bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha termasuk mengikis kekotoran batin?

  _/\_

7
“Nasihat yang disampaikan dengan baik adalah sulit dipahami
Oleh ia yang menyukai kontradiksi,
Oleh ia yang berpikiran buruk
Yang suka menyerang.

“Orang-orang yang suka mencemooh,
Terbunuh oleh keangkuhan, jatuh ke neraka.   
Orang-orang bersedih dalam waktu yang lama.
Terbunuh oleh keangkuhan, terlahir kembali di neraka.”

8
Saya melihat adanya sedikit kecenderungan dari sebagian kecil umat yg mengetahui dan hafal ajaran Sang buddha (apakah termasuk kategori mengerti?, saya tidak tahu) namun mempunyai pandangan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu disebabkan hanya karena tidak sependapat dan sealiran dengan mereka.
Saya mohon pencerahan:

Apakah ada ajaran asli dari Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah ada ajaran dari guru/ Bhikkhu yg menganut ajaran asli Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah mencela/mengejek/mempergunjingkan orang lain hanya karena tidak sependapat ataupun sealiran dengan kita termasuk kekotoran batin atau tidak?
Apakah mengetahui dan hafal ajaran Sang Buddha tanpa disertai praktek, bahkan kadang bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha termasuk mengikis kekotoran batin? _/\_

9
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 03 May 2012, 11:29:03 AM »
apakah anda mengerti makna dari kata "kesan"? jika anda tidak mengerti silakan buka KBBI
Berarti anda hanya menganggap, anda tidak dapat memberi contoh. Mengapa seseorang yg sering berdiskusi seperti anda memberi suatu pernyataan yg  tidak berdasar? Sebetulnya apakah makna diskusi bagi anda? Untuk bergunjing? Untuk mencari kemenangan? untuk menunjukkan Ego? Jika demikan setelah komentar anda saya akan mengutip pernyataan dari anda dari thread lain tentang pernyataan yg mungkin menurut anda mempunyai arti teguran yg baik, mengikuti ajaran Sang Buddha

apa yg saya kutip itu bukanlah kata2 Sang Buddha, saya sudah menyebutkan judul suttanya agar anda bisa memeriksanya, silakan anda baca dulu.
Yang saya butuhkan adalah jawaban pertanyaan saya. Bukan melebarkan masalah. Apakah ada ajaran dr Sang Buddha yg mengatakan bahwa Seorang umat boleh menyatakan bahwa Bhikkhu masih umat putthujana?

Contoh anda adalah benar dan bisa dibenarkan jika profesi anda adalah algojo yg bertugas untuk mengeksekusi seseorang atas perintah atasan, dalam hal ini, anda memang punya kewajiban dan anda memang harus melakukan kewajiban itu. ayo coba lagi ...:D
Terima kasih, setidaknya anda jujur mengatakan pernyataan itu benar'

jika anda tidak bisa memastikan dan ternyata Bro Adi adalah seorang Arahat, bolehkah Bro Adi berkomentar demikian?
bagaimana caranya anda menilai pikiran seseorang? apakah anda mengerahkan cetopariyanana? ;D

Kembali saya tegaskan, bahwa Bro Adi sendiri yg mengakui dia tidak dapat mengetahui. Apakah anda tidak paham atau terus ingin menghindar.
Anda hanya ingin bermain kata. Sayang sekali diskusi ini telah berubah menjadi debat kusir. Hanya karena Bro Adi dan mungkin anda juga ingin menghindari menjawab pertanyaan : Apakah dalam konotasi menghormati atau tidak menghormati. Jika dilanjutkan diskusi ini tidak akan selesai 1 tahun. Buang2 waktu saja.


dan perdebatan ini juga timbul karena penasaran anda utk mengetahui pernyataan saya yang anda konotasikan masalah hormat dan tidak menghormat.
ato memang anda suka menghormat dan dihormati ?
saya hanya perlu tahu apakah parinirwana = parinibbana ? dan ditujukan kepada TS atau Tim panitia penyelenggara peringatan 10 th
supaya penghuni alam DC dan 'pemirsa' tahu apa sebenarnya tujuan utk memperingati 10th para pendahulu yang sudah 'parinirwana' !
saya tidak akan menjawab arti konotasi yang anda maksud, itu hak saya !
penegasan ini supaya anda tidak bisa mengulang lagi pertanyaan ! bosan tahu !
anda juga boleh konotasi pernyataan itu dengan arti hormat, tidak menghormat, keduanya ataupun tidak keduanya.
Sesuai dengan perkiraan saya, anda hanya mengucapkan kata2 tersebut dalam rangka pergunjingan tanpa dasar. Seseorang harus berani menjawab mengapa kita mengomentari sebuah pernyataan. Anda tidak dapat menjawab karena itu dilema bagi anda; Jika anda menjawab tidak menghormati berarti anda menyetujui anggapan saya yg anda debat. Jika anda menghormati berarti anda bertolak belakang dengan pernyataan anda? Bingungkah?
Lain kali hati2 bro Adi jika ingin membuat suatu pernyataan. Pernyataan harus sesuai dengan apa yg kita pikirkan secara sadar. Bukan hanya pepesan kosong atau pergunjingan.



karna tidak ada yang menjawab arti kata 'parinirwana' yang sebenarnya.
maka saya anggap tim panitia penyelenggara 10th sukong sangat mengecilkan arti 'parinirwana'.

para pendahulu Siswa-i Buddha Gotama 'berjuang keras' utk mendapat label 'Parinibbana' dan ternyata jaman sekarang sangat di mudahkan oleh para generasi muda utk memberikan label 'parinirwana' hanya demi ...  :)

kasihan memang atau memang kasihan !.

Itukan hanya anggapan anda saja? Kembali terjadi pergunjingan tanpa dasar.
Itu tidak menjawab pertanyaan saya.
Menurut anda mungkin bergunjing tidaklah mengikis kekotoran batin seperti yg anda dengung2kan.

Tetapi apapun pernyataan anda berdua. Saya menghormati kesetia kawanan anda. Anda rela mati2an menjungkir balikkan kata untuk melindungi teman anda untuk menghindar menjawab apa yg ada dipikiran sadarnya ketika membuat pernyataan.
Tetapi jika saya lanjutkan menjawab pernyataan anda, maka saya akan bertingkah laku seperti anda. Itu yg ingin saya hindari. Saya tidak ingin terperangkap dalam debat kusir untuk mencari kemenangan. Dengan segala hormat saya nyatakan anda berdua menang. Jika itu yg ingin anda dapatkan. Terima kasih.  _/\_

NB: Saya tidak ingin menjatuhkan reputasi seseorang, jadi pernyataan:  "Jika demikan setelah komentar anda saya akan mengutip pernyataan dari anda dari thread lain tentang pernyataan yg mungkin menurut anda arti teguran yg baik, mengikuti ajaran Sang Buddha" Saya tarik kembali.  _/\_

10
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 28 April 2012, 09:29:52 PM »
Maaf, ada gangguan sinyal.
di ulang lagi : saya mengatakan bahwa sukong masih puthujjana.
apakah pernyataan diatas membuat anda sewot ?
apakah anda kecewa karna 'panutan' anda di rendahkan, atau harusnya ditinggikan baru anda bahagia ! begitukah ?
Sayang sekali kembali anda tidak menjawab pertanyaan saya, tetapi mengulangi pernyataan anda yg semua orang sudah tahu.
Perdebatan ini timbul karena anda mendebat pernyataan saya yg mengatakan bahwa pernyataan anda berkonotasi tidak hormat. Apakah anda benar2 tidak paham inti masalah perdebatan ini? Atau karena tidak berani mengklarifikasi, anda membuat masalah ini berputar? Tokh anda tinggal mengklarifikasi saja, ketika menulis pernyataan itu konotasi anda menghormati atau tidak menghormati?  _/\_

oooo... jadi anda juga tidak tau? tapi kok dari komentar anda, kesannya anda tahu pasti, sehingga bisa memberikan teguran kepada member lain?

Apakah ada pernyataan saya yg mengatakan saya tahu? Apakah anda sendiri tahu? Menurut anggapan saya kita sama2 tidak tahu, kalau saya salah mohon disangkal.
Apakah ada pernyataan saya yg memberi teguran pada member lain? Tolong ditunjukkan biar saya mengklarifikasinya.

mengenai bhikkhu putthujjana, jika anda pernah membaca sutta, maka anda akan menemukan banyak bhikkhu yg puthujjana. saya beri contoh, pada MN 1 Mulapariyaya Sutta, ditutup dengan kalimat "Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā." ini menunjukkan bahwa para bhikkhu yg sedang mendengar khotbah itu adalah puthujjana.
Jika diucapkan oleh Sang Buddha jelas memang benar. Tetapi adakah yg diucapkan umat awam bahwa bhikkhu adalah umat puttujana?

Jika yg anda maksudkan mengenai "berhak" itu adalah persis seperti kalimat yg anda tuliskan maka memang tidak ada kalimat spt itu dalam sutta,
Terima kasih.

tapi sesuatu yg tidak berhak kita lakukan bukan berarti tidak boleh dilakukan, bukan? bahkan ada kasus dimana sesuatu HARUS kita lakukan walaupun kita tidak berhak melakukannya, misalnya "saya harus bekerja setiap hari", saya tidak berhak pergi kerja, tapi saya tetap harus kerja, karena itu adalah kewajiban saya.
Bagaimana jika contoh anda saya ubah katanya?:
tapi sesuatu yg tidak berhak kita lakukan bukan berarti tidak boleh dilakukan, bukan? bahkan ada kasus dimana sesuatu HARUS kita lakukan walaupun kita tidak berhak melakukannya, misalnya "saya harus membunuh", saya tidak berhak membunuh, tapi saya tetap harus membunuh, karena itu adalah kewajiban saya.
Alangkah baiknya jika kita tidak memberikan suatu contoh hanya untuk pembenaran argumentasi kita.

lagipula apakah anda bisa memastikan apakah Bro Adi Lim adalah seorang Puthujjana atau bukan?
Jelas tidak bisa.

Bro Adi sendiri yg menyatakan bahwa dia tidak dapat menilai, tetapi hanya menganggap, ketika menulis pernyataan:
parinirwana tidak sama dengan parinibbana ya  !
kok gampang benar ! mengumbar kata parinibbana kepada umat masih puthujana.
memang tim marketing yang hebat !

Silahkan anda baca tulisan dia.
Jika suatu pernyataan ditulis dengan pikiran sadar, maka itu akan diterima, kecuali jika mengucapkannya dalam keadaan pikiran tidak sadar.  _/\_




11
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 28 April 2012, 08:30:18 PM »
di ulang lagi : saya mengatakan bahwa sukong masih puthujjana.
apakah pernyataan diatas membuat anda sewot ?
apakah anda kecewa karna 'panutan' anda di rendahkan, atau harusnya ditinggikan baru anda bahagia ! begitukah ?
Sayang sekali kembali anda tidak menjawab pertanyaan saya, tetapi mengulangui pernyataan anda yg semua orang sudah tahu.

oooo... jadi anda juga tidak tau? tapi kok dari komentar anda, kesannya anda tahu pasti, sehingga bisa memberikan teguran kepada member lain?

mengenai bhikkhu putthujjana, jika anda pernah membaca sutta, maka anda akan menemukan banyak bhikkhu yg puthujjana. saya beri contoh, pada MN 1 Mulapariyaya Sutta, ditutup dengan kalimat "Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā." ini menunjukkan bahwa para bhikkhu yg sedang mendengar khotbah itu adalah puthujjana.

Jika yg anda maksudkan mengenai "berhak" itu adalah persis seperti kalimat yg anda tuliskan maka memang tidak ada kalimat spt itu dalam sutta, walaupun saya pernah membaca kasus yg mirip dalam salah satu buku yg saya pernah baca. tapi sesuatu yg tidak berhak kita lakukan bukan berarti tidak boleh dilakukan, bukan? bahkan ada kasus dimana sesuatu HARUS kita lakukan walaupun kita tidak berhak melakukannya, misalnya "saya harus bekerja setiap hari", saya tidak berhak pergi kerja, tapi saya tetap harus kerja, karena itu adalah kewajiban saya.

lagipula apakah anda bisa memastikan apakah Bro Adi Lim adalah seorang Puthujjana atau bukan?

12
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 28 April 2012, 03:24:27 PM »
kok jadi takut masalah hukuman  ???
??? ??? ???
Jika berani, ya jawab saja. Koq gitu aja repot.

'nick name' saya itu asli sesuai dengan KTP.   :)
ndak tahu kalau 'nick name' anda itu palsu atau asli ?
Hubungannya apa dengan masalah perdebatan ini yg memuat tanggapan anda tentang pernyataan saya menanggapi pernyataan anda:
parinirwana tidak sama dengan parinibbana ya  !
kok gampang benar ! mengumbar kata parinibbana kepada umat masih puthujana.
memang tim marketing yang hebat !
???

dari pada OOT
kamu buat aja topik baru "apakah perlu menghormat puthujjana sukong atau arahat sukong"
kita bahas disana
Sayang sekali, anda tidak paham bahwa perdebatan ini timbul karena anda menanggapi pernyataan saya tentang pernyataan anda:
parinirwana tidak sama dengan parinibbana ya  !
kok gampang benar ! mengumbar kata parinibbana kepada umat masih puthujana.
memang tim marketing yang hebat !

Sehingga membuat masalah melebar.  Jika demikian halnya maka diskusi akan menjadi debat kusir.

bahkan sejak 10 tahun pun saya sudah meragukan ada Arahat yg meninggal dunia dengan cara koma. karena dalam sutta2 para Arahat selalu mencapai parinibbana dengan penuh kesadaran.


Saya menghormati keraguan anda . Memang kita hanya dapat beranggapan karena kita sebenarnya sama2 tidak tahu. Bagi saya keraguan bukan berarti tidak menghormati.
Tetapi menyatakan sesuatu yg kita tidak tahu sebagai sesuatu pernyataan itulah yg biasanya mempunyai konotasi menghormati atau tidak menghormati.

dalam sutta banyak kok bhikkhu yg puthujjana, dan putthujjana tidak identik dengan umat awam pun umat awam tidak identik dengan putthujjana, tercatat ada beberapa putthujjana yg berhasil mencapai tingkat ariya dari tingkat 1 s/d tingkat 3, hal yg sama juga berlaku pada bhikkhu.

Memang benar bhikkhu tidak selalu mencapai tingkat kesucian, memang benar putthujana (orang biasa, belum mencapai tingkat kesucian) akhirnya dapat mencapai tingkat kesucian.
Yang ingin saya tanyakan, dalam Sutta yg mana penjelasan yg mengatakan bhikkhu adalah masih umat putthujana, apakah umat awam berhak menentukan bahwa bhikkhu tersebut masih umat Putthujana atau Sang Buddha. ?
 _/\_




13
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 27 April 2012, 05:01:42 PM »
anda mulai berbelit2, Bro. sebalumnya anda mengatakan kriteria hormat atau tidak adalah berdasarkan kata Arahat vs Puthujjana, sekarang anda mengatakan berdasarkan pikiran.

Mungkin anda tidak menyimak pernyataan saya, atau mungkin anda tidak paham maksud pernyataan saya, tidak apa2. Saya jelaskan satu persatu
Ketika saya menjawab, ya. Ini dalam masalah adanya topik " Peringatan 10th Parinirwana Sukong" dan pernyataan bro Adi:
parinirwana tidak sama dengan parinibbana ya  !
kok gampang benar ! mengumbar kata parinibbana kepada umat puthujana.
memang tim marketing yang hebat !

Bukan mengertian Nibbana dan Putthujana dalam konteks lain. Karena Nibbana atau Putthujana hanyalah sebuah kata. Kata bersifat netral sampai ada orang yg menyatakannya dalam kalimat dengan maksud tertentu.

Soal pertanyaan anda:
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?

Karena pertanyaan anda lakukan sekarang, maka saya jawab:
Dalam hal ini saya menganggap bahwa pernyataan ini dilontarkan hanya untuk contoh.
  _/\_
Mengapa?
Karena anda menanyakan hal itu sekarang, padahal anda tahu Bhikkhu Ashin sudah wafat 10 tahun yg lalu.
Maka saya katakan pernyataan itu hanya anda yg tahu sebagai pernyataan menghormati atau tidak menghormati. saya yakin anda tidak akan menjawabnya.

Tetapi jika pertanyaan anda: Ketika 10 tahun yg lalu ada anda menjenguk Bhikkhu Ashin Jinarakhita dan mengatakan
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?
Maka saya akan menjawab: menurut saya itu menghormati



Jika saya mengatakan "Puthujjana Ashin" dengan pikiran penuh hormat, apakah saya telah memberikan penghormatan selayaknya?

JIka seorang Bhikkhu menurut anda boleh disebut Umat Putthujana, seperti topik kita. Apakah berarti anda setuju jika dalam kebhaktian kita katakan:" Dhammadesana akan dibawakan oleh Yang Masih Umat Putthujana Z untuk sebutan Bhikkhu Z.
Apakah ada dalam Sutta yg menyebutkan Bhikkhu sebagai Umat Putthujana?

apakah mengatakan seorang Bhikkhu masih puthujana berarti tidak menghormat ?
sampai tulisan disini saya belum mengatakan tidak menghormat sukong kok ! mengapa anda penasaran ? atau idola anda sukong di bilang masih puthujjana jadi nya tidak senang, begitukah ?

andai saya menghormati puthujjana sukong, apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya tidak menghormati puthujjana sukong, apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya menghormati 'Arahat Sukong', apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya tidak menghormati 'Arahat Sukong', apakah keuntungan bagi anda ?
 :))
begitu juga para pendahulu
tidak harus menghormat 'pendahulunya', bagaimana pula pendahulunya bermoral bejat ?
dan juga tidak harus menjadi kebiasaan umat Buddhis atau 'umat tetangga' menghormat pendahulunya karena kapasitas batin masing2 orang berbeda.

Anda tidak menjawab pertanyaan secara tegas. Ketika anda membuat pernyataan:
parinirwana tidak sama dengan parinibbana ya  !
kok gampang benar ! mengumbar kata parinibbana kepada umat puthujana.
memang tim marketing yang hebat !

Apakah anda berpikir menghormati atau tidak menghormati. Seharusnya anda berani menjawab secara tegas, tokh tidak ada yg menghukum anda.
JIka seorang Bhikkhu menurut anda boleh disebut Umat Putthujana, seperti topik kita. Apakah berarti anda setuju jika dalam kebhaktian kita katakan:" Dhammadesana akan dibawakan oleh Yang Masih Umat Putthujana Z untuk sebutan Bhikkhu Z.
Apakah ada dalam Sutta yg menyebutkan Bhikkhu sebagai Umat Putthujana?

karena sudah dianggap parinirwana, tapi kok tidak diakui !
Kembali anda tidak paham bahwa saya tidak pernah menyatakan tentang permasalahan parinirwana.
Masalah disini adalah masalah menghormati orang yg menghormati Bhikkhu  dengan  orang yg tidak menghormati Bhikkhu (menurut anggapan saya, tetapi ini masih menunggu klarifikasi dari anda)  _/\_.

14
Seremonial / Re: Peringatan 10th Parinirwana Sukong
« on: 26 April 2012, 06:47:44 PM »
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?

Dalam hal ini saya menganggap bahwa pernyataan ini dilontarkan hanya untuk contoh.
Namun yg tahu tetap saja anda :
Apakah pernyataan ini diucapkan berdasarkan pikiran menghormati?
Apakah pernyataan ini diucapkan berdasarkan pikiran tidak menghormati?
Akankah anda menjawabnya?

Namun dalam hal pernyataan bro Adi saya tetap menganggap itu mengandung unsur tidak menghormati, maka saya menunggu jawabannya.
Soal karma betul adalah ditanggung masing2. Namun saya hanya ingin jangan sampai tidak menghormati pendahulunya menjadi kebiasaan umat Buddha.  _/\_

15
pada posting awal anda mengutip kalimat ini "Ajaran ini hanya mengandung satu rasa, yaitu kekebasan." maka saya memahami bahwa kebebasan yg anda maksudkan adalah dalam konteks "vimutti", yg bermakna sesuai postingan saya di atas, karena "vimutti" tidak berhubungan dengan demokrasi.
Dalam konteks ini ada benar.
Tetapi maksud saya adalah untuk mencapai pembebasan mutlak, Sang Buddha memberikan kebebasan kepada umatnya untuk mempertanyakan, menelaah, menyelidiki ajaranNya sebelum menerimanya.
Ajaran Buddha mengenai toleransi, pemikiran mengenai diskusi, kebebasan memilih yg luar biasa, persamaan, tanpa kekerasan, ketidak kekalan.
Yang saya tangkap dari ajaran Sang Buddha adanya hal2 di atas, tidak selalu ajaran tentang pembebasan mutlak, tetapi juga mencakup ajaran tentang kehidupan perdamaian di masyarakat, persamaan hak, mengutarakan pendapat yg didasari kebebasan berpikir.

demokrasi itu kebebasan berpendapat (terutama dalam politik)
ga sama dg kebebasan berpikir. pada dasarnya semoa orang emg dah bebas utk berpikir kok. dan berpikir itu tidak bisa dibatasi. (cuma bisa diracuni)
Benar, namun maksud kebebasan berpikir di sini dalam bentuk:

toleransi, pemikiran mengenai diskusi, kebebasan memilih yg luar biasa, persamaan, tanpa kekerasan, ketidak kekalan.

Saat mengajarkan hal yg dapat mencegah kemerosotan kepada kaum Vajji, Sang Buddha berkata kepada Ananda,
"Ananda, apakah engkau mendengar bahwa kaum Vajji sering dan rutin mengadakan permusyarawaratan?"
"Demikianlah yang telah saya dengar Yang Mulia."
"Ananda, selama kaum Vajji sering dan rutin mengadakan permusyawaratan, mereka diharapkan untuk menjadi makmur dan tidak merosot. Apakah engkau mendengar bahwa kaum Vajji berkumpul dan bubar secara damai dengan rukun, dan menangani urusannya dengan rukun?"
"Demikianlah yang telah saya dengar Yang Mulia."
"Ananda, selama kaum Vajji berkumpul dengan rukun, bubar dengan rukun, dan menangani urusannya dengan rukun, mereka dapat diharapkan untuk menjadi makmur dan tidak merosot"
 _/\_


Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 11