//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Mukjizat Dhamma  (Read 9906 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline sukuhong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 279
  • Reputasi: 8
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #15 on: 19 April 2010, 06:05:45 AM »
IMO.
Vinaya dan Sila dibuat untuk 'membentengi' anggota Sangha* berprilaku bisa terkendali dan sati.
*anggota Sangha tentunya yang belum mencapai Arahat.

Jika sudah mencapai Arahat tentunya tindak tanduk yang dilakukan tidak lagi terkotori dengan LDM karena kilesa sudah bersih total.

kam sia
« Last Edit: 19 April 2010, 06:11:43 AM by sukuhong »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #16 on: 19 April 2010, 09:38:46 AM »
Ada banyak sekali peraturan yang dikategorikan sebagai dukkata di mana ada yang memperhitungkan niat dan ada pula yang tidak. Salah satu peraturan yang tidak memperhitungkan niat adalah ketika seseorang minum minuman keras padahal ia tidak tahu bahwa minuman tersebut adalah minuman keras. Namun dalam hal ini, memamerkan kesaktian harus ada niat. Jika secara tulus seseorang tidak berusaha memamerkan kesaktiaanya namun semata-mata karena seperti tadi ingin menolong, saya berpendapat hal tersebut bukan dukkata. Btw, peraturan ini pun sesungguhnya mempunyai kemiripan dengan satu peraturan pacittiya, yakni jika seorang bhikkhu mengatakan pencapaian2 demikian yang dimiliki kepada umat awam, ia melanggar peraturan pacittiya.

Jika kembali ke niat, bukankah pada saat itu pikiran dari Pindola Bharadvaja yang nota bene adalah seorang Arahat, tidak mungkin untuk pamer? Kalau tidak salah, dijelaskan bahwa pada waktu itu yang menantang mengatakan tidak ada lagi orang suci. Walaupun adalah kesalahan Pindola Bharadvaja yang tidak meluruskan pandangan keliru bahwa kesaktian dan kesucian tidak terkait, Pindola Bharadvaja bertujuan mulia yaitu menunjukkan bahwa saat itu ada ajaran sejati, ada orang-orang suci, yaitu yang berlindung di bawah ajaran Buddha Gotama.


Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #17 on: 19 April 2010, 09:51:22 AM »
kisah nyata yg mengesankan sekali bro, boleh ya menanggapi, memang sy yakin hal tsb bisa terjadi wlu dijaman modern seperti sekarang ini. beliau menyelamatkan semua penumpang pesawat, sy pribadi setuju dg tindakan beliau, tp lagi2 kembali ke peraturan Theravada "Sejak itu Sang Buddha meletakkan aturan bagi para bhikkhu bahwa barang siapa mengaku memiliki kesaktian padahal tidak memilikinya maka bhikkhu itu harus meninggalkan kebhikkhuan (Sangha). Tapi bagi yang memang memiliki dan mempertunjukkannya akan dikenakan sanksi dukkata, harus mengakui kesalahannya kepada bhikkhu lain. Jelaslah Sang Buddha sendiri tidak menginginkan para bhikkhu memamerkan kesaktian walaupun memilikinya. " buah simalakama. bagaimana dg member yg lain? dan sy yakin semua garis keras akan menjawab harus disiplin memegang vinaya, tp lalu bgmn dg jiwa seluruh penumpang pesawat?

may all beings be happy

mettacittena,

Samaneri tampaknya masih bingung untuk membedakan antara memamerkan dan menolong. Bhikkhu yang ada dicerita pesawat tersebut bukan berniat memamerkan kekuatan gaibnya melainkan berniat menolong para penumpang pesawat. Ini harus dibedakan.

Rev yg sy hormati,
maksud sy bhw NIAT MULIA beliau bermaksud menolong seluruh penumpang pesawat telah digunakannya abhinna beliau, sedang sy pribadi amat setuju tindakan beliau mengingat seluruh penumpang selamat berkat beliau dan dari penumpang itu terkait nyawa keluarganya karena bila dia seorang kepala keluarga maka dia bisa tetap menghidupi keluarganya, sehingga beliau tidak hanya menyelamatkan seluruh penumpang saja tapi juga keluarga yg terkait, bagi sy pribadi amat setuju. namun yg sy kaitkan beliau menggunakan abhinna, ini yg ingin sy sharingkan di forum sini, agar para pembaca yg lain dpt memilah2, krn sepertinya udah HUKUM BAKU tidak boleh menggunakan abhinna utk diperlihatkan orang lain. dengan adanya penjelasan dari Rev yg lebih rinci smg pembaca dpt memahami agar tidak terjadi salah persepsi. shg pembaca mendapat informasi yg benar.

may all beings be happy

mettacittena,

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #18 on: 19 April 2010, 11:54:28 AM »
Abhinna tidak boleh ditunjukkan ke umum, tapi boleh menunjukkan ke seorang. 
_/\_
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #19 on: 19 April 2010, 04:53:34 PM »
Abhinna tidak boleh ditunjukkan ke umum, tapi boleh menunjukkan ke seorang. 
_/\_
Saya pikir tetap sama saja tidak boleh.
Kalau menurut pendapat saya, bukan hanya 'iddhi' saja, tetapi juga semua kemampuan lain yang dimiliki seseorang. Yang terutama memang kondisi pikiran pada saat melakukannya. JIka sesuatu pertunjukkan kemampuan dilakukan atas dasar kesombongan, maka itu tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri, maka dihindari. Contohnya seorang bhikkhu yang dulunya adalah pelatih gajah, menunjukkan kebolehannya menjinakkan gajah yang sulit dijinakkan. Namun Buddha Gotama mencela perbuatan yang didasari kesombongan tersebut. (Dhammapada Atthakatha 323)

Kemudian jika memang tidak didasari kesombongan, jika tidak dilakukan dengan bijaksana, tidak membuat orang cenderung pada pelepasan, maka hal itu juga dicela oleh Buddha Gotama. Contohnya dalam kasus Pindola Bharadvaja tersebut. Sebaliknya, penggunaan kekuatan bathin juga bahkan diperintahkan oleh Buddha kepada Maha Moggallana untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda atau mengguncang istana Sakka. Hal-hal itu dilakukan karena dengan tujuan pengajaran dhamma.

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #20 on: 19 April 2010, 06:15:42 PM »
Setuju bro,
Tujuan menggunakan kemampuan bhatin hanya boleh dipakai untuk mengajarkan dhamma, juga berdasarkan kebijaksanaan untuk menolong dan kesiapan mental orang yang menerimanya.

Jika dilakukan untuk menunjukkan dirinya punya kelebihan dan diliputi oleh kesombongan maka tujuannya menjadi pemuasan ego dan tidak akan membawa manfaat bagi orang lain.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #21 on: 19 April 2010, 06:29:28 PM »
Ada banyak sekali peraturan yang dikategorikan sebagai dukkata di mana ada yang memperhitungkan niat dan ada pula yang tidak. Salah satu peraturan yang tidak memperhitungkan niat adalah ketika seseorang minum minuman keras padahal ia tidak tahu bahwa minuman tersebut adalah minuman keras. Namun dalam hal ini, memamerkan kesaktian harus ada niat. Jika secara tulus seseorang tidak berusaha memamerkan kesaktiaanya namun semata-mata karena seperti tadi ingin menolong, saya berpendapat hal tersebut bukan dukkata. Btw, peraturan ini pun sesungguhnya mempunyai kemiripan dengan satu peraturan pacittiya, yakni jika seorang bhikkhu mengatakan pencapaian2 demikian yang dimiliki kepada umat awam, ia melanggar peraturan pacittiya.

Jika kembali ke niat, bukankah pada saat itu pikiran dari Pindola Bharadvaja yang nota bene adalah seorang Arahat, tidak mungkin untuk pamer? Kalau tidak salah, dijelaskan bahwa pada waktu itu yang menantang mengatakan tidak ada lagi orang suci. Walaupun adalah kesalahan Pindola Bharadvaja yang tidak meluruskan pandangan keliru bahwa kesaktian dan kesucian tidak terkait, Pindola Bharadvaja bertujuan mulia yaitu menunjukkan bahwa saat itu ada ajaran sejati, ada orang-orang suci, yaitu yang berlindung di bawah ajaran Buddha Gotama.



Sebenarnya kata yang tepat barangkali 'menunjukkan' bukan 'memamerkan' karena kata memamerkan kesannya begitu negatif. :). Bahasa Pāli yang digunakan adalah 'dassesi - kamu menunjukkan'. Anda benar bahwa saat itu Bhikkhu Piṇḍolabharadvāja adalah seorang arahat yang tentu tidak mempunyai pikiran negatif sedikit pun ketika menunjukkan kekuatan gaibnya. Ada sedikit perbedaan antara satu cerita dengan cerita lain kaitannya dengan hal ini. Cūlavaggapāli hanya menceritakan secara singkat bahwa ada seorang kaya raya yang ingin mengetahui apakah ada seorang arahat dan memiliki kekuatan gaib ataukah tidak di dunia ini. Ia meletakkan mangkok cendana tersebut di atas bambu dan berkata siapapun yang mengklaim dirinya sebagai arahat dan memiliki kekuatan gaib bisa mengambil mangkok tersebut (melalui kekuatan gaibnya). Enam guru pada jaman Buddha yakni Purana kassapa, Ajita kesakambali, Makkhali gosala, dll masing2 meminta mangkok tersebut karena mereka masing2 mengaku seorang arahat dan pemilik kekuatan gaib. Tetapi mereka tidak mampu menunjukkn kekuatan gaib mereka. Selanjutnya, setelah tujuh hari berlalu, Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja meminta Bhikkhu Mogallana untuk mengambil mangkok itu, tapi beliau menolak dan justru  meminta Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja untuk mengambilnya. Kemudian beliau mengambilnya dengan kekuatan gaibnya. Sampai di sini, cerita ini menunjukkan bahwa meskipun kedua bhikkhu ini seorang arahat, apa yang dilakukan oleh bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja menampakkan adanya 'pertunjukkan kekuatan gaib' di publik. Mendengar kegaduhan, Sang Buddha berkata kepada bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja, "Bhāradvāja, ini tidak pantas, ini bukan tindakan seorang samaṇa, ini tidak diijinkan, ini tidak harus dilakukan. Bagaimana engkau menunjukkan kekuatan gaib yang melampaui manusia biasa di depan para perumah tangga hanya demi mangkok cendana yang tidak berharga ini? O Bhāradvāja, seperti halnya seorang wanita akan menunjukkan organ tubuh yang menimbulkan rasa malu hanya demi uang yang tidak berharga, demikian pula, engkau Bhāradvāja, menunjukkan  menunjukkan kekuatan gaib yang melampaui manusia biasa di depan para perumah tangga hanya demi mangkok cendana yang tidak berharga ini - ananucchavikaṃ, bhāradvāja, ananulomikaṃ appatirūpaṃ assāmaṇakaṃ akappiyaṃ akaraṇīyaṃ. Kathañhi nāma tvaṃ, bhāradvāja, chavassa dārupattassa kāraṇā gihīnaṃ uttarimanussadhammaṃ iddhipāṭihāriyaṃ dassessasi! Seyyathāpi, bhāradvāja, mātugāmo chavassa māsakarūpassa kāraṇā kopinaṃ dasseti, evameva kho tayā, bhāradvāja, chavassa dārupattassa kāraṇā gihīnaṃ uttarimanussadhammaṃ iddhipāṭihāriyaṃ dassitaṃ". Sang BUddha kemudian melanjutkan bahwa cara tersebut bukan cara tepat untuk meyakinkan umat.

Dalam Dhammapada Atthakatha, ceritanya sangat mirip namun ada sedikit tambahan. Di sana, Bhikkhu Mahā Mogallana mengatakan bahwa ketika jutawan ini mengatakan bahwa tidak ada orang suci lagi di dunia, seakan-akan ia mengetahui bahwa hal sama juga ada di sāsana Sang Buddha. Oleh karena itu, kemudian setelah berdiskusi singkat, Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja mengeluarkan kesaktiannya. Meskipun tujuannya adalh untuk menunjukkn kepada jutawan tersebut bahwa masih adanya arahat di dunia ini, di sana juga masih tampak adanya 'penunjukkan kekuatan gaib, penunjukkan pencapaian yang melebihi kekuatan manusia biasa' karena latar belakang masalahnya juga memang demikian.  Cerita ini jelas sangat berbeda dari cerita bhikkhu yang ada di pesawat tersebut yang tampaknya semata-mata tidak ada maksud menunjukkan kesaktiannya tapi hanya ingin menolong tentu jika di lihat latar belakang permasalahannya.

Btw, meskipun bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja adalah seorang arahat, tampaknya prilaku untuk blak-blakan / terbuka mengenai pencapaian2nya terkenal pada dirinya.  Sebagai contoh, dalam Kitab komentar Anguttaranikāya khususnya Piṇḍolabhāradvājavatthu, diceritakan bahwa setelah  mencapai kesucian arahat, beliau mempunyai kebiasaan untuk mendatangi vihara2 dan kuti2 lain dan berkata kepada bhikkhu2 lain, "siapapun yang mengharapkan untuk mencapai Jalan atau Buah, bisa bertanya ke saya - yassa  magge  vā  phale  vā kaṅkhā atthi, so maṃ pucchatū". Karena hal inilah, bhikkhu2 lain membicarakan pernyataan ini. Dalam kaitannya dengan peristiwa2 ini, dikatakan dalam kitab komentar yang sama, Sang Buddha selalu memuji apa yang patut dipuji dan mencela apa yang patut dicela. Selain mencela arahat ini setelah menunjukkan kekuatan gaibnya ke umum, beliau pun memuji arahat ini terutama bagaimana ia telah mengembangkan sati, samādhi dan paññā sehingga ia mencapai kekuatan2 demikian termasuk pencapain kesucian arahat.

Dari cerita di atas, sekarang terserah pembaca bagaimana menilai tindakan Bhikkhu ini. Tapi untuk seorang Buddha, melalui pengetahuannya, beliau mencela apa yang patut dicela meskipun tindakan tersebut dilakukan seorang arahat yang pada dasarnya tidak memiliki pikiran negatif, dan memuji apa yang patut dipuji.

Be happy.
« Last Edit: 19 April 2010, 06:35:00 PM by Peacemind »

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #22 on: 19 April 2010, 06:58:46 PM »
Bagus sekali, bagus sekali penjelasan dan contoh sutta yang diberikan Samanera  ^:)^

Ini merupakan contoh dan pelajaran yang berharga karena sekarang dan tepat disini masih banyak umat awam yang mengatas namakan sila sering menyalahkan bhikkhu atau mungkin yang telah mencapai ariya tanpa melihat aspek dhamma. Baru tau juga ada arahata yg bisa dicela Sang Buddha   artinya penilaian sila dan Dhamma dalam kehidupan tidak bisa sebatas hitam putih diatas kitab saja tetapi ada sesuatu yang lebih dari itu. Dan kekeliruan ini sering dilakukan dengan membabi buta.

Terima kasih Samanera. Anda telah meluruskan apa yang bengkok termasuk aku sang dukun yg masih sering bengkok ;D ^:)^
Everjoy

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #23 on: 19 April 2010, 10:05:26 PM »
Ada banyak sekali peraturan yang dikategorikan sebagai dukkata di mana ada yang memperhitungkan niat dan ada pula yang tidak. Salah satu peraturan yang tidak memperhitungkan niat adalah ketika seseorang minum minuman keras padahal ia tidak tahu bahwa minuman tersebut adalah minuman keras. Namun dalam hal ini, memamerkan kesaktian harus ada niat. Jika secara tulus seseorang tidak berusaha memamerkan kesaktiaanya namun semata-mata karena seperti tadi ingin menolong, saya berpendapat hal tersebut bukan dukkata. Btw, peraturan ini pun sesungguhnya mempunyai kemiripan dengan satu peraturan pacittiya, yakni jika seorang bhikkhu mengatakan pencapaian2 demikian yang dimiliki kepada umat awam, ia melanggar peraturan pacittiya.

Jika kembali ke niat, bukankah pada saat itu pikiran dari Pindola Bharadvaja yang nota bene adalah seorang Arahat, tidak mungkin untuk pamer? Kalau tidak salah, dijelaskan bahwa pada waktu itu yang menantang mengatakan tidak ada lagi orang suci. Walaupun adalah kesalahan Pindola Bharadvaja yang tidak meluruskan pandangan keliru bahwa kesaktian dan kesucian tidak terkait, Pindola Bharadvaja bertujuan mulia yaitu menunjukkan bahwa saat itu ada ajaran sejati, ada orang-orang suci, yaitu yang berlindung di bawah ajaran Buddha Gotama.



Sebenarnya kata yang tepat barangkali 'menunjukkan' bukan 'memamerkan' karena kata memamerkan kesannya begitu negatif. :). Bahasa Pāli yang digunakan adalah 'dassesi - kamu menunjukkan'. Anda benar bahwa saat itu Bhikkhu Piṇḍolabharadvāja adalah seorang arahat yang tentu tidak mempunyai pikiran negatif sedikit pun ketika menunjukkan kekuatan gaibnya. Ada sedikit perbedaan antara satu cerita dengan cerita lain kaitannya dengan hal ini. Cūlavaggapāli hanya menceritakan secara singkat bahwa ada seorang kaya raya yang ingin mengetahui apakah ada seorang arahat dan memiliki kekuatan gaib ataukah tidak di dunia ini. Ia meletakkan mangkok cendana tersebut di atas bambu dan berkata siapapun yang mengklaim dirinya sebagai arahat dan memiliki kekuatan gaib bisa mengambil mangkok tersebut (melalui kekuatan gaibnya). Enam guru pada jaman Buddha yakni Purana kassapa, Ajita kesakambali, Makkhali gosala, dll masing2 meminta mangkok tersebut karena mereka masing2 mengaku seorang arahat dan pemilik kekuatan gaib. Tetapi mereka tidak mampu menunjukkn kekuatan gaib mereka. Selanjutnya, setelah tujuh hari berlalu, Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja meminta Bhikkhu Mogallana untuk mengambil mangkok itu, tapi beliau menolak dan justru  meminta Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja untuk mengambilnya. Kemudian beliau mengambilnya dengan kekuatan gaibnya. Sampai di sini, cerita ini menunjukkan bahwa meskipun kedua bhikkhu ini seorang arahat, apa yang dilakukan oleh bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja menampakkan adanya 'pertunjukkan kekuatan gaib' di publik. Mendengar kegaduhan, Sang Buddha berkata kepada bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja, "Bhāradvāja, ini tidak pantas, ini bukan tindakan seorang samaṇa, ini tidak diijinkan, ini tidak harus dilakukan. Bagaimana engkau menunjukkan kekuatan gaib yang melampaui manusia biasa di depan para perumah tangga hanya demi mangkok cendana yang tidak berharga ini? O Bhāradvāja, seperti halnya seorang wanita akan menunjukkan organ tubuh yang menimbulkan rasa malu hanya demi uang yang tidak berharga, demikian pula, engkau Bhāradvāja, menunjukkan  menunjukkan kekuatan gaib yang melampaui manusia biasa di depan para perumah tangga hanya demi mangkok cendana yang tidak berharga ini - ananucchavikaṃ, bhāradvāja, ananulomikaṃ appatirūpaṃ assāmaṇakaṃ akappiyaṃ akaraṇīyaṃ. Kathañhi nāma tvaṃ, bhāradvāja, chavassa dārupattassa kāraṇā gihīnaṃ uttarimanussadhammaṃ iddhipāṭihāriyaṃ dassessasi! Seyyathāpi, bhāradvāja, mātugāmo chavassa māsakarūpassa kāraṇā kopinaṃ dasseti, evameva kho tayā, bhāradvāja, chavassa dārupattassa kāraṇā gihīnaṃ uttarimanussadhammaṃ iddhipāṭihāriyaṃ dassitaṃ". Sang BUddha kemudian melanjutkan bahwa cara tersebut bukan cara tepat untuk meyakinkan umat.

Dalam Dhammapada Atthakatha, ceritanya sangat mirip namun ada sedikit tambahan. Di sana, Bhikkhu Mahā Mogallana mengatakan bahwa ketika jutawan ini mengatakan bahwa tidak ada orang suci lagi di dunia, seakan-akan ia mengetahui bahwa hal sama juga ada di sāsana Sang Buddha. Oleh karena itu, kemudian setelah berdiskusi singkat, Bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja mengeluarkan kesaktiannya. Meskipun tujuannya adalh untuk menunjukkn kepada jutawan tersebut bahwa masih adanya arahat di dunia ini, di sana juga masih tampak adanya 'penunjukkan kekuatan gaib, penunjukkan pencapaian yang melebihi kekuatan manusia biasa' karena latar belakang masalahnya juga memang demikian.  Cerita ini jelas sangat berbeda dari cerita bhikkhu yang ada di pesawat tersebut yang tampaknya semata-mata tidak ada maksud menunjukkan kesaktiannya tapi hanya ingin menolong tentu jika di lihat latar belakang permasalahannya.

Btw, meskipun bhikkhu Piṇḍolabhāradvāja adalah seorang arahat, tampaknya prilaku untuk blak-blakan / terbuka mengenai pencapaian2nya terkenal pada dirinya.  Sebagai contoh, dalam Kitab komentar Anguttaranikāya khususnya Piṇḍolabhāradvājavatthu, diceritakan bahwa setelah  mencapai kesucian arahat, beliau mempunyai kebiasaan untuk mendatangi vihara2 dan kuti2 lain dan berkata kepada bhikkhu2 lain, "siapapun yang mengharapkan untuk mencapai Jalan atau Buah, bisa bertanya ke saya - yassa  magge  vā  phale  vā kaṅkhā atthi, so maṃ pucchatū". Karena hal inilah, bhikkhu2 lain membicarakan pernyataan ini. Dalam kaitannya dengan peristiwa2 ini, dikatakan dalam kitab komentar yang sama, Sang Buddha selalu memuji apa yang patut dipuji dan mencela apa yang patut dicela. Selain mencela arahat ini setelah menunjukkan kekuatan gaibnya ke umum, beliau pun memuji arahat ini terutama bagaimana ia telah mengembangkan sati, samādhi dan paññā sehingga ia mencapai kekuatan2 demikian termasuk pencapain kesucian arahat.

Dari cerita di atas, sekarang terserah pembaca bagaimana menilai tindakan Bhikkhu ini. Tapi untuk seorang Buddha, melalui pengetahuannya, beliau mencela apa yang patut dicela meskipun tindakan tersebut dilakukan seorang arahat yang pada dasarnya tidak memiliki pikiran negatif, dan memuji apa yang patut dipuji.

Be happy.

Mbah Sam, apakah pada saat itu Vinaya ini telah ditetapkan oleh Sang Buddha? ini penting untuk mengetahui apakah Pindola melakukan pelanggaran Vinaya atau tidak.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #24 on: 19 April 2010, 10:14:52 PM »
Pelaku pertama bukan pelanggar kan?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Mukjizat Dhamma
« Reply #25 on: 19 April 2010, 10:34:05 PM »
Mbah Sam, apakah pada saat itu Vinaya ini telah ditetapkan oleh Sang Buddha? ini penting untuk mengetahui apakah Pindola melakukan pelanggaran Vinaya atau tidak.

Vinaya tersebut pertama kalinya ditetapkan Sang Buddha dan benar kata saudara Sunkmanitu bahwa pelaku pertama bukan pelanggar. Umumnya, jikalau ada seorang arahat yang berbuat tidak sesuai (terutama dilihat dari sudut pandang sosial meskipun tidak ada niat buruk), beliau menjadi pelaku pertama. Jika peraturan telah ditetapkan, seorang arahat tidak akan melanggar lagi (setahu saya karena setidaknya saya belum pernah mendapatkan kasus di mana seorang arahat melanggar peraturan yang telah ditetapkan).

 

anything