Topik Buddhisme > Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain

MMD (Meditasi Mengenal Diri)

(1/351) > >>

hudoyo:
Apakah MMD (Meditasi Mengenal Diri) itu? MMD adalah suatu meditasi yang unik. Bagaimana keunikannya akan terlihat dalam artikel-artikel--dan mungkin juga diskusi-diskusi--dalam thread ini.

Untuk pertama kali, saya forward artikel dari blogspot Dewi Lestari (penulis, selebriti) tentang MMD.

Salam,
hudoyo


Dari: http://dee-idea.blogspot.com/

Thursday, June 21, 2007

TUJUH TAHUN MENUJU MENDUT
Barangkali inilah artikel dengan tingkat kesulitan paling tinggi yang pernah saya tulis, karena saya akan mencoba menuliskan sesuatu yang sudah pasti tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Semua yang saya tulis berikut ini ibarat setetes air laut mencoba menjelaskan samudera. Kendati terdengar sia-sia, mudah-mudahan upaya ini masih punya makna.

Selama tiga hari, berlokasikan di Vihara Mendut – Magelang, saya mengikuti Meditasi Mengenal Diri (MMD) di bawah bimbingan Pak Hudoyo Hupudio. Beliau, MMD, dan milis spiritualnya, sudah saya kenal sejak tujuh tahun yang lalu lewat internet, bahkan beliau pernah saya “todong” untuk membuat pengantar buku pertama saya “Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh”. Namun baru tahun inilah saya berkenalan langsung dengan Pak Hudoyo. Pertama, ketika kami sama-sama menjadi pembicara dalam diskusi tentang meditasi di Bandung bulan Februari lalu, dan kedua ketika saya menjadi peserta MMD angkatan ke-99 di Mendut.

Meski berbasiskan meditasi vipassana, MMD sendiri merupakan meditasi lintas agama, terbukti dari komposisi peserta yang beragam. Angkatan ke-99 yang berjumlah total 31 orang ini, mayoritas peserta beragama Katholik dan Islam, disusul Buddhis sebanyak lima orang, dan yang beragama Protestan sebanyak empat orang.

Sekalipun sudah delapan tahun menggeluti dan merenungi masalah spiritualitas, saya bukanlah meditator yang disiplin. Kegiatan bermeditasi saya lakukan dengan frekuensi dan intensitas yang acak. Saya tidak asing dengan konsep vipassana, tapi baru di Mendutlah saya secara fokus menyelami pengalaman mengamati diri.

Hari pertama dimulai dengan pengarahan. Pak Hudoyo berpesan agar kami meninggalkan semua pemahaman, pengetahuan, harapan, dan segala teknik yang kami ketahui. Tidak ada doa. Tidak bicara. Tidak ada apa-apa. Tugas kami hanya menjadi pengamat pasif. Total. Dan beliau mengingatkan, “Kalian akan memasuki neraka.” Neraka yang dimaksud adalah segala sakit yang akan dimuntahkan oleh badan, segala resah dan bimbang yang akan dimuntahkan oleh batin, dan sekali lagi, tugas kami hanya mengamati.

Kami bermeditasi kurang lebih dua belas jam sehari, diselingi tiga kali diskusi, satu kali istirahat, dan dua kali makan. Neraka itu saya alami dalam tiga sesi pertama. Perjuangan berat untuk sekadar duduk diam satu jam, dan perjuangan lebih berat lagi untuk mengalami apa artinya “mengamati”.

Saya mulai dengan tidak menjustifikasi dan bereaksi, tapi hanya memberi label pada segala fenomena batin yang terungkap: “perasaan”, “memori”, “gambar”, “bosan”, “pegal”, dan seterusnya. Hingga pada satu titik saya kelelahan sendiri dengan proses memberi label itu. Fenomena fisik seperti rasa pegal dan kesemutan pun enggan hilang, bahkan ketika saya pikir saya sudah “mengamati”.

Pada saat meditasi pagi hari ke-2, saya mulai mengalami sesuatu. Selagi pikiran saya lepaskan mengembara tanpa label, tiba-tiba saya seperti terjatuh. Tepatnya, seperti dibangunkan. Bukan oleh kehendak, melainkan terjadi tiba-tiba di luar kendali sang “aku”. Dan deskripsi paling mendekati dari kondisi terbangun itu adalah… hening. Tak lama, pikiran kembali lolos seperti belut licin dan mulai berkata “Barangkali ini hening yang dimaksud. Bagaimana caranya bisa kembali ke sini?” Seketika, hening itu hilang.

Saya merenungi pengalaman sekian detik itu dan menyadari bahwa manusia menghabiskan hidupnya dalam bermimpi. Kita hidup dalam kuasa pikiran yang tak pernah dibiarkan berhenti. Tak henti-hentinya tertarik ke masa lalu dan terdorong ke masa depan. Dan kita menyangka kita sungguhan hidup. Guru saya pernah berkata: Mind is always delayed. Evaluating is the job description of the mind. That’s why, the mind is always slightly behind, and at the same time always trying to be slightly forward so it can protect. Hal itu juga dikonfirmasi oleh penjelasan Pak Hudoyo saat diskusi, pikiran adalah alat manusia untuk bertahan hidup, tapi ketika pikiran dijadikan penuntun maka selamanya kita terseret-seret ke masa lalu yang sudah tidak ada dan masa depan yang belum terjadi. Kita bermimpi sekalipun kita terjaga. Kita bermimpi tentang cinta, tentang hidup, dan tentang Tuhan. Tanpa menghentikan pikiran, tak sekalipun kita mengalami cinta, hidup, dan Tuhan yang sesungguhnya. Yang ada hanyalah konsep dan upaya.

Pada saat meditasi sore hari ke-2, entah bagaimana awalnya, tapi saya sebagai subjek mendadak melemah, dan saya tersadar bahwa selama ini saya hanya terpusat pada fenomena yang terjadi pada diri saya*pikiran, perasaan, kenangan, fisik*tapi tidak sekalipun saya memperhitungkan fenomena di sekitar saya seperti suara burung, suara mobil di kejauhan, atau bunyi gesekan karpet. Pengamatan saya yang tadinya berbatas seperti sorot senter, mendadak meluas seperti lampu ruangan. Dan saya menyadari bahwa hal-hal kecil yang saya lewatkan ternyata fenomena yang sama rata dengan pegal kaki atau celotehan benak saya. Setelah diberi perhatian yang serupa, mendadak tak ada yang menetap. Label lenyap, hanya murni mengamati. Dan pengamatan ini menghentikan semuanya, termasuk kaki saya yang kesemutan. Satu peserta bertanya saat diskusi, apakah saya pernah bermeditasi selama itu sebelumnya, karena dilihatnya saya bermeditasi dua jam tanpa bergerak. Saya jujur menjawab, belum. Itulah meditasi duduk terlama yang pernah saya lakukan.

Dari pengalaman tadi, saya menyadari betapa si “aku” menciptakan subjek dalam setiap diri kita, membuat kita pusat yang terpenting dan semua hanyalah objek dalam pengalaman si subjek. Namun tak sekalipun kita menyadari bahwa si subjek, si “aku”, juga rekaan. Dalam pengamatan murni, “aku” tereduksi menjadi objek, sama-sama cuma fenomena. Perasaan saya hanya fenomena, fisik saya juga fenomena, burung di udara pun fenomena. Sebagai konsep, kita bisa meneriakkan “kita adalah satu, we are one” dan membungkusnya dalam melodi indah. Namun tanpa berhentinya pikiran, kebersatuan hanyalah semboyan manis. Kita mengaku mengenal Tuhan dan beragama, tapi dalam mimpi kolektif kita tentang Tuhan dan agama, perdamaian hanya akan seperti hantu yang tak terkejar.

Pada meditasi pagi hari ke-3, saya mulai memasuki suasana hening sejak berjalan menuju aula. Dan pagi itu, saya mengalami sesuatu yang sangat sulit diungkap dengan kata-kata. Segalanya menjadi denyut. Timbul dan lenyap begitu cepat. Denyut ini seperti “memakani” segala pengalaman seperti mulut PacMan. Tak ada yang dibiarkannya bertahan sedikit lama. Dengan ritme yang cepat dan cenderung tetap, semua fenomena yang muncul pun padam lagi tanpa kecuali. Bahkan luapan ekstase yang saya rasakan tak bisa bertahan lama. Pikiran yang hendak berkata-kata putus di tengah-tengah. Rasa haru yang singgah pun pergi lagi tanpa bisa saya cegah. Namun sebutir air mata berhasil lolos, saya merasakannya mengalir di pipi. Dan saat mata saya akhirnya membuka, air mata itu sudah kering tanpa bekas.

Dalam diskusi terakhir, Pak Hudoyo menjelaskannya sebagai pencerahan akan timbul dan lenyapnya fenomena. Apa yang kita pikir sebagai kontinuitas sesungguhnya adalah keterputusan. Seperti riil film yang sebenarnya cuma potongan gambar yang terputus-putus, tapi tampak bergerak kontinu ketika diputar. Para ilmuwan menelaahnya dalam fisika kuantum. Sebuah partikel sesungguhnya tidak diam statis, melainkan muncul dan lenyap. Anicca, atau impermanensi, adalah kata yang membersit saat saya merenungkan pengalaman meditasi saya tadi. Konsep yang sudah lama saya tahu dan akhirnya menjadi aktual lewat pengalaman.

Tiga hari bermeditasi di Mendut menjadi titik balik saya berikutnya. Sesudah Five Mindfulness Trainings di Hongkong yang memberi pemahaman segar tentang kode etik hidup, Meditasi Mengenal Diri memberi pengalaman tentang realitas sejati dari hidup itu sendiri. Dan ada benang merah yang menalikan keduanya: Thich Nhat Hanh dan Hudoyo Hupudio dengan caranya masing-masing telah mampu menghadirkan ajaran universal Sang Buddha bagi siapa saja yang ingin bebas dari penderitaan*apa pun denominasi agama dan kepercayaannya. Vipassana sebaiknya tidak dipandang eksklusif milik umat Buddha, tapi siapa pun yang ingin mengenal diri. Lima Sila yang diikuti pemahaman benar dapat diterapkan dalam hidup siapa saja, selama mereka memang berkomitmen untuk menciptakan koeksistensi yang harmonis dengan semua makhluk.

Saya akan mengakhiri artikel ini dengan mengutip pesan Pak Hudoyo setiap usai berdiskusi: lupakan ini semua. Lupakan cerita saya. Setiap kata adalah upaya, bukan kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan itu sendiri telah pergi dan berganti. Pikiran kita hanya bisa mengejar dan berujar. Namun pada saat yang sama, kita pun bisa tersadar dan terbangun dari mimpi panjang ini.

* Keterangan dan diskusi tentang MMD dapat disimak di milis-spiritual [at] yahoogroups.com atau meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com

Posted by Dewi Lestari at 3:58 PM

hudoyo:
Artikel berikut saya temukan dalam thread "(artikel) Meditasi Mengenal Diri":


--- Quote from: Felix Thioris on 24 February 2008, 05:20:06 PM ---Makalah ini berasal dari karya mendiang Ven. Mahasi Sayadaw Aggamahapandita—seorang bhikhhu guru meditasi vipassana terkemuka dari Myanmar—diadaptasikan oleh Dr. Hudoyo Hupudio, MPH. Bagian Pendahuluan dan Persiapan ditulis oleh Hudoyo.

Latihan dasar

Pendahuluan
[...]
--- End quote ---

Memang benar, artikel itu saya terjemahkan dari sebuah buklet tulisan YM Mahasi Sayadaw, berisi tuntunan praktis meditasi vipassana menurut versi beliau. Artikel itu saya terjemahkan pada tahun 2000, dan saya gunakan sebagai buku acuan (referensi) dari meditasi vipassana yang mulai saya ajarkan pada waktu itu (tahun 2000), yakni Meditasi Mengenal Diri (MMD).

Namun dalam perjalanan waktu, pengajaran MMD berangsur-angsur menemukan bentuknya sendiri, hingga mencapai bentuk finalnya pada tahun 2008 ini. Dalam bentuknya yang final, MMD sangat berbeda dengan vipassana versi Mahasi Sayadaw. Apa perbedaannya akan terlihat dalam artikel-artikel dalam thread ini.

Salam,
hudoyo

bond:
Bisa tolong dijelaskan perbedaan mendasarnya?  _/\_

hudoyo:
[Dari Brosur MMD (Meditasi Mengenal Diri) - program meditasi gratis]

PROGRAM AKHIR PEKAN &
PROGRAM SEMINGGU PENUH
MEDITASI MENGENAL DIRI
* Bukan untuk pengalaman gaib, tenaga dalam, penyembuhan, kesuksesan dsb,
* Meditasi total selama 3 hari 2 malam atau selama 7 hari 8 malam,
* Bertujuan memahami diri sedalam-dalamnya untuk kearifan & pembebasan,
* Menghasilkan pula: terkendalinya ego, meningkatnya kemampuan konsentrasi, keseimbangan mental, serta kesehatan fisik.

PENDAHULUAN

Manusia selalu menginginkan kepuasan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, dan ini selalu dicarinya di luar dirinya: pada harta benda, pada kekuasaan, pada prestasi intelektual, pada kegiatan sosial, pada “pencapaian spiritual”, dsb. Jarang manusia menengok ke dalam batinnya sendiri untuk melihat dan memahami mengapa ia tidak bahagia dan tidak sejahtera pada saat ini.

Manusia tidak bahagia karena ia tidak menyadari dan tidak mengenali konflik-konflik yang ada dalam batinnya: konflik emosional, konflik intelektual, konflik spiritual. Kalau pun ia mulai menyadarinya, ia masih tetap mencari penyelesaian melalui sesuatu di luar dirinya: melalui psikolog, melalui orang “pintar”, melalui pemuka agama, melalui berbagai kepercayaan dan pandangan hidup. Dengan demikian konflik-konflik itu tidak pernah terselesaikan. Dan itu tercermin dalam keresahan batinnya, dan dalam kekacauan masyarakat di mana ia berada. Setiap manusia pada dasarnya menyumbang kepada kekacauan masyarakat di sekitarnya. Sedikit-banyaknya sumbangan itu bergantung pada taraf kesadarannya.

Program meditasi ini didasarkan pada pengertian bahwa konflik-konflik dalam batin manusia hanya dapat terselesaikan dengan tuntas dengan jalan disadari, diamati & dikenali secara pasif pada saat munculnya dari saat ke saat.

Praktek meditasi ini didasarkan pada pemahaman bahwa sang ‘aku’ (diri, ego, nafs) adalah sumber dari segala dualitas dan konflik—lahiriah maupun batiniah--di dalam batin kita dan di dalam masyarakat, sepanjang zaman.

Program ini bukanlah lokakarya, seminar atau sejenisnya, yang di situ lebih banyak digunakan penalaran (intellection), melainkan suatu praktek meditasi yang unik. Meditasi ini bukanlah latihan konsentrasi atau sekadar relaksasi yang banyak ditawarkan orang untuk mencapai suatu hasil tertentu (ketenangan, penyembuhan, kemampuan paranormal, pengalaman mistikal dsb), yang dinikmati dan dimanfaatkan oleh si individu. Praktek meditasi ini justru langsung mengamati sang ‘aku’ itu sendiri dalam segala aspek dan prosesnya, yakni: rasa tubuh (sensations), emosi, kehendak, ingatan, dan terutama akal budi (intellect).

Untuk itu diperlukan pengembangan keelingan (awareness) dan perhatian-penuh (mindfulness) dalam waktu yang lama (beberapa hari), sehingga dengan demikian kebiasaan-kebiasaan mental yang sudah berakar mendalam dapat dikenali dan dipahami, sehingga orang tidak lagi terbelenggu olehnya. Itulah sebabnya, meditasi ini disebut Meditasi Mengenal Diri (MMD).

Kemudian, di luar latihan meditasi itu sendiri, pengembangan ini perlu dilakukan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sikap batin ini menjadi pola kesadaran sehari-hari, melimpah keluar dari saat-saat latihan meditasi yang intensif.

TUJUAN

Secara konseptual, tujuan akhir meditasi ini disebut ‘pencerahan’, ‘pembebasan’, yang dalam berbagai agama dikenal sebagai “hulul”, “nirwana”, “moksha”, “menyatu dengan Allah”, dan sebagainya. Tetapi secara aktual, hal itu bukan menjadi tujuan yang disadari oleh pemeditasi itu sendiri, karena di dalam meditasi kesadarannya terus-menerus mengamati saat kini tanpa henti, tanpa membanding-bandingkan dengan masa lampau dan masa depan.

Dalam manusia melakukan kegiatan sehari-hari, biasanya selalu disadari ada suatu tujuan tertentu di masa depan. Namun dalam praktek MMD secara aktual, "tujuan" meditasi ini tidak disadari dan diletakkan di masa depan. Tujuan meditasi ini terletak di dalam meditasi itu sendiri, yakni 'sadar pada saat kini.' Dalam budaya Jawa, keadaan ini dikenal sebagai 'mati sajroning urip.' Di sinilah letak keunikan MMD: metode dan tujuannya tidak berbeda, yakni menyadari saat kini, bukan bercita-cita di masa depan.

Sementara secara konseptual tujuan akhir meditasi ini terletak ‘di masa depan’, para pemeditasi akan segera memperoleh manfaat dari meditasi ini dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat disebut sebagai ‘tujuan antara’. ‘Tujuan-antara’ meditasi ini ialah melimpahnya pola kebiasaan mengamati dan menyadari diri ini ke dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari. ‘Tujuan antara’ ini dapat dikenali sebagai:
* terkendalinya ego (terkendalinya pikiran, emosi, keinginan dsb);
* meningkatnya kemampuan berkonsentrasi pada apa pun yang dihadapi—tanpa terganggu oleh berbagai emosi dan pikiran yang tidak relevan dan tidak bermanfaat; dan
* meningkatnya kesehatan fisik sebagai hasil ikutan dari batin yang tenang dan seimbang.
Ketiga hal ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yang sejahtera dan bahagia.

Meditasi ini berasal dari ajaran Buddha Gautama lebih dari 25 abad lalu, dikenal sebagai meditasi vipassana. Dalam program ini, meditasi vipassana diperkenalkan kepada khalayak Buddhis & non-Buddhis. Untuk itu, istilah-istilah dan konsep-konsep yang berasal dari Agama Buddha telah diganti dengan pengertian-pengertian yang bersifat universal. Ini dilakukan dengan keyakinan bahwa keefektifan meditasi ini tidak bergantung pada nilai dan doktrin keagamaan tertentu; meditasi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap praktisinya tanpa tergantung pada agama/kepercayaan yang dianut.

Dalam prakteknya meditasi ini juga diilhami oleh ajaran J. Krishnamurti, yang adalah identik dengan ajaran Buddha Gautama.

METODOLOGI

(a) Praktek meditasi ini dilakukan secara total, mulai dari awal sampai akhir program, sepanjang hari, mulai dari saat bangun sampai saat tidur kembali. Program meditasi ini dilakukan pada akhir pekan, mulai pada hari Jumat pukul 19, dan berakhir pada hari Minggu pukul 11. (Pada program seminggu penuh, meditasi dilakukan selama 7 hari 8 malam.)

(b) Meditasi ini bukan konsentrasi. Praktek meditasi ini berupa keelingan (awareness) atau perhatian-penuh (mindfulness) yang ditujukan--bukan kepada hal-hal ‘luar’ yang tercerap (perceived) melalui pancaindra atau yang muncul sebagai ingatan--melainkan kepada seluruh aspek atau proses diri individual, yang mencakup: jasmani (rasa-tubuh, sensation), perasaan (emotion), pikiran (thought), ingatan (memory), kehendak (intention), penalaran (reasoning), dsb, pada saat berbagai hal itu muncul dalam kesadaran.

(c) Praktek meditasi ini dilaksanakan dengan duduk diam dan berjalan. Pada mulanya, diusahakan untuk mampu duduk diam selama setengah jam, berjalan selama setengah jam, berganti-ganti. Berangsur-angsur waktu ini dipanjangkan sampai peserta mampu duduk diam selama satu jam.

(d) Kegiatan sehari-hari, seperti makan, minum, mandi, menyikat gigi, buang air, berpakaian, mencuci pakaian dsb, dilakukan dengan tetap mempertahankan perhatian-penuh (mindfulness) dan keelingan (awareness) terhadap niat (intention), gerakan, dan rasa-tubuh (sensation) yang timbul selama menjalankan kegiatan tersebut.

(e) Dengan makin tajamnya perhatian, semua gerakan akan menjadi makin lambat dengan sendirinya. Dianjurkan untuk mengurangi sedapat mungkin gerakan yang bersifat refleks; bila perhatian cukup tajam, akan terlihat niat yang muncul dalam batin sesaat sebelum melakukan setiap gerakan fisik.

(f) Sebelum datang ke tempat pelatihan, peserta dianjurkan untuk lebih dulu membaca di rumah buku acuan: “Meditasi dalam Bahasa Sehari-hari” oleh Ven. Henepola Gunaratana (A.S.), sebagai buku introduksi dan referensi mengenai meditasi vipassana.

Buku itu dapat diperoleh secara gratis dengan berlangganan milis: <meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com>, kemudian mengambilnya dari situs http://groups.yahoo.com/group/medita...al-diri/files/

Namun, membaca buku itu bukan syarat mutlak untuk dapat mengikuti retret ini.

(g) Selama program meditasi berlangsung, peserta tidak dibenarkan berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan sesama peserta, membaca, menulis, melihat arloji/jam, menelepon/menerima telepon (telepon seluler harus dimatikan), dsb. Tugas peserta hanyalah mengamati secara pasif badan & batin sendiri pada saat munculnya dengan keelingan (awareness) dan perhatian-penuh (mindfulness). Penyimpangan dari ketentuan ini hanya dapat dibenarkan dalam keadaan darurat.

(h) Setelah membaca dengan saksama brosur ini, peserta diminta menandatangani pernyataan akan mengikuti pelatihan sampai selesai (tidak berhenti di tengah jalan, kecuali dalam keadaan darurat) di dalam formulir pendaftaran yang diisinya.

(i) Apabila peserta mempraktekkan suatu metode meditasi lain atau suatu ritual tertentu--termasuk berdzikir, berdoa, kontemplasi, membaca mantra, visualisasi, relaksasi, yoga dsb--disarankan untuk tidak melakukan praktek-praktek tersebut selama berlatih MMD. (Ketentuan ini tidak berlaku untuk ritual/ibadah yang bersifat wajib menurut ketentuan agama peserta, misalnya sholat wajib bagi kaum Muslim.)

(j) Selama praktek meditasi, pembimbing akan mewawancarai peserta satu demi satu untuk mengecek pemahaman peserta tentang praktik MMD, dan mengetahui masalah-masalah yang dihadapi peserta dalam meditasi.

Selain itu, setiap saat peserta dapat menghubungi pembimbing untuk berbicara secara privat, guna membahas dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi peserta dalam praktek meditasinya.

Gunakanlah kesempatan ini setiap kali peserta mengalami hambatan atau masalah dalam praktek meditasi, seperti merasa bosan, putus asa, gelisah, ragu dsb.

Juga penting untuk berbicara dengan pembimbing, bila peserta memperoleh pengalaman batin yang dirasakan luar biasa atau aneh, seperti pengalaman yang menakjubkan, menakutkan, menyedihkan, merasa menyesal, bersalah, bergairah, nikmat, dsb.

Juga bila mengalami fenomena fisik, seperti melihat cahaya, badan bergoyang, badan terasa “hilang”, merasa ada listrik mengalir dalam tubuh dsb, sebaiknya hal itu dilaporkan kepada pembimbing. Semua perasaan dan pengalaman itu dapat menjadi penghambat dalam MMD.

(k) Dalam program ini, peserta makan dua kali sehari (makan pagi dan makan siang). Sepanjang waktu disediakan minuman yang menyegarkan. Peserta vegetaris dapat minta disediakan makanan vegetaris.

JADWAL

Hari ke-1: JUMAT

Pk. 19.00 – 20.00 : DISKUSI 1: “Introduksi, Petunjuk Meditasi”
Pk. 20.00 – 22.00 : MEDITASI
Pk. 22.00 - 03.00 : Istirahat malam

Hari ke-2: SABTU

(Pk. 03.00 : Bel bangun tidur)
Pk. 03.00 – 06.00 : MEDITASI
Pk. 06.00 – 07.00 : DISKUSI 2: “Rintangan Batin”
Pk. 07.00 - 08.00 : Makan pagi
Pk. 08.00 – 11.00 : MEDITASI
Pk. 11.00 – 12.00 : DISKUSI 3: “Pikiran”
Pk. 12.00 - 13.00 : Makan siang
Pk. 13.00 – 14.00 : MEDITASI
Pk. 14.00 – 16.00 : Istirahat siang
Pk. 16.00 – 19.00 : MEDITASI
Pk. 19.00 – 20.00 : DISKUSI 4: “Waktu”
Pk. 20.00 – 22.00 : MEDITASI
Pk. 22.00 - 03.00 : Istirahat malam

Hari ke-3: MINGGU

(Pk. 03.00 : Bel bangun tidur)
Pk. 03.00 – 06.00 : MEDITASI
Pk. 06.00 – 07.00 : DISKUSI 5: “Sang Aku”
Pk. 07.00 - 08.00 : Makan pagi
Pk. 08.00 – 10.00 : MEDITASI
Pk. 10.00 – 11.00 : DISKUSI 6: “Bagaimana setelah ini?”
Pk. 11.00 : Makan siang bersama - Selesai

(Pada program seminggu penuh, diskusi hanya diadakan sekali sehari, pada pk 19.00.)

BIAYA PELATIHAN

Pada prinsipnya, pelatihan ini diberikan secara gratis. Pembimbing dan para petugas dalam retret ini tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun.

Namun, apabila retret ini diadakan di sebuah vihara, pada akhir retret para peserta diharapkan menyumbang secara sukarela (dengan jumlah yang tidak ditentukan besarnya) kepada vihara.

Bila retret ini diadakan di sebuah tempat yang disewa untuk itu, maka biaya akomodasi & konsumsi ditanggung bersama-sama secara transparan oleh para peserta.

Untuk keterangan lebih lanjut & pendaftaran hubungi:

Pembimbing: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
Tel.: (021) 8730080, Hp: 0811-873490;
email: <hudoyo [at] cbn.net.id>

hudoyo:

--- Quote from: bond on 18 April 2008, 06:38:31 PM ---Bisa tolong dijelaskan perbedaan mendasarnya?  _/\_

--- End quote ---

Mohon maaf, harap bersabar sebentar. Thread ini masih saya bangun; posting yang penting-penting saya dahulukan.

Salam,
hudoyo

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version