//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya  (Read 4514 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« on: 18 December 2009, 10:39:58 PM »
No. 532.

SONA-NANDA-JĀTAKA


            “Dewakah atau gandhabbakah,” dan seterusnya. Ini adalah sebuah kisah yang diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menghidupi ibunya. Kejadian yang membawa sampai ke kisah ini sama seperti yang terdapat di dalam Sāma-Jātaka. Dalam kesempatan ini, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, janganlah mencemooh bhikkhu ini. Orang bijak di masa lampau, meskipun ditawarkan satu kekuasaan untuk memimpin seluruh Jambudīpa, menolaknya dan (memilih untuk) menghidupi orang tua mereka.
_____________________________________

            Konon, dahulu kala Kota Bārāņasī (Benares) dikenal dengan nama Brahmavaḍḍhana. Kala itu, seorang raja yang bernama Manoja berkuasa di kota itu. Terdapatlah seorang brahmana hartawan yang memiliki kekayaan sebesar 800 juta tetapi tidak memiliki seorang putra, dan istrinya memohon untuk mendapatkan seorang putra atas permintaan suaminya. Bodhisatta, yang beranjak meninggalkan alam brahma ketika itu, terkandung di dalam rahimnya, dan pada hari kelahirannya diberi nama Sona. Di saat ia mampu berlari, seorang makhluk lain lagi beranjak meninggalkan alam brahma dan ia juga terkandung di dalam rahim istrinya, dan pada hari kelahirannya diberi nama Nanda.

            Segera setelah Weda diajarkan kepada mereka dan mereka menguasai seluruh ilmu pengetahuan, sang brahmana yang memperhatikan betapa rupawan kedua putranya berkata kepada istrinya, “Istriku, bagaimana jika kita mengikat putra kita, Sona, dalam ikatan perkawinan?” Sang istri menyetujuinya dan memberitahukan masalah ini kepada putranya. [313] Ia membalas, “Saya sudah merasa cukup dengan kehidupan duniawi sekarang ini. Selama Anda masih hidup, saya akan menjagamu, dan setelah Anda meninggal nanti, saya akan pergi ke Himalaya dan meninggalkan keduniawian menjadi seorang petapa.” Sang istri kemudian mengulangi perkataan ini kepada suaminya, dan ketika mereka telah berkali-kali berbicara kepadanya tetapi tidak berhasil membujuknya, mereka beralih kepada Nanda, dengan berkata, “Putraku, jalanilah kehidupan berkeluarga.” Ia menjawab, “Saya tidak akan menerima sesuatu yang ditolak oleh abangku, benda yang seolah-olah seperti dahak (yang dikeluarkan). Saya juga akan mengikuti tindakan abangku menjadi seorang pabbajita sepeninggal kalian.” Kedua orang tua tersebut berpikir, “Meskipun masih belia, mereka telah meninggalkan kesenangan indriawi. Jika mereka ini saja memiliki keinginan menjalani kehidupan seorang petapa, bagaimana pula dengan kami?” dan mereka berkata, “Mengapa harus menunggu kami meninggal baru meninggalkan keduniawian? Kami akan meninggalkan kehidupan berumah tangga sekarang (menjalankan kehidupan petapa).” Dan setelah memberitahukan kepada raja tentang niat mereka tersebut, mereka mendermakan seluruh kekayaan, menjadikan pelayan mereka budak yang bebas dan membagikan apa yang benar dan pantas diberikan kepada saudara-saudara mereka, dan mereka berempat meninggalkan Brahmavaḍḍhana menuju ke Himalaya. Mereka membuat satu tempat pertapaan di dalam hutan yang menyenangkan, di dekat sebuah danau yang ditumbuhi oleh lima jenis teratai, dan di sana mereka tinggal sebagai petapa.

            Dua bersaudara itu menjaga kedua orang tua mereka. Pada setiap awal pagi hari, mereka menyiapkan serat-serat kayu untuk sikat gigi dan air untuk cuci muka. Mereka menyapu bagian luar dari tempat pertapaan, bagian kamar, dan semuanya, menyediakan air untuk mereka minum, membawakan buah-buahan manis untuk mereka makan, menyediakan baik air dingin maupun air panas untuk mandi, merapikan rambut beranyam mereka, membasuh kaki mereka, dan melakukan pelayanan lain sejenisnya. Setelah beberapa lama berlalu dengan keadaan demikian, Yang Bijak Nanda berpikir, “Saya berkewajiban menyediakan buah-buahan untuk ayah dan ibuku,” jadi buah apa saja yang dapat dikumpulkannya di sekitar tempat itu baik pada waktu kemarin maupun dua hari sebelumnya, akan dibawanya pada awal pagi dan diberikannya kepada orang tuanya untuk dimakan. Mereka kemudian memakannya dan, setelah mencuci mulut, melakukan puasa Uposatha. Sedangkan Yang Bijak Sona pergi jauh untuk mengumpulkan buah-buahan yang manis dan masak, dan mempersembahkannya kepada mereka. Kemudian mereka berkata, “Anakku, awal pagi hari ini kami sudah memakan apa yang dibawakan oleh adikmu. Sekarang kami melakukan puasa Uposatha. Kami tidak memerlukan buah-buahan ini sekarang. Jadi buah-buahannya tidak dimakan dan juga tidak diterima mereka. Hari berikutnya juga terjadi hal yang sama, dan begitu seterusnya. [314] Demikianlah, dengan lima kesaktian yang dimilikinya, ia pergi ke tempat jauh untuk mengumpulkan buah-buahan, tetapi mereka tidak memakannya.

            Kemudian Sang Mahasatwa berpikir, “Ibu dan ayahku adalah orang lembut, dan Nanda membawakan buah-buahan baik yang belum masak maupun setengah masak untuk mereka makan. Dan bila keadaannya terus begini, mereka tidak akan dapat hidup untuk waktu yang lama. Akan kuhentikan perbuatannya.” Maka untuk memberitahunya, ia berkata, “Mulai hari ini, jika Anda hendak membawakan buah-buahan untuk mereka, Anda harus menunggu sampai saya kembali terlebih dahulu, baru kemudian kita berdua akan memberikannya kepada mereka untuk dimakan.” Meskipun diberitahu demikian, tetapi karena menginginkan jasa kebajikan untuk dirinya sendiri, ia tidak mengindahkan perkataan saudaranya. Sang Mahasatwa kemudian berpikir, “Nanda tidak menghiraukan perkataanku, melakukan perbuatan yang salah. Akan kuusir dirinya.” Dengan memiliki pemikiran bahwa ia sendiri yang akan menjaga kedua orang tuanya, ia pun berkata, “Nanda, Anda tidak mengindahkan perkataanku, tidak berbuat sesuai apa yang dinasihatkan oleh yang bijak. Saya adalah putra sulung. Ibu dan ayah adalah tanggung jawabku: Akan kujaga mereka sendirian. Anda tidak lagi boleh tinggal di tempat ini, pergilah ke tempat lain,” dan ia menjentikkan jarinya.

            Setelah diusir demikian, Nanda tidak lagi boleh berada di hadapan saudaranya, dan setelah mengucapkan perpisahan dengannya, ia menghampiri kedua orang tuanya dan memberitahu mereka apa yang terjadi. Setelah menuju ke gubuk daunnya sendiri, Nanda melatih meditasi kasiņa dan kemudian dari hari itu ia mengembangkan lima kesaktian dan delapan pencapaian (meditasi). Ia berpikir, “Aku dapat mengambil pasir permata dari kaki Gunung Sineru dan dengan menaburkannya di kamar abangku, kudapat memohon maaf darinya, dan jika itu tidak berhasil, akan kuambilkan air dari Danau Anotatta dan kemudian memohon maaf darinya. Jika itu tidak berhasil, dan jika abangku akan memaafkanku setelah kudatangkan makhluk-makhluk dewata, maka akan kubawa empat maharaja dan juga Dewa Sakka, kemudian memohon maaf darinya. Dan jika ini juga tidak berhasil, akan kubawa raja termasyhur di seluruh India, Manoja, berikut dengan para raja lainnya, dan kemudian memohon maaf darinya. Dan jika ini dilakukan, ketenaran dari abangku akan tersebar ke seluruh India dan bersinar terang seperti matahari dan bulan.”

            Dengan kesaktiannya, ia tiba di Kota Brahmavaḍḍhana di depan pintu istana raja dan mengirimkan pesan kepada raja (melalui penjaga pintu) yang berbunyi, “Seorang petapa hendak bertemu dengan Anda.” Raja berkata, “Ada urusan apa seorang petapa datang menemuiku? Ia pasti datang untuk mendapatkan makanan.” Raja memberikannya makanan, tetapi ia tidak mengambilnya. Kemudian raja memberikannya beras, dan kain, dan daun pinang sirih, tetapi ia tidak juga mengambilnya. Akhirnya raja mengutus seorang pengawal untuk menanyakan alasan kedatangannya, dan untuk memberikan jawaban kepada pengawal itu, ia berkata, “Saya datang untuk melayani raja.” Mendengar ini, raja kembali mengirim pengawalnya dengan berkata, “Saya memiliki banyak pelayan, mintalah ia lakukan saja pekerjaannya sebagai seorang petapa.” Ketika mendengar jawaban raja, ia membalas, “Dengan kekuatanku sendiri akan kudapatkan kekuasaan untuk memerintah seluruh India dan memberikannya kepada rajamu.” Sewaktu mendengar hal ini, raja berpikir, “Pada umumnya, para petapa adalah orang yang bijak. Pastilah mereka mengetahui suatu trik tertentu untuk itu.” Kemudian raja meminta pengawal untuk membawanya menghadap, memberikannya tempat duduk dan setelah memberi salam hormat kepadanya, bertanya, “Bhante, apakah Anda mampu mendapatkan kekuasaan untuk memerintah seluruh India, seperti yang dikatakan, dan akan memberikannya kepadaku?” “Ya, Paduka.” “Bagaimana Anda melakukannya?” “Paduka, tanpa mencucurkan darah siapa pun, bahkan tidak sedikit pun jumlah yang dapat diminum seekor lalat kecil, tanpa menghabiskan harta kekayaanmu. Dengan kesaktianku sendiri, akan kudapatkan kekuasaanku dan kuberikan kepadamu. Hanya saja, hari ini juga, tanpa ditunda lagi Anda harus berangkat maju.” Raja memercayai kata-katanya dan berangkat, dikawal oleh para pasukannya. Jika cuaca panas, Nanda menciptakan peneduh (untuk melindungi mereka dari panas) dan membuatnya terasa dingin. Jika hari hujan, ia tidak membiarkan air membasahi pasukan tersebut; ia menjaga kehangatan hembusan angin. Ia menghilangkan tunggul-tunggul pohon, semak-semak berduri dan segala jenis bahaya. Ia membuat jalanan menjadi sama ratanya seperti saat ia mengembangkan meditasi kasiņa. Dengan membentangkan pakaian dari kulit antelopnya, ia duduk bersila di atasnya di angkasa, dan berada di depan pasukan raja. Dengan cara demikian, pertama kalinya mereka tiba di Kerajaan Kosala, dan setelah membuat barak di dekatnya, ia mengirimkan sebuah pesan kepada Raja Kosala, memintanya untuk menyerah atau bertempur dengannya. Raja menjadi marah dan berkata, “Apa-apaan ini, saya tidak lagi menjadi raja? Saya akan bertempur denganmu,” dan ia pun berangkat maju memimpin pasukannya di depan, [316] dan kedua kubu pasukan itu pun terlibat dalam satu pertempuran. Yang Bijak Nanda, setelah membentangkan dengan lebar pakaian dari kulit antelop yang sedang didudukinya tersebut di antara kedua kubu pasukan, menarik semua panah yang ditembakkan oleh masing-masing pasukan, dan tak seorang pun di kedua kubu itu yang terluka. Dan ketika semua panah milik mereka habis, kedua kubu pasukan itu hanya dapat berdiri tak berdaya. Dan Nanda mendatangi Raja Kosala, mencoba meyakinkan dirinya, dengan berkata, “Paduka, janganlah takut. Tidak ada bahaya yang mengancam kerajaanmu. Kerajaan masih akan tetap menjadi milikmu, Anda cuma menyerah kepada Raja Manoja.” Ia memercayai apa yang Nanda katakan dan setuju dengannya. Kemudian dengan membawanya ke hadapan Raja Manoja, Nanda berkata, “Raja Kosala menyerah padamu, Paduka. Biarlah kerajaannya tetap menjadi miliknya.” Manoja juga mengiyakannya dan setelah menerima penyerahannya, ia melanjutkan perjalanan dengan dengan kedua pasukan itu ke Kerajaan Aṅga dan menaklukkan Aṅga, kemudian menaklukkan Magadha. Dengan cara demikian, ia menjadikan dirinya sebagai raja termasyhur di seluruh India, dan dengan ditemani oleh mereka (para raja), ia pun kembali ke Kota Brahmavaḍḍhana.

bersambung ...
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #1 on: 18 December 2009, 10:52:04 PM »
            Kala itu, raja menghabiskan waktu selama tujuh tahun, tujuh bulan, dan tujuh hari untuk menaklukkan seluruh kerajaan yang dikuasai oleh para raja tersebut. Dari masing-masing kerajaan, ia mengambil semua jenis makanan, yang keras dan yang lunak, dan seluruh raja yang berjumlah 101 orang, selama tujuh hari ia mengadakan pesta bersama mereka. Yang Bijak Nanda saat itu berpikir, “Saya tidak akan memperlihatkan diriku kepada raja sampai ia selesai menikmati kesenangan dari kekuasaan ini selama tujuh hari.” Dengan berkeliling untuk mendapatkan derma makanan di negeri Kuru Utara, ia tinggal di Gua Emas di pegunungan Himalaya selama tujuh hari. Setelah tujuh hari berlalu, pada hari ke tujuh, Manoja memikirkan kembali tentang kejayaan dan kekuasaannya, dan teringat kepada dirinya, “Kejayaan ini bukan diberikan oleh ayahku, ibuku, atau saudaraku yang lainnya. Kejayaan ini murni dari Nanda si petapa, dan hari ini adalah hari ke tujuh sejak terakhir kali saya melihatnya. Di mana gerangan teman yang memberikan kejayaan demikian ini kepadaku?” Dan ia pun kemudian terus teringat kepada Nanda. Dan Nanda, yang mengetahui bahwa dirinya telah diingatnya, datang dan berdiri di angkasa muncul di hadapannya. Raja berpikir, “Saya tidak tahu apakah petapa ini adalah seorang manusia atau seorang dewa. [317] Jika ia adalah seorang manusia, akan kuberikan kepadanya kekuasaan ini yang memerintah seluruh India. Akan tetapi, jika ia adalah seorang dewa, akan kuberikan penghormatan yang selayaknya diberikan kepada seorang dewa,” untuk membuktikan pemikirannya, ia mengucapkan bait pertama berikut:

            Dewakah atau gandhabbakah dirimu? Atau Anda adalah
            Sakka, yang muncul di tengah-tengah manusia, dengan
            segala kesaktiannya? Kami sangat ingin mengetahuinya darimu.

            Mendengar perkataannya, Nanda memaparkan keadaan sebenarnya dalam bait ke dua berikut:

            Bukanlah Dewa, bukanlah gandhabba, apalagi Sakka
            diriku ini; Saya hanyalah seorang manusia
            yang memiliki kesaktian.
            Kebenaranlah yang kuberitahukan ini padamu.

            Ketika mendengar perkataannya ini, raja berpikir, “Ia mengatakan bahwa ia adalah seorang manusia. Meskipun demikian, ia sangatlah membantuku. Akan kubalas ia dengan keagungan yang kuberikan padanya,” dan kemudian berkata:

            Besar pelayanan yang Anda berikan kepada kami,
            melebihi yang dapat diungkapkan dengan kata-kata, di
            tengah derasnya hujan tak setetes air pun yang mengenai kami.

            Satu peneduh Anda ciptakan untuk kami ketika angin panas berhembus.
            Dari batang-batang panah mematikan Anda
            melindungi kami, di tengah musuh-musuh yang tak terhitung jumlahnya.

            Berikutnya banyak kerajaan makmur yang Anda jadikan
            saya sebagai pemimpinnya, terdapat 100 kesatria
            yang kemudian tunduk pada kata-kata kami.

            Apa yang menjadi pilihanmu dari harta kekayaan kami,
            dengan senang hati diberikan padamu;

            Kereta yang ditarik oleh kuda atau gajah, atau wanita-wanita
            yang didandani dengan indahnya, atau bahkan
            jika sebuah kediaman (istana) menjadi pilihanmu, itu pun
            akan menjadi milikmu.

            Di Kerajaan Aṅga atau Magadha jika Anda ingin
            berdiam, atau di Kerajaan Assaka atau Avanti,
            akan dengan senang hati pula kami berikan.

            Bahkan setengah dari kerajaan yang kami miliki akan
            diberikan dengan senang hati, katakan saja apa yang
            hendak Anda miliki, dengan segera itu menjadi milikmu.

            [318] Mendengar perkataan raja ini, Nanda, untuk menjelaskan keinginannya, berkata:

            Bukanlah kekuasaan yang kuinginkan, bukan pula
            sebuah kerajaan atau kota, ataupun kekayaan yang kuhendaki.

            “Tetapi jika memang Anda mengasihi diriku,” katanya lagi, “Lakukanlah satu hal yang kukatakan berikut ini.”

            Di dalam kerajaanmu kedua orang tuaku tinggal,
            menikmati ketenangan di satu tempat pertapaan dalam hutan.

            Tinggal bersama orang tuaku ini adalah seorang bijak,
            Sona, dengannya tak bisa kudapatkan jasa kebajikan
            dari mereka. Jika Anda dapat membantuku, kemarahannya akan reda.

            Kemudian raja berkata kepadanya:
            Dengan senang hati, wahai brahmana, akan kulakukan permintaanmu ini.
            Akan tetapi, siapa gerangan yang harus kubawa untuk dapat mewujudkannya?

            [319] Kemudian Yang Bijak Nanda berkata:
            Lebih dari 100 perumah tangga, lebih dari 100
            brahmana, dan semua kesatria mulia dan terkemuka ini,
            beserta dengan Manoja, cukup untuk mewujudkan keinginanku.

            Kemudian raja berkata:
            Mari kita pergi, dengan kuda-kuda dan gajah-gajah pada
            keretanya; Mari kita pergi, kembangkanlah panji-panjiku pada tiang-tiang kereta.
            Saya akan pergi ke tempat Kosiya (Nama keluarga (marga) dari Sona dan ayahnya) sang petapa itu tinggal.

_____________________________________

            Demikian dikawal oleh empat kelompok pengawal, raja
            itu berangkat mencari tempat ia, petapa tenang itu,
            bertempat tinggal. —Bait ini diucapkan oleh Ia Yang
            Sempurna Kebijaksanaan-Nya.

_____________________________________

            Pada hari ketika raja tiba di tempat pertapaan yang dituju, Yang Bijak Sona terpikir [320], “Hari ini sudah lebih dari tujuh tahun, tujuh bulan dan tujuh hari sejak adikku pergi meninggalkan kami. Di mana gerangan ia berada sekarang?” Kemudian memindai dengan menggunakan mata dewanya, ia melihat saudaranya dan berkata dalam dirinya sendiri, “Ia sedang menuju ke sini beserta dengan 101 raja dan rombongan pasukan yang berjumlah 24 legiun untuk meminta maaf kepadaku. Para raja ini beserta dengan pasukannya telah menyaksikan banyak hal luar biasa yang dilakukan oleh adikku, dan karena tidak mengetahui kesaktianku, mereka berkata tentang diriku, ‘Petapa palsu ini terlalu bangga dengan kesaktiannya dan mencoba membandingkan dirinya dengan pemimpin kami.’ Dengan kesombongan yang demikian ini, mereka dapat berakhir di alam neraka. Akan kutunjukkan kepada mereka sedikit dari kekuatanku,” dan melayang di angkasa dengan meletakkan pemikulnya tidak bersentuhan dengan bahunya pada jarak empat aṅgula, demikian ia terbang, melewati dekat pada raja, untuk mengambil air di Danau Anotatta. Ketika melihat kedatangannya tersebut, Nanda tidak memiliki keberanian untuk memperlihatkan dirinya, ia menghilang dari tempat ia duduk, melarikan diri dan bersembunyi di pegunungan Himalaya. Lain halnya dengan Raja Manoja yang ketika melihatnya dalam penampilan seorang resi, berujar:

            Siapa gerangan itu, yang mengambil air, dengan cara
            terbang demikian di angkasa, dengan pemikul yang tidak
            bersentuhan dengannya pada jarak empat aṅgula?

            Disapa demikian oleh raja, Sang Mahasatwa mengucapkan dua bait berikutnya:

            Saya adalah Sona, yang sempurna dalam perilaku
            dan praktik moral (sila);
            Kedua orang tuaku kujaga dengan perasaan tanpa lelah siang dan malam.

            Buah-buahan dan akar-akaran di hutan kukumpulkan
            sebagai makanan untuk mereka, dengan selalu
            mengingat bagaimana baiknya mereka dahulu terhadap diriku.


            Mendengar perkataannya ini, raja ingin untuk berteman dengannya dan mengucapkan bait berikut:

[321]     Kami ingin mengunjungi tempat pertapaan Kosiya
            tinggal, tunjukkanlah jalannya, Sona, yang membawa
            kami menuju ke sana.

            Kemudian Sang Mahasatwa dengan kekuatannya memunculkan setapak jalan yang mengarah ke tempat pertapaan itu, dan mengucapkan bait ini:

            Inilah jalannya: Perhatikanlah dengan baik, wahai raja,
            kumpulan pohon koviļāra yang menyerupai awan, di
            sanalah Kosiya tinggal.

_____________________________________

            Demikian sang maharesi memberi petunjuk kepada para
            kesatria, kemudian kembali terbang ke angkasa pulang ke kediamannya.

            Berikutnya setelah menyapu tempat pertapaannya, ia
            masuk ke dalam gubuk daun, membangunkan ayahnya
            dan memberikannya tempat duduk.

            ‘Marilah,’ katanya, ‘Wahai maharesi, duduklah di sini,
            karena para kesatria terkemuka akan melewati jalan ini.’

            Laki-laki tua itu mendengar perkataan putranya, muncul
            di hadapannya, keluar dari gubuknya dan duduk di dekat
            pintu. —Bait-bait tersebut di atas diucapkan oleh Ia Yang
            Sempurna Kebijaksanaan-Nya.

_____________________________________

bersambung ...
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #2 on: 18 December 2009, 11:03:19 PM »
            Dan pada waktu yang bersamaan ketika Bodhisatta kembali ke tempat pertapaannya, Nanda menghadap kepada raja dengan membawakannya air dari Anotatta, dan kemudian membuat barak yang tidak jauh dari tempat pertapaan tersebut. Kemudian raja mandi dan berhias diri dengan segala kebesarannya, dan dengan diikuti oleh 101 raja tersebut, ia pergi bersama pula dengan Nanda dalam segala kehormatan dan kejayaannya, masuk ke tempat pertapaan, memohon kepada Bodhisatta untuk memaafkan saudaranya. Kemudian ayah dari Bodhisatta, ketika melihat raja datang menghampiri mereka, bertanya kepada Bodhisatta dan beliau pun menjelaskan masalahnya kepada dirinya.

_____________________________________

            [322] Untuk memperjelas kejadian ini, Sang Guru berkata:

            Ketika melihatnya, dalam kebesarannya, datang
            menghampiri, dikelilingi oleh rombongan kesatria, Kosiya
            demikian berujar:

            Siapa ini yang berombongan datang ke sini diiringi
            dengan tabuhan genderang, bunyi dari trompet dan dari
            kerang, suara-suara musik yang dilantunkan untuk para
            raja? Siapa ini yang datang dengan segala kejayaannya?

            Siapa ini yang, dalam kebesarannya, datang dengan
            serban emas, terang seperti cahaya, dan dipersenjatai
            dengan panah, seorang pemuda pemberani?

            Siapa ini yang datang, dalam kebesarannya, dengan
            wajah bercahaya keemasan, seperti bara kayu
            khadira, bersinar di perapian?

            Siapa ini yang datang, dalam kebesarannya, dengan
            payung dipegang demikian melindunginya, badannya
            menghalangi pancaran sinar matahari?

            Siapa ini yang dengan kipas bulu ekor sapi yak di kedua
            sisi, terlihat seperti ia yang bijaksana, duduk di atas punggung gajah?

            Siapa ini yang datang, dalam kebesarannya, dengan
            payung yang semuanya berwarna putih, di sekelilingnya
            semua mengenakan baju besi, merupakan keturunan bangsawan?

            Siapa ini yang datang, dalam kebesarannya, dikelilingi
            oleh 101 kesatria, serombongan raja mulia, baik
            di depan maupun di belakang?

            Siapa ini yang datang, dalam kebesarannya, dengan
            bala tentaranya, diikuti oleh empat kelompok pengawal—
            pasukan bergajah, berkuda, berkereta, berjalan kaki?

            Milik siapakah ini, legiun-legiun pasukan tak terhitung
            jumlahnya, berbaris di belakangnya seperti ombak di lautan luas?

            Adalah Manoja, raja dari para raja, dengan Nanda yang
            datang ini, seakan-akan seperti Indra, raja para dewa, ke
            tempat pertapaan orang yang menapaki kehidupan suci.

            Itu adalah miliknya, legiun-legiun pasukan tak terhitung
            jumlahnya, berbaris di belakangnya seperti ombak di lautan luas.

            [323] Sang Guru berkata:
            Dengan aroma wangi cendana, mengenakan busana
            terbaik dari negeri Kāsi, mereka semuanya memberi
            hormat bersikap anjali dan menghampiri sang resi.

_____________________________________

            Kemudian Raja Manoja memberi hormat, mengambil tempat di satu sisi, dan setelah saling memberi salam, mengucapkan dua bait berikut:

            Saya pikir mungkin Anda dalam keadaan baik dan sehat,
            dengan buah-buahan dan akar-akaran yang dapat
            dikumpulkan di tempat tinggalmu, bukan?

            Saya pikir mungkin Anda ada diganggu oleh lalat,
            nyamuk, atau hewan kecil bersayap lainnya, atau bahkan
            dari serangan hewan pemangsa, bukan?

            Bait-bait berikutnya ini kemudian diucapkan oleh mereka dalam bentuk tanya jawab:

            Kami berada dalam keadaan baik dan sehat, dengan
            buah-buahan dan akar-akaran yang dapat dikumpulkan di tempat tinggalku.

            Kami bebas dari gangguan lalat, nyamuk, atau hewan
            kecil bersayap lainnya, dan tidak diserang oleh hewan pemangsa.

            Banyak pohon akasia yang tumbuh, tak ada penyakit
            mematikan yang pernah muncul di tempat pertapaan ini.

            Selamat datang, wahai raja! Merupakan suatu
            kesempatan yang berbahagia Anda datang ke tempat ini.
            Anda adalah orang yang agung dan berjaya: Katakan,
            keperluan apa yang membawamu datang?

            Buah tiņḍukā, piyālā, kāsumārī, serta buah-buahan
            lainnya yang manis; Ambillah yang terbaik yang kami
            miliki, wahai raja, dan makanlah.

            Dan air yang dingin ini dari sebuah gua yang
            tersembunyi di bukit yang tinggi, wahai raja, ambillah air
            ini dan minumlah jika berminat.

            Kuterima semua tawaran persembahanmu, tetapi mohon
            dengarkanlah apa yang ingin disampaikan oleh Nanda,
            teman kami, berikut ini.

            Karena, kami semua dalam rombongan ini, yang datang
            ke tempat ini adalah untuk meminta padamu
            mendengarkan permohonan dari Nanda.


            Lebih dari 100 perumah tangga, lebih dari 100
            brahmana, dan semua kesatria mulia dan terkemuka ini,
            beserta dengan Manoja, cukup untuk mewujudkan keinginanku.

            Para yaksa yang berkumpul di tempat ini, dan makhluk-makhluk
            halus lainnya, tua dan muda, dengarkanlah apa
            yang hendak kukatakan.

            Hormatku pada mereka ini, kusapa ia yang berada di
            samping resi, bagiku ia adalah seorang abang, tepat di
            sebelah kananmu.

            Untuk melayani kedua orang tuaku yang telah berusia
            lanjut adalah permohonanku:
            Berhentilah menghalangiku atas kewajiban mulia ini.

[325]     Pelayanan yang baik kepada orang tua kita telah lama
            dilakukan oleh dirimu;
            Orang bajik pastilah setuju dengan perbuatan ini—
            mengapa Anda tidak bersedia memberikannya
            kepadaku? Dengan jasa kebajikan yang diperoleh
            membuatku dapat terlahir di alam menyenangkan.

            Ada juga orang lain yang tahu dalam jalan kewajiban ini,
            merupakan jalan menuju alam surga, sama sepertimu
            yang mengetahuinya.

            Tetapi diriku dihalangi untuk memperoleh jasa kebajikan
            seperti ini, di saat kuberikan pelayanan agar orang tuaku
            mendapatkan kebahagiaan.


bersambung ...
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #3 on: 18 December 2009, 11:09:54 PM »
            [326] Setelah demikian Nanda berkata, Sang Mahasatwa pun membalas, “Anda telah mendengar apa yang hendak dikatakannya. Sekarang dengarkanlah apa yang akan kukatakan,” dan mengucapkan bait berikut ini:

            Kalian semua yang menjubeli iring-iringan saudaraku,
            dengarkanlah kata-kataku kali ini;
            Ia yang mengurus ayah ibunya di hari tua mereka,
            berbuat buruk terhadap orang yang lebih tua, akan
            terbakar, terlahir di alam neraka.

            Ia, yang tahu kebenaran, tahu akan jalan kebenaran,
            berbuat kebajikan menjaga praktik moral, tidak akan
            terlahir di alam menyedihkan.

            Saudara laki-laki atau wanita, orang tua, dan semua
            yang terikat hubungan darah, kewajiban utama terletak
            pada yang paling tua.

            Sebagai putra tertua, kewajiban yang cukup berat ini
            kupikul. Dan seperti nahkoda yang mengemudikan laju
            sebuah kapal, demikianlah diriku tidak akan pernah
            meninggalkan kebenaran.


            Mendengar perkataan ini, para raja tersebut bersukacita dan berkata, “Hari ini kami mengetahui bahwa dari keseluruhan anggota keluarga, kewajiban utama terletak pada pundak anak yang paling tua,” mereka berpaling dari Nanda dan beralih kepada Sang Mahasatwa, mengucapkan dua bait berikut, melantunkan pujian:

            Telah kami dapatkan pengetahuan, seperti api yang
            bersinar di kegelapan, demikianlah yang dilakukan oleh
            Kosiya memaklumkan kebenaran kepada kami.

            Seperti matahari yang, dengan sinarnya, menerangi
            seluruh lautan, menunjukkan bentuk dari makhluk-makhluk
            hidup, yang baik maupun yang buruk,
            demikianlah yang dilakukan oleh Kosiya memaklumkan
            kebenaran kepada kami.

            [327] Demikianlah, walaupun para raja ini telah sekian lama berada di pihak Nanda dengan menyaksikan hasil dari kekuatan gaibnya, tetapi kali ini hanya dengan kekuatan dari kebijaksanaannya, Sang Mahasatwa dapat membuat mereka berpaling darinya. Dikarenakan mereka dapat menerima perkataannya, mereka pun menjadi pelayan yang amat patuh. Kemudian Nanda berpikir, “Abangku adalah orang yang cendekia dan pandai dalam memaparkan kebenaran. Ia telah memenangkan hati para raja tersebut dan membuat mereka beralih kepadanya. Selain dirinya, saya tidak lagi memiliki orang lain sebagai tempat untuk bernaung. Akan kubuat permohonanku ini,” dan ia mengucapkan bait berikut:

            Dikarenakan permohonanku tidak mendapatkan
            perhatian ataupun uluran tangan, maka aku akan
            menjadi seorang pelayan yang siap menjalankan semua perintahmu.

            Sang Mahasatwa, secara naluriah, tidak menyimpan perasaan benci atau perasaan marah terhadap Nanda. Ia berbuat demikian, dengan memarahinya, hanyalah untuk menurunkan kesombongan dirinya di saat ia berbicara dengan begitu bangganya. Tetapi ketika mendengar apa yang
dikatakannya setelah itu, ia menjadi amat gembira, dan karena memiliki keinginan untuk menolongnya, ia berkata, “Sekarang Anda saya maafkan, dan saya perbolehkan untuk menjaga ayah dan ibu,” kemudian untuk memberitahukan kebajikannya ini, ia berkata:

            Nanda, Anda mengetahui dengan sangat baik
            Kebenaran, seperti yang diajarkan oleh para ariya
            kepadamu ‘Jadilah mulia untuk berbuat bajik’—Anda
            benar-benar membuatku berbahagia.

            Hormatku kepada ayah dan ibu: Dengarkanlah apa yang
            kukatakan ini,
            Kehadiran Sona di sini sebagai suatu beban tidaklah
            pernah dirasakan dalam suasana apa pun.

            Ayah dan ibu telah kurawat dalam waktu yang lama,
            mendapatkan kebahagiaan, sekarang Nanda datang dan
            memohon dengan rendah hati untuk mendapatkan giliran
            melayani kalian berdua.

[328]     Siapa pun di antara Anda berdua, yang mengamalkan
            kehidupan suci, yang ingin dirawat oleh Nanda,
            bersuaralah dan Nanda akan menjagamu.

            Kemudian ibunya, bangkit dari duduknya, berkata, “Sona anakku, adikmu telah lama pergi dari rumah. Sekarang ia akhirnya kembali lagi, saya sebenarnya tidak berani untuk memintanya menjagaku karena kami berdua selama ini tergantung kepada dirimu. Akan tetapi, jika Anda mengizinkan, saya akan mendekap anak muda ini ke dalam pelukanku dan mencium keningnya,” dan untuk menjelaskan keinginannya ini, ia mengucapkan bait berikut:

            Sona, putra tempat kami bergantung, jika Anda memberi
            izin, saya akan memeluk dan mencium Nanda, yang
            menjalankan kehidupan suci.

            Kemudian Sang Mahasatwa berkata kepada ibunya, “Baiklah, Bu, saya berikan izin itu: pergi dan dekaplah putramu, Nanda, dan ciumlah ia di keningnya, hilangkanlah kesedihanmu. Maka sang ibu pun menghampiri Nanda, memeluknya di hadapan orang banyak itu, menciumnya di bagian kening, menghilangkan kesedihan di dalam hatinya, dan berkata kepada Sang Mahasatwa dalam bait berikut:

            Seperti tunas pohon bodhi yang berguncang karena
            hembusan angin kencang, demikianlah guncangan
            kegembiraan yang ada di hatiku sewaktu melihat Nanda.

            Kelihatannya seperti mimpi, diriku ini yang dapat bertemu
            kembali dengan Nanda.
            Dengan perasaan gembira dan puas kuteriakkan, ‘Nanda
            kembali kepadaku.’

            Akan tetapi jika, setelah bangun, tak lagi kulihat Nanda,
            maka hatiku akan menjadi mangsa bagi kesedihan yang
            lebih besar daripada yang sebelumnya.

[329]     Kembali kepada orang tua tercintanya, Nanda akhirnya
            datang ke sini, ia menyayangi suamiku begitu juga diriku,
            bersama kami, ia membuat rumahnya.

            Meskipun Nanda menyayangi ayahnya, tetapi biarkanlah
            ia membuat pilihan tempat tinggal,—Anda yang
            memenuhi kebutuhan ayah—Nanda akan memenuhi kebutuhanku.

bersambung ...
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #4 on: 18 December 2009, 11:23:41 PM »
            Sang Mahasatwa menyetujui perkataan ibunya dengan berkata, “Baiklah kalau begitu,” dan memberi nasihat kepada saudaranya dengan berkata, “Nanda, Anda telah mendapatkan bagian dari seorang anak tertua; seorang ibu, sesungguhnya, adalah seorang penolong yang mulia. Janganlah lengah (dalam) menjaganya,” dan untuk memberitahukan kebajikan dari seorang ibu, ia mengucapkan dua bait berikut:

               Welas asih, baik hati, tempat kita bernaung ia yang
               memberi kita makan dengan air susunya,
               seorang ibu adalah sebuah jalan menuju surga, dan ia
               amat menyayangimu.

               Ia merawat dan membesarkan kita dengan penuh
               perhatian: ia dilengkapi dengan jasa-jasa kebajikan,
               seorang ibu adalah sebuah jalan menuju surga, dan ia
               amat menyayangimu.


            Demikianlah Sang Mahasatwa memberitahukan kebajikan dari seorang ibu dalam dua bait kalimat tersebut, dan ketika ibunya duduk kembali di tempat duduknya, ia berkata, “Nanda, Anda telah mendapatkan seorang ibu yang menanggung hal-hal yang sulit untuk dilakukan. Kita berdua telah dibesarkan olehnya dengan susah payah. Sekarang, Anda harus menjaga dirinya dengan penuh kesadaran dan jangan berikan buah-buahan masam kepadanya untuk dimakan,” dan untuk menjelaskan, di tengah kumpulan orang banyak tersebut, hal-hal yang amat sulit yang harus ditanggung oleh seorang ibu, ia berkata:

[330]     Untuk mendapatkan seorang putra, ia bersembah sujud
               memohon dalam doanya, memindai dan mempelajari
               musim-musim yang silih berganti dan perbintangan.

               Dalam masa mengandung, ia merasakan keinginannya
               yang terkabulkan, dan segera bayi yang tidak tahu apa-apa
               itu akan menjadi teman yang disayangi.

               Hartanya ini dijaga dengan perhatian yang amat sangat
               selama hampir satu tahun, kemudian baru melahirkannya
               dan sejak saat itu ia menyandang gelar seorang ibu.

               Dengan air susunya dan ninabobo, ia menenangkan
               anak yang rewel itu,
               Dengan terdekap dalam pelukan hangat ibu,
               kesedihannya akan teratasi segera.

               Untuk menjaganya, anak yang polos itu, baik dari dingin
               maupun dari panas, ia dapat disebut sebagai seorang
               pengasuh baik hati, untuk selalu membahagiakan anaknya.

               Barang berharga apa saja yang dimiliki oleh suami dan
               dirinya, akan disimpan untuk anaknya, ‘Mungkin,’
               pikirnya, ‘suatu hari nanti, anakku akan memerlukan dan
               menggunakannya.’

               ‘Lakukan ini, lakukan itu, Anakku terkasih,’ sang ibu yang
               cemas itu akan berujar, dan ketika anaknya tumbuh
               beranjak dewasa, ia pun masih tetap khawatir.
               Anak pergi, tanpa memedulikan apa pun, untuk mencari
               seorang istri sampai malam hari;
               Ibu cemas dan menggerutu, ‘Mengapa ia (anakku) tidak
               pulang sewaktu langit masih terang?’

               Jika seseorang yang dibesarkan dengan cara demikian
               mengabaikan ibunya, tidak merawatnya, tempat berakhir
               di mana lagi yang diharapkannya selain neraka?

               Jika seseorang yang dibesarkan dengan cara demikian
               mengabaikan ayahnya, tidak merawatnya, tempat
               berakhir di mana lagi yang diharapkannya selain neraka?

               Dikatakan orang yang terlalu mencintai kekayaannya,
               akan kehilangan kekayaannya itu,
               Orang yang mengabaikan ibunya akan segera amat
               menyesali akibatnya.

               Dikatakan orang yang terlalu mencintai kekayaannya,
               akan kehilangan kekayaannya itu,
               Orang yang mengabaikan ayahnya akan segera amat
               menyesali akibatnya.

               Kebahagiaan, kegembiraan, canda tawa, dan
               kesenangan adalah hal yang pasti didapatkan oleh ia
               yang merawat ibunya di hari tua mereka.

               Kebahagiaan, kegembiraan, canda tawa, dan
               kesenangan adalah hal yang pasti didapatkan oleh ia
               yang merawat ayahnya di hari tua mereka.

               Selalu memberi, berkata yang baik, berbuat yang baik
               dan bijaksana, disertai dengan tindakan tanpa pilih kasih
               di tempat mana pun dan waktu kapan pun jua—
               Sifat-sifat ini seperti as pada roda kereta.
               Meskipun kekurangan sifat ini, tetapi gelar seorang ibu
               selalu saja menarik bagi anak.

[331]     Seorang ibu begitu juga seorang ayah seharusnya
               mendapatkan penghormatan yang mulia, orang bijak
               akan setuju dengan orang yang di dalam dirinya terdapat
               sifat bajik demikian.


            Demikianlah orang tua, yang patut menerima pujaan,
               yang berada pada kedudukan yang tinggi, oleh guru
               terdahulu disebut sebagai brahma. Begitu besarnya
               ketenaran mereka.

               Orang tua yang baik selayaknya menerima
               penghormatan yang selayaknya pula dari anak-anaknya.
               Ia yang bijak akan memberikan penghormatan, dengan
               pelayanan yang baik nan benar.

               Ia seharusnya menyediakan makanan dan minuman,
               memenuhi kebutuhan untuk tempat tidur dan pakaian,
               mandi dan meminyaki tubuh serta membasuh kaki mereka.

               Atas kewajiban (pelayanan) anak terhadap orang tua ini,
               orang bijak menyerukan suaranya. Dalam kehidupan ini
               ia berlimpah ruah dengan kebahagiaan, demikian juga
               setelah meninggal, menerima kebahagiaan di surga.


            [323] Demikian, seakan-akan seperti memutar Gunung Sineru, Sang Mahasatwa menyampaikan uraian kebenaran. Setelah mendengar ini, semua raja beserta para pasukan mereka menjadi orang yang yakin. Maka kemudian setelah mengukuhkan mereka dalam menjalankan lima sila dan menasihati mereka agar berderma dengan penuh kesadaran, serta kebajikan lainnya, ia pun membubarkan mereka. Mereka semua, setelah memerintah kerajaan masing-masing dengan benar, di akhir hidup mereka terlahir sebagai penghuni alam-alam dewa. Yang Bijak Sona dan Nanda, selama hidup mereka, melayani orang tua mereka dan kemudian terlahir di alam brahma.

_____________________________________

            Sang Guru mengakhiri uraian-Nya di sini dan memaklumkan kebenaran serta mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang menghidupi ibunya itu mencapai tingkat kesucian Sotapanna—: “Pada masa itu, orang tua adalah anggota kerajaan raja agung, Nanda adalah Ānanda, Raja Manoja adalah Sāriputta , 101 raja (kesatria) adalah 80 Mahāthera (Mahathera) ditambah beberapa (puluh) Thera lainnya, 24 legiun pasukan adalah pengikut (siswa) Sang Buddha, dan Yang Bijak Sona adalah diriku sendiri.”

*****
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline kevin_kin

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 132
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
  • newbie newbie newbie
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #5 on: 19 July 2010, 09:05:05 PM »
KEREN ;D
In the sky, there is no distinction of east and west; people create distinctions out of their own minds and then believe them to be true.

Offline intan mutiara sari

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 3
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Kisah Bhikkhu yang Menghidupi Ibunya
« Reply #6 on: 20 July 2010, 08:03:52 PM »
 _/\_............Hebat!!!! perlu untuk di teladani ya bukan hanya dibaca tapi harus di pahami dan di terapkan dalam kehidupan kita,mumpung masih ada kesempatan untuk berbakti kepada Orang tua seperti yang pernah saya baca di dalam Sigalovadha Sutta:
      27. O putra kepala keluarga ,bagaimana caranya siswa Ariya melindungi enam arah itu? O putra kepala keluarga ,enam arah itu harus dipandang sebagai berikut: ibu dan ayah sebagai arah timur , para Guru seperti arah selatan? Istri dan anak-anak seperti arah barat? Sahabat-sahabat seperti dan kawan-kawan seperti arah utara ? pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan seperti arah bawah?  Guru-guru agama dan brahmana –brahmana seperti arah atas.

      28. O putra kepala keluarga , dalam lima cara seorang anak harus memperlakukan orang tuanya seperti arah timur: dahulu aku dirawat oleh mereka , sekarang aku akan merawat mereka ; aku pertahankan keturunan dan tradisi  keluarga? Aku akan menjadikan diriku pantas menerima warisan ; aku akan melakukan perbuatan –perbuatan baik dan upacara agama setelah mereka meninggal dunia.
      Dalam lima cara ini, O putra kepala keluarga ,orang tua yang diperlukan demikian oleh seorang anak seperti arah timur: menunjukkan kecincaan mereka kepadannya: mereka mencegahnya berbuat jahat; mereka mendorongnya berbuat baik; mereka melatihnya dalam suatu profesi ; mereka mencarikan pasangan [istri]yang pantas baginya ; dan pada waktu yang tepat,mereka menyerahkan warisan kepadannya.
       O.putra kepala keluarga ,dalam lima cara inilah seorang memperlakukan orang tuanya seperti arah timur . Dalam lima cara inilah orang tua medenunjukkan kecintaan mereka kepadanya.Demikianlah arah timur ini dilindungi,diselamatkan dan diamankan olehnya.Oleh karena itu saya sangat berterima kasih untuk sahabat yang budiman.Selalu semangat untuk membabarkan Dhamma ya Salam kenal dan semoga anda berbahagia........... _/\_
 

 

anything