//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah  (Read 55188 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #30 on: 19 March 2010, 09:55:28 PM »
Quote from: Riky
Nah,terjadilah multitafsir lagi,,saya menyebutkan "spekulasi" sebagai "asumsi",mengapa saya berkata demikian?coba anda bayangkan,ketika anda bermeditasi,dan keluar dari meditasi,anda menerangkan lewat kata2 bukankah itu spekulasi anda?apakah anda mampu menjelaskan secara terperinci dari A sampai Z?

kalau saya jujur,saya tidak mampu...

tanpa spekulasi bukan berarti dapat menjelaskan scara terperinci dari A hingga Z. dalam ceramahnya B. Utomo dijelaskan, untuk menjelaskan warna cokelat saja dengan bermawam-macam warna cokelat itu sulit. ada banyak kebenaran yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. bakan sang Budha sekalipun, tidak mampu menjelaskan semuanya. yakni, ketika beliau ditanya apakah seorang arahat itu terlahir lagi atau tidak, beliau menjelaskan bahwa seorang arahat itu bukannya terlahir dan bukannya tidak terlahir, tidak dapat dilukiskan, dan hanya dapat diselami oleh para ahli bijaksana.

asumsi belum tentu merupakan spekulasi. selama asumsi dipandang sebagai asumsi saja, maka itu merupakan pandangan yang benar. tetapi, ketika asumsi berisi ketidak jelasan dan cenderung dianggap fakta ilmiah, maka ini contoh dari spekulasi.

menjelaskan ssuatu dengan bahasa juga bukan merupakan spekulasi. ketika saya menjelaskan saya keluar masuk meditasi dengan kata-kata, itu tidak termasuk spekulasi. tapi bila saya menyimpulkan penglaman-pengalaman meditasi saya tanpa suatu aturan yang jelas, maka itu lah yang dimaksud dnegan spekulasi.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #31 on: 19 March 2010, 09:56:34 PM »
Quote
janganlah kita terkurung di dalam kata-kata. tetapi, kita harus melihat kepada makna dibalik kata-kata tersebut. bisa jadi, kita membuat pernyataan yang bertentangan pada lahirnya, tetapi hakikatnya tidak bertentangan. sang budha mengatakan bahwa yang menjadi sumber dari perselisihan para cendikian adalah "keterikatan pada konsepsi". jadi, sesuatu tidak harus dikatakan dengan cara yang sama.
selama anda belum terbebas dari "konsep" maka semuanya harus dijelaskan melalui konsep,jangan merasa anda telah terlepas dari "konsep" itu namanya "membohongi" diri sendiri,kecuali anda sudah arahatta yang terbebas dari segala konsepsi..yang menjadi masalah bagi para cendikiawan adalah "melekat" pada konsep,bukan menjelaskan lewat konsep..kita bisa menjelaskan lewat konsep,karena memang begitu adanya,tetapi lewat konsep2 tersebut,kita tidak boleh memunculkan kalimat multitafsir,kayak bersatu dengan TUHAN dan lain lain,mungkin dalam pandangan tertentu itu adalah benar adanya,tetapi melihat lebih jauh itu adalah tindakan kurang bijak...

Quote
jika saya membawa seekor kucing kepada orang ke rumah kerabat saya yang orang sunda dan saya mengatakan bahwa yang saya bawa itu adalah seekor kucing, tapi kerabt saya membantah, "itu bukan kucing, tapi emeng". karena dlam bahasa sunda, kucing itu ya emeng. adlaah bodoh bila saya bersitegang dengan dia, karena merasa telah dibantah. tapi, saya dapat memahami bahwa dia membantah hanya karena tidak tahu bahwa hewan itu dalam bahasa indonesia disebut kucing. maka baiklah saya gunakan istilah yang dia mengerti saya, yaitu Emeng. toh yang penting, maksudnya sama.
Apakah tulisan saya kurang jelas?saya rasa tulisan saya tidak ada hubungan dengan pernyataan yang sedang anda tuliskan itu..Apple=apel=peng kuo,ya sama aja kalau itu 1 objek dengan sebutan berbeda..intinya menuju pada "1 objek"..sedangkan yang menjadi permasalahan adalah :
"ketenangan adalah sumber masalah" sangat berbeda arti dengan "keinginan adalah sumber masalah"
Mengapa saya berkata demikian?yang namanya ketenangan itu netral,dia menjadi salah ketika muncul "keinginan",jadi jelas kesalahan muncul,saat adanya "keinginan"..kalau "keinginan" tidak muncul maka "ketenangan" ya "ketenangan",,jadi sumber sebabnya itu "keinginan" bukan "ketenangan"..kayak orang sakit perut,penyebab sakit perut adalah makanan,bukan "perut" tersebut..jangan salahkan "perut" ketika anda sakit perut,karena yang menjadi sumber masalahnya adalah "makanan" bukan "perutnya"..

Quote
demikian saya dengan anda. "kesenangan sebagai masalah" dan "tanha sebagai masalah". tapi anda membantah istilah yang saya gunakan, tak dapat memahami artinya. dan arti yang anda fahami dari isitilah yang saya gunakan telah menjadi salah, maka marilah kalau begitu, kita berbicara dengan bahasa yang dapat anda mengerti, yakni "tanha sebagai masalah", yang penting maksudnya sama.
Anda mau memutar balikkan fakta ya? anda tidak pernah menulis "kesenangan sebagai masalah" dan "tanha sebagai masalah" yang anda tuliskan adalah "ketenangan sebagai masalah", tentu saja masalah sebenarnya adalah "keinginan yang berlebihan" seperti yang anda katakan tadi. tapi bila ketenangan itulah yang menjadi pemicu munculnya "keinginan berlebihan" tersebut, maka pantas atau tidak pantaskah jika dikatakan "ketenangan sebagai masalah" ?
disana jelas bahwa anda hendak menyamakan antara "keinginan berlebihan" = "ketenangan sebagai masalah"..

Quote
bahkan untuk berbicara dengn umat budhis di sini, saya telah mengkonversi banyak sekali bahasa agar umat budhis memahaminya. tempo lalu saya pernah membuat artikel yang di dlaamnya banyak membahas tentang dosa. sampai akhirnya saya sadar bahwa istilah dosa itu dimaknai lain oleh kawan-kawan di sini, shingga jadi agak membingungkan. kawan-kawan di sini memaknai dosa itu sebagai "kebencian", smentara saya memaknainya sebagai "kamma buruk".  akhirnya, saya sadar bahwa saya harus mengkonversi istilah "dosa" ke kamma buruk, agar tidak membingungkan kawan-kawan di sini. dan lebih banyak lagi istilah yang tlah saya konversi.

saya telah banyak berbicara dengan meditator yang bahkan sama sekali tidak tahu soal Ajaran Buddha,mereka sama sekali tidak mengerti tentang sutta Buddha,apa yang mereka sampaikan sampai saat ini selalu selaras dengan sutta yang saya baca,selalu mereka berkata A,maka saya mengatakan kepada mereka bahwa dalam sutta ini tercantum A,mereka berkata B saya berkata dalam sutta ini tercantum B,malah mereka berkata bahwa pengetahuan Dhamma saya sangat kokoh...saya katakan kepada anda,pengetahuan dhamma saya sangat lemah[saya belum membaca Visudhi Magga,kalau saya punya waktu saya akan membacanya,untuk melihat korelasi pernyataan anda yang agak saya ragukan,terlepas pernyataan anda soal anda telah mencapai jhana atau tidak..]

Quote
demikian juga istilah "kesnangan sebagai masalah", mungkin tidak cocok dan tidak dapat difahami oleh anda, maka marilah kita gunkan yang cocok dan dapat difahami artinya oleh anda. "tanha sebagai masalah".

Sekali lagi saya tekankah saya mengatakan sumbernya adalah "keinginan" sedangkan anda mengatakan sumbernya adalah "ketenangan"..itu adalah KESALAHAN FATAL menurut saya,meditasi SAMATHA bhavana MEMBAWA pada KETENANGAN,dan selama saya BERMEDITASI,saya tidak pernah tahu bahwa KETENANGAN yang dicapai membawa DAMPAK NEGATIF..kalau ada dampak NEGATIVE,buat apa Buddha mengajari hal tersebut?Buddha sudah wanti2 dalam suttanya bagi para meditator samatha untuk tidak lengah didalam jhana,dan melatih vipasana setelah mencapai jhana 1..berati anda yang "bandel",nah rasain deh :P

Anumodana _/\_

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #32 on: 19 March 2010, 09:58:51 PM »
Quote
Anda belajar Buddha Dhamma sama siapa sih?jadi penasaran saya..orang itu yang tidak pintar ngajar atau [color]anda yang tidak pintar didalam memahami ajarannya?[/color]Anda mengerti tidak soal "meninggalkan spekulasi?"

dalam ilmu logika, perkataan anda ini disebut fallacy of bada names calling.

- guru saya tidak pintar
- saya tidak pintar
- saya tidak mengerti arti dari "meninggalkan spekulasi".

so,... itu bukan masalah. silahkan anda menggunakan fallacy-fallacy sesuka anda. karena menurut pengalaman saya dalam diskusi selama bertahun-tahun, hampir tak seorangpun pendiskusi yang mampu meninggalkan fallacy-fallacy dalam diskusinya. itu sudah biasa, jadi silahkan dilanjutkan. hanya saja, saya senag menjelaskan ini fallacy apa namanya dan itu fallacy apa namanya, berharap menjadi pelajaran bagi banyak orang.

tanggan saya :

seandainya anda lebih tahu apa arti dari "meninggalkan spekulasi", silahkan langsung jelaskan di sini tanpa harus membuat penekanan bahwa "guru saya tidak pintar" atau "saya bodoh" atau "saya tidak mengerti dengan baik". agree?

Ok tq atas penjelasaan soal "fallancy" nya,karena saya kesulitan melihat seseorang yang "mengaku" telah mencapai Jhana 4 tetapi komentarnya sangat rancu...

"meninggalkan spekulasi" saya mengartikannya melihat sebagaimana adanya..

_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #33 on: 19 March 2010, 10:03:31 PM »
Quote from: Riky
Nah,terjadilah multitafsir lagi,,saya menyebutkan "spekulasi" sebagai "asumsi",mengapa saya berkata demikian?coba anda bayangkan,ketika anda bermeditasi,dan keluar dari meditasi,anda menerangkan lewat kata2 bukankah itu spekulasi anda?apakah anda mampu menjelaskan secara terperinci dari A sampai Z?

kalau saya jujur,saya tidak mampu...

tanpa spekulasi bukan berarti dapat menjelaskan scara terperinci dari A hingga Z. dalam ceramahnya B. Utomo dijelaskan, untuk menjelaskan warna cokelat saja dengan bermawam-macam warna cokelat itu sulit. ada banyak kebenaran yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. bakan sang Budha sekalipun, tidak mampu menjelaskan semuanya. yakni, ketika beliau ditanya apakah seorang arahat itu terlahir lagi atau tidak, beliau menjelaskan bahwa seorang arahat itu bukannya terlahir dan bukannya tidak terlahir, tidak dapat dilukiskan, dan hanya dapat diselami oleh para ahli bijaksana.

asumsi belum tentu merupakan spekulasi. selama asumsi dipandang sebagai asumsi saja, maka itu merupakan pandangan yang benar. tetapi, ketika asumsi berisi ketidak jelasan dan cenderung dianggap fakta ilmiah, maka ini contoh dari spekulasi.

menjelaskan ssuatu dengan bahasa juga bukan merupakan spekulasi. ketika saya menjelaskan saya keluar masuk meditasi dengan kata-kata, itu tidak termasuk spekulasi. tapi bila saya menyimpulkan penglaman-pengalaman meditasi saya tanpa suatu aturan yang jelas, maka itu lah yang dimaksud dnegan spekulasi.

oke fine,masalah spekulasi menggunakan artian anda atau artian saya?mari kita menyamakan persepsi dulu...karena persepsi bisa jadi dalih pembenaran...nanti setiap diskusi anda berkata,"ini adalah itu,itu adalah ini",bisa berabe...

ada hal terakhir yang mau saya katakan,"Apakah mungkin seseorang tidak bisa salah menerjemahkan pengalaman meditasinya?"

_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #34 on: 19 March 2010, 10:05:13 PM »
Quote from: Riky
kecuali anda sudah arahatta yang terbebas dari segala konsepsi..yang menjadi masalah bagi para cendikiawan adalah "melekat" pada konsep,bukan menjelaskan lewat konsep..

ya, tpat seperti itu yang saya maksud.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #35 on: 19 March 2010, 10:08:30 PM »
Quote from: riky
ada hal terakhir yang mau saya katakan,"Apakah mungkin seseorang tidak bisa salah menerjemahkan pengalaman meditasinya?"

sangat mungkin seseorang salah menerjemahkan pengalaman meditasinya.

tapi,..seseorang yang telah sepenuhnya mengerti cara berpikir logic, dan manerapkan aturan berpikir logic dengan benar dalam menyimpulkan penglaman-pengalaman meditasinya. maka mustahil dia membuat kesimpulan yang salah tentang pengalaman meditasinya.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #36 on: 19 March 2010, 10:11:54 PM »
Quote from: Riky
"meninggalkan spekulasi" saya mengartikannya melihat sebagaimana adanya..

tepat, itulah yang dsebut meninggalkan spekulasi. jadi, masihkah anda tidak sanggup meninggalkan spekulasi dalam diskusi?

asumsi bukanlah spekulasi, jika asumsi tersebut dipandang sebagai asumsi saja, berati orang itu melihat apa adanya, tul enggak.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #37 on: 19 March 2010, 10:14:16 PM »

Quote
Seseorang yang mencapai upacarasamādhi sekalipun tahu bahwa pencapaiannya muncul karena didukung oleh faktor praktik moralitas yang baik dan lenyapnya pikiran2 negatif meski hanya sementara.

hal itu betul. dan saya sangat faham akan hal itu. faktor moralitas itu merupakan "stimulis batin" yang membantu saya memudahkan pencapai konsentrasi. dan dengan konsentrasi tersebut, kekotoran batin di tekan. silahkan nilai kembali, apakah saya memahami persoalan ini atau tidak?

Jika memang anda benar2 tahu bahwa sila mendukung pencapaian jhana, pertanyaannya adalh mengapa anda justru merasa berani berbuat jahat dan tidak takut akan perbuatan jahat. Setelah jhana didapat melalui praktik moralitas, apakah kemudian jhana justru menimbulkn hancurnya moralitas karena seperti apa yang anda alami bahwa anda justru berani berbuat jahat? Mungkin ini bukan pertanyaan saya saja, tapi akan menjadi pertanyaan para pembaca juga.

Quote
Setidaknya, mereka yang mencapai upacarasamādhi dan jhana yang dari awal berbasis pada ajaran Sang Buddha melihat betapa pentingnya kebajikan.
Quote
Orang demikian akan merasa malu berbuat jahat (hiri) dan takut akan akibat perbuatan jahat (otappa). Ia sepenuhnya tahu bahwa jika ia mengembangkan prilaku tidak baik, upacarasamādhi atau pun jhana yang ia capai akan lenyap. Namun anda mengatakan bahwa karena ketenangan yang dihasilkan oleh jhana anda justru menyebabkan anda untuk tidak takut berbuat buruk seperti dalam statemen anda sebagai berikut

apakah anda tidak tahu bahwa orang yang telah mencapai jhana yang tinggi masih mungkin melakukan kejahatan? saya sudah membaca dalam kitab budhis, dan bertanya ke kawan-kawan budhis di sini. saya tidak dapat menunjukan alamat thread nya dengan jelas, tapi mereka mengakui bahwa orang yang mencapai jhana adalah masih sangat mungkin berbuat kejahatan atau asusila. silahkan tanyakan ke sdr. Upasaka tentang hal ini.

Yap, anda betul bahwa mereka yang hanya memiliki jhana tanpa menghancurkan kekotoran batin secara total masih sangat mungkin untuk melakukan kejahatan. Namun juga perlu diingat bahwa pencapaian jhana dapat terealisasi karena pengembangan faktor-faktor positif. Mereka harus mengembangkan pañcabala (lima kekuatan) yakni keyakinan, semangat, kesadaran, konsentrasi dan kebijaksanaan (saddha viriya sati samādhi dan paññā). Ia juga harus membuang lima rintangan batin yakni sensual desires, ill-will, sloth and torpor, restlessness and remorse, and doubt. Dikatakn pula bahwa mereka yang mencapai jhana, kondisi pikirannya adalah " samāhite  citte  parisuddhe  pariyodāte  anaṅgaṇe vigatūpakkilese mudubhūte kammaniye  ṭhite  āneñjappatte - pikiran terkonsentrasi, bersih, bersinar, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lembut, fleksible / patuh, teguh (steady), dan tanpa tergoncangkan". Untuk  mencapai jhana pun seseorang juga dikatakn harus memilki “āraddhaṃ  vīriyaṃ  asallīnaṃ (semangat tanpa lelah), upaṭṭhitā sati (kesadaran yang tertanam kuat), asammuṭṭhā passaddho  kāyo  (tubuh yang tenang dan tanpa masalah),  samahitaṃ  cittaṃ  ekaggaṃ (pikiran yang terkonsetrasi dan terpusat). Jika kita melihat faktor2 positif yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai jhana atau mereka yang sudah mencapai jhana, meskipun ia masih memiliki kekotoran batin, ia sangat berbeda dari para puthujjana  yang belum mencapai jhana. Ia lebih sadar untuk berbuat baik ketimbang  berani untuk berbuat jahat.

Dari apa yang tercatat dalam Tipitaka, justru saya tertarik dengan beberapa faktor batin yang dimiliki seseorang yang mau mencapai jhana dan yang sudah mencapai jhana. Saya melihat bahwa faktor2 ini ada kaitannya dengan apa yang kita bahas. Pertama, seseorang yang mencapai jhana terbebas dari thinamiddha / ngantuk dan kemalasan, ia memiliki araddhaṃ viriyam asallīnaṃ/ semangat tanpa lelah dan pikiran menjadi kammanīyaṃ yang dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan sebagai workable. Artinya mereka yang mencapai jhana pikirannya sangat patuh, fleksibel dan dapat digunakan untuk apa saja (tentu berhubungan dengan pikiran2 positif). Yang mau saya tekankan di sini adalah bahwa sesuai dengan apa yang tercatat dalam Tipitaka, meskipun seseorang mencapai 'ketenangan' dalam jhana, bukan berarti pikirannya akan menjadi lemah, ngantuk dan tidak aktif. Justru mereka yang mencapai jhana pikirannya menjadi lebih cerah dan vigilance / selalu terbangun (Pāli: Jagāra). Ini mengapa para bhikkhu pada masa lampau sangat berbeda dengan para pertapa lain. Para bhikkhu masa lampau yang memiliki batin yang berkembang justru memiliki wajah yang sumringah / cerah / serene. Ini telah disebutkan di beberapa sutta.

Quote
Barangkali, jhana yang anda capai di sini perlu dikaji kembali apakah sesuai dengan  yang telah dideskripsikan oleh Sang Buddha atau tidak.

terima kasih atas sarannya.

tapi kalau anda ingin menambahkannya di sini, saya senang sekali.

cobalah anda jelaskan, bagaimana itu jhana menurut deskripsi sang budha!

Anda bisa membaca banyak sutta mengenai Jhana seperti salah satunya Samaññāphalasutta dari Dīghanikāya. Dan beberapa fakta tentang jhana di atas yang saya sebutkan juga bisa dipertimbangkan. Btw, saya masih berharap bahwa apa yang anda alami memang benar2 Jhana. Jika demikian, kita yang di sini merasa beruntung karena anda di sini.

Mettacittena.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #38 on: 19 March 2010, 10:17:02 PM »
Quote from: riky
ada hal terakhir yang mau saya katakan,"Apakah mungkin seseorang tidak bisa salah menerjemahkan pengalaman meditasinya?"

sangat mungkin seseorang salah menerjemahkan pengalaman meditasinya.

nah anda berkata sangat mungkin seseorang salah menerjemahkan pengalaman meditasinya. ,jadi atas dasar apa anda menafsirkan "kalimat" anda sebagai "ketidaksalahan" penafsiran?:)

anda menulis :
Quote
tanpa spekulasi bukan berarti dapat menjelaskan scara terperinci dari A hingga Z. dalam ceramahnya B. Utomo dijelaskan, untuk menjelaskan warna cokelat saja dengan bermawam-macam warna cokelat itu sulit. ada banyak kebenaran yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. bakan sang Budha sekalipun, tidak mampu menjelaskan semuanya. yakni, ketika beliau ditanya apakah seorang arahat itu terlahir lagi atau tidak, beliau menjelaskan bahwa seorang arahat itu bukannya terlahir dan bukannya tidak terlahir, tidak dapat dilukiskan, dan hanya dapat diselami oleh para ahli bijaksana.

yang mau saya katakan adalah Buddha dan anda tidak sama dalam pencapaian spritual..kemudian Buddha tidak bisa mengatakanya bukan karena dia tidak mampu menjelaskannya,Buddha mampu,tetapi apakah itu bermanfaat atau tidak bermanfaat?[setahu saya Buddha hanya mengatakan hal2 yang bermanfaat,dan tidak mengatakan hal2 yang tidak bermanfaat dan mungkin Buddha bisa "mengkonsepsikannya" tetapi apakah "konsepsi"nya bermanfaat atau malah semakin "menyesat"kan?itu yang dihindari oleh Buddha Gotama,karena setiap Buddha memberikan "khotbah" maka para muridNya akan mempraktekanNya sesuai arahanNya]

Quote
tapi,..seseorang yang telah sepenuhnya mengerti cara berpikir logic, dan manerapkan aturan berpikir logic dengan benar dalam menyimpulkan penglaman-pengalaman meditasinya. maka mustahil dia membuat kesimpulan yang salah tentang pengalaman meditasinya.
saya tertarik dengan perkataan anda,saya mau nanya apa "tolak ukur" cara berpikir logic dan menerapkan aturan berpikira yang benar?dari mana ya itu muncul?? :)

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #39 on: 19 March 2010, 10:21:14 PM »
Quote from: Riky
"meninggalkan spekulasi" saya mengartikannya melihat sebagaimana adanya..

tepat, itulah yang dsebut meninggalkan spekulasi. jadi, masihkah anda tidak sanggup meninggalkan spekulasi dalam diskusi?

asumsi bukanlah spekulasi, jika asumsi tersebut dipandang sebagai asumsi saja, berati orang itu melihat apa adanya, tul enggak.

jujur saya paling males deh buat diskusi...saya mengerti maksud lawan diskusi,si lawan diskusi tidak mengerti maksud saya..[oh tuhan kenapa ya takdir saya selalu begitu???]

masalahnya tidak berakhir pada "melihat sebagaimana adanya" saja..tetapi apakah arti dari sebagaimana adanya?

itu hanya bisa dicapai dengan citta murni,sati,kesadaran murni,bukan praktek yang sedang anda lakukan itu.. :)

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #40 on: 19 March 2010, 10:23:55 PM »
Quote from: Riky
kecuali anda sudah arahatta yang terbebas dari segala konsepsi..yang menjadi masalah bagi para cendikiawan adalah "melekat" pada konsep,bukan menjelaskan lewat konsep..

ya, tpat seperti itu yang saya maksud.

dan apakah anda arahatta?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #41 on: 19 March 2010, 10:24:05 PM »
Quote from: peace
Jika memang anda benar2 tahu bahwa sila mendukung pencapaian jhana, pertanyaannya adalh mengapa anda justru merasa berani berbuat jahat dan tidak takut akan perbuatan jahat. Setelah jhana didapat melalui praktik moralitas, apakah kemudian jhana justru menimbulkn hancurnya moralitas karena seperti apa yang anda alami bahwa anda justru berani berbuat jahat? Mungkin ini bukan pertanyaan saya saja, tapi akan menjadi pertanyaan para pembaca juga.

begini....
moralitas mendukung jhana. tanpa moralitas jhana sangat sulit untuk dicapai, karena konsentrasi tidak memiliki landasannya. tetapi moralitas bukan satu-satunya landasan bagi konsentrasi. dan sang budha tidak pernah mengatakan bahwa moralitas merupakan satu-satunya landasan dari jhana. orang-orang jhanat dengan berlandasakan kepada viriya dapat mengembangkan kekuatan konsentrasi hingga mencapai jhana-jhana.

pada saat jhana tercapai, tentu saja di situ tidak ada kekotoran di dalam batin. bukan dalam arti benar-benar tidak ada, tetapi kekotran hanya mengendap karena tertekan oleh kkeuatan konsntrasi. tetapi, jhana itu bukanlah ssuatu yang kekal, dan batin sseorang tidak dapat terus menerus berada di dalamnya. ketika dia keluar dari jhana, kekotoran yang tadi mengendap di dalam batinnya dapat muncul lagi kepermukaan. dengan demikian, dia menempuh jalan yang menurun, bukan naik ke tingkat jhana selanjutnya. pada saat penurunan inilah kejahatan dapat muncul disertai dengan pengaruh dari kekuata-kekuatan jhana yang masih berbekas di dalam dirinya.

seandianya, dulu, ia menjalankan praktik moralitas dan menjadikan moralitas tersebut landasan bagi jhana yang dicapainya, maka karena kehendak bebas yang dimilikinya, stelah pencapaian jhana sseorang dapat berbalik arah dengan meninggalkan moralitas dan berbuat jahat, serta menggunakan kkuatan jhana-jhana untuk mendukung kejahatannya.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #42 on: 19 March 2010, 10:25:19 PM »
Quote
dan apakah anda arahatta?

saya tidak mengetahuinya.

pakah seorang arahata pernah berkata, "aku seorang arahata" ?

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #43 on: 19 March 2010, 10:27:18 PM »
Quote
dan apakah anda arahatta?

saya tidak mengetahuinya.

pakah seorang arahata pernah berkata, "aku seorang arahata" ?

dalam tulisan buku Ajahn Sumedho dia mengatakan bahwa itu mungkin2 saja..Karena ketika Buddha mencapai KebuddhaanNya,dia mengatakan kepada petapa yang pertama kali bertemu denganNya,bahwa dia adalah "Yang SADAR"..

dan saya rasa anda bukan arahatta,sotapanna saja mungkin bukan.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Ketenangan Sebagai Suatu Masalah
« Reply #44 on: 19 March 2010, 10:29:02 PM »
Quote from: Riky
jujur saya paling males deh buat diskusi...saya mengerti maksud lawan diskusi,si lawan diskusi tidak mengerti maksud saya..[oh tuhan kenapa ya takdir saya selalu begitu???]

kalau tak salah, di blog upasaka saya pernah membaca tentang "kesaktian tertinggi". saya agak lupa-lupa lagi judulnya. beliau menjelaskan bahwa kesaktian yang tinggi adalah "kemampuan membuat orang lain mengerti". jadi, semakin termapil seseorang membuat orang lain mengerti kebenaran, maka anggaplah ia semakin sakti. mungkin, kesaktian anda belum cukup untuk membuat saya mengerti. tapi kalau anda sangat suka menyebut bahwa diri saya terlalu bodoh untuk bisa memahami kata-kata anda, ya silahkan lakujkan apa saja yang anda suka. saya tidak keberatan.

 

anything