Hi all pagi hehehehehe.
Salam peace dolo ya.
Thanks atas pencerahannya dari bro2 maupun sis2 semuanya.
Mempertanyakan kebenaran Dhamma akan membuat kita lebih mengetahui Dhamma kita sebenarnya apa?
Ketika kita terus mengatakan bahwa agama Buddha paling realistis dll, plus dipakai lagi ucapan Mr. Einstein sebagai tameng, maka Dhamma harus siap dipertanyakan dimana saja, dan kapan saja.
Mungkin apa yang saya tanyakan atau berupa statement telah disalah artikan bahwa saya mencoba merusak, tetapi cobalah kita berpikir kembali benarkah bahwa agama Buddha memang menyimpan masalah tersebut?
Atau dengan ego yang kita miliki, kita langsung membabi buta dengan pengakuan akan Dhamma?
Well hahahahaha, saya tidak bermaksud apa2, silahkan kita kembali kepada pribadi masing2 aja deh dalam konteks beragama.
Maafkan sosok Ultras atau garis keras dari saya soal Agama Buddha.
Lanjut.....
memang si einstein bilang apa? kok dipakei tameng? emang einstein sama buddha hebat mana?
kayaknya hebatan Einstein deh, soalnya teori dan ciptaan dia udah kebukti tuh.
Kalau Buddha, Dhammanya kan masih harus dibuktikan dan ditelusuri lagi tuh hehehe.
emang yang belum dibuktikan dhammanya yang mana?
Banyak juga om, contohnya ucapan Sang Tathagata tentang kiamat, tentang 31 alam (dimana saya cuman bisa melihat alam manussa dan binatang), tentang kinerja hukum kamma, tentang adanya Buddha lain pada zaman dulu dibumi ini, dll.
Maaf om mau nanya lagi, emang Dhamma Buddha yang sudah terbukti tuh apa aja ya??
No Offence ya...
Peace...
kiamat? bagaimanakah Sang Buddha mengajarkan kiamat?
apakah 31 alam tidak dapat dibuktikan atau anda tidak mampu membuktikan? banyak para mulia (orang2 yg mencapai jhana-jhana dan para orang suci) yang telah membuktikan hal ini, dalam sutta-sutta disebutkan bahwa para Arahat mengunjungi alam surga, alam Brahma, dll. "Tidak bisa dibuktikan" dan "tidak mampu membuktikan" adalah dua hal berbeda.
Ya soal cerita 7 matahari itu loh, kan belum terbukti kan?
Sutta2 dalam Tipitaka ditulis oleh siapa? dan kapan? mohon koreksi jika salah Tipitaka itu sendiri saja masih merupakan satu keraguan tersendiri.
Tipitaka itu tidak ditulis sesegera mungkin ketika Sang Buddha Pari-Nibbana, melainkan hanya di lafal kembali pada konsili Sangha yang pertama, dan arahat yang ikut dalam konsili tersebut bukan merupakan perwakilan semuanya, karena arahat yang ikut dalam sidang Sangha pertama itu adalah mereka yang dipilih alias ditunjuk oleh Beliau Mahakassapa Thera.
Soal para bijaksanawan yang mencapai Jhana maupun tingkat kesucian lainnya, darimana bukti bahwa mereka memang mencapai tahap tersebtu?
Itu kan semua hanya bentuk tulisan dan tidak ada sesuatu yang nyata kan?
Sesuatu yang belum ada lihat sendiri dan hanya bentuk tulisan, apakah itu yang dinamakan suatu pembuktian?
Sorry bukannya offence, tapi selama kita sendiri belum bisa membuktikan bisa mencapai Jhana atau alam lainnya, maka itu bagi saya pribadi adalah suatu hal yang belum terbukti.
Peace!!