//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: tradisi pai cheng bu  (Read 52523 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline sukuhong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 279
  • Reputasi: 8
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #15 on: 28 August 2011, 09:27:52 AM »
kalo bagi ane sih ga masalah kalo ikut tradisi, secara ane sih lebih ke pandangan Theravada tp ane sih keturunan tionghoa,
dan saya juga menghormati tradisi yg di temurunkan leluhur saya. karena saya pkir sayang sekali kalo tradisi2 yg di jalankan leluhur saya sampai orang tua saya lenyap begitu saja. jd ya tetap jalankan aja, asal jgn merugikan org lain :)

semoga anda bisa mengerti sesudah baca tulisan sdr Kelana
jangan bodoh batin nya

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #16 on: 28 August 2011, 01:13:12 PM »
lebih baik bila di bacakan "Kariniya metta sutta" dah, ingat kan asal muasal kariniya metta sutta karena ada dewi pohon yang  sedih karena anak nya di lukai manusia.

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #17 on: 01 September 2011, 09:05:52 AM »
wow....

terima kasih sekali atas tanggapan para senior DC, dengan begini saya semakin mengerti.

jadi sekarang saya mengambil kesimpulan bahwa tradisi tersebut gak apa2 kalau tetap dijalankan, tapi juga tidak apa2 kalau ditinggalkan. asal kita rujuk ke segi positifnya aja.

menurut saya tradisi ini akan susah dihilangkan, begini, bagi kami disini keharusan menjalankan tradisi ini adalah hal yang wajib.
jika tidak andaikan terjadi sesuatu pada anak (sakit, jatuh, rewel, dll), maka kita sebagai orang tua yang akan disalahkan karena tidak mau mendengarkan saran dari orang tua. dan hanya dengan menjalankan secara patuh pada tradisi ini lah yang akan membuat orang tua kita (kakek dan nenek dari si anak) senior2 dalam keluarga akan merasa nyaman dan lebih tentram.

walau sekarang saya ketahui bahwa tidak ada manfaatnya tradisi ini dijalankan maksud saya bahwa saya yakin tidak ada sosok apapun yang akan melindungi anak kita atau kita sendiri selain dari karma diri sendiri, tapi namun jika dengan menjalankannya saya bisa membuat kedua orang tua saya dan senior2 dalam keluarga menjadi nyaman dan tentram, well kenapa tidak. menurut saya itu cukup positif.

bayangkan akan betapa kawatirnya papa mama saya jika saya meninggalkan tradisi pai cheng bu ini, pasti papa dan mama akan sedih dan berkawatir tiap hari memikirkan cucunya. karena menurut kapercayaan mereka yang sudah mendarah daging, Cheng Bu mutlak ada dan merupakan sosok penjaga anak kecil. so bagi mereka tradisi ini juga mutlak harus ada.

ini ada cerita, pada suatu waktu anak saya kebetulan sangat rewel. saya tidak tahu kenapa. mungkin sakit perut atau apa atau tidak nyaman akan sesuatu. nah waktu saya kabari ke nenek dan kakeknya, mereka langsung memvonis "kamu gak pai cheng bu ya?"

so saya putuskan akan tetap menjalankannya. apakah begitu lebih baik?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #18 on: 01 September 2011, 09:26:18 AM »
wow....

terima kasih sekali atas tanggapan para senior DC, dengan begini saya semakin mengerti.

jadi sekarang saya mengambil kesimpulan bahwa tradisi tersebut gak apa2 kalau tetap dijalankan, tapi juga tidak apa2 kalau ditinggalkan. asal kita rujuk ke segi positifnya aja.

menurut saya tradisi ini akan susah dihilangkan, begini, bagi kami disini keharusan menjalankan tradisi ini adalah hal yang wajib.
jika tidak andaikan terjadi sesuatu pada anak (sakit, jatuh, rewel, dll), maka kita sebagai orang tua yang akan disalahkan karena tidak mau mendengarkan saran dari orang tua. dan hanya dengan menjalankan secara patuh pada tradisi ini lah yang akan membuat orang tua kita (kakek dan nenek dari si anak) senior2 dalam keluarga akan merasa nyaman dan lebih tentram.

walau sekarang saya ketahui bahwa tidak ada manfaatnya tradisi ini dijalankan maksud saya bahwa saya yakin tidak ada sosok apapun yang akan melindungi anak kita atau kita sendiri selain dari karma diri sendiri, tapi namun jika dengan menjalankannya saya bisa membuat kedua orang tua saya dan senior2 dalam keluarga menjadi nyaman dan tentram, well kenapa tidak. menurut saya itu cukup positif.

bayangkan akan betapa kawatirnya papa mama saya jika saya meninggalkan tradisi pai cheng bu ini, pasti papa dan mama akan sedih dan berkawatir tiap hari memikirkan cucunya. karena menurut kapercayaan mereka yang sudah mendarah daging, Cheng Bu mutlak ada dan merupakan sosok penjaga anak kecil. so bagi mereka tradisi ini juga mutlak harus ada.

ini ada cerita, pada suatu waktu anak saya kebetulan sangat rewel. saya tidak tahu kenapa. mungkin sakit perut atau apa atau tidak nyaman akan sesuatu. nah waktu saya kabari ke nenek dan kakeknya, mereka langsung memvonis "kamu gak pai cheng bu ya?"

so saya putuskan akan tetap menjalankannya. apakah begitu lebih baik?

jika itu adalah demi orang tua, tentu saja hal itu boleh anda lakukan, yang penting anda sendiri sudah memahami bahwa tindakan itu hanya sekedar untuk menenangkan orang tua anda, bukan untuk perlindungan anak anda. minimal anda sudah memiliki pandangan benar di sini.

tapi ada hal lain lagi yang bisa anda lakukan yang bermanfaat sangat besar bagi orang tua anda, yaitu dengan berusaha meluruskan pandangan orang tua anda. memperkenalkan Dhamma kepada orang tua anda, sampai mereka berkeyakinan pada Tiratana, menjalankan Pancasila Buddhis, dan sebagainya. hal ini mungkin akan menjadi tugas yg sangat berat bagi anda. tapi ini adalah wujud bakti yang sangat besar jasanya bagi anda dan juga bermanfaat besar bagi orang tua anda. apalagi jika anda membandingkan dengan bakti versi anda dengan cara mengikuti nasehat2 yang berasal dari pandangan keliru orang tua anda, manakah yang lebih baik?

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #19 on: 01 September 2011, 11:12:22 AM »
jika itu adalah demi orang tua, tentu saja hal itu boleh anda lakukan, yang penting anda sendiri sudah memahami bahwa tindakan itu hanya sekedar untuk menenangkan orang tua anda, bukan untuk perlindungan anak anda. minimal anda sudah memiliki pandangan benar di sini.

tapi ada hal lain lagi yang bisa anda lakukan yang bermanfaat sangat besar bagi orang tua anda, yaitu dengan berusaha meluruskan pandangan orang tua anda. memperkenalkan Dhamma kepada orang tua anda, sampai mereka berkeyakinan pada Tiratana, menjalankan Pancasila Buddhis, dan sebagainya. hal ini mungkin akan menjadi tugas yg sangat berat bagi anda. tapi ini adalah wujud bakti yang sangat besar jasanya bagi anda dan juga bermanfaat besar bagi orang tua anda. apalagi jika anda membandingkan dengan bakti versi anda dengan cara mengikuti nasehat2 yang berasal dari pandangan keliru orang tua anda, manakah yang lebih baik?

benar yang ini saya juga sangat setuju. tapi tingkat kesulitannya sangat tinggi.

begini, dalam pandangan masyarakat tionghoa di daerah saya berasal sangat lah menitik beratkan bahwa para senior, orang tua dan para tetua selalu benar dalam pandangan mengenai kepercayaan. mereka dianggap lebih berpengalaman, lebih kenyang asam garam, omongannya dalam kasus tertentu hampir bagai perintah dalam militer.
jangan banyak tanya, jangan protes, cukup laksanakan dengan taat. dengan pengertian hal tersebut adalah untuk kebaikan para juniornya. baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
nah kata-kata dari para junior hanya berlaku untuk IPTEK saja, misal kasih tau cara pake handphone, kasih saran cara pake kulkas yang bener, kasih saran perawatan dan penggunaan kompor gas, dll
tapi jika mengenai hal yang berhubungan dengan kepercayaan, NO..!!!!!! kata2 junior yang mencoba mengenalkan dharma ato vihara ke para senior, orang tua dan tetua bisa dianggap keterlaluan dan jumawa.

gimana ya saya menjelaskannya, tapi kira2 begini:

"saya lebih kenyang asam garam, sebelum kamu lahir saya sudah tau makna kehidupan. jadi tolong jangan ajari saya mengenai bagaimana saya harus menjalankan kehidupan ini, dharma? apa itu? ajaran sang buddha? kamu mo jadi biksu ya? hidup itu yang penting kamu percaya pada para dewa , mohon rezeki, jangan lakukan kejahatan, mencuri, berkelahi, bla bla... menghormati/berbakti pada orang tua, menghormati leluhur, bla bla... niscaya kamu akan menjalani kehidupan yang baik"

"anak kecil jangan banyak omong, kamu anggap kamu lebih pintar ya? jangan mentang2 kamu sudah besar sekarang berbalik ngajarin saya mengenai ini itu. ingat waktu kamu belum bisa apa2 semua kami yang ajarin kamu"

"anak durhaka!!! dharma? sang buddha? sekalian aja kamu jadi hwesio (bikhu), ciak chai (vege), gak pegang Hio, nanti kalau saya mati kamu jangan datang sembahyang. sekalian kamu jangan sembahyang leluhur"

gitu lho susahnya.
dan jangan anggap saya ngarang cerita atas ucapan-ucapan diatas. ini realita didaerah saya.
di sini ada pengertian yang salah, bilamana ada anak yang rajin ke Vihara dan ngomongin mengenai dharma ato minimal sejarah hiduo sidharta gautama maka orang tuanya akan bersusah hati dan kadang sampe marah. karena ada pendapat miring, ntar klo tiap hari ke Vihara bisa2 itu anak jadi fanatik dan akan meninggalkan keluarga.
gak pegang hio, alias gak sembahyang leluhur lagi, menjadi seorang vegetarian yang sangat fanatik, bla bla bla...

makanya disini kami sebagai orang yang belajar dharma justru gak pernah menceritakan dharma pada orang tua.
ironis ya? padahal jika bisa mengenalkan dharma pada orang tua itu akan sangat baik sekali.
kejadian ini tidak hanya tejadi pada saya saja, hampir semua teman2 mengalami kesulitan dan bahkan tidak bisa sama sekali mengenalkan dharma pada orang tuanya sendiri.

nah tradisi turun temurun dari para leluhur yang kuat dan yang mendarah daging sukar sekali bila ditembus dengan omongan dari luar pelaku tradisi itu sendiri.

Offline Pikochan_chan

  • Sebelumnya: Good Listener
  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 232
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
  • Welcome at Jungle
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #20 on: 01 September 2011, 11:55:12 AM »
benar yang ini saya juga sangat setuju. tapi tingkat kesulitannya sangat tinggi.

begini, dalam pandangan masyarakat tionghoa di daerah saya berasal sangat lah menitik beratkan bahwa para senior, orang tua dan para tetua selalu benar dalam pandangan mengenai kepercayaan. mereka dianggap lebih berpengalaman, lebih kenyang asam garam, omongannya dalam kasus tertentu hampir bagai perintah dalam militer.
jangan banyak tanya, jangan protes, cukup laksanakan dengan taat. dengan pengertian hal tersebut adalah untuk kebaikan para juniornya. baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
nah kata-kata dari para junior hanya berlaku untuk IPTEK saja, misal kasih tau cara pake handphone, kasih saran cara pake kulkas yang bener, kasih saran perawatan dan penggunaan kompor gas, dll
tapi jika mengenai hal yang berhubungan dengan kepercayaan, NO..!!!!!! kata2 junior yang mencoba mengenalkan dharma ato vihara ke para senior, orang tua dan tetua bisa dianggap keterlaluan dan jumawa.

gimana ya saya menjelaskannya, tapi kira2 begini:

"saya lebih kenyang asam garam, sebelum kamu lahir saya sudah tau makna kehidupan. jadi tolong jangan ajari saya mengenai bagaimana saya harus menjalankan kehidupan ini, dharma? apa itu? ajaran sang buddha? kamu mo jadi biksu ya? hidup itu yang penting kamu percaya pada para dewa , mohon rezeki, jangan lakukan kejahatan, mencuri, berkelahi, bla bla... menghormati/berbakti pada orang tua, menghormati leluhur, bla bla... niscaya kamu akan menjalani kehidupan yang baik"

"anak kecil jangan banyak omong, kamu anggap kamu lebih pintar ya? jangan mentang2 kamu sudah besar sekarang berbalik ngajarin saya mengenai ini itu. ingat waktu kamu belum bisa apa2 semua kami yang ajarin kamu"

"anak durhaka!!! dharma? sang buddha? sekalian aja kamu jadi hwesio (bikhu), ciak chai (vege), gak pegang Hio, nanti kalau saya mati kamu jangan datang sembahyang. sekalian kamu jangan sembahyang leluhur"

gitu lho susahnya.
dan jangan anggap saya ngarang cerita atas ucapan-ucapan diatas. ini realita didaerah saya.
di sini ada pengertian yang salah, bilamana ada anak yang rajin ke Vihara dan ngomongin mengenai dharma ato minimal sejarah hiduo sidharta gautama maka orang tuanya akan bersusah hati dan kadang sampe marah. karena ada pendapat miring, ntar klo tiap hari ke Vihara bisa2 itu anak jadi fanatik dan akan meninggalkan keluarga.
gak pegang hio, alias gak sembahyang leluhur lagi, menjadi seorang vegetarian yang sangat fanatik, bla bla bla...

makanya disini kami sebagai orang yang belajar dharma justru gak pernah menceritakan dharma pada orang tua.
ironis ya? padahal jika bisa mengenalkan dharma pada orang tua itu akan sangat baik sekali.
kejadian ini tidak hanya tejadi pada saya saja, hampir semua teman2 mengalami kesulitan dan bahkan tidak bisa sama sekali mengenalkan dharma pada orang tuanya sendiri.

nah tradisi turun temurun dari para leluhur yang kuat dan yang mendarah daging sukar sekali bila ditembus dengan omongan dari luar pelaku tradisi itu sendiri.

 :) Tunjukanlah melalui Perbuatan Kebajikan Koko Rico secara langsung dan berharaplah agar PapaMama Koko dpt menyadari Pandangan Benar ttg tradisi tersebut(perbuatan langsung cenderung lbh mempengaruhi hati sanubari seseorang daripada sekedar anjuran/nasihat lisan)

 _/\_ Lakukan secara berulang-ulang bagaikan gergaji, sdh sepatutnnya dgn melakukan hal tersebut PaMa Koko dpt meneladani sikap Koko Rico ttg pandangan benar (Namun Koko hny sebatas mempengaruhi, perubahan ttp tergantung pd diri PaMa KoRico)

 :) Berbakti kpd Papa Mama selama Mereka masih hidup jauh lbh bijaksana daripada menyembahyangi Mereka ketika sdh tiada

Intinnya utk menyadarkan seseorang, senantiasalah berlandaskan welas asih & harapan yg baik trhdp Orang tersebut agar dpt berubah menjadi lbh baik (bkn paksaan/kemarahan)

 _/\_ Semoga berkenan & ttplah semangat berjuang utk menyadarkan(pandangan bnr) trhdp Mama Papa Koko Rico....

 _/\_ SSBS
« Last Edit: 01 September 2011, 11:59:25 AM by Pikochan_chan »

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #21 on: 01 September 2011, 02:19:28 PM »
Bro. Rico, klo boleh tau para junior pergi ke vihara namana? Karena tradisi Buddhism apapun juga tetap mengajarkan berbakti pada leluhur, entah lewat Pattidana (Theravada) atau Ullambana (Mahayana) yang erat kaitannya dengan tradisi Tiongkok. Lagipula kenapa vegetarian pun disalahkan? Setahuku umat kelenteng juga banyak yang vegetarian? Hmmm...

Mengikuti tradisi demikian sbeneranya tidka maslaah, asal kita tahu mana yang benar sesuai Dharma. Karena kalau kita tahu, toh tradisi semacam itu paling hanya akan bertahan selama satu generasi. Generasi kita karena sudah tahu otomatis akan berhenti. Tapi kalau mau mengenalkan Dharma bisa banyak cara kok.

Chuanggong atau Chuangmu adalah dewa dewi Taoisme yang dipercaya masyarakat Hokkian mampu memberikan pasangan anak dan mampu menjaga anak. Waktu saya bayi juga pernah diadain sembahyangin kayak gini sama makco-ku...hahaha...

Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

Dalam Mahayana Buddhisme, dewi pelindung anak dan penjaga anak bukanlah Chuangmu tetapi dewi Hariti (Gui Zi Mu) yang ada dalam Saddharmapundarika Sutra. Selain itu pelindung anak lainnya adalah Avalokitesvara atau Guanyin (Koyasu Kannon, Zimu Guanyin, Songzi Guanyin). Kalau misalnya ada kesempatan, bisalah mulai jelaskan bahwa sembahyang lebih baik diarahkan pada Avalokitesvara, tidak lagi Chuangmu. Itu kalau anda mau mengenalkan Buddhisme pelan-pelan. Avalokitesvara adalah wakil dari Sangha siswa sang Bhagava. Dan di kalangan masyarakat kelenteng Tionghoa tidak ada yang kesulitan memuja Guanyin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #22 on: 01 September 2011, 04:24:24 PM »
Bro. Rico, klo boleh tau para junior pergi ke vihara namana? Karena tradisi Buddhism apapun juga tetap mengajarkan berbakti pada leluhur, entah lewat Pattidana (Theravada) atau Ullambana (Mahayana) yang erat kaitannya dengan tradisi Tiongkok. Lagipula kenapa vegetarian pun disalahkan? Setahuku umat kelenteng juga banyak yang vegetarian? Hmmm...

Mengikuti tradisi demikian sbeneranya tidka maslaah, asal kita tahu mana yang benar sesuai Dharma. Karena kalau kita tahu, toh tradisi semacam itu paling hanya akan bertahan selama satu generasi. Generasi kita karena sudah tahu otomatis akan berhenti. Tapi kalau mau mengenalkan Dharma bisa banyak cara kok.

Chuanggong atau Chuangmu adalah dewa dewi Taoisme yang dipercaya masyarakat Hokkian mampu memberikan pasangan anak dan mampu menjaga anak. Waktu saya bayi juga pernah diadain sembahyangin kayak gini sama makco-ku...hahaha...

Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

Dalam Mahayana Buddhisme, dewi pelindung anak dan penjaga anak bukanlah Chuangmu tetapi dewi Hariti (Gui Zi Mu) yang ada dalam Saddharmapundarika Sutra. Selain itu pelindung anak lainnya adalah Avalokitesvara atau Guanyin (Koyasu Kannon, Zimu Guanyin, Songzi Guanyin). Kalau misalnya ada kesempatan, bisalah mulai jelaskan bahwa sembahyang lebih baik diarahkan pada Avalokitesvara, tidak lagi Chuangmu. Itu kalau anda mau mengenalkan Buddhisme pelan-pelan. Avalokitesvara adalah wakil dari Sangha siswa sang Bhagava. Dan di kalangan masyarakat kelenteng Tionghoa tidak ada yang kesulitan memuja Guanyin.

 _/\_
The Siddha Wanderer


vihara mana aja bro, baik yang beraliran mahayana ato yang maitreya (didaerah saya yang paling terkenal cuman 2 aliran ini)
(kesampingkan dulu topik hangat di forum ini bahwa aliran maitreya = sesat, karena kita bukan membahas itu)

mengajarkan bakti kepada orang tua memang benar... bahkan santer dibicarakan.

tapi ini bukan saya mengatakan bahwa vihara tidak mengajarkan bakti kepada orang tua. tapi pengertian salah para elder tentang ajaran sang buddha. menurut mereka menaati ajaran sang buddha punya potensi bakalan berakhir menjadi seorang bhikku. dan pada beberapa kalau tidak mau dikatakan banyak kasus, para pembelajar dharma malah jadi sombong sewaktu berhadapan dengan orang tuanya. secara salah cara, waktu dan kondisi mengatakan tradisi ini itu (yang saya maksud tradisi warisan leluhur) adalah salah, dan sia2 dilaksanakan karena tidak akan membawa kita pada pencapaian lenyapnya dukha, tidak mengandung kebenaran apapun. dan harus mengikuti ajaran sang buddha baru benar.
hal ini tentu akan membuat para elder menjadi tersinggung, lha wong yang dicela adalah ajaran leluhur dari ratusan keturunan yang masih dijaga sampe hari ini. dan yang sudah mendarah daging. lama2 hal ini memupuk rasa tidak senang akan hal-hal berbau vihara.

saya ingat waktu saya pertama aktif di vihara, malah mama dan papa saya merasa terancam. awalnya saya tidak mengerti, kenapa ketika saya mempelajari ajaran yang benar malah saya tidak didukung.?
mereka berkata " jangan sering ke Vihara, ntar kamu malah jadi vegetarian malah ntar jadi bhiku dan meninggalkan keluarga kamu, bahkan ntar juga dirumah kamu tidak dipasang altar leluhur"

karena sedih melihat orang tua saya begitu, saya putuskan untuk tidak sering2 ke vihara. tapi saya belajar dharma dari buku, artikel, dll
jujur saya belum pernah membaca atau mempelajari ajaran dharma dari sutta atau sutra secara keseluruhan. hanya sepenggal2 yang dimuat dalam buku2 dan artikel.
bahkan saya juga tidak mempraktikan meditasi, karena gak ngerti.

intinya sekarang saya mengenal ajaran budha gak jauh2 dari kurikulum sekolah saja.

ceritanya gini, saya dulu adalah pengikut aliran maitreya. saya sangat rajin, ya saya berani berkata saya sangat rajin karena memang saya selalu hadir tiap ada upacara kebaktian. bahkan saya ikut KDMI (Kelas Dharma Maitreya Indonesia) dan sempat menjadi senior dikelas. (menjadi senior di kelas ini terhitung hebat lhooo, apalagi waktu itu saya masih SMA) juga kelas lainnya dengan tujuan untuk menjadi kader-kader pengembang aliran maitreya.
dalam aliran maitreya, vegetarian adalah menjadi topik yang selalu hangat. saran bervegetarian sangat santer terdengar sepanjang waktu di vihara maitreya.
kami semua dikasih kaset2 dari para penceramah handal di aliran maitreya, dengan harapan lebih memahami ajaran maitreya.
nah ketika saya bawa pulang kaset tersebut dan putar ulang dirumah, suasana hati para elder dirumah sudah menjadi tidak enak. bahkan sinis.

sebenarnya banyak hal lainnya yang saya gak tau menulisnya seperti apa, tapi intinya hal-hal berbau vihara, budha, dharma, dan lainnya adalah hal yang menjadi momok mengancam bagi para elder dirumah.
saya mengerti rasa ancaman bagi mereka, tapi saya tidak bisa menguraikan pada anda bagaimana.
gimana ya? (duh ngerti gak sih? mohon ngerti ya... ya... ya....!!!!??)


oh ya, sekarang saya bukan lagi pengikut aliran maitreya. bukan karena baca2 di forum DC ato di pengaruhi oleh teman ato orang laen. cuman saya merasa tidak nyaman pada ajaran-ajaran dan banyak pengertian2 juga tata cara di maitreya.
semakin saya mendalami ajaran ini, saya kok makin merasa jauh dari ajaran suhu sidharta.


tanya bro :
Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

yang ini bener bro?

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #23 on: 01 September 2011, 07:16:56 PM »
 [at] bro. rico

Hahahah... tentu saya ngerti karena ncim saya juga begitu... denger vihara atau Buddha aja udah berpikiran negatif dan mencela... tapi yah dikit" sy coba pendekatan seperti nih mau cetak buku Guanyin, mau ikut dana atau tidak?

Kalau mnrt saya sih, lebih baik anda jangan berhenti ke vihara, karena di vihara anda bisa belajar banyak dan mendapat banyak manfaat yang tidak anda dapatkan hanay dengan baca buku Dharma saja. Namun jangan bawa" nama Buddha di rumah, pendekatan bisa lewat para Bodhisattva Buddhis yang diyakini orang tua anda, paling mudah setahu saya adalah Guanyin dan Dizangwang (Ksitigarbha).  Apalagi bawa kaset segala lebih baik dihindari. Tunjukkan kalau anda benar-benar tulus mau mendlaami ajaran Buddha dan sikap anda pun berubah dengan lebih baik ketika mendalami Dharma. Nanti orang tua akan melihat sendiir bukti nyata ajaran Buddha.

Tradisi tetap anda ikuti saja, tetapi coba arahkan ke objek pemujaan yang sejati yaitu Triratna Buddha Dharma Sangha, kalau Shakyamuni Buddha nggak mau ya Guanyin, mayoritas pasti mau. Baru dari sana anda bisa step further lagi. Tapi yang paling penting adalah perubahan sifat dan sikap anda karena Dharma Sang Buddha. Jangan lupa meminta bantuan dari para Buddha Bodhisattva kalau anda merasa tidak sanggup. Kalau anda mau, anda bisa mengutarakan kesaksian ajaran Dharma dalam hidup anda pada ortu. Saya yakin apabila anda sungguh-sungguh percaya pada Dharma, mukjizat yang dihasilkan dari karma baik pasti akan muncul, karena saya juga mengalaminya.

Quote
yang ini bener bro?

Buddha mengatakan demikian. :)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #24 on: 01 September 2011, 07:54:06 PM »
sopir-nya lihai ...  _/\_

[at] bro. rico

Hahahah... tentu saya ngerti karena ncim saya juga begitu... denger vihara atau Buddha aja udah berpikiran negatif dan mencela... tapi yah dikit" sy coba pendekatan seperti nih mau cetak buku Guanyin, mau ikut dana atau tidak?

Kalau mnrt saya sih, lebih baik anda jangan berhenti ke vihara, karena di vihara anda bisa belajar banyak dan mendapat banyak manfaat yang tidak anda dapatkan hanay dengan baca buku Dharma saja. Namun jangan bawa" nama Buddha di rumah, pendekatan bisa lewat para Bodhisattva Buddhis yang diyakini orang tua anda, paling mudah setahu saya adalah Guanyin dan Dizangwang (Ksitigarbha).  Apalagi bawa kaset segala lebih baik dihindari. Tunjukkan kalau anda benar-benar tulus mau mendlaami ajaran Buddha dan sikap anda pun berubah dengan lebih baik ketika mendalami Dharma. Nanti orang tua akan melihat sendiir bukti nyata ajaran Buddha.

Tradisi tetap anda ikuti saja, tetapi coba arahkan ke objek pemujaan yang sejati yaitu Triratna Buddha Dharma Sangha, kalau Shakyamuni Buddha nggak mau ya Guanyin, mayoritas pasti mau. Baru dari sana anda bisa step further lagi. Tapi yang paling penting adalah perubahan sifat dan sikap anda karena Dharma Sang Buddha. Jangan lupa meminta bantuan dari para Buddha Bodhisattva kalau anda merasa tidak sanggup. Kalau anda mau, anda bisa mengutarakan kesaksian ajaran Dharma dalam hidup anda pada ortu. Saya yakin apabila anda sungguh-sungguh percaya pada Dharma, mukjizat yang dihasilkan dari karma baik pasti akan muncul, karena saya juga mengalaminya.

Buddha mengatakan demikian. :)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #25 on: 01 September 2011, 09:19:56 PM »
pai cheng bu tu mungkin kira2 sama dengan tradisi di India dulu,yang bawa sesajen di bawah pohon buat para deva pohon (rukkhamula devata),tapi  yang ini buat si "ibu peri" yang jaga anak...CMIIW :whistle: :whistle:

tradisi pai cheng bu kan ga ada hubungannya dengan ajaran Buddha,tetapi tradisi leluhur yang harus dijalankan....so far it's oke :jempol:

tradisi chinese emang ciamikk smua... ;D ;D ;D

musti dibedakan tuh,mana tradisi chinese,yang mana ajaran Buddha,sekarang ajaran Buddha ma tradisi chinese udah diulek2 jadi gado2  ^:)^ ^:)^
ampe imlek pun bagi kebanyakan orang tu hari raya buddhis.... _/\_ _/\_
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #26 on: 01 September 2011, 09:22:45 PM »
tambahan 1 lagi..hati2 loh kalo bakar kimcoa,apalagi di kasur...ntar cheng bu nya dapat bonus kimcoa + spring bed satu..hehehe just kidding maksudnya hati2 kalo bakar kimcoa di kasur,ntar kasurnya terbakar...gak brmaksud ngejek cheng bu ya.... ^:)^ ^:)^ ^:)^

maaf kalo kata2 nya keterlaluan  _/\_
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #27 on: 02 September 2011, 08:36:49 AM »
sep sep...

makin banyak masukan yang berbobot untuk saya.
pada semua senior, tengkiu yooo...

bener juga kudu hati2 bakar kimcoa, ntar chengbu dapet bonus kasur + sprei juga hwa ha ha ha ....

 _/\_

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #28 on: 02 September 2011, 08:49:47 AM »
[at] bro. rico

Hahahah... tentu saya ngerti karena ncim saya juga begitu... denger vihara atau Buddha aja udah berpikiran negatif dan mencela... tapi yah dikit" sy coba pendekatan seperti nih mau cetak buku Guanyin, mau ikut dana atau tidak?

Kalau mnrt saya sih, lebih baik anda jangan berhenti ke vihara, karena di vihara anda bisa belajar banyak dan mendapat banyak manfaat yang tidak anda dapatkan hanay dengan baca buku Dharma saja. Namun jangan bawa" nama Buddha di rumah, pendekatan bisa lewat para Bodhisattva Buddhis yang diyakini orang tua anda, paling mudah setahu saya adalah Guanyin dan Dizangwang (Ksitigarbha).  Apalagi bawa kaset segala lebih baik dihindari. Tunjukkan kalau anda benar-benar tulus mau mendlaami ajaran Buddha dan sikap anda pun berubah dengan lebih baik ketika mendalami Dharma. Nanti orang tua akan melihat sendiir bukti nyata ajaran Buddha.

Tradisi tetap anda ikuti saja, tetapi coba arahkan ke objek pemujaan yang sejati yaitu Triratna Buddha Dharma Sangha, kalau Shakyamuni Buddha nggak mau ya Guanyin, mayoritas pasti mau. Baru dari sana anda bisa step further lagi. Tapi yang paling penting adalah perubahan sifat dan sikap anda karena Dharma Sang Buddha. Jangan lupa meminta bantuan dari para Buddha Bodhisattva kalau anda merasa tidak sanggup. Kalau anda mau, anda bisa mengutarakan kesaksian ajaran Dharma dalam hidup anda pada ortu. Saya yakin apabila anda sungguh-sungguh percaya pada Dharma, mukjizat yang dihasilkan dari karma baik pasti akan muncul, karena saya juga mengalaminya.

Buddha mengatakan demikian. :)

 _/\_
The Siddha Wanderer

klo dewi guanyin sih dirumah memang ada, di altar di dudukan di samping TuaPekKong.
so ini udah dari dulu ada..

bahkan klo mo cerita lebih panjang lagi, kami dikampung punya kelenteng pribadi. warisan dari kakek, sekarang papa gw yang jadi pengurusnya.
tiap ce it cap go banyak warga desa yang datang.

so di dalam rumah ada Tua Pek Kong, Guanyin + sin cu pai Leluhur

nah dikelenteng ada (saya urutkan aja) ada Datok kong, Dewi Guanyin, dewa Kwankong, dewa Thai Sing Ya, ada Tua Pek Kong juga, trus ada Djelai Put Co (gw gak tau populernya apa ato nama lainnya) plus 1 lagi patung dewa Cau Tse Kong

nah para senior ngerti kan latar belakang keluarga saya.
itulah yang saya sebut sangat sulit mengenalkan dharma pada keluarga.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #29 on: 02 September 2011, 09:28:22 AM »
seperti memberikan racun arsenik kepada orang yang ingin kita racuni. berilah dengan dosis rendah tapi mempunyai efek jangka panjang yang lebih efektif, yaitu kematian !!!(http://id.wikipedia.org/wiki/Keracunan_arsenik).
jika dosis yang diberikan secara berlebihan akan menyebabkan sakit akut yang mendadak dan berakhir pada kematian akhibat-nya adanya kecurigaan  >:D >:D >:D.

begitu pula berilah Dhamma sedikit demi sedikit sehingga tidak memberikan hasilnya secara langsung tetapi memberi efek mengikuti dalam jangka panjang.
jika diberikan secara langsung akan memberi efek "Blok" (tidak suka, benci, antipati, dipojokan dll) kepada orang yang menerimanya dengan pertimbangan sang penerima belum (siap) membuang isi gelasnya dan masi tercampur aduk dengan konsep lama yang sudah tertanam jauh di alam bawah sadar-nya.

yang paling mudah, mulailah dengan 5 sila dengan pengertian menjalankan dan penghayatannya.

pengalaman pribadi: dulu mau fan seng burung gereja, pas imlek. kami membeli sebanyak uang yang ada tapi setelah dirumah di-frotes oleh orang tua.
mereka bilang sperti ini: kalau mau fang seng burung gereja itu sebanyak umur-mu bukan dilebih2kan ato dikurangi2. ada mitos ini itu (kami lupa hehehehehe... )
tapi berpikir secara nalar: mau menolong mahluk lain, knapa harus dibatasi? semakin banyak yang bisa kita fang seng bukan kah itu menyebabkan kebahagiaan yang lebih lebih dan lebih untuk  mahluk lain ?

tapi saya tidak membuat argumen sperti itu dihadapan ortu tapi itulah Dhamma, memberikan kebahagiaan mahluk lain lebih banyak lagi lagi dan lagi.




semoga membantu

klo dewi guanyin sih dirumah memang ada, di altar di dudukan di samping TuaPekKong.
so ini udah dari dulu ada..

bahkan klo mo cerita lebih panjang lagi, kami dikampung punya kelenteng pribadi. warisan dari kakek, sekarang papa gw yang jadi pengurusnya.
tiap ce it cap go banyak warga desa yang datang.

so di dalam rumah ada Tua Pek Kong, Guanyin + sin cu pai Leluhur

nah dikelenteng ada (saya urutkan aja) ada Datok kong, Dewi Guanyin, dewa Kwankong, dewa Thai Sing Ya, ada Tua Pek Kong juga, trus ada Djelai Put Co (gw gak tau populernya apa ato nama lainnya) plus 1 lagi patung dewa Cau Tse Kong

nah para senior ngerti kan latar belakang keluarga saya.
itulah yang saya sebut sangat sulit mengenalkan dharma pada keluarga.
« Last Edit: 02 September 2011, 09:30:15 AM by Mas Tidar »
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha