//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - GandalfTheElder

Pages: 1 ... 6 7 8 9 10 11 12 [13] 14 15 16 17 18 19 20 ... 95
181
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 10 September 2011, 10:15:33 AM »
Quote
Setahu saya dalam agama sebelah, praktik cuma pelengkap bagi kepercayaan. Atau bahkan prkatk hanya bukti bahwa seseorang memiliki kepercayaan. Tapi tidak demikian dalam Buddhisme, praktik bukan sekadar pelengkap atau bukti, tapi justru merupakan sarana utama.

Tepat sekali. Praktik adalah sarana menguji kebenaran keyakinan bagaikan menguji emas. Maka dari itu sangat utama.

Biasnaya agama" Timur cenderung pada praktek, sedangkan agama" Samawi sebaliknya.

Quote
Oh gitu, agama yang mana?

Sekarang banyak interpretasi macem" dr berbagai pengikut agama yang sebenarnya melenceng dari hakikat awal mula ajarannya, sehingga seolah" tampak logis....xixixi... tp drpd ini, msh banyak yg feodal kok drpd moderat.

 _/\_
The Siddha Wanderer

182
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 10 September 2011, 09:00:53 AM »
Quote
dapat sumber2nya dari mana om? ada linknya?

Aduh banyak banget pencar". Nanya aja sama om google... gampang dan banyak kok

 _/\_
The Siddha Wanderer

183
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 10 September 2011, 08:41:42 AM »
Quote
pembuatan sutra2 itu dibuat sekitar tahun berapa?

seperti sutra2 amitaba, baisajya, dll itu juga tahun berapa? apakah di india juga?

Tentu ada di daerah" yg dulu India pada zaman kuno, naskah Sanskritnya masih ketemu di tanah kelahiran Pangeran Siddharta, Nepal. Temuan paling awal yaitu naskah Sanskrit Saddharmapundarika Sutra dan Astasahasrika Prajnaparamita Sutra, lebih tua daripada naskah tertua Pali. Amitabha juga ada sutra Sanskritnya di Nepal, Bhaisajyaguru Sutra juga ada ketemu di Pakistan.

Manjusri Parinirvana Sutra diterjemahkan Nie Daozhen pada abad ke-3 M, dan menurut standar sejarawan.... sutra itu sudah ada di India 100 tahun sebelum diterjemahkan. Berarti pada abad 2 M, tidak jauh dari Pali.

 _/\_
The Siddha Wanderer

184
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 10 September 2011, 08:23:43 AM »
Quote
tahu sejarah dibuatnya sutra2 itu gak? apakah bisa dipercaya keotentikannya?

Ia otentik. Sutra" itu nggak termasuk (atau dimasukkan oleh para peneliti dalam) bagian "spurious" atau "yang dipertanyakan" dalam Taisho Tripitaka kok. Jadinya ya otentik.

 _/\_
The Siddha Wanderer

185
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 10 September 2011, 06:08:47 AM »
Quote
bisa minta link2 sutra nya?

Kalau mau sutranya lengkap, adanya bahasa Chinese. Anda bisa baca?   :-?

 _/\_ _/\_
The Siddha Wanderer

186
Mahayana / Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« on: 09 September 2011, 09:27:58 PM »
pertanyaan anda mengenai simbol/real sudah dijawab oleh mahayanis:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20755.msg369032#msg369032
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20755.msg369040#msg369040

rasa penasaran anda mengenai kesamaan dengan konsep tuhan udah dijawab oleh mahayanis:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20755.msg368901#msg368901
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20755.msg369032#msg369032

nah sekarang katakanlah anda tidak bisa menerima jawaban2 tersebut, maka tidak ada lagi yg bisa didiskusikan.
tindakan yg paling logis yg bisa anda lakukan adalah menerima bahwa pendapat anda berbeda dan tidak cocok dengan ajaran mahayana, ringkaskan kesimpulan anda dan diskusinya diakhiri cukup sampai di sini saja. bukan kah begitu?


Wahh.. kurang bro... ta tambahin deh:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20755.msg369259#msg369259

_/\_
The Siddha Wanderer

187
Quote
Berputar-putarlah terus. Berkilah-kilahlah terus.

Tertawalah terus.

Wkwkwkwk biarin aja bro.wei....

tuh puter-puter terus biar forum rame kali....yow!  8) 8)

 _/\_
The Siddha Wanderer

188
Quote
bold, bukannya kitab dari alam naga ? 


Emang semua sutra Mahayana dari alam naga??  ^-^

Lagian sejarawan modern sudah meneliti memang ada masyarakat Naga di selatan India.... yang mana nama Nagarjuna berasal  ^-^ *putar ulang tape recorder nih (ala om morpheus)*

 _/\_
The Siddha Wanderer

189
Quote
buddho kalau dalam praktek beberapa bhante, bukan untuk kemana-mana atau untuk terlahir kemana-mana... tetapi untuk pemusatan pikiran dan itu jelas...

Kalau sudah terpusat... lanjut.. lanjut.... lalu belok gini... lanjutt... eh Nibbana....

Ajahn Buddhadasa sendiri tau dan mengatakan dengan tegas kalau Sukhavati itu sebenarnya Nibbana...   8)

 _/\_
The Siddha Wanderer

190
Pengalaman Pribadi / Re: Pertanyaan Untuk Dragon Hung n Meditator lainnya
« on: 06 September 2011, 11:09:06 AM »
Quote
Menurut sosok terkenal ini... menurut biografi sosok terkenal ini... berdasarkan kabar dari sosok terkenal ini... :)


"... Di masa depan, ketika Ajaran Tathagata dibabarkan, mereka tidak akan mendengarnya ... Ketika karya literatur diucapkan, gubahan puisi, indah didengar, indah dalam makna, karya orang lain, karya para siswa, mereka akan mendengarkan dan merenungkan dengan sungguh-sungguh ..."
-Samyutta Nikaya, Opammavaggo, 7. Anisutta-

Sadhu / Svaha  _/\_ Maka dari itu kita harus mengcrosschecknya selalu dengan sabda Sang Tathagata dalam Tripitaka, seperti yang dilakukan oleh YA. Tsongkhapa.

 _/\_
The Siddha Wanderer

191
Pengalaman Pribadi / Re: Pertanyaan Untuk Dragon Hung n Meditator lainnya
« on: 06 September 2011, 08:34:59 AM »
Quote
Saya juga tidak tahu secara pasti karena tidak mempunyai kemampuan mata dewa (dibba caku) untuk melihat secara langsung, tapi kalau menurut pendapat saya pribadi, yang datang adalah sejenis devatta, bodhisatta atau mungkin dalam tantrayana disebut dengan yidam pelindung atau dakini.

Saya tidak pernah mengalami. Tapi klo baca kisah para guru" agung dan teks" Buddhis maka bisa jadi memang banyak kemungkinan "siapa yang datang".

Misal Ajahn Mun Bhuridatta sebelum mencapai pencerahan "didatangi" para Buddha dan Arahat. Naskah" Mahayana juga mengatakan para Buddha yang datang dalam kondisi meditasi.

Ada satu kisah yang menarik. Bhiksu Jey Tsongkhapa adalah bhiksu Buddhis dengan realisasi tinggi dan beliau sering melihat "penampakan" para Buddha dan Bodhisattva dalam meditasinya. Tak tanggung-tanggung lagi beliau langsung khawatir kalau-kalau itu Mara yang datang bukan Buddha. Beliau langsung meng-crosscheck pengalaman batinnya itu dengan naskah-naskah Tripitaka serta bertanya pada guru-guru Buddhis yang qualified. Hasilnya memuaskan, pengalaman batinnya itu bukan Mara tetapi benar Buddha. Dan Tsongkhapa dalam hidupnya, sering berkonsultasi langsung dengan Manjusri dalam meditasinya dan pada masa itu, hanya Tsongkhapa dan lama Umapa yang bisa.

Maka dari itu kalau ada bbrp umat Tao yang bilang ia bisa langsung berkomunikasi dengan para Buddha Bodhisattva setelah latihan Daoyin Shu atau Jingzuo, ini patut dipertanyakan,... karena kemampuan seperti ini seharusnya tidak akan dimiliki kalau bukan meditator sehebat Ajahn Mun ataupun Lama Tsongkhapa.

 _/\_
The Siddha Wanderer

192
Lingkungan / Re: Shugendo, Bhikshu Yang Me-Mumifikasi Dirinya Sendiri
« on: 06 September 2011, 06:57:36 AM »
Rutin diganti pakaiannya.... heheh.. sambil pake masker orang yang ngantiinnya soalnya bau banget... aniwei

SHUGENDO ISN'T BUDDHISM... Shugendo sama sekali bukan Buddhisme.

Shokushin-jobutsu yaitu menjadi Buddha dalam badan apa adanya bukan dilakukan dengan cara-cara seperti ini.

 _/\_
The Siddha Wanderer

193
Quote
klo dewi guanyin sih dirumah memang ada, di altar di dudukan di samping TuaPekKong.
so ini udah dari dulu ada..

bahkan klo mo cerita lebih panjang lagi, kami dikampung punya kelenteng pribadi. warisan dari kakek, sekarang papa gw yang jadi pengurusnya.
tiap ce it cap go banyak warga desa yang datang.

so di dalam rumah ada Tua Pek Kong, Guanyin + sin cu pai Leluhur

nah dikelenteng ada (saya urutkan aja) ada Datok kong, Dewi Guanyin, dewa Kwankong, dewa Thai Sing Ya, ada Tua Pek Kong juga, trus ada Djelai Put Co (gw gak tau populernya apa ato nama lainnya) plus 1 lagi patung dewa Cau Tse Kong

nah para senior ngerti kan latar belakang keluarga saya.
itulah yang saya sebut sangat sulit mengenalkan dharma pada keluarga.

Wah, bagus sekali! Punya altar Avalokitesvara di rumah sudah bagus, sekarang tinggal bagaimana anda mengarahkannya...hahah

Kalau saya lihat ya, di keleteng warisan kakek anda malah ada banyak dewata Buddhisnya, sebut saja:
1. Guanyin (Avalokitesvara)
2. Guangong (Sangharama Bodhisattva)
3. Rulai Fozhu (Sakyamuni or Maitreya)
4. Zushi Gong (bhiksu Chan, Qingshui Zushi)]

Anw Datuk tu dewa apa ya? Fude Zhenshen?

Kalau boleh tau, apakah kelenteng tersebut diwariskan secara keluarga? Apakah anak-anak dari pengurus kelenteng sekarang sudah pada pergi ke vihara mendalami ajaran Buddha? kalau iya, mungkin memang ada ketakutan bahwa anda sebagai penerus tidak mewarisi tradisi dan kelenteng keluarga. Kalau boleh tau nama kelentengnya apa bro?

Tapi seandainya harus diwarisi begitu, tidak masalah, karena justru sebagai generasi penerus anda berkesempatan mengembangkan unsur Buddhis yang ada dalam kelenteng tersebut dan menyebarkan Buddha Dharma di sana.

 _/\_
The Siddha Wanderer

194
 [at] bro. rico

Hahahah... tentu saya ngerti karena ncim saya juga begitu... denger vihara atau Buddha aja udah berpikiran negatif dan mencela... tapi yah dikit" sy coba pendekatan seperti nih mau cetak buku Guanyin, mau ikut dana atau tidak?

Kalau mnrt saya sih, lebih baik anda jangan berhenti ke vihara, karena di vihara anda bisa belajar banyak dan mendapat banyak manfaat yang tidak anda dapatkan hanay dengan baca buku Dharma saja. Namun jangan bawa" nama Buddha di rumah, pendekatan bisa lewat para Bodhisattva Buddhis yang diyakini orang tua anda, paling mudah setahu saya adalah Guanyin dan Dizangwang (Ksitigarbha).  Apalagi bawa kaset segala lebih baik dihindari. Tunjukkan kalau anda benar-benar tulus mau mendlaami ajaran Buddha dan sikap anda pun berubah dengan lebih baik ketika mendalami Dharma. Nanti orang tua akan melihat sendiir bukti nyata ajaran Buddha.

Tradisi tetap anda ikuti saja, tetapi coba arahkan ke objek pemujaan yang sejati yaitu Triratna Buddha Dharma Sangha, kalau Shakyamuni Buddha nggak mau ya Guanyin, mayoritas pasti mau. Baru dari sana anda bisa step further lagi. Tapi yang paling penting adalah perubahan sifat dan sikap anda karena Dharma Sang Buddha. Jangan lupa meminta bantuan dari para Buddha Bodhisattva kalau anda merasa tidak sanggup. Kalau anda mau, anda bisa mengutarakan kesaksian ajaran Dharma dalam hidup anda pada ortu. Saya yakin apabila anda sungguh-sungguh percaya pada Dharma, mukjizat yang dihasilkan dari karma baik pasti akan muncul, karena saya juga mengalaminya.

Quote
yang ini bener bro?

Buddha mengatakan demikian. :)

 _/\_
The Siddha Wanderer

195
Bro. Rico, klo boleh tau para junior pergi ke vihara namana? Karena tradisi Buddhism apapun juga tetap mengajarkan berbakti pada leluhur, entah lewat Pattidana (Theravada) atau Ullambana (Mahayana) yang erat kaitannya dengan tradisi Tiongkok. Lagipula kenapa vegetarian pun disalahkan? Setahuku umat kelenteng juga banyak yang vegetarian? Hmmm...

Mengikuti tradisi demikian sbeneranya tidka maslaah, asal kita tahu mana yang benar sesuai Dharma. Karena kalau kita tahu, toh tradisi semacam itu paling hanya akan bertahan selama satu generasi. Generasi kita karena sudah tahu otomatis akan berhenti. Tapi kalau mau mengenalkan Dharma bisa banyak cara kok.

Chuanggong atau Chuangmu adalah dewa dewi Taoisme yang dipercaya masyarakat Hokkian mampu memberikan pasangan anak dan mampu menjaga anak. Waktu saya bayi juga pernah diadain sembahyangin kayak gini sama makco-ku...hahaha...

Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

Dalam Mahayana Buddhisme, dewi pelindung anak dan penjaga anak bukanlah Chuangmu tetapi dewi Hariti (Gui Zi Mu) yang ada dalam Saddharmapundarika Sutra. Selain itu pelindung anak lainnya adalah Avalokitesvara atau Guanyin (Koyasu Kannon, Zimu Guanyin, Songzi Guanyin). Kalau misalnya ada kesempatan, bisalah mulai jelaskan bahwa sembahyang lebih baik diarahkan pada Avalokitesvara, tidak lagi Chuangmu. Itu kalau anda mau mengenalkan Buddhisme pelan-pelan. Avalokitesvara adalah wakil dari Sangha siswa sang Bhagava. Dan di kalangan masyarakat kelenteng Tionghoa tidak ada yang kesulitan memuja Guanyin.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Pages: 1 ... 6 7 8 9 10 11 12 [13] 14 15 16 17 18 19 20 ... 95