Kalau tidak keberatan bisakah bro Candra menceritakan pengalaman meditasi Anda,
Objek apa yg dipakai, dan bagaimana proses awalnya sampai pada titik dimana Anda anggap sebagai puncaknya melalui pengalaman Anda, entah itu yg dirasakan atau yg dilihat.
baiklah. saya senang menceritakannya.
saya biasa bermeditasi dengan posisi duduk tegak, bersila, pegalangan tangan ditaruh di atas lutut, dengan sikap jari telunjuk dan jempol membentuk lingkaran, sementera tiga jari lainnya di luruskan. sikap ini saya lakukan semata-mata agar saya tidak mudah mengantuk saat meditasi.
adapun objek yang menjadi meditasi saya adalah nafas (anasapati?). saya membagi latihan nafas kepada 4 tahapan, sesuai petunjuk meditasi yang saya baca di beberapa situs budhist, terutama samagi-phala. pertama-tama, saya memperhatikan nafas itu keluar dan masuk. saya membatin ketika nafas itu keluar saya berkata "keluar, keluar, keluar" dalam hati. demikian juga ketika nafas masuk, saya berkata, "masuk, masuk, masuk". dan kadang kadang saya hanya memperhatikan tanpa membatin. kadang-kadang saya sebagai muslim mengucapkan subhanalloh ketika masuk, dan alhamdulillah ketika nafas keluar. pada tahap kedua, ketika terasa bahwa konsentrasi saya telah meningkat, saya meningkatkan perhatian terhadap panjang pendeknya nafas, kasar halusnya, cepat lambatnya, dan sebagainya. pada tahap ketiga, konsentrasi saya meningkat lagi dan saya mulai menempatkan perhatian saya pada lubang hidung, dimana terasa ada sensasi sentuhan antara nafas dan kulit lubang hidung. disitulah unsur vitaka dan vicara dapat saya lihat dengan jelas. saya berusaha untuk bertahap pada satu objek itu. ketika konsentrasi saya telah lebih meningkat, lpada tahap keempat alu saya mencoba lebih menenangkan pikiran dengan cara memperhalus nafas sehalus mungkin. lalu nafas saya berjalan dengan sangat lambat, lambat sekali. masuuuk.....panjang, pelan ,dan halus. keluaaar.......panjang, pelan dan halus. tak terdengar bunyi nafas, karena halusnya. semakin halus nafas itu semakin tenang dan lembut pikiran saya. sampai pada tahap ini, saya anggap belum mencapai jhana.
lama kelamaan munculah apa yang saya anggap sebagai ekagata, yaitu keterpusatan pikiran tanpa usaha keras. pemusatan pikiran begitu ringan /mudah. saya hanya perlu menggunakan kehendak dan sedikit usaha untuk dapat tetap berkonsentrasi disitu. sampai pada tahap ini saya menganggap ini tahapan yang sudah sangat dekat dengan jhana pertama. kadang-kadang saya meneruskan latihan hingga jhana ke empat, tapi itu sangat jarang saya lakukan. rata-rata, jika saya telah mencapai tahapan ekagata, atau tahapan sebelum nimita muncul, saya sudah berhenti melakukan meditasi samatha dan meneruskan dengan meditasi vippasanna. demikianlah saya saya alami. tanpa ada guru yang membimbing, saya tidak tahu, benarkah meditasi yang saya lakukan itu menurut pandangan umat budhist yang tentunya lebih ahli? dan tepatkah istilah-istilah yang saya gunakan itu?